Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 140933 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Jumi Rahayu
Depok: Universitas Indonesia, 2003
S22123
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 1999
S21968
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendra Nurtjahjo
Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
340.57 Nur l
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Fajar Paulana
"Skripsi ini membahas mengenai Kedudukan Hukum Legal Standing Lembaga Negara dalam Sengketa Kewenangan Lembaga Negara di Mahkamah Konstitusi yang dikaitkan dengan berbagai putusan Mahkamah Konstitusi. Sengketa Kewenangan Lembaga Negara terjadi ketika suatu lembaga merasa kewenangannya diganggu, dikurangi dan/atau diambil-alih secara tidak sah oleh lembaga lainnya. Lembaga yang dapat menjadi Pemohon atau Termohon dalam beracara sidang Mahkamah Konstitusi hanya lembaga yang memperoleh kewenangan dari Undang-Undang Dasar.
Penelitian ini mengambil rumusan masalah tentang bagaimana penerapan hukum acara sengketa kewenangan lembaga negara dan bagaimana pembatasan subjectum litis dan objectum litis sengketa kewenangan lembaga negara.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yang bertumpu pada data sekunder dan disajikan secara deskriptif analitatif.
Hasil penelitian menunjukan bahwa sejauh ini Mahkamah Konstitusi telah menerapkan hukum acara sengketa kewenangan lembaga negara dengan konsisten dan telah memberikan penegasan serta pengakuan terhadap lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-undang Dasar 1945.Kata Kunci: Kedudukan Hukum, Sengketa Kewenangan, Subjectum Litis, Objectum Litis, Putusan Perkara SKLN.

This thesis discusses Legal Standing of State Institution in authority disputes in various Constitutional Court decisions. Authority dispute of State Institution occurs when a State Institution or Agency perceive its Authority is being interrupted, reduced and or illegally taken over by another institution. Institutions that act as the Petitioners or the Petitionees in the Constitutional Court's justice proceedings shall be the only institutions authorized by the Constitution.
This study takes the outline of issues about how procedural law of State institutions authority dispute is applied and how subjectum litis and objectum litis is restricted in authority dispute of State institutions.
The method used in this study is juridical normative based on secondary data and presented descriptive analytic.
Results of the study shows that the Constitutional Court has consistently applied procedural law of State institutions authority dispute and has given affirmation and acknowledgment to state institutions which authority is attributed by the 1945 Constitution.Keywords Legal Standing, Authority Dispute, Subjectim Litis, Objectum Liti, Court Decision in Authority Dispute of State Institutions
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Frans J. Rengka
"ABSTRAK
Lembaga Bantuan Hukum yang dikenal sekarang di Indonesia merupakan hal baru. Karena dalam sistem hukum tradisional lembaga seperti itu tidak dikenal. Dia baru dikenal semenjak Indonesia memberlakukan sistem hukum Barat yang bermula pada tahun 1848, ketika di negeri Belanda terjadi perubahan besar dalam sejarah hukumnya.
Berdasarkan asas konkordansi, maka dengan Firman Raja tanggal 16 Mei 1848 No. 1 perundang-undangan baru di Negeri Belanda tersebut juga diberlakukan untuk Indonesia, antara lain peraturan tentang susunan kehakiman dan kebijaksanaan peradilan (Reglement op de Rechterlijke Organisatie et het Beleid der Justitie) yang lazim disingkat dengan R.O.
Karena dalam peraturan baru itu diatur untuk pertama kali lembaga advokat, maka dapat diperkirakan bahwa pada saat itu untuk pertama kali Lembaga Bantuan Hukum dalam arti formal mulai dikenal di Indonesia. Tetapi nampaknya peranan Lembaga Bantuan Hukum pada masa itu, kurang begitu dirasakan oleh karena jumlah para advokat yang bergerak di bidang bantuan hukum masih terbilang sedikit.
Begitu pula pada masa pendudukan Jepang, belum ada tanda tanda kemajuan. Meskipun R.O. peninggalan Belanda masih diberlakukan, namun kondisi dan situasi pada saat itu sangat tidak memungkinkan untuk pengembangan program bantuan hukum secara baik. Karena pusat perhatian kita pada waktu itu adalah menitikberatkan pada usaha-usaha mempertahankan kemerdekaan baik secara fisik maupun secara politis.
Setelah tahun 1950 hingga pertengahan tahun 1959 yaitu saat Soekarno mengambil oper kekuasaan.dengan menggantikan konstitusi, pluralisme hukum di bidang peradilan dihapuskan sehingga hanya ada satu sistem peradilan untuk seluruh penduduk (Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung). Demikian pula hanya berlaku satu hukum acara bagi seluruh penduduk, akan tetapi peradilan yang dipilih bukan Raad van Justitie melainkan Landraad hukum acaranya bukan Rechtsvorderjng, melainkan HIR.
Hal ini membawa konsekuensi bahwa banyak ketentuan-ketentuan hukum yang menjamin bantuan hukum yang berlaku bagi orang Eropa tidak ikut diwarisi ke dalam perundang-undangan yang berlaku setelah kemerdekaan. Dengan lain perkataan yang berlaku sejak tahun 1950 hingga saat ini adalah sistem peradilan dan peraturan hukum acara dari zaman kolonial khusus bagi bangsa Indonesia yang justru sangat miskin menjamin ketentuan-ketentuan mengenai bantuan hukum.
Selain itu, pada masa ini campur tangan eksekutif begitu besar di bidang peradilan, sehingga banyak hakim berorientasi kepada pemerintah karena tekanan yang dalam praktik dimanifestasikan dalam bentuk setiap putusan dimusyawarahkan dulu dengan kejaksaan. Akibatnya, tidak ada lagi kebebasan bagi para hakim untuk memutuskan sesuatu perkara secara tidak memihak. Lebih jauh lagi wibawa pengadilan jatuh dan harapan serta kepercayaan pada bantuan hukum hilang. Pada masa inilah bantuan hukum yang diemban oleh profesi advokat Indonesia mengalami kemerosotan yang luar biasa jika tidak dikatakan hancur sama sekali. Pada saat ini pula banyak advokat meninggalkan profesinya, karena merasa mereka tak berperanan lagi, karena kebanyakan orang yang berperkara lebih suka meminta pertolongan kepada jaksa, hakim untuk menyelesaikan perkaranya.
Campur tangan kekuasaan eksekutif kepada pengadilan mencapai puncaknya dengan diundangkannya Undang-Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman, yaitu UU No. 19 Tahun 1964. Dalam Undang-Undang tersebut dimuat ketentuan-ketentuan yang bertentangan secara diametral dengan asas-asas dalam negara hukum atau "rule of law". Sejak itu boleh dikatakan peranan advokat menjadi lumpuh dan bantuan hukum menjadi tidak ada artinya sama sekali meskipun hukum acara tidak mengalami perubahan apa-apa. Periode ini oleh Buyung dikatakan periode paling pahit bagi sejarah bantuan hukum Indonesia."
1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutapea, Anthony L.P.
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T36700
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Lumintang, Stanislaus Franciscus
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
S25143
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Lenny Farida
Depok: Universitas Indonesia, 2004
S22141
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>