Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 60149 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nurul Mairissa
"Tingginya tingkat kredit bermasalah pada bank BUMN disebabkan adanya pengkategorian piutang bank BUMN sebagai piutang negara. Pengkategorian ini menciptakan perbedaan proses penyelesaian kredit bermasalah pada bank BUMN dibandingkan pada bank swasta. Padahal di sisi lain, peraturan terkait yang berlaku saat ini belum dapat memberikan kepastian hukum mengenai kedudukan piutang bank BUMN. Penelitian ini mengkaji apakah piutang bank BUMN dapat dikategorikan sebagai piutang negara dan bagaimana proses penyelesaian kredit bermasalah pada suatu bank BUMN. Penelitian ini menggunakan metode kepustakaan yuridis normatif. Dengan menganalisis teori-teori dalam Hukum Perseroan dan Hukum Keuangan Negara, maka dapat disimpulkan bahwa piutang bank BUMN bukan piutang Negara. Oleh sebab itu, proses penyelesaian kredit bermasalah tidak tunduk pada peraturan mengenai piutang negara (PUPN), tetapi sesuai dengan prinsip-prinsip perseroan terbatas."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irma Riyani
"Krisis moneter yang melanda Indonesia sejak tahun 1998 mengakibatkan keadaan ekonomi Indonesia berada dalam keterpurukan. Hal ini mengharuskan pemerintah mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memulihkan kembali keadaan ekonomi nasional. Perbankan sebagai salah satu faktor penting pendukung sektor perekonomian juga sedang, berusaha untuk mengembalikan kembali performa mereka yang sempat menurun. Untuk melaksanakan misi ini maka pemerintah yang diwakili oleh Bank Indonesia membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (PPN). Lembaga ini bertugas melakukan upaya restrukturisasi perbankan dengan tujuan untuk menyehatkan perankan secara keseluruhan. Salah satu permasalahan yang mendapat sorotan dalam menyehatkan perbahkan nasional adalah menyelesaian kredit bermasalah tingkat kredit bermasalah yang terus meningkat dan tidak terselesaikan akan menyulitkan perbankan memulihkan kondisinya. Untuk memberikan kemudahan dalam menyelesaikan kredit bermasalah maka Undang-Undang. Perbankan memberikan alternatif kepada bank sebagai. kreditur untuk mengambil pelunasan utangnya atas kredit yang telah dinyatakan macet dengan melakukan pembelian atas jaminan kredit yang diagunkan oleh nasabah. Ketentuan ini juga mewajibkan bank untuk menjual kembali jaminan kredit yang telah dibelinya tersebut dalam jangka waktu satu tahun. Kaitan yang timbul antara kemudahan yang di berikan oleh Undang-Undang Perbankan ini dengan ketentuan hukum jaminan kebendaan terutama mengenai peralihan hak atas transaksi pembelian dan penjualan kembali jaminan. kredit atas kredit yang telah macet akan dibahas lebih lanjut dalam skripsi ini."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
S21135
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Benny Swastika
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
S24131
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chandra Sugiarto
"Tesis ini membahas mengenai dualisme penyelesaian masalah kredit bermasalah (Non Performing Loan) bank-bank BUMN. Di satu sisi menurut UU No. 49/Prp/1960 Tentang Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) yang mengatur bahwa kredit bermasalah Bank BUMN merupakan piutang negara sehingga harus diselesaikan melalui Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN). Pendapat ini didukung oleh UU No. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara yang mengatur bahwa kekayaan BUMN merupakan kekayaan negara. Dampak dari pengaturan ini adalah pengaturan UU No. 15 Tahun 2006 Tentang BPK bahwa BPK berhak untuk memeriksa keuangan BUMN yang seharusnya berwenang memeriksa keuangan BUMN adalah akuntan publik. Di sisi lain, UU No. 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara mengatur bahwa kekayaan yang dimiliki oleh BUMN terpisah oleh kekayaan negara dan pengelolaanya didasarkan atas prinsip-prinsip perusahaan yang sehat. Pendapat ini didukung pula oleh UU No. 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara yang mengatur bahwa yang termasuk ke dalam piutang negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada pemerintah pusat. Pendapat ini kemudian didukung oleh Fatwa Makamah Agung No. WKMA/Yud/20/VIII/2006 tanggal 16 Agustus 2006. Cara penyelesaian kredit bermasalah Bank-Bank BUMN dilakukan melalui cara-cara yang lazim digunakan di dalam dunia perbankan. Penelitian ini menggunakan kajian hukum normatif. Pengumpulan data dilakukan melalui penelitian kepustakaan (library research). Penelitian ini menyarankan bahwa perlu diadakan suatu harmonisasi antara UU No. 19 Tahun 2003 dengan UU No. 17 Tahun 2003 jo. UU No. 49/Prp/1960 jo. UU No. 15 Tahun 2006 dan peraturan perundang-undangan turunannya; perbaikan isi UU No. 19 Tahun 2003 dihapuskan pasal 71 ayat (2) bahwa BPK berwenang memeriksa BUMN. Hal ini menyesatkan masyarakat karena sudah jelas bahwa yang berhak memeriksa BUMN adalah akuntan publik.

The focus of this study is about dualism regulation settlement non performing loan of State owned banks. In one side, according to UU No. 49/Prp/1960 about Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) reguiates that non performing loan of State owned banks is a credit of State, the settlemet must according to Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN). This statement is being support by UU No. 17 Tahun 2003 about State Finance that reguiates the wealth of State owned enterprises is wealth of State. The effect of this regulation is UU No. 15 Tahun 2006 about BPK reguiates that BPK have authority to check State owned enterprises wealth, the one supposed to check it is public accountant. In other side, UU No. 19 Tahun 2003 about State Owned Enterprises reguiates that the wealth that owned by State owned enterprises is separate from the State wealth and its management is according to the health Corporation principles. This statement is support by UU No. 1 Tahun 2004 about State Treasury that reguiates the one that referred by State credit is amount money that must pay to Central govemment. This statement also support by Fatwa Makamah Agung No. WKMA/Yud/20/VIII/2006, date 16 Agustus 2006. the way to settle non performing loan of State owned banks is by using the way that usually do in banking world. This study is using normative law perspective. The data are collected by library research. This study suggests that there must be a harmonization between No. 19 Tahun 2003 with UU No. 17 Tahun 2003 jo. UU No. 49/Prp/1960 jo. UU No. 15 Tahun 2006 and other regulation derivatives; correction content of UU No. 19 Tahun 2003 article 71 point (2) must abolished because BPK have aouthority to check State owned enterprises. This article is make misleading to society because it is clear that the one that has authority to check State owned enterprises wealth is public accountant."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2009
T26916
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Chandra Sugiarto
"Tesis ini membahas mengenai dualisme penyelesaian masalah kredit bermasalah (Non Performing Loan) bank-bank BUMN. Di satu sisi menurut UU No. 49/Prp/1960 Tentang Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) yang mengatur bahwa kredit bermasalah Bank BUMN merupakan piutang negara sehingga harus diselesaikan melalui Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN). Pendapat ini didukung oleh UU No. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara yang mengatur bahwa kekayaan BUMN merupakan kekayaan negara. Dampak dari pengaturan ini adalah pengaturan UU No. 15 Tahun 2006 Tentang BPK bahwa BPK berhak untuk memeriksa keuangan BUMN yang seharusnya berwenang memeriksa keuangan BUMN adalah akuntan publik. Di sisi lain, UU No. 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara mengatur bahwa kekayaan yang dimiliki oleh BUMN terpisah oleh kekayaan negara dan pengelolaanya didasarkan atas prinsip-prinsip perusahaan yang sehat. Pendapat ini didukung pula oleh UU No. 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara yang mengatur bahwa yang termasuk ke dalam piutang negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada pemerintah pusat. Pendapat ini kemudian didukung oleh Fatwa Makamah Agung No. WKMA/Yud/20/VIII/2006 tanggal 16 Agustus 2006. Cara penyelesaian kredit bermasalah Bank-Bank BUMN dilakukan melalui cara-cara yang lazim digunakan di dalam dunia perbankan.
Penelitian ini menggunakan kajian hukum normatif. Pengumpulan data dilakukan melalui penelitian kepustakaan (library research). Penelitian ini menyarankan bahwa perlu diadakan suatu harmonisasi antara UU No. 19 Tahun 2003 dengan UU No. 17 Tahun 2003 jo. UU No. 49/Prp/1960 jo. UU No. 15 Tahun 2006 dan peraturan perundang-undangan turunannya; perbaikan isi UU No. 19 Tahun 2003 dihapuskan pasal 71 ayat (2) bahwa BPK berwenang memeriksa BUMN. Hal ini menyesatkan masyarakat karena sudah jelas bahwa yang berhak memeriksa BUMN adalah akuntan publik.

The focus of this study is about dualism regulation settlement non performing loan of state owned banks. In one side, according to UU No. 49/Prp/1960 about Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) regulates that non performing loan of state owned banks is a credit of state, the settlemet must according to Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN). This statement is being support by UU No. 17 Tahun 2003 about State Finance that regulates the wealth of state owned enterprises is wealth of state. The effect of this regulation is UU No. 15 Tahun 2006 about BPK regulates that BPK have authority to check state owned enterprises wealth, the one supposed to check it is public accountant. In other side, UU No. 19 Tahun 2003 about State Owned Enterprises regulates that the wealth that owned by state owned enterprises is separate from the state wealth and its management is according to the health corporation principles. This statement is support by UU No. 1 Tahun 2004 about State Treasury that regulates the one that referred by state credit is amount money that must pay to central government. This statement also support by Fatwa Makamah Agung No. WKMA/Yud/20/VIII/2006, date 16 Agustus 2006. the way to settle non performing loan of state owned banks is by using the way that usually do in banking world.
This study is using normative law perspective. The data are collected by library research. This study suggests that there must be a harmonization between No. 19 Tahun 2003 with UU No. 17 Tahun 2003 jo. UU No. 49/Prp/1960 jo. UU No. 15 Tahun 2006 and other regulation derivatives; correction content of UU No. 19 Tahun 2003 article 71 point (2) must abolished because BPK have aouthority to check state owned enterprises. This article is make misleading to society because it is clear that the one that has authority to check state owned enterprises wealth is public accountant.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T37499
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Carolina
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
S23929
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Anton Sutopo
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
S24617
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Setiawati
"Persoalan pertanggungjawaban pemegang saham perseroan terbatas pada mulanya merupakan masalah yang kontroversial, karena tanggung jawab pemegang saham dalam perseroan terbatas tidak boleh lebih dari nilai saham yang diambilnya, sebagaimana tertuang dalam Pasal 3 ayat (1) UU No.1/1995 (UUPT). Akan tetapi dalam keadaan tertentu tabir pemisah antara perseroan terbatas dan para pemegang saham dapat disingkap oleh hakim (piercing the corporate veil) sesuai dengan Pasal 3 ayat (2) jo. Pasal 110 UUPT. Pemegang saham dapat bertanggung jawab secara tidak terbatas atau terbatas adalah melalui suatu proses pemeriksaan di pengadilan. Hakim akan menentukan apakah pemegang saham perseroan terbatas melanggar norma Pasal 3 ayat 2 UUPT. Proses pengadilan inilah yang akan membuktikan apakah ada piercing the corporate veil pada PT bank apabila terjadi likuidasi PT bank akibat kredit macet dan asset yang ada tidak mencukupi untuk membayar kepada kreditur. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif. Terdapat dua pendekatan yang dapat digunakan dalam penyelesaian pertanggungjawaban pemegang saham PT bank, yaitu pertama, menggunakan hukum perusahaan melalui mekanisme piercing the corporate veil, dan kedua, melalui hukum perbankan. Apabila terbukti pemegang saham secara langsung atau tidak langsung menyebabkan PT bank mengalami kebangkrutan maka pemegang saham dapat bertanggung jawab secara pribadi. Namun apabila tidak terbukti tetapi PT bank tetap bermasalah, pemegang saham pengendali PT bank secara pribadi tetap dapat dituntut untuk bertanggung jawab atas dasar pernyataan kesanggupan pemegang saham pengendali sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 9 hurup a angka 4) Undang-undang Nomor 24 Tahun 2004 dan Pasal 25 ayat (2) hurup c PBI Nomor 5/25/PBI/2003. Dengan demikian, pemegang saham PT bank dapat dituntut pertanggungjawaban secara pribadi walaupun tidak ada piercing the corporate veil."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T19811
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>