Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 97357 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Rachmat Syah
"Perkembangan perdagangan yang meningkat pesat telah meningkatkan nilai suatu Merek bagi Para pelaku usaha. Merek bukan sekadar alat pembeda namun telah menjadi aset yang berharga. Untuk itu perlindungan hukum terhadap Merek bagi pelaku usaha sangat penting. Upaya mendapatkan perlindungan tersebut dilakukan dengan melakukan pendaftaran Merek di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Namun tidak semua pendaftaran dapat diterima karena ketentuan dalam Undang-undang No 15 Tahun 2001 Tentang Merek. Untuk memberikan upaya hukum yang maksimal maka dapat dilakukan banding terhadap penolakan pendaftaran Merek melalui Komisi Banding Merek. Komisi Banding Merek diatur berdasarkan Pasal 33 Undang-undang No 15 Tahun 2001 Tentang Merek, yang teknis pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Pemerintah No 7 Tahun 2005 Tentang Susunan organisasi, Tugas, dan Fungsi Komisi Banding Merek. Dalam ketentuan tersebut, Komisi Banding Merek merupakan badan khusus yang independen namun dalam pelaksanaannya belum dapat sepenuhnya terlepas dari Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Komisi Banding Merek ditinjau dari fungsi dan tugasnya, temyata bertugas layaknya pengadilan sehingga Komisi Banding Merek dapat dikategorikan sebagai peradilan semu, yaitu tidak seratus persen merupakan badan peradilan murni yang termasuk kekuasaan Kehakiman, tetapi juga tidak seratus persen merupakan organ administratif sebab memiliki tugas untuk menyelesaikan suatu sengketa Komisi Banding Merek ini secara struktural organisatoris masih merupakan bagian dalam unsur pemerintah, sehingga putusan yang diambil oleh Komisi Banding Merek masih dapat digugat dalam suatu Peradilan murni. Dalam kaitannya dengan good governance, Komisi Banding Merek harus dilaksanakan sama dengan tuntutan terhadap Pengadilan pada umumnya yaitu berdasarkan pada asas peradilan yang babas, mandiri atau independen, tidak memihak (imparsial), memiliki akuntabilitas, kompeten (berkualitas), cepat dan sederhana. Untuk mewujudkan hal tersebut maka mereka yang akan ditempatkan sebagai anggota dari Komisi Banding Merek harus memiliki sumber daya manusia yang baik sehingga anggota Komisi Banding Merek dapat bersikap profesional."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T14538
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simamora, Samzos
"Pada saat ini bangsa Indonesia dituntut untuk berkreasi secara berkelanjutan dan fair tanpa meniru karya orang lain, oleh sebab itu masalah sistem hak kekayaan intelektual merupakan suatu tantangan bagi semua pihak yang terkait, baik dari kalangan pegawai sendiri, maupun bagi kalangan industri sebagai tulang punggung pembangunan, dan masyarakat sebagai konsumen. Oleh karena itu perlu dikembangkan sistem hak kekayaan intelektual.
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual merupakan Lembaga Pemerintah di bawah Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI. Dalam misi dan visinya untuk dapat mengembangkan sistem hak kekayaan intelektual yang efektif dan kompetitif secara internasional dalam menopang pembangunan nasional dengan memberikan pelayanan yang sesuai dengan atau melebihi apa yang diharapkan oleh pelanggan.
Tujuan dari studi kasus ini adalah untuk meneliti pengembangan sistem pelayanan hak kekayaan intelektual serta memberikan masukan kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual di dalam penyusunan strategi dalam mewujudkan tingkat kepuasan pelanggan. Untuk itu peneliti telah melakukan penelitian terhadap para pegawai dan para pelanggan jasa pelayanan hak kekayaan intelektual.
Dalam melakukan studi kasus terhadap kualitas sistem pelayanan yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dilakukan pengukuran terhadap tingkat kepuasan para pengguna jasa pelayanan, digunakan dimensi-dimensi yang terdapat pada metode Servqual, yaitu : Tangibles, Reliability, Responsiveness, Assurance dan Empathy dengan sampel sebanyak : 188 responden, metode pengumpulan data melalui teknik kuesioner dengan waktu pelaksanaan pada tanggal : 1 April 2004 hingga 30 April 2004.
Berdasarkan hasil analisis distribusi frekuensi menurut pegawai diketahui bahwa kualitas sistem pelayanan telah baik dengan dimensi Assurance berada pada posisi terbaik, kemudian diikuti oleh dimensi Responsiveness, dimensi Reliability serta dimensi Tangibles, sementara dimensi Empathy merupakan dimensi terendah di mana sebagian besar pegawai menilai kurang baik. Sementara hasil analisis distribusi frekuensi menurut pelanggan diketahui bahwa dimensi Assurance berada pada posisi terbaik, kemudian diikuti oleh dimensi Responsiveness serta dimensi Empathy sementara untuk Tangibles dan dimensi Reliability merupakan dimensi terendah.
Dilihat dari data hasil tingkat kesenjangan, Kesenjangan Pertama, dimensi Empathy merupakan dimensi dengan tingkat kesenjangan terbesar, Kesenjangan Kedua, dimensi Empathy merupakan dimensi dengan tingkat kesenjangan terbesar, Kesenjangan Ketiga, dimensi Assurance merupakan dimensi dengan tingkat kesenjangan terbesar. Sementara Kesenjangan Keempat, dimensi Responsiveness merupakan dimensi yang terbesar tingkat kesenjangennya.
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual harus melakukan perbaikan pada atribut yang dianggap penting oleh pegawai, yaitu : kemandirian para pegawai dalam melakukan penilaian terhadap permohonan hak kekayaan intelektual, keakuratan pelayanan sesuai dengan yang dipersyaratkan peraturan perundang-undangan, komitmen manajemen terhadap kualitas pelayanan dan rasa simpati pegawai kepada pelanggan. Sementara itu, harus pula melakukan perbaikan pada atribut yang dianggap penting oleh pelanggan, yaitu : kehandalan dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan, ketersediaan prosedur dan kebijakan sistem pelayanan yang jelas dan tegas, terdapatnya interaksi antara manajemen dengan pelanggan, reputasi dalam mengelola sistem hak kekayaan intelektual serta pemberian rasa aman berupa perlindungan, penghargaan dan pengakuan terhadap hak kekayaan intelektual.
Untuk memperkecil tingkat kesenjangan dilakukan dengan : pembenahan terhadap pihak manajemen, pengadaan riset pasar, penambahan sumber daya yang dimiliki, pengurangan ketidaksesuaian manajemen dalam pengelolaan hak kekayaan intelektual, pembentukan komitmen dari pucuk pimpinan, pengadaan kejelasan tujuan standarisasi tugas mengenai kualitas pelayanan. Untuk para pegawai dapat dilaksanakan dengan pemberian pelatihan agar memahami spesifikasi tugas pokok dan fungsi yang ada, memiliki keahlian yang dipersyaratkan oleh spesifikasi pelayanan, peningkatan motivasi untuk meningkatkan kinerja, peningkatan komunikasi antara pegawai dengan pelanggan dan pengurangan janji yang berlebihan kepada pelanggan.

The Development Of Intellectual Property Rights Service System In Forming Customers Satisfaction Level (A Case Study At Directorate General Of Intellectual Property Rights)In this present time Indonesian demanded to sustainable creativity and fair without having to imitate others people work, therefore intellectual property rights system is a challenge to all people involved, not only among employees of Directorate General of intellectual Property Rights, but also to industrial people as main actor on development, and to public as customers. Therefore, intellectual property rights system must be improved.
Directorate General of Intellectual Property as a governmental institution under the Department of Justice and Human Rights Republic of Indonesia. in that vision and mission, there were demanded to foster an effective and internationally competitive intellectual property rights system to supports national development within delivering service suitable within or greater than customers expectation.
The purpose of this case study to examine Intellectual Property Right system development and also to give suggestion for Directorate General of Intellectual Property Rights management in composing strategy to form customer satisfaction level. For that reason the researcher has conduct to research on intellectual property rights services to employees and customers.
Conducting to the case study on quality service system which delivered by Directorate General of Intellectual Property Rights in this research using measurement tools based on customer satisfaction level, the dimensions in service quality (SERVQUAL) method are : Tangibles, Reliability, Responsiveness, Assurance and Empathy within the number of samples are 188 respondent, the method of collecting data used in this case study is questionnaire technique and duration time on April 1 up to April 30, 2004.
Based on the analysis of frequency distribution results according to the employee's judge, it's known that quality service system Directorate General of Intellectual Property Rights has been good with Assurance dimension on the best position, and then followed by Responsiveness dimension, Reliability dimension and Tangibles dimension, while Empathy dimension is the lowest dimension where most of employees judge that quality service system is less than good. Whereas the result of the analysis on frequent distribution results according to customer's judge, that known the quality service of Directorate General of Intellectual Property Rights system that Assurance dimension .en the best position, and then followed by Responsiveness dimension, and Empathy dimension, which the lowest dimensions were Tangibles dimension and Reliability dimension.
The results of gap value level data shown that the first gap is Empathy dimension, the dimension which the biggest value level, secondary gap is Empathy dimension which the biggest value level, third gap is Assurance dimension which the biggest value level, meanwhile for fourth gap Responsiveness dimension is the dimension with the biggest value level.
Directorate General of Intellectual Property Rights must be improve quality service system based on the attributes that employees pointed important, which are: employees independent in judgment intellectual property application, accuracy of service required to the laws and regulations, adequate management commitment on service quality and employees emphasis to customers. Meanwhile must be improve on the attributes that customers pointed important, which are : reliable on delivering service for customers, clarify and clear policy and procedure on service system, increasing management and customers interaction, reputable to managing and securing on protection, rewards and recognition of intellectual property rights.
In order to reduce the gap level value following actions can be done : put in order the management, adequate market research activities, increase the own resources, decrease inappropriateness in administering intellectual property rights, establish top management commitment, adequate clarify purpose job specification standard on quality service. For employees can be done with implementing: organizing employees training on job specification, having expertise required by service specification, increasing of employee motivation for their performance, increasing communication between employees and customers, and eliminating exaggerated promises to customers."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T 13921
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Henrietta Sarah Mega
"Kegiatan berinvestasi untuk menumbuhkan aset merupakan hal penting dalam pertumbuhan ekonomi. Salah satu platform investasi yang menjadi pilihan populer adalah platform peer-to-peer lending dengan janji tingkat pengembalian atau return yang tinggi. Namun tingkat pengembalian investasi yang tinggi ini juga diikuti dengan risiko gagal bayar yang tinggi pula. Selain risiko gagal bayar, layanan peer-to-peer lending juga memiliki berbagai risiko operasional yang terdapat dalam penyelenggaraannya. Oleh karena itu dibutuhkan kepastian hukum untuk menjamin penyelenggaraan peer-to-peer lending berjalan dengan efisien dan aman. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan regulasi penyelenggaraan peer-to-peer lending di Indonesia, tanggung jawab penyelenggara atas risiko yang ada dalam layanan peer-to-peer lending, dan perlindungan hukum bagi investor dan penerima pinjaman yang menggunakan layanan peer-to-peer lending. Penelitian ini menemukan bahwa regulasi layanan peer-to-peer lending diatur dalam peraturan-peraturan yang dibuat oleh Bank Indonesia dan OJK sebagai lembaga yang memiliki wewenang regulasi. Walau telah diatur untuk menjamin keamanan penyelenggaraannya, risiko dalam layanan ini tetap ada dan kerugian yang diderita pengguna akibat risiko tersebut menjadi tanggung jawab dari penyelenggara. Lebih lanjut, investor maupun penerima pinjaman memerlukan perlindungan hukum apabila terjadi pelanggaran terhadap haknya sebagai pengguna.

Investment activities to grow assets are important for economic growth. One of the investment platforms that has become a popular choice is the peer-to-peer lending platform with the promise of a high rate of return. However, this high rate of return on investment is also accompanied by a high risk of default. In addition to the risk of default, peer-to-peer lending services also have various operational risks involved in their business. Therefore, legal certainty is needed to ensure that the business of peer-to-peer lending runs efficiently and safely. The research method used in this research is normative juridical. This study aims to explain the regulations for peer-to-peer lending services in Indonesia, the responsibility of the company for the risks involved in peer-to-peer lending services, and legal protection for investors and loan recipients who use peer-to-peer lending services. This study finds that the regulation of peer-to-peer lending services is regulated in the rules made by Bank Indonesia and OJK as institutions that have regulatory authority. Even though it has been regulated to ensure the security of its implementation, risks in this service still exist and the losses suffered by the users due to these risks are the responsibility of the peer-to-peer lending company. Furthermore, investors and loan recipients need legal protection in the event of a violation of their rights as users."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sudargo Gautama
Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004
346.048 SUD h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"Peer to peer adalah sebuah teknologi pertukaran informasi elektronik secara timbal balik antara pengguna internet dengan menghubungkan secara langsung dua komputer dalam jaringan internet sehingga para penggunanya dapat berkomunikasi satu dengan yang lain tanpa harus melalu server central..."
JHB 24 : 1 (2005)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Marpaung, Leden
Jakarta : Sinar Grafika, 1995
341.758 MAR t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ibrahim Idham
"Dalam era globalisasi ekonomi pada akhir 1990-an, kegiatan perekonomian internasional yang semulanya terfokus pada kegiatan ekspor impor, penanaman modal asing, pasar modal, dan perkreditan internasional sekarang telah mengembangkan kegiatan baru yaitu perlisensian (licensing)). Perlisensian telah berkembang dengan amat cepat ke seluruh dunia semenjak puluhan tahun yang lalu (1967) dari Amerika ke Eropa dan Asia sehingga banyak melahirkan negara industri baru yang pada gilirannya melisensikan teknologinya ke negara lain lagi. Walaupun demikian tidak lama sebelum pecah perang dunia ke dua perusahaan industri di Eropa, Amerika dan Jepang telah mendahului masuk ke pasar Internasional, tidak hanya meluaskan pasar dan mendapat penguasaan langsung atas penanaman modal asing (investasinya) dan bisnis di luar negeri, tetapi juga meningkatkan secara teknis, managemen, ekonomi dan pengaruh terhadap financial pasar dan lingkungan ekonomi negara yang dimasukinya. Jelaslah bahwa penanaman modal asing, ekspor impor yang berhasil akan diiringi selanjutnya oleh perlisensian yang menjadi suatu bentuk perdagangan internasional ke tiga dalam rangka meluaskan jaringan pemasaran produk dan proses. Jika dalam ekspor impor terjadi pemindahan barang dagang, dalam investasi terjadi pemindahan milik investor ke negara asing dan dalam perlisensian khusus terjadi perijinan menggunakan, membuat atau menjual Hak atas Kekayaan intelektual di samping terjadinya ekspor impor dan penanaman modal asing jika dibutuhkan. Dalam perdagangan internasional, teknologi seolah-olah mengalami "arus balik" melalui lisensi. Dalam memasuki pintu gerbang abad ke 21 hampir tidak terlihat lagi batas-batas negara dan besarnya bumi karena lalu lintas perdagangan dan informasi teknologi telah berjalan sangat cepat. Semenjak itu persaingan barang dalam perdagangan internasional telah lebih meningkat sebagai akibat deregulasi di segala bidang, termasuk kerjasama internasional."
Depok: Universitas Indonesia, 1998
D108
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iman Sjahputra Tunggal
"Buku kecil ini ingin memberikan sebuah gambaran yang sesungguhnya, bahwa masih saja terjadi disparitas, perbedaan, antara keadilan sebagai substansi dengan keadilan sebagai formalitas yang terkadang memupuskan hak-hak warga negara untuk mendapatkan keadilan dan perlindungan hukum yang semestinya."
Jakarta: Harvarindo, 2007
346.048 IMA h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Adami Chazawi
Malang: Bayumedia, 2007
346.048 ADA t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>