Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 125731 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anita Yulyanti
"Penelitian dilaksanakan dalam rangka melakukan:
1.Identifikasi kendala-kendala yang terdapat pada penyelesaian perkara tindak pidana penyalahgunaan psikotropika dalam acara sidang Pengadilan Anak; 2. Identifikasi mengenai teori/sistem pembuktian, beban pembuktian dan barang bukti; 3. Analisis atas permasalahan hukum yang ditemukan dalam praktik acara sidang pengadilan anak mengenai alat bukti keterangan terdakwa anak yang diberikan pada sidang Pengadilan Anak dan putusan yang dibacakan hakim tanpa dihadiri oleh orang tua, wali atau orang tua asuh dan penasihat hukum dari anak sesuai dengan Pasal 55, Pasal 57 ayat (2) dan Pasal 59 ayat (1) Undang-undang Pengadilan Anak. Pasal 189 ayat (1) Undang-undang No. 8 Tahun 1981 (KUHAP) menyatakan bahwa keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri.
Dihubungkan dengan Pasal 55 Undang-undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, yang menyatakan bahwa dalam perkara anak nakal; orang tua, wali atau orang tua asuh wajib hadir dalam sidang anak. Artinya, kewajiban bagi orang tua, wali atau orang tua asuh secara limitatif telah ditentukan oleh Undang-undang Pengadilan Anak. Meskipun pada prinsipnya tindak pidana merupakan tanggung jawab terdakwa sendiri, tetapi karena dalam hal ini terdakwanya adalah anak, maka tidak dapat dipisahkan dengan kehadiran orang tua, wali atau orang tua asuh.
Perlunya kehadiran peran pendamping, yaitu orang yang dipercaya anak, sangat diperlukan agar anak tidak mengalami ketegangan dan kecemasan yang berlebihan. Praktek pemeriksaan alat bukti keterangan terdakwa anak dan putusan yang dibacakan hakim, memperlihatkan kenyataan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang telah diatur oleh undang-undang, yaitu tanpa dihadiri oleh orang tua, wali atau orang tua asuh dan penasihat hukum anak. Dari identifikasi di atas jelas bahwa permasalahan dalam penyelesaian perkara tindak pidana penyalahgunaan psikotropika dalam acara sidang pengadilan anak, jelas menghadapi permasalahan karena terbentur pada patokan standar yang ditentukan undang-undang sehingga terdapat kesenjangan pada praktik acara sidang pengadilan anak."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
S22286
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Natasha
"Pemerintah memiliki tujuan yang baik untuk melindungi pihak konsumen yang biasanya berada dalam posisi lemah dengan menetapkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK). Dengan ditetapkannya UUPK maka perbankan sebagai pelaku usaha harus mematuhi ketentuan UUPK dalam memberikan produk dan jasa kepada nasabahnya khususnya berkaitan dengan pembuatan perjanjian kredit.
Berdasarkan hal tersebut diatas penulis melalui penelitian kepustakaan dengan mengumpulkan data yang dapat dianalisis secara kualitatif sehingga hasilnya bersifat deskriptif kualitatif. Beberapa pokok permasalahan yang dibahas adalah membahas mengenai pengaturan perlindungan konsumen (nasabah) dalam UU Perbankan, analisis yuridis perlindungan konsumen (nasabah) terhadap ketentuan klausula baku dalam perjanjian kredit pada PT. Bank UFJ Indonesia yang mana terdapat klausula baku yang tidak sesuai dengan Pasal 18 UUPK antara lain mengenai penarikan fasilitas kredit, bunga, perubahan hukum. Membahas upaya hukum yang dapat ditempuh oleh Debitur manakala Bank masih tetap menggunakan klausula baku yang dilarang oleh Pasal 18 UUPK dalam pembuatan perjanjian kreditnya.
Sehingga penulis berkesimpulan bahwa penerapan perlindungan nasabah telah diatur dalam undang-undang yang bersifat sektoral yaitu UU No. 10 Th. 1998 Tentang Perubahan Atas UU No. 7 Th. 1992 Tentang Perbankan, serta PBI No. 7/6/PBI/2005 tentang Transparansi Produk Bank dan penggunaan Data Pribadi Nasabah dan PBI No. 7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah. Masih adanya penggunaan klausula baku yang dilarang dalam Pasal 18 ayat (1) huruf (g) dan Pasal 18 ayat (1) huruf (f) UUPK dalam perjanjian kredit yang dibuat oleh PT. Bank UFJ Indonesia. Upaya hukum yang dapat ditempuh oleh Debitur manakala Bank masih menggunakan ketentuan yang dilarang oleh Pasal 18 UUPK adalah melalui pengadilan atau diluar pengadilan."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
S22455
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Evi Latifah
"Skipsi ini mengetengahkan permasalah penyalahgunaan narkotika dan psikotropika yang telah menjadi masalah nasional di Indonesia, karena perbuatan dampak negatifnya terhadap kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Di satu sisi terdapat tuntutan agar setiap tersangka atau terdakwa perkara penyalahgunaan narkotika dan psikotropika ditahan untuk selanjutnya dituntut dan dihukum seberat-beratnya, sementara pada sisi lain terdapat kemungkinan bagi tersangka atau terdakwa untuk mengajukan permohonan pembantaran penahanan, sebagaimana di Polres Metro Jakarta Selatan. Pelaksanaan proses pembantaran di Sat Serse Narkoba Polres Metro Jakarta Selatan selama ini hanya mengacu kepada Kebijakan Kapolda yang dituangkan dalam Surat Telegram Kapolda Metro Jaya No. Pol: STR/168/VIII/2002 pada tanggal 30 Agustus 2002. KUHAP sendiri tidak memberikan aturan mengenai perihal pembantaran ini.
Proses pembantaran penahanan yang didasarkan kepada kebijaksaan pimpinan Polisi tersebut, dalam prakteknya menimbulkan pula negosiasi tertentu antara penyidik dengan tersangka dan atau keluarga tersangka yang pada gilirannya dikhawatirkan dapat menciptakan satu budaya buruk bagi personil kepolisian di Polres Metro Jakarta Selatan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
S22256
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
cover
Andreas Wibisono
"Korupsi tergolong ke dalam kejahatan yang luar biasa (extra ordinary crime). Korupsi yang terjadi Indonesia saat ini sudah dalam posisi yang sangat akut dan begitu mengakar dalam setiap sendi kehidupan. Perkembangan praktek korupsi dari tahun ke tahun semakin meningkat, baik dari kuantitas atau jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi kualitas yang semakin sistematis, canggih serta lingkupnya sudah meluas ke dalam seluruh aspek masyarakat. Setiap kali ada putusan bebas bagi terdakwa kasus korupsi apalagi yang nilainya mencapai ratusan miliar rupiah masyarakat langsung bereaksi. Hati nurani mereka seperti terusik mendengar ada terdakwa kasus tindak pidana korupsi ratusan miliar bebas melenggang. Terhadap putusan bebas ini, Jaksa/Penuntut Umum mengajukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung karena Jaksa/Penuntut Umum berpendapat bahwa Judex Facti telah salah dalam menerapkan hukum karena putusan bebas tersebut adalah bukan pembebasan yang murni. Hal ini bertentangan dengan Pasal 244 KUHAP yang menentukan bahwa terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung, Terdakwa atau Penuntut Umum dapat mengajukan permintaan kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas. Namun demikian sesuai yurisprudensi yang sudah ada apabila ternyata putusan pengadilan yang membebaskan Terdakwa itu merupakan pembebasan yang murni sifatnya, maka sesuai ketentuan Pasal 244 KUHAP permohonan kasasi tersebut harus dinyatakan tidak dapat diterima. Sebaliknya apabila pembebasan itu didasarkan pada penafsiran yang keliru terhadap sebutan tindak pidana yang dimuat dalam surat dakwaan dan bukan didasarkan pada tidak terbuktinya suatu unsur perbuatan yang didakwakan, atau apabila pembebasan itu sebenarnya adalah merupakan putusan lepas dari segala tuntutan hukum, atau apabila dalam menjatuhkan putusan itu pengadilan telah melampaui batas kewenangannya, Mahkamah Agung selaku Judex Jurist atas dasar pendapatnya bahwa pembebasan itu bukan merupakan pembebasan yang murni harus menerima permohonan kasasi tersebut. Untuk menentukan apakah putusan Judex Facti itu merupakan putusan bebas murni atau bebas tidak murni, Judex Jurist memberikan batasan penilaian sepanjang hal-hal sebagaimana yang termaktub dalam Pasal 253 ayat (1) KUHAP jo. Pasal 30 ayat (1) huruf a dan b Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Penilaian Judex Jurist terhadap putusan Judex Facti yang membebaskan terdakwa didasarkan pada alasan-alasan yang diuraikan Pemohon Kasasi dalam memori kasasinya yang menyatakan bahwa putusan Pengadilan Tingkat Pertama/Judex Facti tersebut adalah bukan putusan bebas murni dan Pemohon Kasasi juga harus dapat memperlihatkan dan membuktikan dimana letak tidak murninya putusan pembebasan tersebut. "
Depok: [Fakultas Hukum Universitas Indonesia;Universitas Indonesia;Universitas Indonesia, Universitas Indonesia], 2009
S22488
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Panggabean, Jan Hider Osland
Depok: Universitas Indonesia, 2007
S22416
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>