Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 147293 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sitepu, John Phillips
"Pelaksanaan pembangunan seperti diketahui memerlukan modal dalam jumlah yang cukup besar dan tersedia pada waktu yang cukup tepat. Modal dapat disediakan oleh pemerintah dan oleh masyarakat luas, khususnya dunia usaha swasta. Keadaan yang ideal adalah apabila kebutuhan akan modal tersebut sepenuhnya dapat disediakan oleh kemampuan modal dalam negeri sendiri, apakah itu oleh pemerintah dan atau dunia usaha swasta dalam negeri. Namun dalam kenyataannya tidaklah demikian sebab pada umumnya negara-negara berkembang seperti Indonesia dalam hal ketersediaan modal yang cukup untuk melaksanakan pembangunan secara menyeluruh mengalami berbagai kesulitan yang disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain; tingkat tabungan (saving) masayarakat yang masih rendah, akumulasi modal yang belum efektif dan efisien, keterampilan (skill) yang belum memadai serta tingkat teknologi yang belum modern. Kendala-kendala ini umumnya oleh negara-negara berkembang atau sedang berkembang dicoba untuk diatasi dengan berbagai macam cara dan alternatif diantaranya melalui bantuan dan kerja sama dengan luar negeri yang dibutuhkan untuk melengkapi modal dalam negeri yang sedang dikerahkan.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan. Dengan dikeluarkannya UU PMA, yakni dengan UU Nomor 1 Tahun 1967, maka mulailah pemerintah melakukan penetapan prioritas agar penanaman modal khususnya penanaman modal asing dapat menanamkan modalnya dalam bidang usaha pertambangan. Sejalan dengan hal tersebut di atas, maka dalam arahan investasi telah ditetapkan arah dan kebijaksanaan bidang usaha pertambangan yang diarahkan pada pemanfaatan sebesar-besarnya kekayaan tambang bagi pembangunan nasional demi peningkatan kesejahteraan rakyat. Selanjutnya program pengembangan pertambangan ditujukan pada penyediaan bahan baku bagi industri dalam negeri, peningkatan ekspor serta penerimaan negara, serta perluasan kesempatan kerja dan berusaha. Selain itu, pembangunan bidang usaha pertambangan terutama dilakukan melalui penganekaragaman hasil tambang dan pengolahan hasil pertambangan secara efisien. Untuk itu, pemerintah tetap berupaya mendorong peningkatan penanaman modal khususnya penanaman modal asing dalam bidang usaha pertambangan ini terutama yang berorientasi pengembangan ekspor. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
S23907
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Sepanjang periode 1967 ? 1988, Indonesia telah menghasilkan tujuh generasi Kontrak Kerja dalam investasi modal asing untuk bidang pertambangan umum non batubara, diikuti oleh tiga generasi Kontrak Batubara. Analisis terhadap rincian Kontrak Kerja tersebut memperlihatkan perubahan persyaratan kontrak dari waktu ke waktu. Pada fase pertama, Kontrak Kerja menawarkan fasilitas bebas pajak (tax holiday). Hal ini tidak berlaku lagi pada Kontrak Kerja selanjutnya, sebagaimana dikeluhkan perusahaan-perusahaan tambang. Riset ini merekomendasikan pentingnya regulasi untuk mengelola pendapatan Indonesia yang bisa diperoleh dari keuntungan tambahan (windfall profit) akibat kenaikan harga minyak"
340 MIMBAR 27:1 (2011)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Amelia Djamaoeddin
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1991
S22791
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maryoto
"Pengadaan tanah yang dilakukan baik oleh pemerintah maupun oleh swasta, dalam prakteknya seringkali menimbulkan berbagai permasalahan. Dalam pratek pengadaan tanah yang dilakukan oleh perusahaan tambang, masalah sengketa tanah yang menonjol dan perlu mendapat perhatian adalah masalah keberadaan tanah-tanah ulayat masyarakat hukum adat, ganti rugi yang tidak layak dan proses pengadaan tanah yang tidak demokratis. Penyebab timbulnya berbagai persoalan tersebut bersumber pada dua hal pokok, yaitu pada aparatur pelaksananya, sebagai akibat kurangnya pemahaman yang mendalam tentang peraturan-peraturan pengadaan tanah; dan pada peraturan pengadaan tanah itu sendiri, misalnya tidak didapatinya kriteria yang menunjukkan secara tegas mengenai keberadaan hak ulayat masyarakat hukum adat, sehingga membuka peluang untuk ditafsirkan sesuai dengan kepentingannya, dan lemahnya posisi masyarakat memegang hak atas tanah dalam proses musyawarah.
Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan, tidak mengatur secara tegas hak-hak atas tanah yang dapat diperoleh perusahaan tambang. Dikeluarkannya Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat, dimaksudkan untuk memberikan landasan hukum bagi berbagai pihak dalam menyelesaikan konflik berkenaan dengan penggunaan tanah-tanah ulayat dan untuk memberikan jaminan perlindungan hukum kepada masyarakat yang selama ini kurang diperhatikan oleh peraturan pengadaan tanah sebelumnya. Diperlukan adanya perubahan pola pikir dan perilaku dalam kebijakan dan pelaksanaan pengambilan tanah sesuai dengan paradigma baru yakni pengambilalihan tanah harus dilakukan dengari menjunjung tinggi Hak Azasi Manusia yang bertumpu pada prinsip kesamaan dan keadilan. Pemberian ganti rugi hendaknya sesuai dengan kesepakatan dan mencerminkan rasa keadilan, serta perlunya komitmen Pemda untuk bersikap netral dalam mengatasi konflik."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
T37723
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erika
"Thesis ini membahas penyelesaian sengketa penanaman modal asing dibidang pertambangan minerba, berikut permasalahan-permasalahan yang muncul pada penyelesaian sengketa tersebut. Sebelumnya penyelesaian sengketa antara Pemerintah dengan penanam modal asing (investor) diselesaikan berdasarkan kesepakatan Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara, dimana para pihak dapat menentukan forum penyelesaian sengketa yaitu salah satunya melalui arbitrase internasional. Pilihan penyelesaian sengketa melalui arbitrase internasional sejalan ketentuan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang mengatur bahwa penyelesaian sengketa dibidang penanaman modal antara Pemerintah dengan penanam modal asing akan diselesaikan melalui arbitrase internasional yang harus di sepakati oleh para pihak. Namun saat ini ketentuan penyelesaian sengketa untuk penanaman modal asing di bidang minerba berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan batubara tidak ditentukan secara jelas, undang-undang ini hanya menentukan bahwa setiap sengketa yang muncul dalam pelaksanaan IUP, IPR, atau IUPK diselesaikan melalui pengadilan dan arbitrase dalam negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, tidak ditentukan dengan jelas penyelesaian sengketa untuk penanam modal asing dan arbitrase internasional.
Dalam pembahasan thesis ini banyak ditemukannya permasalahan terkait penyelesaian sengketa penanaman modal asing dibidang minerba yang meliputi permasalahan dalam peraturan perundang-undangan, sikap pemerintah mapun para pihak yang bersengketa dalam memandang sengketa penanaman modal asing dibidang minerba, belum seragamnya sikap hakim dalam melihat yurisdiksi arbitrase internasional dan keputusan arbitrase internasional. menyikapi permasalahan -permasalahan diatas, kegiatan penanaman modal asing dibidang minerba termasuk penyelesaian sengketa haruslah didukung oleh sistem hukum yang efektif yang didalamnya terdiri atas substansi, struktur dan budaya hukum yang saling mendukung satu sama lain. Selain itu, hukum akan mendorong datangnya modal asing dibidang minerba apabila dapat menciptakan predictability, stability, dan fairness.

ABSTRACT
This Thesis discusses Foreign Investment Dispute Resolution in Mineral and Coal Mining, including the problems arisen in dispute resolution there of. Previously, the dispute resolution between government and foreign investor (investor) is settled according to agreement of Contract of Work (KK) and Work Agreement of Coal Mining Production (PKP2B) where parties here of is able to determine the dispute resolution forum namely through international arbitration. The option of dispute resolution through international arbitration subject to the Law No. 25 2007 regarding Investment which govern the dispute resolution between government and investor is settled through international arbitration that must be conducted by the consent of both parties. At present, however, the rule of dispute resolution for the foreign investment of mineral and coal according to the Law No.4 Year 2009 regarding Mineral and Coal Mining does not stipulated clearly, this Law only determine that every dispute occur in implementation of IUP,IPR or IUPK is settled before the court or national arbitration according to the Law, it does not clearly stated for the foreign investment and international arbitration.
In the Thesis, it will be more discussed about the problems regarding the foreign investment dispute resolution in mineral and coal that entail the issues in Law, government policy, the parties in dispute, and their perspective in foreign investment dispute resolution in mineral and coal issue, the different opinion of judges regarding the jurisdiction of international arbitration and the sentence of international arbitration. To look upon the issues mentioned above, the activities of foreign investment in mineral and coal including the dispute resolution must be supported by the effective legal system that comprise the substance, structure and legal culture which is sustained each other. Besides that, the law will support the foreign capital inflow in mineral and coal industry if it is able to create predictability, stability, dan fairness."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T26740
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Jean Viola Eudithya
"Skripsi ini membahas mengenai ketentuan kewajiban divestasi saham bagi perusahaan asing di bidang pertambangan mineral menurut UU No. 4 Tahun 2009 dan peraturan pelaksananya serta sinkronisasinya dengan hasil renegosiasi kontrak karya PT. Freeport Indonesia. Setelah melewati proses renegosiasi, pada akhirnya tercapai kesepakatan antara Pemerintah Republik Indonesia dan PT. Freeport Indonesia yang menentukan bahwa kewajiban divestasi saham PT. Freeport Indonesia adalah sebesar 30%.
Dengan menggunakan jenis penelitian yuridis normatif, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hasil renegosiasi kontrak karya PT. Freeport tidak sinkron dengan peraturan yang berlaku pada saat itu yaitu PP No. 24 Tahun 2012, yang mengatur perusahaan asing di bidang pertambangan mineral untuk mendivestasikan sahamnya paling sedikit sebesar 51%. Setelah PP No. 24 Tahun 2012 diubah dengan PP No. 77 Tahun 2014, maka ketentuan kewajiban divestasi saham hasil renegosiasi kontrak karya PT. Freeport Indonesia dengan peraturan perundang-undangan telah sinkron.

This thesis examines the provisions regarding share divestment obligation for foreign mineral mining company according to Law No. 4 of 2009 and its implementing regulations, and the synchronisation with the result of contract of work renegotiation of PT. Freeport Indonesia. After going through the process of renegotiation, the Government of Republic of Indonesia and PT. Freeport Indonesia eventually reached an understanding that PT. Freeport Indonesia is obliged to divest 30% of its share.
By using normative juridical research, this study shows that the result of contract of work renegotiation of PT. Freeport Indonesia is not in sync with the applicabe regulation i.e. Government Regulation No. 24 of 2012 which requires foreign mineral mining company to divest at least 51% of its share. After Government Regulation No. 24 of 2012 is amended by Governement Regulation No. 77 of 2014, the provisions regarding share divestment obligation between the result of contract of work renegotiation of PT. Freeport Indonesia and Law No. 4 of 2009 and its implementing regulations has synchronised.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S58264
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bagus Prasetyawan
"Pelaksanaan kewajiban divestasi saham sebesar 51% bagi pemegang izin usaha di bidang pertambangan mineral dan Batubara yang sahamnya dimiliki asing kepada Peserta Indonesia yakni Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, BUMN, BUMD serta Badan Usaha swata secara berjenjang  merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan sesuai dengan Pasal 112 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) beserta peraturan pelaksanaannya.  Tulisan ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal. Pelaksanaan Divestasi saham juga diwajibkan bagi pemegang kontrak karya atau perjanjian karya pengusahaan pertambangan Batubara yang berlaku sebelum rezim izin berlaku sesuai dengan UU Minerba. Sebagai salah satu contoh yaitu pelaksanaan divestasi saham PT Vale Indonesia yang merupakan pemegang Kontrak Karya Tahun 1968 dan terakhir diamandemen pada Tahun 2014, yang menyebutkan bahwa Divestasi Saham PT Vale Indonesia kepada peserta Indonesia hanya sebesar 40%. Perbedaan antara keberlakuan pelaksanaan divestasi saham PT Vale Indonesia dalam kontrak karya dengan UU Minerba tentu harus dipertimbangkan beberapa asas yakni asas kebebasan berkontrak dalam kontrak karya yang telah ada sebelum UU Minerba berlaku sesuai Pasal 1338 KUH Perdata, serta asas hak menguasai negara atas sumber daya alam yang terkandung di Indonesia dikuasai oleh negara dan dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sesuai Pasal 33 ayat (3) UUD NRI 1945. Adapun ketentuan pelaksanaan divestasi saham PT Vale Indonesia dalam kontrak karya merupakan salah satu pertimbangan bagi Pemerintah untuk dapat memberikan perpanjangan Kontrak Karya menjadi IUPK Sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian, namun demikian dalam UU Minerba maupun peraturan pelaksanaannya pelaksanaan divestasi bukanlah persyaratan untuk dapat diberikannya perpanjangan kontrak menjadi IUPK Sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian.

Implementation of the obligation to share divestment of 51% for business license holders in the mineral and coal mining sector whose shares are owned by foreigners to Indonesian Participants namely the Central Government, Regional Government, BUMN, BUMD and private business entities in stages is an obligation that must be implemented in accordance with Article 112 Law Number 3 of 2020 concerning amendments to Law Number 4 of 2009 concerning Mineral and Coal mining (UU Minerba) and its implementing regulations. This article was prepared using doctrinal research methods. Implementation of share divestment is also mandatory for holders of work contracts or coal mining business work agreements that were in effect before the permit regime came into effect in accordance with the Minerba Law. As one example, namely the implementation of the divestment of shares in PT Vale Indonesia, which is the holder of the 1968 Contract of Work and was last amended in 2014, which stated that the divestment of PT Vale Indonesia shares to Indonesian participants was only 40%. The difference between the implementation of PT Vale Indonesia's share divestment in a work contract and the Minerba Law must of course take into account several principles, namely the principle of freedom of contract in the work contract which existed before the Minerba Law came into force in accordance with Article 1338 of the Civil Code, as well as the principle of the state's right to control over natural resources. contained in Indonesia are controlled by the state and utilized for the greatest prosperity of the people in accordance with Article 33 paragraph (3) of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia. The provisions for implementing the divestment of PT Vale Indonesia shares in the work contract are one of the considerations for the Government to be able to grant an extension of the Work Contract to become an IUPK As a Continuation of Contract/Agreement Operations, however, in the Minerba Law and its implementing regulations, the implementation of divestment is not a requirement for a contract extension to become an IUPK as a Continuation of Contract/Agreement Operations."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Justin Adrian
"Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 merupakan undang-undang yang dapat dikatakan cukup kontroversial bagi pertambangan mineral logam, karena merubah alur industri pertambangan logam tanah air menjadi tidak hanya mencakup kegiatan pertambangan semata, akan tetapi juga diwajibkan untuk perusahaan-perusahaan pertambangan melakukan kegiatan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri dalam kurun waktu hanya 5 (lima) tahun saja. Keterbatasan infrastruktur di daerah-daerah, ketidaktersediaan listrik, serta kompleksnya birokrasi yang melingkupi perluasan bidang usaha lintas sektor antara pertambangan (hulu) dengan pemurnian (hilir) membuat hal tersebut menjadi terlalu sulit diwujudkan, ditambah lagi dengan inkonsistensi Pemerintah yang menetapkan kewajiban divestasi saham bagi Perusahaan Pertambangan Penanaman Modal Asing, dari 20% (dua puluh persen) di tahun 2010, menjadi 51% (lima puluh satu persen) di tahun 2012. Selain kedua hal tersebut, pada tahun ketiga sejak Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 diberlakukan, Pemerintah telah melarang kegiatan ekspor mineral mentah, akan tetapi mencabutnya kembali dan menetapkan ketentuan ekspor dengan tambahan birokrasi yang semakin panjang, sehingga menyebabkan investor pertambangan penanaman modal asing kehilangan waktu dan sulit dalam merealisasikan amanah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tersebut. Penulisan ini bertujuan untuk menampilkan fakta kesulitan-kesulitan yang dialami oleh PT. X selaku perusahaan penanaman modal asing dalam bidang pertambangan mineral nikel oleh karena kebijakan pertambangan yang tidak cukup berimbang.

Law Number 4 Year 2009 could be considered as a controversy for the metal mineral mining businesses, since it has changed the scheme of domestic metal mineral mining industry to not only contains mining but also obliged the mining companies to conduct mineral smelting and processing domestically within period of only 5 (five) years. The limitation of infrastructure facilities within the counties, unavailability of electrical source, and the complexity of bureaucracies that facilitates such cross borders industrial sectors between the mining (mainstream industries) , and the smelting and processing (downstream industries) has caused such policy too unreasonable to be accomplished, moreover the inconsistency of the Government whom has stipulated the divestment terms for the foreign investing mining company, from 20% (twenty percent) in 2010, and re-stipulated it to became 51% (fifty one) percent within 2012. Apart from those two main issues herein, by the third year since the enactment of Law Number 4 Year 2009, the Government has banned the raw mineral export activities, however revoked such laws and enacted a new regulation of raw mineral export policies with additional/ longer bureaucracy’s mechanism process, therefore it has put the foreign mining investors within difficult circumstances to actualize the mandate of the laws itself. This Thesis intends to display the problematic facts that experienced by PT. X as a foreign investing mining company in nickel mining by the insufficient fairness of mining policies.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42990
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>