Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 38764 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mulyadi
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
S24263
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bonifasius Sulistyo Wibowo
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
T36415
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Inayati Noor Thahir
"Tesis ini meneliti mengenai hak jaminan kebendaan yang dapat dibebankan atas pesawat terbang setelah berlakunya Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan, dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif dan metode analisis kualitatif. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan tidak menyebutkan secara tegas lembaga jaminan yang dapat dibebankan atas pesawat udara. Penjaminan pesawat terbang dan helikopter dengan menggunakan hipotik yang berlangsung saat ini tidaklah menimbulkan hak preferen bagi kreditor karena yang dapat dilaksanakan hanya Akta Kuasa Membebankan Hipotik. Pencatatan yang dilakukan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, Kementerian Perhubungan hanya menghasilkan Surat Keterangan. Gadai juga tidak bisa dibebankan pada pesawat udara karena debitor harus melepaskan pesawat udara dari kekuasaannya dan menyerahkannya pada kreditor. Pesawat udara juga tidak mungkin dibebankan dengan hak tanggungan karena objek dari hak tanggungan adalah hak atas tanah dan benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah. Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia secara tegas menyatakan fidusia tidak dapat dibebankan pada pesawat udara. Namun dalam undang-undang tersebut tidak ada larangan untuk menjadikan bagian pesawat udara seperti mesin pesawat udara dan/atau suku cadang pesawat udara untuk dijadikan objek jaminan fidusia. Dengan demikian Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan belum memberikan jalan keluar mengenai lembaga jaminan kebendaan yang dapat dibebankan atas pesawat udara di Indonesia. Kaitan antara hak jaminan kebendaan atas pesawat terbang dan Konvensi Cape Town adalah perjanjian pemberian hak jaminan kebendaan merupakan salah satu cara untuk mendapatkan perlindungan sebagai kepentingan internasional berdasarkan Konvensi Cape Town. Ratifikasi Konvensi Cape Town dan pengaturannya dalam Undang-undang Penerbangan hanya memberikan jalan keluar bagi kreditor pemegang hak jaminan kebendaan yang dibebankan atas pesawat udara yang dipasang berdasarkan hukum asing, tetapi pesawatnya didaftarkan dan dioperasikan di Indonesia. Perlindungan kreditor berdasarkan Kovensi Cape Town salah satunya adalah penghapusan pendaftaran pesawat udara dan melakukan eksport pesawat udara dengan seketika dan tanpa putusan pengadilan melalui Surat Kuasa yang tidak dapat dicabut kembali untuk memohon penghapusan pendaftaran dan ekspor (Irrevocable deregistration and export request authorization/ IDERA) atas pesawat udara yang memiliki tanda kebangsaan dan tanda pendaftaran Indonesia. IDERA hanya dapat dilaksanakan di Indonesia apabila telah didaftarkan/dicatat oleh Menteri Perhubungan. Peran Notaris dalam pembebanan jaminan fidusia atas mesin pesawat udara dan/atau suku cadang pesawat udara adalah dengan membuat akta Jaminan Fidusia dan melakukan pendaftaran fidusia pada Kantor Pencatatan Fidusia, selain itu Notaris juga dapat bertindak selaku kuasa dari debitor untuk mendaftarkan IDERA.

This thesis discusses about the security right may be charged for the aircraft after the enactment of Law Number 1 Year 2009, using a normative juridical research methods and qualitative analysis methods. Law Number 1 Year 2009 does not expressly mention the security right that can be charged for the aircraft. Security for both aircraft and helicopters using mortgage today does not give any secured right for creditors since only the Deed of Power of Attorney to Mortgage Charges is able to be exercised. The recordation conducted by the Directorate General of Air Transportation of the Ministry of Transportation only issues a statement letter. A pledge cannot also be charged to the aircraft because in this scheme the debtor must deliver it to the creditor. Moreover, aircraft is also not possible to be charged through Hak Tanggungan due to its object which is only land or others belonging to the land. On the other hand, Law Number 42 Year 1999 regarding Fiduciary Guaranty clearly states fiduciary guaranty cannot be charged to the aircraft; although, there is no provision in the law which prohibits charging parts of an aircraft, such as its engines and/or spare parts, as the object of the fiduciary guaranty. In other words, it indicates that Law Number 1 Year 2009 has not provided any solution for problems about what security right may be charged to the aircraft. The correlation between this issue and the Cape Town Convention is that security agreement is a way to gain protection as an international interest under this convention. Ratification of the Cape Town Convention and the adoption of it into the Indonesian Aviation Law only gives solution for creditors who hold security right?conducted with the foreign laws?of aircraft, but it is registered and operated in this country. One of the protections for creditors under the convention is the deregulation of aircraft registration and export immediately and without the court decision, through a power of attorney that cannot be revoked to request of nullification of the registration and export (irrevocable deregistration and export request authorization/IDERA) of the aircraft with Indonesian nationality and registration marks. The IDERA can be enforced in Indonesia only after it has been registered or recorded by the Ministry of Transportation. The roles of Notary in this fiduciary assignment of aircraft engines and/or its spare parts are to prepare the related deed and register it to the Fiduciary Registration Office. In addition, Notary also acts as an attorney of the debtor to register the IDERA."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T27785
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Panggabean, Kresna Binsar
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1999
S23523
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Aulia Gislir
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T36821
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Anggiagita
"Dengan meningkatnya pembangunan yang bertitik berat pada bidang ekonomi, dibutuhkan penyediaan dana yang cukup besar, sehingga memerlukan lembaga hak jaminan yang kuat dan mampu memberikan kepastian hukum bagi pihak-pihak yang berkepentingan, yang dapat mendorong peningkatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan, hal ini yang menjadi latar belakang lahirnya lembaga jaminan Hak Tanggungan. Skripsi ini menjelaskan mengenai adanya konflik norma di dalam Undang-Undang Hak Tanggungan No.4 Tahun 1996 dan juga di dalam Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yang mengakibatkan perlindungan dan kepastian hukum bagi kreditor pemegang Hak Tanggungan sebagai Kreditor Separatis yang diatur didalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 dapat tidak terwujud. Perlindungan dan kepastian hukum yang diberikan undang-undang kepada kreditor pemegang Hak Tanggungan terdapat di dalam Pasal 1 angka 1 tentang hak preference seorang kreditor; Pasal 6, Pasal 14 ayat (1), (2), dan (3) serta Pasal 20 ayat (2) dan (3) tentang eksekusi Hak Tanggungan; Pasal 11 ayat (2) tentang janji yang harus dicantumkan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) untuk melindungi kreditor ketika debitor wanprestasi, serta ketentuan Pasal 7 tentang asas droit de suite yang menyatakan bahwa Hak Tanggungan tetap menjamin objeknya sekalipun beralih kepada pihak ketiga sehingga akan tetap menjamin pelunasan piutang kreditor dan Pasal 21 mengenai “Apabila pemberi Hak Tanggungan dinyatakan pailit, pemegang Hak Tanggungan tetap berwenang melakukan segala hak yang diperolehnya menurut ketentuan undang-undang ini. Kesimpulan dalam penelitian mengenai perlindungan dan kepastian hukum dalam Pasal-Pasal tersebut dapat tidak terwujud dikarenakan adanya konflik norma dalam Pasal 6 UUHT tentang kewenangan menjual sendiri jaminan kebendaan (Parate Eksekusi) dan ketentuan pada Pasal 56 ayat (1) UUKPKPU tentang penangguhan eksekusi bagi kreditor separatis dalam hal kepailitan. Penelitian ini bermetodekan yuridis- normatif yang metode pengambilan data berfokus pada studi literatur hukum dan peraturan perundang-undangan terkait.

Along with the increasing development of economy, also required the provision of substantial funds that requires strong institutions which guarantee the rights and able to provide legal certainty for the concerned parties, in which also encourage the growth of community participation in the development, those are the background of the birth of mortgage guarantee agency. This thesis describes the conflict of norms in the Law No.4 of 1996 regarding Mortgage (UUHT) and also in the Law No 37 of 2004 regarding Bankruptcy Act and the Suspension of Payment (UUKPKPU) that may cause legal uncertainty to the protection of mortgage holder creditor as secure creditor based on Law No. 4 of 1996. The protection and legal certainty for mortgage holder creditor contains in Article 1 paragraph 1 regarding the preference right of a creditor; Article 6, Article 14 paragraph (1), (2), and (3) and Article 20 paragraph (2) and (3) of the mortgage execution; Article 11 paragraph (2) on the provision that must be included in the Deed of Granting Mortgage (APHT) to protect creditor when a debtor defaults, as well as the provision of Article 7 of the principle of droit de suite which states that the object remains guarantee, even if it will be switched to a third party, would still guarantee the repayment of creditors’ accounts and Article 21 that states “In the event of bankruptcy, the mortgage holder is authorized to perform any right acquired under the provisions of this law”. The elements of protection and legal certainty in these articles may not be realized due to conflict norms in Article 6 UUHT regarding the authority to sell collateral material (Parate Execution) and the provision of Article 56 paragraph (1) UUKPKPU regarding suspension of execution for the secure creditor in bankruptcy law. This study applies the juridical-normative method of data collection, focusing on the study of the literature of law and related legislation."
2014
S53488
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Utang piutang merupakan hal yang biasa dalam praktek
perekonomian terutama dalam menunjang pertumbuhan ekonomi
negara. Kreditor yang memberikan pinjaman pasti menuntut
kepastian bahwa debitor akan mengembalikan uangnya dan salah
satu kepastian yang diberikan hukum adalah dengan memberikan
hak atas kebendaan tertentu milik debitor untuk menjadi jaminan
pelunasan utangnya. Kreditor jenis ini disebut kreditor
pemegang hak jaminan atau kreditor separatis. Mereka mempunyai
kedudukan yang cukup aman dalam memperoleh pelunasan piutangnya
secara utuh karena mempunyai benda tertentu yang setiap saat
dapat dieksekusi sendiri bila debitor wanprestasi dan mempunyai
kedudukan yang didahulukan. Dalam praktek jaminan seperti ini
sangat disukai. Kepailitan merupakan salah satu proses
pembagian harta debitor pada para kreditor termasuk kreditor
separatis. Dalam undang-undang kepailitan (UUK) pasal 56A
diatur mengenai penangguhan dimana selama jangka waktu 90 hari
kreditor separatis tidak boleh mengeksekusi benda jaminannya.
Selain itu UUK juga memberikan kewenangan pada curator untuk
mengunakan benda jaminan kreditor separatis dan bahkan
menjualnya, karena itu dalam penelitian ini akan dikaji
bagaimana UUK mengatur kedudukan kreditor separatis dalam
memperoleh pelunasan atas piutangnya."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
S21158
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ira Sudjono
"Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 adalah ketentuan tentang jaminan hak atas tanah yang dibentuk dan diundangkan untuk menggantikan ketentuan perihal jaminan hak atas tanah yang semula telah diatur dengan Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Jaminan hak atas tanah yang semula diatur dengan Kitab Undang-undang Hukum Perdata mensyaratkan bahwa untuk pelaksanaan eksekusi dilakukan dengan permohonan penetapan pada Pengadilan Negeri. Permasalahan yang diangkat adalah mengenai peranan hakim yang dikesampingkan dalam proses pelaksanaan eksekusi terhadap barang jaminan menurut Undang Nomor 4 Tahun 1996, serta perihal pelaksanaan eksekusi itu sendiri dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996.
Metode penelitian yang akan digunakan adalah normatif yuridis, dan karenanya penelitian dilakukan dengan mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan-peraturan perundang-undangan dan putusan-putusan pengadilan. Kesimpulan dari permasalahan tersebut adalah bahwa dengan dikesampingkannya peranan hakim dalam proses eksekusi dimaksudkan untuk mempermudah, dan menghemat biaya serta membuat kreditur dalam waktu yang singkat dapat melakukan penjualan baik secara lelang maupun di bawah tangan atas barang jaminan, sehingga tidak diperlukan prosedur permohonan penetapan atas sita eksekusi, lelang eksekusi. Pelaksanaan dari eksekusi barang jaminan berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996, pada kenyataannya tidak dilakukan secara langsung oleh kreditur, karena kreditur tetap mengajukan permohonan kepada Pengadilan Negeri untuk memberikan penetapan atas sita eksekusi, lelang eksekusi."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16394
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muh. Naim Syahrir
"Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengkaji lebih dalam permasalahan yang terdapat pada UUKPKPU. Adapun yang menjadi permasalahan utama dalam penelitian ini adalah Bagaimana kedudukan obyek jaminan Hak Tanggungan dalam hal Debitor dinyatakan pailit dan Bagaimana Akibat Hukum Ketentuan Pasal 59 UUKPKPU Mengenai Jangka Waktu Eksekusi Jaminan Kebendaan Terhadap Kreditor Pemegang Hak Tanggungan. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif.
Hasil penelitian yang diperoleh yaitu berdasarkan pasal 21 UUKPKPU, seluruh harta kekayaan Debitor yang telah ada pada saat pailit ditetapkan serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan menjadi harta pailit, kecuali harta debitor yang secara limitatif telah ditentukan dalam Pasal 22 tidak termasuk sebagai harta pailit. Dengan demikian kedudukan obyek jaminan Hak Tanggungan dalam hal Debitor dinyatakan pailit akan ikut serta menjadi harta (boedel) pailit.
Selain itu, akibat hukum dari ketentuan pasal 59 UUKPKPU adalah 1) terjadi perampasan hak eksekusi Kreditor Pemegang Hak Tanggungan sebagaimana yang telah dijamin dalam pasal 21 UUHT dan pasal 55 UUKPKPU, 2) tidak sejalan dengan amanah Pasal 28 D ayat 1 UUD 1945, 3) bertentangan dengan pasal 5 huruf d UU No. 12 tahun 2011, 4) Tidak sesuai dengan asas hak jaminan yang memberikan hak separatis bagi Kreditor pemegang hak jaminan untuk melaksanakan eksekusi secara terpisah tanpa adanya batasan waktu dalam rangka pelunasan utang Debitor, 5) Menimbulkan inefesiensi karena obyek jaminan Hak Tanggungan tersebut akan dieksekusi oleh Kurator dengan cara yang sama sebagaimana diatur dalam pasal 185 ayat (1) UUKPKPU yaitu melalui pelelangan di KPKNL, dan 6) turut dikenakan imbalan jasa Kurator yang mengakibatkan nilai obyek Hak Tanggungan ikut berkurang.

The purpose of this study is to examine more deeply the issues contained in UUKPKPU. As the main problem in this research is how the position of the object in terms of collateral Mortgage debtor is declared bankrupt and How Due to Legal Provisions of Article 59 UUKPKPU Regarding Execution Guarantee Period Against Creditors material Encumbrance Holder. The method used is normative research.
The results obtained are based on article 21 UUKPKPU, the entire assets of the debtor that has existed at the time of the bankruptcy are set and everything that was obtained during the bankruptcy into the bankruptcy estate, unless the debtor assets which have limited manner prescribed in Article 22 is not included as a bankruptcy estate. Thus the position of the object of collateral Mortgage in case the debtor is declared bankrupt will participate and become treasure (boedel) bankruptcy.
In addition, the legal effect of the provisions of Article 59 UUKPKPU is 1) occurs deprivation execution creditor Holder Mortgage as guaranteed in Article 21 UUHT and article 55 UUKPKPU, 2) is not in line with the mandate of Article 28 D Paragraph 1 1945, 3) contrary to article 5 letter d of Law No. 12 in 2011, 4) Not in accordance with the principle of security interest which entitles separatists for creditor rights holders a guarantee for the execution separately without any time limits in order repayment of debt the debtor, 5) Potential inefficiency because the object of collateral Mortgage will be executed by the Curator in the same manner as provided for in article 185 (1) UUKPKPU namely through the auction at KPKNL, and 6) also incur a service fee Curator resulting object value Mortgage lessened.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T44976
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>