Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 147582 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Universitas Indonesia, 2000
S23955
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christine S.T. Kansil
Jakarta: Bumi Aksara, 1990
346.048 KAN h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Christine S.T. Kansil
Jakarta: Sinar Grafika, 1997
346.048 KAN h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Fadhilah Pijar Ash Shiddiq
"Penelitian ini menganalisis tentang kompleksitas Game Mechanic sebagai objek yang berwujud abstrak baik dalam konteks teknis, perlindungan Hak Cipta, maupun perlindungan Paten. Game Mechanic merupakan desain dari interaktivitas antara Player dan Game yang menentukan bagaimana suatu Game dimainkan serta bagaimana pengalaman bermain yang dirasakan oleh Player. Penelitian ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal. Doktrin-doktrin yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah Idea Expression Dichotomy dan Mayo Step Two. Idea Expression Dichotomy merupakan doktrin yang menyatakan bahwa gagasan dan ekspresi merupakan dua hal yang berbeda dan harus dipisahkan. Doktrin ini digunakan untuk menganalisis Game Mechanic dalam ruang lingkup perlindungan Hak Cipta. Sementara itu, Mayo Step Two merupakan doktrin yang membahas mengenai cara pengujian suatu invensi atau klaim yang bersifat abstrak, khususnya yang berkaitan dengan teknologi informasi. Doktrin ini digunakan untuk menganalisis Game Mechanic dalam ruang lingkup perlindungan Paten. Game Mechanic pada dasarnya merupakan suatu gagasan yang bersifat abstrak, oleh karena itu tidak bisa diklasifikasikan sebagai suatu Ciptaan sehingga tidak dapat dilindungi oleh sistem Hak Cipta. Game Mechanic dapat dilindungi oleh Paten sebagai suatu Paten Proses atau umumnya berjudul metode. Namun, perlindungan tersebut hanya dapat diperoleh apabila telah memenuhi syarat sebagai invensi, yaitu memiliki ruang lingkup yang spesifik, memiliki konsep inventif, dan bukan hanya merupakan penerapan konsep keilmuan yang sederhana. Selain itu, ia juga harus memenuhi syarat patentabilitas yaitu kebaruan, langkah inventif, dan dapat diterapkan pada industri.

This research analyzes the complexity of Game Mechanic as an abstract object in technical, Copyright protection, and Patent protection context. Game Mechanic is the design of the interactivity between Player and Game that determine how a Game being played and how the Player experience the gameplay. This research uses doctrinal research method. Doctrines used in the research are Idea Expression Dichotomy and Mayo Step Two. Idea Expression Dichotomy is doctrine that stated idea and expression are two distinct things and therefore shall be separated. The doctrine is used to analyze Game Mechanic in the scope of the Copyright protection. Meanwhile, the Mayo Step Two is a doctrine that examine the testing method of invention or claim that is abstract in nature, especially when related to information technology. The doctrine is used to analyze Game Mechanic in the scope of Patent protection. Game Mechanic basically is an abstract idea, therefore cannot be classified as a Works so that cannot be protected by the Copyright system. Game Mechanic can be protected by Patent as a Process or Method Patent. However, the protection can only be obtained when the invention is patent eligible in which having a specific scope, contain inventive concept, and not merely an application of simple scientific concept. Other than that, it also shall meet the patentability requirements, such as novelty, inventive steps, and industrial applicability."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Frans Sayogie
"Tesis ini membahas konsep hak kebebasan beragama dalam Islam ditinjau dari perspektif perlindungan negara dan hak asasi manusia universal. Implementasi kebebasan beragama dalam Islam masih memiliki permasalahan yang belum tuntas. Berdasarkan perspektif Piagam Madinah, Islam dapat memberikan perlindungan kebebasan beragama dan memberikan hak-hak non-muslim. Namun, dalam praktiknya, di beberapa negara Islam dewasa ini, yang sering terjadi justru berbagai penyimpangan yang mengaburkan makna serta semangat yang dikandung dalam Piagam Madinah. Beberapa negara Islam saat ini masih memformalisasi dan merumuskan penerapan syariah dalam ruang publik. Negara menjadi tidak bersikap netral terhadap semua doktrin keagamaan dan selalu berusaha menerapkan prinsip-prinsip syariah sebagai kebijakan atau perundang-undangan negara. Hal ini juga tercermin dalam Deklarasi Kairo yang memberikan legitimasi kepada negara-negara Islam untuk tetap mempertahankan dan menjalankan doktrin berbasis syariah yang lebih menekankan perlindungan agama daripada memberikan perlindungan hak fundamental dalam kebebasan beragama. Oleh karena itu, perlunya doktrin pemisahan agama dan negara yang bertujuan agar negara lebih independen dan diharapkan dapat memberikan perlindungan organ-organ dan institusi-institusi negara terhadap penyalahgunaan kekuasaan atas nama agama. Hak kebebasan beragama hanya bisa direalisasikan dalam kerangka kerja negara yang konstitusional dan demokratis didasarkan oleh semangat yang dianut hak asasi manusia universal.

The thesis discusses the concept of religious freedom in the perspective of state protection and universal human rights. The implementation of religious freedom in Islam still has unresolved issues. Based on the perspective of the Madinah Charter, Islam can provide protection of freedom of religion and give the rights of non-Muslims. Nowadays, however, in practice, in some Islamic countries, there is actually a variety of aberrations that obscures the meaning and spirit of the Madinah Charter. In some Muslim countries, the formalization and formulation of syariah are still implemented in the public sphere. State does not remain neutral toward all religious doctrines and always strives to apply the principles of syariah as a policy or state legislation. This is also reflected in the Cairo Declaration that gives legitimacy to Muslim countries to maintain and run a syariah-based doctrine that emphasizes the protection of religion rather than the protection of the fundamental rights of freedom of religion. Therefore, the need for the doctrine of separation of religion and state is intended to make state more independent and is expected to provide protection of the organs and institutions of the state against the abuse of power in the name of religion. Right to freedom of religion can only be realized within the framework of the constitutional and democratic state based on the spirit of universal human rights."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T30001
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Sawitri
"Sepeti halnya. pencipta lainnya, seorang desainer pakaian seharusnya memperoleh perlindungan terhadap karyakaryanya. Perlindungan terhadap Hak atas kekayaan intelektual dari desainer inilah yang sering diabai kan. Hal inilah yapg akan diperlihatkan penulis dalam kenyataannya. Dan dalam melakukan penelitian ini, digunakan metode penelitian kepustakaan, dengan disertai dengan wawancara dengan para narasumber. Seperti kita ketahui, apabila seorang desainer bekerja pada suatu perusahaan, maka hubungan antara desainer dengan perusahaan tersebut adalah hubungan kerja. Dan menurut pasal 8 ayat 2 Undang-Undang Hak Cipta (UUHC) No. 12/1997, apabila terjadi hubungan kerja, maka hak tetap pada pencipta, kecuali bila diperjanjikan lain. Dan pada penjelasan asal 3 undang-undang yang sama, dijelaskan bahwa perjanjian tersebut harus dalam bentuk tertulis. Sehi ngga, apabila pengalihan hak tidak dibuat dalam suatu perjanjian tetulis, maka, segala hak tetap pada pencipta. Namun dalam kenyataannya, desainer dianggap sebagai pegawai biasa dan seluruh hak atas seluruh ciptaannya dipegang oleh perusahaan tempat dia bekerja, padahal tidak dibuat suatu perjanjian tertulis mengenai pengalihan hak. Disinilah diasumsikan terjadi suatu penyalahgunaan keadaan (misbruik van de omstandigheden) yang dilakuakan oleh perusahaan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000
S20616
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Karina Anindhita Nugroho
"Seiring dengan majunya teknologi serta globalisasi menyebabkan lahirnya peluang bagi para pelaku di Industri musik untuk menyesuaikan karya ciptanya pada era digital. Salah satunya adalah kegiatan pengaransemenan atau daur ulang suatu karya cipta lagu menjadi karya yang baru. Dalam melakukan kegiatan aransemen diperlukan adanya teknik serta keahlian yang dilakukan oleh Arranger maupun Komposer. Sebagai bentuk dari pelestarian suatu karya musik, Undang-Undang Hak Cipta menyertakan adanya Hak Eksklusif yang dimiliki oleh Pencipta maupun Pemegang Hak Cipta dimana salah satunya adalah kegiatan untuk mengaransemen sebuah karya cipta lagu. Kegiatan aransemen kemudian menjadi hak bagi para pihak yang memiliki wewenang untuk melakukan daur ulang tersebut. Namun, pada Industri Musik saat ini banyak sekali pihak-pihak yang melakukan aransemen hingga mendapatkan hasil ekonomi dari karya tersebut tanpa adanya prosedur yang dilakukan sesuai dengan keberlakuan Undang-Undang Hak Cipta. Terhadap adanya karya aransemen yang lahir atas karya turunan dari sebuah ciptaan dimana karya tersebut merupakan hasil fiksasi oleh Arranger. Problematika yang mendasari penelitian ini berkaitan dengan bentuk ciptaan dari Aransemen Musik serta kedudukan Arranger sebagai Pihak utama tetapi bukan sebagai Pencipta atas adanya ketidaksesuain dalam Undang-Undang Hak Cipta. Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian yuridis-normatif dengan data yang diperoleh dengan studi kepustakaan dan waawancara serta perbandingan dengan Undang-Undang di Amerika Serikat. Hasil dari penelitian menunjukan bahwa hasil dari karya cipta aransemen merupakan ciptaan tersendiri karena lahir dari Hak Eksklusif Pencipta maupun Pemegang Hak Cipta. Namun, yang menjadi problematika adalah kedudukan Arrangersebagai pihak utama yang tidak termasuk dalam Pencipta dalam Undang-Undang Hak Cipta. Kemudian adanya keterkaitan pada Hak Ekonomi serta Hak Moral dari Pencipta untuk kemudian dapat mengklasifikasikan apakah benar adanya pelanggaran Hak Cipta atau tidak.

Along with the advancement of technology and globalization, it causes the birth of opportunities for actors in the music industry to adapt their creative works to the digital era. One of them is the activity of arranging or recycling a song into a new work. Arranging activities require techniques and expertise carried out by arrangers and composers. As a form of preservation of a musical work, the Copyright Act includes the existence of Exclusive Rights owned by the Creator and Copyright Holder where one of them is the activity to arrange a song copyrighted work. The arrangement activity then becomes the right for the parties who have the authority to recycle it. However, in the Music Industry today there are many parties who make arrangements to get economic results from the work without any procedures carried out in accordance with the enforceability of the Copyright Act. Against the existence of arrangement works that are born on derivative works of a work where the work is the result of fixation by the Arranger. The problems underlying this research relate to the form of creation of the Music Arrangement as well as the position of the Arranger as the main party but not as the Creator for the existence of inconsistencies in the Copyright Law. This research was conducted using juridical-normative research method with data obtained by literature study and interviews as well as comparison with the Law in the United States. The results of the research show that the results of the copyrighted work of arrangement is a separate creation because it was born from the exclusive rights of the creator and copyright holder. However, what is problematic is the position of Arranger as the main party that is not included in the Creator in the Copyright Act. Then there is a connection to the Economic Rights and Moral Rights of the Creator to then be able to classify whether there is a true copyright infringement or not."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sekar Rana Izdihar
"Perkembangan dan penggunaan teknologi dalam berbagai produk dan jasa semakin meningkat, di antaranya adalah Artificial Intelligence (AI). AI merupakan cabang ilmu komputer yang dikembangkan menjadi suatu teknologi hingga dapat melakukan penalaran dan pembelajaran mandiri. Namun, hingga saat ini belum terdapat peraturan perundang-undangan yang secara spesifik mengatur teknologi ini sehingga menimbulkan suatu ketidakpastian hukum. Terdapat berbagai penemuan hukum dan interpretasi yang dilakukan dalam upaya perlindungan AI oleh Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Tulisan ini berupaya untuk menjelaskan apakah AI dapat diklasifikasikan sebagai objek HKI, khususnya pada hak cipta dan paten. Selain itu, tulisan ini juga akan menganalisis tanggung jawab pemegang HKI atas kerugian yang ditimbulkan oleh AI miliknya. Hasil penelitian menunjukkan adanya variasi perlindungan AI sebagai objek HKI dengan menggolongkannya sebagai program komputer. Sedangkan, perihal tanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan oleh AI masih menimbulkan perdebatan. Sebagian besar berpendapat bahwa pertanggungjawaban hukum tetap dibebankan kepada pemegang hak AI karena AI belum dapat dijadikan sebagai subjek hukum yang dapat bertanggung jawab.

The development and use of technology in various products and services is increasing, including Artificial Intelligence (AI). AI is a branch of computer science that has been developed into a technology which has the ability to learn and solve problems through logical deduction. However, until now, there is no regulation in Indonesia that specifically regulates this technology which creates legal uncertainty. There are various legal discoveries and interpretations made in an effort to protect AI by Intellectual Property Rights (IPR). This paper attempts to explain whether AI can be classified as an object of IPR, particularly copyrights and patents. In addition, this paper will also analyze the legal liability of right holders for losses caused by their AI. The results show that there are variations in the protection of AI as an object of IPR by classifying it as a computer program. Meanwhile, the issue of liability for the losses caused by AI is still a matter of debate. Most argue that the liability remains with AI rights holders because AI has not yet been defined as a legally liable subject."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andriana Krisnawati
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004
346.048 AND p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>