Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 105805 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Universitas Indonesia, 1995
S22111
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Faal
Jakarta: Pradnya Paramita, 1991
345 FAA p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ricky Ananda Nafarin
"Pandemi Covid-19 telah mempengaruhi cara pemolisian akibat adanya pembatasan sosial, namun kemudian berkumpul dan mengeluarkan pendapat di muka publik tidak dapat dicegah, karena hal ini merupakan hak asasi manusia. Pengendalian massa pada masa pandemi, salah satunya pengawalan terhadap konvoi komunitas, kemudian menjadi tugas yang menantang bagi kepolisian. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisa penerapan diskresi kepolisian dalam pengawalan konvoi komunitas selama masa Pandemi Covid-19. Metode kualitatif digunakan dalam pengembangan penelitian ini, dengan melakukan studi kepustakaan dan wawancara dalam pengumpulan datanya. Analisa dalam penelitian ini didasarkan pada teori diskresi dan Teori Keadilan Prosedural. Hasil analisa menunjukkan bahwa sekarang ini pemolisian bergeser untuk menyesuaikan kondisi pandemi, salah satu unsur pentingnya adalah perluasan kewenangan diskresi kepolisian dalam penanganan pandemi di lapangan berkaitan dengan penegakan hukum terutama mengenai kebijakan pembatasan sosial. Diskresi ini kemudian perlu diterapkan dalam manajemen ketertiban umum dan pengendalian massa. Cara yang dapat dilakukan polisi dalam pengendalian massa adalah dengan mengembangkan komunikasi yang intens dengan masyarakat untuk menciptakan solusi berbasis dialog yang dengan sukarela akan dipatuhi oleh masyarakat. Implementasi pengawalan konvoi komunitas di wilayah hukum Polda Metro Jaya menunjukkan bahwa kepolisian yang melakukan pengawalan masih belum dapat menerapkan diskresi dengan tepat sehingga menyebabkan adanya diskresi diskriminatif dan penyimpangan diskresi non-function. Hal ini kemudian menyebabkan kesangsian masyarakat terhadap kemampuan polisi untuk menerapkan diskresi demi mencapai keadilan.

The Covid-19 pandemic has affected the way of policing due to social restrictions, but then gathering and expressing opinions in public cannot be prevented, because this is a part of human right. Crowd control during the pandemic, one of which was escorting community convoys, then became a challenging task for the police. This paper aims to analyze the application of police discretion in escorting community convoys during the Covid-19 pandemic. Qualitative methods were used in the development of this research, by conducting literature studies and interviews in collecting data. The analysis in this study is based on discretionary theory and procedural justice theory. The results of the analysis show that currently policing is shifting to adjust to pandemic conditions, one of the important elements is the expansion of the police's discretionary authority in handling pandemics in the field related to law enforcement, especially regarding social restriction policies. This discretion then needs to be applied in public order management and crowd control. The way that the police can do in crowd control is to develop intense communication with the community to create dialogue-based solutions that the community will voluntarily comply with. The implementation of escorting community convoys in the jurisdiction of Polda Metro Jaya shows that the police who carry out escorts are still unable to apply discretion properly, causing discriminatory discretion and non-function discretionary deviations. This then causes public doubts about the ability of the police to exercise discretion in order to achieve justice."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purba, Ryan Andaro
"ABSTRAK
Polisi memiliki peranan untuk selalu menindak berbagai macam jenis pelanggaran hukum yang terjadi. Namun, terkadang polisi membutuhkan analisa dan respon cepat apakah pelanggaran itu harus ditindaklanjuti atau tidak, sehingga memberikan kewenangan bagi polisi untuk bertindak di luar hukum, maka dari itu terdapat sebuah diskresi polisi. Tugas Karya Akhir ini membahas mengenai diskresi polisi dalam membiarkan terjadinya suatu pelanggaran lalu lintas yang diberikan kepada konvoi Harley Davidson Club Indonesia di Yogyakarta. Penulisan ini berusaha menggambarkan bahwa diskresi polisi yang diterapkan tersebut telah mengabaikan beberapa aspek diskresi, dan diskresi tersebut merupakan bentuk keberpihakan polisi kepada kelompok ekonomi kuat, yang pada akhirnya menciptakan konflik di masyarakat. Penulisan ini menggunakan teori konflik dalam menjelaskan hubungan antara polisi dan Harley Davidson Club Indonesia sehingga dapat mempengaruhi diskresi polisi yang menjadi bias kelas dan tidak mewakili kepentingan masyarakat luas sehingga muncul sebuah reaksi masyarakat. Ada pula konsep Pemolisian Demokratis dalam mengkritik polisi dalam menerapkan diskresi, karena diskresi tersebut seharusnya tetap menjaga supremasi hukum, dan melayani kepentingan masyarakat luas.

ABSTRACT
The police has a role to always crack down on various types of offense. However, sometimes the police needs analysis and rapid response whether the offense should be followed up or not, so as to provide the authority for the police to act outside the law, and therefore there is a police discretion. This thesis discusses the police discretion in allowing the traffic offense of convoy of Harley Davidson Club Indonesia in Yogyakarta. It is trying to portray how police discretion has overlooked some aspect of discretion, and it is a form of police partiality to the powerful economic groups, which in turn creates a conflict in society. This thesis uses conflict theory as the analytical tool in explaining the relationship between the police and the Harley Davidson Club Indonesia that potentially affects the police discretion to be class bias and does not represent the public interest, and it stimulates a public reaction. There is also the concept of Democratic Policing in criticizing the police in applying discretion, because discretion is supposed to maintain the rule of law, and serve the public interest."
2017
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Krishna D. Darumurti
Bandung: Citra Aditya Bakti, 2012
342.066 4 KRI k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Hanan Prakoso
"Skripsi ini membahas Kewenangan Diskresi Kepolisian Dalam Menjalankan Tugas dan Fungsinya Sebagai Aparatur Penegak Hukum di Indonesia. Dalam melaksanakannya tugasnya Kepolisian mempunyai Kewenangan Diskresi untuk membantu melaksanakan tugasnya sebagai Aparatur Penegak Hukum di Indonesia.
Skripsi ini mengambil lokasi penelitian di Polda Metro Jaya. Permasalahannya bagaimana Penggunaan Asas Diskresi Kepolisian dalam menjalankan tugasnya sebagai Aparat Penegak Hukum, bagaimana tata cara, syarat dan tanggungjawab hukum dalam pelaksanaan Kewenangan Diskresi oleh Kepolisian. Penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif, dengan menggunakan data sekunder. Penelitian ini menyimpulkan bahwa Dalam Penggunaan Asas Diskresi Kepolisian dalam menjalankan tugasnya sebagai Aparat Penegak Hukum harus mengikuti syarat-syarat yang telah diatur baik dalam Peraturan Perundang-Undangan ataupun Peraturan Internal dari Instansi Kepolisian itu sendiri.
Penulis juga mendapat kesimpulan bahwa tata cara, syarat dan tanggungjawab hukum dalam pelaksanaan Kewenangan Diskresi oleh Kepolisian harus memenuhi asas legalitas, yaitu baik pengaturan Internal Kepolisian maupun Pengaturan Pengaturan dari Instansi lain yang berhubungan dengan kasus yang bersangkutan atau sesuai dengan fakta di lapangan, dan dalam kasus ini dikarenakan berhubungan dengan Anak yang berkonflik dengan Hukum maka berikut adalah pengaturan diluar dari Pengaturan Internal Kepolisian dan Undang-Undang."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
S64646
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dedi Prasetyo
Malang: Universitas Brawijaya Press, 2014
363.23 DED d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sulistiandriatmoko
"Dalam suatu proses penyidikan tindak pidana penyalahgunaan narkotika, fase penanganan awal merupakan fase yang paling krusial, karena merupakan fase yang sangat penting dalam menentukan “nasib” tersangka, apakah akan ditahan, direhabilitasi atau dibebaskan. Pada fase ini juga terjadi penggunaan diskresi yang paling intensif oleh Penyidik Polri, yaitu ketika Penyidik Polri menggunakan kewenangannya untuk mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab atau bertindak menurut penilaiannya sendiri sebagaimana diatur dalam KUHAP dan Undang-Undang Kepolisian. Berdasarkan hasil penelitian tahap pertama dengan menggunakan metode survei terhadap 124 Penyidik Polri, diketahui bahwa Penyidik Polri memang masih tidak konsisten dalam penggunaan kewenangan diskresinya. Setelah dilakukan penelitian tahap kedua dengan menggunakan metode empiris, diketahui bahwa penggunaan diskresi oleh Penyidik Polri hanya mempedomani ketentuan yang tertulis dalam KUHAP dan Undang-Undang Kepolisian, dan kurang mempedomani teori dasar diskresi sebagaimana dikemukan oleh para ahli hukum yang pada intinya menegaskan bahwa diskresi adalah merupakan ide atau gagasan tentang moral, yang letak kedudukannya ada pada zona abu-abu antara hukum dan moral, dalam penggunaan diskresi semestinya lebih mengutamakan pertimbangan moral daripada pertimbangan hukum, dan harus mendasarkan pada akal sehat serta itikad baik. Akibatnya, penggunaan diskresi oleh Penyidik Polri cenderung lebih mengejar kepastian hukum dari pada mewujudkan keadilan, lebih mengutamakan pertimbangan hukum dari pada pertimbangan moral, dan cara berpikirnya lebih berorientasi pada hukum positif dari pada hukum alam. Hal itulah yang diduga menjadi salah satu penyebab terjadinya kelebihan hunian di Rutan dan Lapas di seluruh Indonesia. Ketika hasil penelitian empiris dianalisis lebih lanjut dengan menggunakan metode normatif, diketahui bahwa pengunaan diskresi oleh Penyidik Polri dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik dari aspek hukum atau perundang-undangannya, aspek aparat penegak hukumnya, sarana pendukung penegakan hukumnya, maupun kondisi masyarakat dan budaya masyarakatnya. Oleh karena itu, agar penggunaan diskresi oleh Penyidik Polri dalam penyidikan tindak pidana penyalahgunaan narkotika menjadi lebih baik, maka perlu dilakukan upaya penataan ulang terhadap berbagai faktor yang mempengaruhi tersebut.

In the process of investigating crimes of narcotics abuse, the initial handling phase is the most crucial phase, because it is a very important phase in determining the "fate" of the suspect, whether they will be detained, rehabilitated or released. In this phase, the most intensive use of discretion by the Indonesian National Police Investigators also occurs, namely when the Indonesian National Police Investigators use their authority to carry out other actions according to the law that are responsible or action according to their own judgment as regulated in the Criminal Procedure Code and the Police Law. Based on the results of the first stage of research using a survey methode of 124 National Police Investigators, it is known that Indonesian National Police Investigators are still inconsistent in the use of their discretionary authority. After carrying out the second stage of research using empirical methods, it was discovered that the use of discretion by Indonesian National Police Investigators only guided the provisions written in the Criminal Procedure Code and the Police Law, and did not follow the basic theory of discretion as put forward by legal experts who essentially emphasized that discretion is moral ideas, which are located in the gray zone between law and morals, in the use of discretion should prioritize moral considerations over legal considerations, and must be based on common sense and good faith. As a result, the use of discretion by Indonesian National Police Investigators tends to pursue legal certainty more than realizing justice, prioritizes legal considerations over moral considerations, and their way of thinking is more oriented towards legal positivism than natural law. This is thought to be one of the causes of excess in detentions and prisons throughout Indonesia. When the results of the empirical research were analyzed further using normative methods, it was discovered that the use of discretion by Indonesian National Police Investigators was influenced by various factors, such as legal or statutory aspects, aspects of law enforcement officers, supporting facilities for law enforcement, or the condition of society and the culture of the community. Therefore, in order for the use of discretion by Indonesian National Police Investigators in investigating crimes of narcotics abuse to be better, efforts need to be made to reorganize the various factors that influence this."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dedy Setyawan
"ABSTRAK
Tindak pidana pencucian uang yang diatur dalam Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 adalah tindak pidana yang mempunyai karakteristik sebagai tindak pidana yang white collar crime hal ini berhubungan dengan pelaku yang mempunyai kekuatan ekonomi ataupun kekuatan politik , subyek atau pelaku tindak pidana individu sebagai manusia dan juga dapat sebuah korporasi, berbentuk organitation crimes berkaitan dengan lintas batas wilayah negara atau transnational. Dalam melakukan penyidikan tindak pidana pencucian uang diatur dalam KUHAP, Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia dan surat-surat Keputusan Kapolri yang merupakan petunjuk lapangan dan petunjuk teknis, serta Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 25 Tahun 2003. Selanjut memberikan aturan melakukan tindakan lain sesuai dengan penilaian kualitas individu dan untuk kepentingan umum yang diatur dalam pasal 7 ayat (1) huruf j KUHAP dengan dibatasi persyaratan a).tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum; b).selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan dilakukannya tindakan jabatan; c). tindakan itu harus patut dan masuk akal dan termasuk dalam lingkungan jabatannya; d). atas pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan memaksa; e).menghormati hak asasi manusia. Selanjutnya dalam pasal 18 ayat (1) Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian RI, mengatur juga kewenangan diskresi. Makna dikresi dikaitkan dengan penyidikan adalah kewenangan yang diberikan .berdasarkan asas kewajiban {plichmatigheids beginsel) sebagai tindakan individu dari penyidik dengan dibatasi dengan norma-norma professional, norma hukum, norma moral dan kemasyarakatan, karena tidak adanya perundang-undangan yang sedemikian lengkapnya sehingga dapat mengatur semua prilaku manusia, adanya keterlambatan-keterlambatan untuk menyesuaikan perundang undangan dengan perkembangan- perkembangan dalam masyarakat yang dapat menimbulkan ketidakpastian, kurangnya biaya untuk menerapkan perundang-undangan sebagaimana yang dikehendaki oleh pembentuk undangundang, adanya kasus-kasus individual yang memerlukan penanganan secara khusus, atau memperluas atau mengisi kekosongan hukum, sehingga penerapan diskresi oleh penyidik akan lebih baik untuk mengurangi kekurangan dari peraturan-peraturan yang tertulis dalam pelaksanaan di masyarakat. Penerapan diskresi yang menyimpang dalam penyidikan tindak pidana pada umumnya dan khusus untuk tindak pidana pencucian uang di Bareskrim Mabes Polri dikaitkan dengan pelanggaran Kode Etik Profesi yang diatur dalam Peraturan Kepala Polisi RI No. 7 Tahun 2006 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian RI (yang sebelumnya diatur dalam Keputusan Kapolri No. Pol.: Kep/32/VII/2003) dan dibentuk Komisi Rode Etik Kepolisian RI berdasarkan Peraturan Kepolisian RI No. Pol. 8 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Komisi Rode Etik Kepolisian RI (yang sebelumnya diatur dalam Keputusan Kapolri No. Pol.: Kep/321VII/2003),dengan "peraturan kepolisian" yang dapat juga merupakan kontrol dari masyarakatlmedia massa atau tidak mempengaruhi dalam hal-hal yang melanggar Mode Etik Profesi Kepolisian RI, sehingga penerapan diskresi dalam penyidikan tindak pidana terutama tindak pidana pencucian uang dapat dikontrol dan'pengawasan baik dari luar maupun dari dalam, misalnya kasus Brigjen Pol. Drs. Samuel Ismoko, yang telah melakukan penyimpangan penerapan diskresi dianggap melanggar Kode Etik Profesi Kepolisian RI melalui proses Sidang Komisi, Komisi Kode Etik Kepolisian RI, dengan dinyatakan tidak layak menjalankan Profesi Kepolisian sebagai penyidik pada fungsi Reserse seiama 1 Tahun, selanjutnya terdapat dorongan dari masyarakat (melalui media massa) karena adanya tindak pidana maka diproses secara hukum pidana.

ABSTRAK
Criminal act of money laundering as had been provided with Laws No. 15 year 2002 on Criminal Act of Money Laundering as had been revised by Laws No. 25 year 2003 is that of having characteristics as white collar crimes, it is pertained to such criminal actor who has economic or political power, subject or individual actor as human or even corporation as national or international organized crimes. In doing investigation for criminal act of Money Laundering as had been provided with Criminal Code, Laws No.2 year 2002 on Police Republic Indonesia and which of decrees of Head of Police Department of Republic of Indonesia as instructional and technical guidance and Laws No. 15 year 2002 on Criminal Act of Money Laundering as had been revised by Laws No. 25 year 2003. Thereafter, it had set out other commitment in accordance with individual quality evaluation and for public interests had been regulated in Article 7 paragraph (1), letter j Criminal Code by limited requirements, i.e.,: a). it had not contradicted with legislation; b). in line with legal obligation which requires occupational acts; c). such acts should be proper and reasonable and included in occupational area; d). and by proper consideration based on forcing condition; e). respect to human rights. Subsequently, in article 18 paragraph (1) Laws No. 2 year 2002 regarding Police of Republic of Indonesia, also it set out discretional authority. The meaning of discretion being correlated with investigation is authority based on - obligation principles (plichmatigeheids beginsei) as individual act of investigator limited by professional, legal, moral and society norms, as result of no legislation being complete to regulate all human behavior, the delays to adjust legislation. with society changes that may result in uncertainty, lack of budget for applying -law wished by legislator (s), individual
"
2007
T19209
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Evi Anastasia
"Skripsi ini membahas mengenai penghentian penyidikan berdasarkan asas oportunitas oleh Jaksa Agung. Penyidikan merupakan tahap yang penting dalam proses penyelesaian perkara pidana. Keberhasilan penyidikan menentukan keberhasilan penuntutan dan sebaliknya penyidikan yang gagal akan membuat penuntutan menjadi gagal. Instansi penyidik dan penuntut mempunyai hubungan koordinasi fungsional dalam menyelesaikan perkara pidana. Mereka bertindak berdasarkan fungsi dan wewenang masing-masing berdasarkan prinsip diferensiasi fungsional. Jaksa Agung sebagai penuntut umum tertingi mempunyai hak dan wewenang untuk menyampingkan perkara berdasarkan asas oportunitas atau kepentingan umum. Penyampingan perkara tersebut menyebabkan peniadaan penuntutan. Peraturan perundang-undangan di Indoensia tidak mengatur apakah asas oportunitas boleh diterapkan dalam tahap penyidikan dan menyebabkan penghentian penyidikan.

This bachelor Thesis explains The Cease of Investigation by The General Attorney with Opportunity Principle which happened in Indonesian trial systems. Investigation is important part of Trial Process. The Successful of Investigation influencing the successful of prosecution. Investigator and Prosecutor have functional coordination in trial process. They act with their function and authority by their functional coordination principle. General attorney as high prosecutor have authority to cease prosecution by opportunity principle or interest public. The regulation in Indonesia not put in order about opportunity principle must be applied in investigation process and have consequence cease investigation."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
S22553
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>