Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 178565 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Situmorang, Meiber Oloan
"Tindak Pidana Kepabeanan adalah merupakan tindak pidana khusus yang memerlukan keahlian yang khusus pula untuk dapat membuat terang suatu tindak pidana kepabeanan yang terjadi. Batasan dari suatu tindak pidana yang merupakan tindak pidana kepabeanan diatur dalam Undang-Undang nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan. Terdapat penyimpangan dalam mekanisme penyidikan tindak pidana kepabeanan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang nomor 10 Tahun 1995 dengan mekanisme penyidikan yang diatur dalam KUHAP. Dalam Undang-Undang nomor 10 Tahun 1995, kewajiban pemberitahuan dimulainya penyidikan atau dihentikannya penyidikan disampaikan langsung kepada Penuntut Umum, sedangkan pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, kewajiban pemberitahuan tersebut harus melalui Penyidik Polri. Dalam Prakteknya, terdapat perbedaan penafsiran atas pihak yang berwenang untuk melakukan penyidikan tindak pidana kepabeanan, yaitu antara Pegawai Bea dan Cukai sebagai Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana diatur pada Undang-Undang nomor 10 Tahun 1995 dengan kewenangan Penyidik Polri sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia. Sesuai dengan azas Lex Specialis derogat legi generalis, maka mekanisme penyidikan tindak pidana kepabeanan dan kewenangan untuk melakukan penyidikan dalam tindak pidana kepabeanan dilaksanakan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang nomor 10 Tahun 1995. Dengan adanya suatu kepastian hukum terhadap pihak yang berwenang untuk melakukan penyidikan atas tindak pidana kepabeanan, maka diharapkan pengungkapan terhadap suatu tindak pidana kepabeanan yang terjadi dapat dilaksanakan dengan cepat, murah, efisien dan sederhana, yang pada gilirannya akan menciptakan suatu tertib hukum di masyarakat."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Krisna Dwi Astuti
"Tindak Pidana Kepabeanan merupakan tindak pidana yang mempunyai karakter tersendiri yang mempunyai akibat sama bahayanya dengan tindak pidana korupsi, karena mempunyai dampak yang sangat besar baik dapat merugikan keuangan negara maupun perekonomian negara yaitu dapat mematikan industri dalam negeri. Oleh karena itu tindak pidana penyelundupan memerlukan penanganan yang khusus untuk menindak para pelakunya. Kewenangan untuk menyidik terhadap tindak pidana kepabeanan tersebut sebelumnya berada di tangan Kejaksaan RI. Kemudian berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan kewenangan tersebut beralih ke tangan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dalam hal ini Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Bea dan Cukai diberikan kewenangan khusus untuk menyidik baik tindak pidana maupun pelanggaran kepabeanan termasuk tindak pidana penyelundupan. Pemberian kewenangan dalam UU No. 10 Tahun 1995 tersebut merupakan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana pasal 6 ayat (1). Kemudian kewenangan tersebut dipertegas dengan Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 1996 tentang Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Kepabeanan dan Cukai. Sehingga dengan ini kedudukan PPNS Bea dan Cukai berada pada lini terdepan untuk menangkap Serta menindak setiap tindak pidana kepabeanan yang terjadi. Dalam perjalanannya pelaksanaan kewenangan penyidikan tersebut mendapat permasalahan baik dalam penegakan hukum terhadap pelanggaran pasal-pasal dalam IH] Kepabeanan maupun dalam hal melakukan koordinasi dengan penyidik dari instansi lainnya. Hal ini terjadi karena terjadi tumpang tindih pada pasal-pasal dalam UU Kepabeanan maupun tumpang tindih pada peraturan yang mengatur mengenai kewenangan menyidik tersebut, juga dalam hal koordinasi antar lembaga baik dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai maupun dengan instansi lain di luar DJBC. Sehingga menimbulkan kesalahpahaman dalam penerapannya dan berdampak pada penegakan hukumnya. Rancangan Undang-Undang Kepabeanan pada saat ini telah disusun untuk mengatasi Salah satu masalah tersebut, diantaranya dengan memperluas pengertian/cakupan penyelundupan dengan tujuan untuk lebih dapat menjerat setiap tindak pidana kepabeanan yang terjadi. Hal ini akan berakibat pada makin besarnya tugas Serta tanggungjawab dari PPNS Bea dan Cukai. Oleh karena itu diperlukan juga pembaharuan pejabat yang berwenang untuk. menyidik tindak pidana kepabeanan tersebut."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16418
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Tindak Pidana Kepabeanan merupakan suatu tindak pidana
khusus yang diatur di luar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP), yaitu dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995
tentang Kepabeanan. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995
tentang Kepabeanan juga telah mengatur kewenangan
penyidikan suatu tindak pidana kepabeanan yang secara
khusus diberikan kepada penyidik pegawai negeri sipil
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Undang-Undang Kepabeanan
pun mengatur kewenangan penyidikan suatu tindak pidana
kepabeanan dimungkinkan untuk beralih kepada penyidik POLRI
apabila terpenuhi syarat keadaan tertentu yang disebutkan
dalam peraturan kepabeanan terkait. Pada dasarnya sebagai
penyidik pegawai negeri sipil, keberadaan penyidik pegawai
negeri sipil Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tidak
terlepas dari pengawasan dan koordinasi dengan penyidik
POLRI. Namun mengingat penyidik pegawai negeri sipil
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai telah dilengkapi
kewenangan untuk dapat melakukan upaya paksa penangkapan,
penahanan, penggeledahan, dan penyitaan, maka penyidik
POLRI tidak banyak terlibat langsung dalam proses
penyidikan di lapangan, terkecuali apabila kewenangan
penyidikan telah beralih kepada penyidik POLRI. Penyidik
POLRI akan lebih banyak berperan memberikan petunjuk dan
melakukan pengawasan terhadap penyidikan tindak pidana
kepabeanan. Pada kenyataannya, di lapangan masih saja
terjadi penerapan hubungan dan kedudukan yang tidak tepat
antara penyidik pegawai negeri sipil Direktorat Jenderal
Bea dan Cukai serta penyidik POLRI, dalam penyidikan tindak
pidana kepabeanan. Demikianlah yang terjadi pada penyidikan kasus tindak pidana kepabeanan atas tersangka Abdul Waris Halid."
Universitas Indonesia, 2006
S22291
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Kadir Sangadji
"Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, diberikan kewenangan khusus berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai untuk melakukan serangkaian tindakan penyidikan atas tindak pidana dibidang Cukai. Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Bea dan Cukai dapat melakukan penahanan terhadap seseorang yang diduga melakukan tindak pidana di bidang Cukai, namun kewenangan yang dimiliki PPNS Bea dan Cukai hanya terdapat dalam tindak pidana yang diatur secara limitatif dalam pasal 63 ayat (2) Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) memberikan kewenangan kepada penyidik Polri untuk melakukan penyidikan terhadap semua tindak pidana berdasarkan rumusan Pasal 7 ayat (1) dan (2) KUHAP. Hubungan kerja antara Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Bea dan Cukai dengan Penyidik Polri adalah sebagai hubungan koordinasi dan pengawasan, pemberian petunjuk dan bantuan, laporan dimulainya penyelidikan dan penghentian penyidikan. Dalam melakukan serangkaian penyidikan penyidik Polri lebih banyak berperan memberikan petunjuk dan melakukan pengawasan terhadap penyidikan tindak pidana Cukai.
Pada kenyataan di lapangan masih saja terjadi penerapan hubungan dan kedudukan yang tidak tepat antara Penyidik Pegawai Negeri Sipil Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dengan Penyidik Polri dalam penyidikan tindak pidana Cukai. Demikianlah yang terjadi pada penahanan dalam kasus tindak pidana pemalsuan pita Cukai terhadap tersangka Ny. Erni Rusdiana, pada tahap penyidikan di Polri tersangka sudah ditahan sampai batas waktu maksimal penahanan, kemudian Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melakukan penahanan kembali terhadap tersangka dalam tindak pidana yang sama, seharusnya tersangka tidak boleh dilakukan penahanan kembali lagi karena tersangka pada tahap penyidikan di Polri sudah dilakukan penahanan selama 120 (seratus dua puluh) hari. Akibat hukum dari penahanan kembali oleh PPNS Bea dan Cukai menimbulkan penahanan yang tidak sah. Terhadap penahanan yang tidak sah tersebut, tersangka Erni Rusdiana melakukan upaya hukum Praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
S22285
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Heidi Melissa
"Kenaikan harga obat-obatan akibat melemahnya Rupiah terhadap dolar mengundang para sindikat pemalsu obat bergerilya untuk membuat produk palsu. Masalah obat palsu di Indonesia diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-undang Kesehatan, Peraturan Pemerintah tentang Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan dan beberapa peraturan lain. Untuk menangani peredaran obat palsu di Indonesia, diperlukan keterlibatan pihak pemerintah seperti Departemen Kesehatan, Badan Pemeriksaan Obat dan Makanan, Kepolisian, dan pihak-pihak lain yang bersangkutan. Dalam Undang-undang Kesehatan, guna melindungi masyarakat dan menegakkan hukum terhadap tindak pidana pemalsuan obat, maka ditunjuk penyidik selain penyidik pada tindak pidana umumnya. Penyidik yang dimaksud adalah Penyidik Pegawai Negeri Sipil Departemen Kesehatan. Akan tetapi dengan timbulnya Keputusan Presiden No. 166 Tahun 2000 yang diganti dengan Keputusan Presiden No. 105 Tahun 2001, maka Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan berubah menjadi Badan Pengawas Obat Dan Makanan, yaitu sebuah Lembaga Pemerintah Non Departemen yang berkedudukan langsung di bawah Presiden dan tidak lagi menjadi bagian dari Departemen Kesehatan. Peranan Penyidik Pegawai Negeri Sipil dalam melakukan penyidikan terhadap tindak pidana pemalsuan obat masih banyak mengalami kesulitan, antara lain kedudukannya yang dianggap tidak memiliki dasar hukum. Masih banyaknya para pelaku pemalsuan obat yang tidak dihukum atau dipidana dengan hukuman yang sangat ringan, juga menjadi penyebab maraknya tindak pidana pemalsuan obat di Indonesia. Oleh karenanya, dalam skripsi ini mencoba membahas bagaimana tugas dan kewenangan pejabat Badan Pengawas Obat Dan Makanan sebagai Penyidik Pegawai Negeri Sipil dalam melakukan penyidikan tindak pidana pemalsuan obat, dengan contoh kasus tindak pidana pemalsuan obat yang dilakukan oleh terdakwa Doris Leman."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
"Penyidikan merupakan salah satu proses penting dalam penyelesaian kasus tindak pidana perpajakan. Berdasarkan ketentuan Pasal 44 ayat (1) Undang-Undang No 28 tahun 2007, yang berwenang untuk melakukan penyidikan tindak pidana perpajakan adalah Penyidik Pegawai Negeri Sipil lingkungan Direktorat Jendral Pajak. Namun, ada pihak-pihak lain yang terkait dengan penyidikan tindak pidana perpajakan seperti kepolisian, kejaksaan, serta instansi-instansi lainnya. Oleh karena itu membutuhkan kejelasan kewenangan dalam proses penyidikan, terutama dalam praktek dimana terdapat beberapa aspek tindak pidana, seperti kasus AAG yang memiliki aspek tindak pidana perpajakan, tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana korupsi. Batasan kewenangan, serta proses penyidikan tindak pidana perpajakan itu diatur melalui KUHAP, Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Keputusan Direktur Jendral Nomor KEP-272/PJ/2002, serta dalam praktek penyidikan dibuat Memorandum of Understanding (MoU) antara Direktorat Jendral Pajak dengan berbagai instansi lainnya. Dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif, skripsi ini mencoba menjawab permasalahan kedudukan dan kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Direktorat Jendral Pajak dalam penyidikan tindak pidana perpajakan, serta proses penyidikan tindak pidana perpajakan tersebut. Dengan adanya kejelasan kewenangan dalam proses penyidikan diharapkan penyidikan tindak pidana perpajakan menjadi lebih efektif dan efisien sehingga mampu meningkatkan ketaatan Wajib Pajak dan meningkatkan penerimaan kas negara dari pajak."
[Fakultas Hukum Universitas Indonesia;, ], 2007
S22251
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 1984
S21820
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Nur Rachmawati
"Masalah illegal logging adalah masalah yang yang harus dicermati dan diberi perhatian khusus. Selain dampaknya yang luar biasa terhadap lingkungan dan kehidupan manusia dalam jangka panjang, juga keterlibatan pelaku yang sangat banyak. Dampak kerusakan hutan yang terjadi akan menimbulkan kurang tertahannya resapan air tanah oleh pohon-pohon di kawasan hutan sehingga dapat menyebabkan tanah longsor. Dampak lain juga terhadap habitat hutan yang apabila tidak sesuai dengan penggunaannya dapat penghilangkan spesies yang dilindungi. Jika ditinjau dari keterlibatan pelaku, maka yang berkontribusi dalam tindak pidana illegal logging sangatlah banyak, dari penduduk lokal yang menyediakan jasa pemotongan dan pembukaan lahan, penyedia jasa angkutan berupa truk dan kapal sampai indikasi keterlibatan aparat dalam mengeluarkan ijin. Hal itu membuat sulitnya memberantas tindak pidana illegal logging sampai keakar-akarnya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana dan sejauh mana hubungan antara penyidik Polri dan penyidik pejabat Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dalam tindak pidana illegal logging menurut peraturan perundang-undangan. Hal ini berkaitan dengan fungsi penyidik yang sangat penting dalam penanggulangan tindak pidana illegal logging. Adanya 2 (dua) aparat yang memiliki kewenangan yang sama dalam melakukan penyidikan membuat adanya kerancuan dalam hal tugas dan kewajiban siapakah untuk melakukan penyidikan terhadap tindak pidana illegal logging. Kewenangan khusus yang telah diberikan undang-undang Kehutanan kepada penyidik PPNS ternyata tidak menjadikan penyidik PPNS berperan lebih daripada penyidik Polri. Dalam penanganan proses penyidikan illegal logging, penyidik Polri tetap mendapat porsi besar untuk melakukan penyidikan."
Depok: [Fakultas Hukum Universitas Indonesia, ], 2007
S22419
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>