Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 123216 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yulia Apriati Santi
"Pemilu merupakan sarana untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dalam pemerintahan negara Republik Indonesia. Untuk menjamin kemurnian pemilu dan tercapainya demokrasi, para pembuat undang-undang telah merumuskan sejumlah perbuatan curang yang memiliki sifat dan bentuk yang spesifik yang dilakukan selama tahapan pemilu sebagai suatu tindak pidana dalam Undang-undang No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilu Anggota DPR, DPRD dan DPD. Dalam undang-undang tersebut diatur 26 (dua puluh enam) pasal tindak pidana pemilu yang memuat ketentuan minimal dan ketentuan maksimal ancaman hukuman, dan terdapatnya pidana denda dan/atau pidana penjara yang dapat dijatuhkan secara alternatif kumulatif. Selain itu, Undang-undang No. 12 Tahun 2003 merupakan Undang-undang Pemilu pertama yang mengatur tentang proses beracara dalam menyelesaikan tindak pidana pemilu karena pembuat undang-undang berpikir bahwa pemilu merupakan satu-satunya hak asasi dalam bidang politik bagi sebagian besar warga negara Indonesia. Perumusan tersebut adalah untuk menghindari tidak terselesaikannya perkara tindak pidana pemilu seperti yang banyak terjadi pada pemilu-pemilu sebelumnya. Dalam undangundang tersebut terdapat beberapa kekhususan/penyimpangan dari Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dalam hal; pertama, pelaporan karena melibatkan panwaslu sebagai gerbang penyelesaian tindak pidana pemilu; kedua, pembatasan waktu dalam proses beracara (laporan, penyidikan, penuntutan, dan proses peradilan); dan ketiga, adanya pembatasan upaya hukum sehingga Pengadilan Negeri mempunyai kewenangan yang besar sebagai Pengadilan tingkat pertama dan terakhir pada tindak pidana pemilu yang diancam hukuman kurang dari 18 (delapan belas) bulan dan Pengadilan Tinggi sebagai pengadilan tingkat kedua dan terakhir untuk tindak pidana pemilu yang diancan hukuman lebih dari 18 (delapan belas) bulan. Akan tetapi dalam pelaksanaannya, ketentuan khusus tersebut belum dapat ditegakkan secara baik karena banyak menghadapi benturanbenturan dengan kepentingan masyarakat, hak-hak terdakwa, dan keadilan hukum."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Udy Diahmana Trisnowati
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1990
S21663
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Negara Indonesia adalah Negara Hukum Pancasila,
dengan salah satu unsurnya adalah menyelenggarakan peradilan
yang bebas oleh kekuasaan kehakiman. Peradilan Militer
sebagai salah satu badan pelaksana kekuasaan kehakiman
diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 tahun 1997 tentang
Peradilan Militer. Peradilan Militer adalah peradilan
tersendiri yang terpisah dari peradilan umum, yang memiliki
wewenang khusus untuk memeriksa dan mengadili subjek hukum
khusus mengenai golongan-golongan rakyat tertentu, yaitu
prajurit. Kekuasaan kehakiman di lingkungan Peradilan
Militer dilaksanakan oleh Pengadilan Militer sebagai
pengadilan tingkat pertama untuk perkara pidana yang
dilakukan oleh anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang
berpangkat Kapten kebawah, Pengadilan Militer Tinggi sebagai
pengadilan tingkat banding untuk perkara pidana yang
dilakukan oleh anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang
berpangkat Kapten kebawah, dan sebagai pengadilan tingkat
pertama untuk perkara pidana yang dilakukan oleh anggota
Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang berpangkat Mayor
keatas, Pengadilan Militer Utama sebagai pengadilan tingkat
banding untuk perkara pidana yang dilakukan oleh anggota
Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang berpangkat Mayor
keatas, Pengadilan Militer Pertempuran sebagai pengadilan
tingkat pertama dan terakhir untuk perkara pidana yang
dilakukan oleh semua anggota Tentara Nasional Indonesia
(TNI) yang berada di daerah pertempuran untuk semua tingkat
kepangkatan. Walaupun terdapat pemisahan pengadilan yang
berwenang untuk memeriksa dan mengadili berdasarkan tingkat
kepangkatannya, pengajuan kasasi untuk semua tingkat
kepangkatan diajukan kepada Mahkamah Agung (MA) untuk
memeriksa dan mengadili. Proses beracara dalam Peradilan
Militer di Indonesia berdasarkan pada Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana (KUHAP), selama tidak bertentangan dengan
Undang-Undang Nomor 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
Skripsi ini menganalisis penerapan Hukum Acara Pidana
Militer pada Pengadilan Militer, studi kasus perkara
pembunuhan Direktur PT ASABA dengan Terdakwa Suud Rusli
didasarkan pada Putusan Pengadilan Militer pada tingkat
pertama, Putusan Nomor: PUT/14-K/PM II-08/AL/II/2005, dan
putusan Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta pada tingkat
banding, Putusan Nomor: PUT/32-K/BPG/PMT-II/AL/VII/2005."
[Universitas Indonesia, ], 2006
S22088
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Febriani
"Tesis ini menggambarkan tentang faktor penyebab tidak maksimalnya peran anggota legislatif perempuan dalam pembuatan peraturan keterwakilan perempuan pada UU pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD (UU No.12 tahun 2003, UU No.10 tahun 2008 dan UU No.8 tahun 2012). Latar belakang penulisan yaitu berawal dari fenomena lemahnya keberadaan peraturan keterwakilan perempuan sehingga menjadi salah satu dampak rendahnya keterwakilan perempuan di lembaga legislatif Indonesia. Dengan menggunakan metode kualitatif, hasil yang diperoleh yaitu anggota legislatif perempuan belum maksimal menjalankan perannya dalam pembuatan peraturan keterwakilan perempuan. Faktor-faktor penyebabnya adalah pertama, jumlah anggota legislatif perempuan dan jumlah aktor kritis yang sedikit. Kedua, fokus keterwakilan anggota legislatif lebih banyak ke partai politik. Ketiga, gaya keterwakilan anggota legislatif dalam pembuatan peraturan tentang keterwakilan perempuan lebih bersifat delegasi (utusan dari partai politik), dan keempat, isu keterwakilan perempuan belum menjadi bagian kepemilikan isu oleh partai politik.

This thesis is about the factors why the role of women legislator is un maximum in decision making of women?s representation in electoral law DPR, DPD and DPRD (Act 12 of 2003, Act 10 of 2008 and No. 8 in 2012). The backround of this research is the weakness of women representation regulation which makes the number of women legislator is low in Indonesian legislative. Using qualitative method, this research has result that women legislator is un maximum when they do their role of making women representation regulation. The factors are, the first is the less of women legislator and the less of critism of woman legislator, the second is the focus of the women legislator is much concern about politic. The third factor is the style of women legislator when making women representation regulation is using delegation caracter (delegate from politic party). The last is the women representator issue has not yet become politic party ownership issue."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
T42484
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pardamean, Robinson
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
S22153
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Udy Diahmana Trisnowati
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1990
S21735
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Soeprapto
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Situngkir, Frans Palti H.
Depok: Universitas Indonesia, 1992
S21933
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>