Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 161914 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
cover
Mochamad Hanafi
"Permasalahan dalam penelitian ini mencakup pengaturan kewajiban pelaporan advokat kepada PPATK terhadap klien dengan indikasi transaksi keuangan mencurigakan, kedudukan advokat dalam posisinya sebagai pelapor sekaligus menjaga kerahasiaan klien, serta bagaimana seharusnya pengaturan pelaporan advokat terhadap PPATK. Peneletian ini menggunakan metode yuridis-normatif dengan melihat norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan khususnya Undang-Undang Advokat, dan Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Hasil penelitian tesis ini yaitu pengaturan kewajiban advokat kepada PPATK diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2010 juncto Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2021. Profesi advokat tidak ditegaskan dalam Undang-Undang TPPU, melainkan pada Peraturan Pemerintah. Sementara itu, kedudukan advokat dari segi etika harus mengesampingkan kode etik advokat dalam perkara TPPU. Dari segi peraturan perundang-undangan, kedudukan advokat dapat melakukan pelaporan terhadap kliennya dengan didasari keyakinan kuat bahwa aset milik kliennya diperoleh dengan cara ilegal. Seharusnya, dalam pengaturan kewajiban pelaporan advokat dalam perkara TPPU dicantumkan dalam aturan setingkat undang-undang serta juga ditegaskan pengecualian atau pengkhususan atas kode etik profesinya sehingga menjadi jelas batas-batasnya.

The problems in this study include the regulation of the obligation to report advocates to PPATK against clients with indications of suspicious financial transactions, the position of advocates in their position as reporters while maintaining client confidentiality, and how should the arrangement of reporting advocates to PPATK. This research uses the juridical-normative method by looking at the legal norms contained in the legislation, especially the Law on Advocates, and the Law on the Prevention and Eradication of the Crime of Money Laundering. The result of this thesis research is that the regulation of the obligation of advocates to PPATK is regulated in Law Number 18 of 2010 in conjunction with Government Regulation Number 61 of 2021. The profession of advocate is not defined in the Money Laundering Law, but in a Government Regulation. Meanwhile, the position of an advocate in terms of ethics must override the code of ethics for advocates in Money Laundering cases. In terms of laws and regulations, the position of an advocate can report to his client based on a strong belief that his client's assets were obtained illegally. Supposedly, in the regulation of the obligation to report advocates in money laundering offenses cases, it should be included in the rules at the level of the law and also emphasized the exceptions or specializations of the professional code of ethics so that the boundaries are clear."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devinda Irvana Yunianda
"Memuncaknya kompleksitas aktivitas bisnis Bank memicu tantangan dan paparan risiko. Berdasarkan peraturan yang berlaku, untuk mengatasi dan memitigasi risiko kepatuhan tersebut, Bank telah menetapkan Direktur yang bertanggung jawab atas fungsi kepatuhan. Dalam penerapannya, wajar dinyatakan bahwa Direktur Kepatuhan mempunyai 2 kaki, satu berada di bank dan satu berada di regulator termasuk OJK, Bank Indonesia dan PPATK. Direktur Kepatuhan merupakan unit yang independen dari fungsi-fungsi lain yang berkewajiban untuk mengimplementasikan program APU dan PPT. Penulis akan melakukan penelitian mengenai pengaturan APU dan PPT dan Fungsi pengaturan serta peran Direktur Kepatuhan dalam mencegah pencucian uang dan memerangi pendanaan terorisme di Bank X. Skripsi ini adalah Penelitian Hukum Normatif yang menekankan pada deskriptif-analysis. Direktur Kepatuhan Bank X selalu bertanggung jawab bahwa Bank akan meninjau tujuan, strategi, dan kerangka kerja fungsi kepatuhan dengan program APU dan PPT yang telah dibentuk untuk mencerminkan praktik terbaik sesuai dengan peraturan. Satuan Kerja Kepatuhan wajib menyusun Standard Operational Procedure (SOP) kepatuhan sebagai pedoman bagi seluruh tingkatan bank. Peraturan dan kebijakan terkait kepatuhan dapat disosialisasikan kepada seluruh karyawan agar semua elemen bank mencerna penerapan peraturan mengenai implementasi program APU dan PPT, sehingga dapat mencegah pencucian uang dan pendanaan terorisme. Saran kepada Bank X adalah prinsip independensi direktur kepatuhan harus dimaksimalkan dikarenakan setiap analisis pelaporan kepada OJK masih melewati Direktur Utama.

The increasing complexity of the Bank’s business activities results in greater challenges and risk exposures. In line with applicable regulations, to manage and mitigate compliance risk, the Bank has appointed Director in charge of the compliance function. In practice, it is generally stated that the Compliance Director has 2 legs, one in the bank and one in the regulator including the Financial Service Authority, Bank Indonesia and PPATK. The Compliance Director is considered a unit that is independent of other functions responsible for implementing the AML and CFT program.The author will conduct research on AML-CFT regulations and regulatory functions and the role of the Compliance Director in preventing money laundering and combating terrorism financing in Bank X. This Thesis is Normative Legal Research it emphasis on a Descriptive Analysis. The Compliance Director of Bank X always ensures that the Bank will review the objectives, strategies and framework of the compliance function with the AML and CFT program that have been prepared reflect best practices in accordance withthe regulations. Compliance Work Unit is obliged to establish Standard Operational Procedure (SOP) of compliance as a guide for all levels of the bank. Policies and procedures regarding compliance need to be socialized to all employees so that all elements of the bank understand the implementation of provisions related to the implementation of AML and CFT program, so as to prevent money laundering and terrorism financing. The recommendation to Bank X is that the principle of compliance director independence must be maximized because any mandatory reporting analysis to OJK must pass through the President Director."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ranahumaira Savira Putra
"Saat Ini Korporasi dan Trust sering digunakan oleh pelaku pencucian uang sebagai sarana untuk melakukan pencucian uang dengan menyembunyikan identitas mereka sebagai pemilik sebenarnya dari sumber uang tidak sah di dalam korporasi ataupun Trust sehingga otoritas akan menghadapi kesulitan untuk melacak penerima manfaat dari korporasi dan Trust. Jika data mengenai pemilik manfaat serta sumber aset sudah tersedia untuk pihak berwenang, maka kejahatan pencucian uang akan berikurang dikarenakan pihak berwenang dapat melacak pemilik manfaat daru suatu perusahaan dan trust. Sejauh data tersebut dibuat tersedia, itu akan memfasilitasi lembaga keuangan untuk menerapkan persyaratan due diligence (CDD) terhadap customer mereka. Rumusan masalah dalam skripsi ini adalah Bagaimana peraturan perundang-undangan mengenal pemilik manfaat di Indonesia dan Singapura dan Bagaimana implementasi peraturan tentang mengenal pemilik manfaat untuk mencegah pencucian uang di Indonesia dan Singapura. Metode penelitian yang digunakan dalam tesis sarjana ini adalah pendekatan normatif yuridis dan tipologi penelitian deskriptis analitis. Kesimpulan adalah 1) peraturan tentang mengenal pemilik manfaat di Indonesia dan Singapura terdapat perbedaan dimana di Indonesia diatur dalam peraturan presiden yaitu peraturan presiden No 13 tahun 2018 sedangkan singapura mengatur peraturan mengenal pemilik manfaat di dalam undang-undang perusahaan. Selain itu peraturan mengenal pemilik manfaat di Singapura lebih di atur secara mendalam dan merinci dibandingkan peraturan mengenal pemilik manfaat di Indonesia. 2) dalam hal implementasi, terdapat beberapa kesulitan yang di hadapi oleh Indonesia dan Singapura dalam menerapkan peraturan mengenal pemilik manfaat. Rekomendasi adalah Indonesia harus mengatur peraturan mengenal pemilik manfaat di dalam undang-undang dan mengatur secara rinci lagi mengenai peraturan tersebut

At Present Corporations and Legal arrangement (Trust) is often used by the criminal as a means to conduct money laundering by hiding the real owner of the source of illicit money inside the corporations or legal arrangement (Trust). If data concerning the beneficial owner were readily available to the authorities, then concealing crime are going to be reduced as the result of those perpetrators cannot hide their identity through companies and legal arrangement any longer. To that the extent such data is created available, it going to facilitate financial institutions (FIs) to implement the customer due diligence (CDD) requirements on company vehicles and legal arrangements. The formulation of the problem is how the regulations and implementation of transparency on Beneficial Ownership in Indonesia and Singapore. The research method which is used is the juridical normative approach. The conclusion is 1) there are differences in the regulations regarding transparency on beneficial owners in Indonesia and Singapore, wherein Indonesia it is regulated in a presidential regulation No. 13 of 2018 while Singapore regulates transparency on beneficial owners in their Company Law. In addition, the regulations of the transparency on beneficial owners in Singapore are more detailed than the regulations of transparency on beneficial owners in Indonesia. 2) In terms of implementation, there are several difficulties faced by Indonesia and Singapore in implementing the regulations on transparency on beneficial owners. The recommendation is that Indonesia must regulate the regulations of transparency on beneficial owners in the Law and regulate more detail about these regulations"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bismo Jiwo Agung
"Penyalahgunaan aset kripto berupa cryptocurrencies dan non fungible token (NFT) sebagai sarana tindak pidana pencucian uang sudah marak terjadi di beberapa negara. Indonesia sebagai salah satu negara dengan kapitalisasi aset kripto yang besar sudah mulai mengatur perdagangan, transaksi dan kepemilikan aset kripto dan jasa Pihak Ketiga. Namun, aturan yang berlaku saat ini masih menitikberatkan pengawasan dan kontrol terhadap perdagangan dan transaksi aset kripto dan jasa Pihak Ketiga yang beroperasi dengan metode centralised exchange yang menjadikan Pihak Ketiga sebagai perantara perdagangan dan penyimpanan aset kripto. Perdagangan aset kripto yang semula menggunakan metode terpusat atau centralised exchange yang menjadikan Pihak Ketiga sebagai perantara perdagangan dan penyimpan aset, mulai ditinggalkan oleh beberapa investor dan beralih ke perdagangan desentralisasi yang tidak lagi memerlukan perantara dalam perdagangannya. Metode desentralisasi yang tidak melibatkan Pihak Ketiga sebagai perantara, pengawas dan perekam transaksi mulai dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, penulis menemukan beberapa celah hukum yang bisa dimanfaatkan oleh para kriminal. Mengacu pada rekomendasi FATF tentang aset virtual, Negara-negara direkomendasikan untuk memperbaharui rezim pencucian uangnya. Pembaharuan tersebut dapat dilakukan dengan mengadopsi kaidah hukum internasional maupun aturan negara lain. Salah satu Negara yang sudah mengatur perdagangan aset kripto lintas negara dengan cukup baik adalah Pemerintah Australia yang sudah membuat rezim lisensi yang mencakup pemberi jasa layanan aset kripto asing yang berdomisili di luar negeri. Berdasarkan hasil perbandingan antara aturan hukum Indonesia dan Australia, serta rekomendasi FATF tentang aset virtual, terdapat beberapa pembaharuan yang perlu dimasukkan kedalam aturan hukum yang berlaku dalam rangka memerangi aktivitas pencucian uang lintas negara

Misuse of crypto assets, such as cryptocurrency and non fungible token (NFT), for money laundering is already common in various nations. As one of the countries with a significant crypto asset valuation, Indonesia has begun to regulate crypto asset trading, transactions, and ownership, as well as Third Party services. However, current regulations continue to focus on monitoring, controlling crypto asset trading and transactions, as well as Third Party services as intermediaries for trading and holding crypto assets. Crypto asset transaction, which initially adopted a centralized exchange that used Third Parties as trading intermediates and asset custodians, fell out of favor and was replaced by decentralized trading, which no longer required an intermediary in its trade. Criminals are starting to adopt decentralization tactics that do not involve third parties as mediators, supervisors, or transaction recorders. This research reveal various legal loopholes that criminals can exploit. Countries are advised to modernize their money laundering regimes in light of the FATF proposals on virtual assets. These reforms can be implemented by adopting international law and the rules of other countries. The Australian Government is one of the countries that has effectively controlled cross-border crypto asset trading, having established a licensing scheme that includes foreign crypto asset service providers based elsewhere. Based on a review of Indonesian and Australian legislation, as well as the FATF's recommendations on virtual assets, several adjustments must be included into the applicable legal requirements in order to prevent cross-border money laundering activities."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Junior B. Gregorius
"Menurut ketentuan ICUHP, ancaman pidana seorang pelaku pembantu d~kurangi sepertiga dari pidana pokok bagi pelaku utama. Sebaliknya dalam UUTPPU, pelaku pembantu diancam dengan pidana yang sama dengan pelaku utama. Ada tiga hal yang menjadi permasalahan dalam Tesis ini, pertama: apakah ratio legis pembentuk UUTPPU menentukan sanksi pidana yang sama bagi pelaku pembantu dan pelaku utama, sebagaimana dimaksud Pasal 3 ayat (2) UUTPPU; kedua: bagaimanakah penerapan pertanggungjawaban pidana pelaku pembantu dalam UUTPPU dibandingkan dengan pertanggungjawaban pidana pelaku pembantu dalam Money Laundering Act di negara-negara lain? ketiga: bagaimanakah penerapan konsep-konsep teoritis yuridis kesalahan dan pertanggungjawaban pidana dari pelaku pembantu eks Pasal 56 dan 57 KUHP dalam UUTPPU pads kasus-kasus pencucian uang?;
Penelitian yang menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif-analitis ini menghasilkan beberapa kesimpulan.
Pertama; bahwa badan legislatif menganggap UUTPPU adalah undang-undang pidana khusus yang mcngatur dan menentukan pidana secara khusus, dimana perbuatan pelaku pembantu dianggap sama akibatnyanya dengan perbuatan pelaku utama, yaitu dapat membahayakan perekonomian negara dan masyarakat, sehingga secara yuridis sanksi pidananya ditentukan same. Selain itu, Indonesia harus mengikuti model hukum pidana pencucian uang yang diberikan oleh FATF, dimana FATF berpedoman pada konvensi-konvensi internasional yang tidak mengenal pengurangan pidana terhadap pembantuan;
Kedua; Baik dalam UUTPPU maupun dalam Money Laundering Act di negara-negara lain, pertanggungjawaban pidana pelaku pembantu same dengan pertanggungjawaban pidana pelaku utama, kecuali penerapan ancaman pidananya yang jauh lebih tinggi di Indonesia.
Ketiga; tanggungjawab pembantuan (penyertaan) yang dalam KUHP termasuk sebagai dasar perluasan pertanggungjawaban pidana (strafausdehnungsgrund), dalam UUTPPU, tanggungjawab pembantuan termasuk dasar perluasan tindak pidana (tatbestandaushdehnungsgrund); selain itu, penerapan kesalahan pelaku pembantu dalam UUTPPU berpedoman pada teori ilmu hukum Pasal 56 KUHP, sedangkan penerapan pertanggungjawaban pidana pelaku pembantu dalam UUTPPU berpedoman dan berdasarkan ketentuan Pasal 3 ayat (2) UUTPPU.
Berdasarkan analisis terhadap beberapa putusan kasus pencucian uang, Penulis menyarankan supaya kemampuan teoritis dan praktis para penegak hukum terutama jaksa dan hakirn perlu ditingkatkan, sehingga dengan kemampuan yang memadai, dalam membuat dakwaan dan putusan dapat menjamin kepastian hukum.

Based on Indonesian Criminal Code, the criminal sanction against the accomplice should be reduced one-third from total criminal sanction against the principal. In the other hand, it is stated in Indonesian Money Laundering Act that the criminal sanction for accomplice is equal with the principal. There are three research questions appointed: firstly; in what legal reasoning was Legislator determine the same criminal sanction both for principal and accomplice so as stipulated in Article 3 (2) of Indonesian Money Laundering Act?;
Secondly: how is the implementation of accomplice's criminal responsibility according to Indonesian Money Laundering Act in comparison with the accomplice's criminal responsibility in other countries Money Laundering Act? thirdly: how is the implementation in Indonesian Money laundering Act relating to the legal theoretical concepts of accomplice's offence and criminal responsibility based on Article 56 and 57 of Indonesian Criminal Code?.
This research which is using qualitative descriptive interpretive method, has had the following conclusion:
Firstly, according to the Legislator, Indonesian Money Laundering Act is including one of special criminal code model, which is regulated and applied the special terms and conditions, considered therefore that the accomplice's offence has the same danger and impacts as the principal against Indonesian economic stability, so that it is legal to determine the same criminal sanction for both principal and accomplice. Beside that, Indonesia should also follow money laundering regulation guideline' prepared by Financial Action Task Force (FATF), which in this case, FATF orientated on various international conventions stipulated no differences on criminal sanction between principal and accomplice. Secondly, both in Indonesian Money Laundering Act and other countries Money Laundering Act, the implementation of accomplice's criminal responsibility is just the same, except the criminal sanction applied in Indonesia seems to be higher than other countries.
Thirdly; the accomplice's responsibility which in Indonesian Criminal Code is subject to 'an extensive basis of criminal responsibility' (Strafausdehnungsgrund); and in Indonesian Money Laundering Act, become 'an extensive basis of criminal act' (Tatbestandausdehnungsgrund). Also, the implementation of accomplice's offence in Indonesian Money Laundering Act should be referred to Article 56 of Indonesian Criminal Code, and concerning to accomplice's criminal responsibility should be based on Article 3 (2) of Indonesia Money Laundering Act.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T24299
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Amalia
"Pendekatan follow the money berupaya menemukan uang/harta benda/kekayaan lain yang dapat dijadikan sebagai alat bukti obyek kejahatan dan sudah barang tentu setelah melalui analisis transaksi keuangan dan dapat diduga bahwa uang tersebut sebagai hasil kejahatan. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif berupa studi kepustakaan yaitu dengan meneliti dokumen berupa literatur buku-buku, peraturan-peraturan dan juga melakukan wawancara dengan narasumber. Pendekatan follow the money dalam memberantas tindak pidana khususnya tindak pidana pencucian uang dirasakan masih lemah, dari segi penegakan hukum di Indonesia masih banyak yang enggan untuk menerapkan pendekatan ini. Di dalam follow the money terdapat tindakan progresif yang didasarkan kepada pengungkapan kasus yang dimulai dari tingkat penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan pembuktian di persidangan melalui pendekatan follow the money sebagai complementary dari pendekatan follow the suspect yang sudah mendarah daging dipahami dan dipedomani oleh penegak hukum, sehingga apabila follow the suspect juga dilengkapi dengan pendekatan follow the money maka akan memperoleh hasil yang maksimal.

Follow the money approach tries to find the money property other property that can be used as evidence the object of the crime after going through the analysis of financial transactions and can be presumed that the money as proceeds of crime. By using normative juridical research method in the form of a literature study to examine the document in the form of literature books, regulations, and also conduct interviews with sources. Follow the money approach in combating the crime of money laundering in particular is still weak, in terms of law enforcement in Indonesia many are reluctant to adopt this approach. In follow the money there is a progressive action based on the disclosure of the starting level of inquiry, investigation, prosecution, and proof at trial through approaches follow the money as a complementary approach of follow the suspect ingrained understood and guided by law enforcement, so that if follow the suspect is also equipped with an approach follow the money it will get the maximum results."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
T47431
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kresno Wisnu Putranto
"ABSTRAK
Perkembangan tindak pidana korupsi dewasa ini selalu disertai dengan tidankpidana lain terkait dengan upaya menyembunyikan aset-aset tindak pidanakorupsi, salah satu cara penyembunyian aset-aset itu dilakukan denganmekanisme pencucian uang. Adapun tujuan kegiatan pencucian uang agar asalusul uang tersebut tersembunyi dan tidak dapat diketahui dan dilacak olehpenegak hukum sehingga uang tersebut dapat dinikmati dengan aman. Tindakpidana pencucian uang dalam tesis ini adalah kasus penipuan yang dilakukan olehtersangka Salman Nuryanto melalui KSP Pandawa Mandiri Group yangdidirikannya. Dimana KSP Pandawa Mandiri Group yang didirikan tersangkamerupakan suatu bentuk kejahatan money laundry, dikarenakan berdasarkanpengakuan dan penelusuran aset yang dilakukan oleh tim penyidik DitkrimsusPolda Metro Jaya telah memenuhi tahapan-tahapan pencucian uang moneylaundry mulai dari placement, layering, dan Integration. Penyidik Polda MetroJaya dalam hal ini Ditreskrimsus Subdit II Fismondev telah melakukan upayayakni melakukan pengembalian aset tersangka melalui jalur pidana denganmelakukan beberapa upaya mulai dari penelusuran aset, pembekuan aset sampaidengan penyitaan aset milik tersangka. Hal ini dilakukan untuk memudahkanpenyidik dalam menyelesaikan kasus tersebut. Penerapan penyitaan aset hasiltindak pidana yang dilakukan terkait dengan penerapan Undang-Undang Nomor 8Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencuciansudah dilakukan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010. Upaya inijuga berlandaskan prosedur penanganan atau proses pengembalian aset hasiltindak pidana korupsi dalam konteks Tesis ini adalah money laundy melalui jalurpidana. Apa yang dilakukan tersangka adalah sebuah kejahatan yang terstrukturdan terencana dengan melakukan pemindahan harta atau aset yang diperolehnyakepada pihak-pihak tertentu, sehingga apa yang dilakukan oleh tersangka jelasjelas telah menyalahi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tetang tindakpidana pencucian uang. Tersangka Salman Nuryanto pengelola KSP PandawaMandiri Group telah menghimpun beberapa aset dari anggota yang berhasildirekrutnya mulai dari bangunan, tanah, kendaraan bermotor roda 2 dan 4 sertasejumlah rekening tabungan atas nama tersangka. Semua aset itu merupakan hasiltindak pidana money laundry yang dilakukan tersangka. Sehingga penelitian inibertujuan untuk menjelaskan dan menganalisis tindak pidana pencucian uangmelalui penyitaan aset pelaku tindak pidana yang dilakukan tersangka melaluiKSP Pandawa Mandiri Group yang didirikannya.

ABSTRACT
The development of the criminal offence of corruption nowadays is alwaysaccompanied by other criminal offences related to efforts to hide assets ofcorruption offences. One way of hiding these assets is through the moneylaundering mechanism. The purpose of money laundering activity is to disguisethe origin of the money, render it unknown and untraceable by law enforcementagencies in order that the money can be enjoyed safely. The money launderingoffence in this thesis is the fraud case committed by suspect Salman Nuryantothrough KSP Pandawa Mandiri Group which he founded. KSP Pandawa MandiriGroup founded by the suspect is a form of money laundering crime because basedon the suspect rsquo s confession and the asset tracking conducted by the investigationteam of Special Crime Investigation Directorate of Jakarta Regional Metro Police,it has fulfilled all stages of money laundering from placement, layering tointegration. The Jakarta Regional Metro Police investigator, in this case theSpecial Crime Investigation Directorate Subdirectorate II Fiscal, Monetary andForeign Exchange Fismondev , has conducted efforts namely asset recoverythrough penal law mechanism, comprising of efforts from asset tracking, assetfreeze to confiscation of suspect rsquo s assets. This is intended to facilitateinvestigators in solving the case. The practice of confiscating proceeds of crimeassets is related to the application of Law Number 8 Year 2010 on prevention anderadication of money laundering offences is done in accordance with LawNumber 8 Year 2010. This effort is also based on handling procedures or theprocess of recovering proceeds of corruption, which in the context of this Thesisis money laundering, through penal law mechanism. The suspect committed astructured and planned crime by transferring property or assets acquired to certainparties therefore, the suspect rsquo s actions clearly violated Law Number 15 Year2002 on money laundering. Suspect Salman Nuryanto, boss of KSP PandawaMandiri Group, has accumulated assets from recruited members which comprisedof buildings, land, two wheeled and four wheeled motor vehicles, as well asseveral savings accounts on behalf of the suspect. All these assets are proceeds ofmoney laundering committed by the suspect. Accordingly, the aim of this researchis to explain and analyse money laundering through confiscation of assets of thecrime perpetrated by the suspect through KSP Pandawa Mandiri Group which hefounded. "
2018
T52180
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>