Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 119333 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sidauruk, Eri Midion
Depok: Universitas Indonesia, 2005
S24706
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novianto
"Pengembangan potensi Iingkungan alam sebagai kawasan pariwisata, sering kali memberikan dampak negatif pada lingkungan itu sendiri. Contoh dampak negatif yang kerap terjadi antara lain adalah kerusakan terumbu karang, musnahnya hutan bakau, berkurangnya jenis flora dan fauna yang dilindungi, abrasi dan abrasi pantai, serta pencemaran Iimbah cair dan padat. Selain itu, sering kali pengembangan pariwisata alam pantai dan Iaut menimbulkan konflik kepentingan dengan masyarakat Iokal yang akhimya memunculkan dampak sosial yang signifikan. Semua dampak tersebut akhirnya dapat mengancam keberlanjutan pembangunan sektor pariwisata itu sendiri.
Kawasan Pantai Sanur adalah bagian dari pantai selatan Bali yang sejak dahulu telah dijadikan obyek pariwisata. Sejak 1989, diketahui bahwa Pantai Sanur telah mengalami abrasi mencapai lebih kurang 5,8 km (Anonim, 1989). Kerusakan Pantai Sanur ini adalah akibat abrasi yang disebabkan oleh faktor alam dan manusia. Energi gelombang dan arus air laut adalah faktor alam utama yang menyebabkan abrasi. Namun demikian, besarnya pengamh faktor alam tersebut pada terjadinya abrasi berkaitan erat dengan perubahan alam yang diakibatkan oleh kegiatan manusia yang bertebihan seperti penambangan karang, pengerukan pasir dan konversi lahan daerah sempadan pantai menjadi vila, hotel dan restoran. Langkah penanggulangan yang dilakukan oleh para pemilik bangunan yang Iahannya terancam oleh abrasi adalah membangun krib-krib pemnanen. Namun sayangnya, bangunan-bangunan tersebut tidak memenuhi syarat teknis penanggulangan abrasi pantai dan mengabaikan dampak Iingkungan yang terjadi di sekitarnya, sehingga malah menyebabkan abrasi meluas ke sisi pantai lain yang tidak terlindung (Anonim, Mei 1989).
Untuk menanggulangi kerusakan Pantai Sanur, dirancang upaya pengelolaan lingkungan dengan membangun 12 groin yang tersebar di sepanjang 5,8 km pantai dan mengisi pasir di Iokasi antara groin tersebut. Proyek konservasi Pantai Sanur ini dihadapkan pada tuntutan dan harapan publik untuk berperan serta dalam penentuan tindakan penyesuaian antara pelaksanaan dan kepentingan publik.
Berdasarkan uraian di atas, maka masalah yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah tidak adanya peran publik dalam penentuan rencana dan pelaksanaan proyek konservasi Pantai Sanur.
Tujuan umum penelitian ini adalah mengetahui apakah jika publik diiibatkan dalam pengelolaan kawasan pariwisata Pantai Sanur, maka pelaksanaan proyek konservasi pantai tersebut akan dapat dilaksanakan dan diterima secara sosial oleh publik. Tujuan penelitian dijabarkan lagi menjadi tujuan khusus sebagai berikut:
1. Mengetahui konteks apa yang mendorong munculnya tuntutan pelibatan peran publik.
2. Mengetahui apakah pilihan (opsi) publik untuk memecahkan masalah relevan dengan tuntutannya.
3. Apakah keputusan yang dibuat oleh proyek berdasarkan pertimbangan kepentingan publik memberikan implikasi pada lingkungan.
Berdasarkan teori dan masalah yang dikemukakan dalam penelitian ini, maka hipotesis yang ditetapkan adalah: Pelibatan peran publik pada saat pelaksanaan proyek konservasi Pantai Sanur akan membantu tercapainya pandangan yang seimbang tentang upaya pemecahan masalah lingkungan akibat pelaksanaan proyek konservasi Pantai Sanur.
Tempat penelitian ini berada di Desa Sanur Kaja, Kelurahan Sanur dan Desa Sanur Kauh, Kecamatan Denpasar Selatan, Propinsi Bali.
Dalam penelitian ini diterapkan pendekatan studi kasus yang bersifat retrospektif (ex post facto) dengan menggunakan data yang teiah dicatat dalam penelitian lapangan dan diikhtisarkan melalui suatu pembahasan secara kualitatif.
Teknik pengambiian data primer dilakukan dengan tehnik observasi Iapangan dan wawancara mendalam.
Berdasarkan analisis kualitatif, hasil penelitian menunjukkan bahwa publik berperan dalam penentuan tindakan penyesuaian antara rencana dan pelaksanaan konservasi Pantai Sanur. Hasil pelibatan peran publik adalah perubahan disain lima bangunan pengunci pasir (Groin-3, G-4. GN-1, Gn2, GN-3) dan pembatalan dua karang buatan (AR-1 dan AR-2), dua bangunan pengunci pasir (G-32 dan GN-5) serta realisasi bantuan proyek berupa penggalian alur perahu dan dua bangunan rumah penyimpan layar sebagai kompensasi untuk kelompok jukung yang terkena dampak langsung.
Dari hasil penelitian dan pembahasan, dapat diikhtisarkan beberapa hal sebagai beikut:
1. Dengan dilibatkannya publik dalam proyek konservasi Pantai Sanur, ternyata proyek ini dapat dilaksanakan tanpa hambatan dan diterima secara sosial oleh publik;
2. Konteks yang mendorong pelibatan peran publik adalah adanya kekhawatiran publik pada masalah Iingkungan akibat pelaksanaan proyek ;
3. Pilihan (opsi) penyelesaian masalah yang dipilih oieh publik ternyata tidak konsisten dengan tuntutannya, namun hanya didasarkan atas kepentingan masing-masing pihak;
4. Sekali lagi terbukti bahwa tidak semua keputusan yang dibuat oleh proyek berdasarkan pertimbangan kepentingan publik, memberi implikasi positif pada lingkungan.

ln developing potential and variety of the nature as tourism area, in respect to the beauty and varieties of the beach and coastal, always have negative impact on the area itself. For example: negative impact always occur in the destruction of corral reef, and the disappearance of the coastal mangroves, decrements of the protected flora and fauna, abrasions, land abrasions and also chemical waste contamination. Besides, the development of the natural coastal and beach tourism often resulted in the conflict of interest with the local communities, which will eventually have a signiticant impact. All of the obstacles mentioned above will gradually threaten the sustainability of the tourism sector.
Sanur beach area is part of Southern Beach of Bali, which has been known as the tourism object since 1989. Erosion in Sanur Beach was identified to reach approximately 5,8 km (anonym 1989). The abrasions due to nature and human factors have destroyed Sanur beach. The coastal waves and the streams are main factors from mother nature which caused the erosion, nevertheless the big impact from mother nature towards erosion still link to the changing nature due to the excessive man made meddle, such as conal mining, land dredging and land conversion to viilas, hotels and restaurants. The prevention action conducted by the property owner from eroding threat is by building permanent cribs. Unfortunately, those buildings do not meet the technical requirements in preventing the beach erosion and ignored the side effects on the surrounding environment, which causes massive widening erosion of other parts of unprotected beach areas (Anonym, May 1989).
ln order to prevent the abrasions in Sanur Beach, the design is to manage the area by building 12 groins, which will be spread around the areas of 5,8 km along the coast tilled with sand placed between the groins. This conservation of Sanur beach requires hopes and demands of public involvement in executing the adjustment action between performance and public interest.
In accordance to the above summary, the problem summarized in this study does not involve the public in executing the plan in accomplishing the conservation project of Sanur Beach.
The general aim of this study is to know if the public is involved in Sanur Beach Conservation Project, then the project could be executed without social constraints and accepted by public socially. From above general aims, the aim of this research can be reduced to specific matters as follows:
1. To know what the context of public role involvement demand.
2. To know are the public's options to solve the problems relevance with the demand.
3. To know is the public role involvement in Sanur Beach conservation project results the implication to the environment.
Based on theories and above problems in this research, the conclusion of the hypothesis are as follows: Public role involvement in Sanur Beach Conservation Project will help achieve the balance perspective about environmental problem solving caused the project.
This research taken placed in Sanur Kaja vitlage, rural area of Sanur and in the Sanur Kauh village, South Denpasar, Bali Province.
In this research, we instill retrospective (ex post facto) case study approached, which utilized the recorded data in the field research, and summarized through qualitative discussions.
Primary data collection technique is purposely conducted (purposive sampling), to identify the respondents/key sources or fact/specific social situation full of infomation in accordance to the focus of the research (problem summarization).
Based on qualitative analysis, the result of the research shows that the public involvement has role in decision-making process for synchronizing between planning and execution of Sanur beach conservation project. The results of public involvement changed the outcome of the groin designs (Groin-3, G-4, GN-1, GN-2, GN-3) and cancellation of two artificial reef (AR-1 and AR-2), and groins (G-32 and GN-5) also the realization of project donations in the form of digging the stream for the boat and two storage building to keep sailing boat as compensation for the boatmen groups who impacted by project.
The result from the research and discussion can reduced the following circumstances:
1. With public involvement in Sanur Beach conservation project, the project could be executed without any social constraint and accepted by public socially;
2. Context that has been push the public role involvement is public concern to the environmental issues resulted by project;
3. In fact, the option that has been decided by public does not consistent with the demand, but only concern to the needs of each party
4. lt was proven once again. there are not all of decisions that decided by project based public needs, results positive implication to the environment."
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T10998
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Rudi Faisal
"Dalam upaya pelaksanaan otonomi daerah saat ini, diperlukan adanya pemanfaatan terhadap potensi-potensi di daerah. Sebagai daerah yang mempunyai potensi pariwisata, kabupten Simalungun berupaya untuk melakukan pengembangan di bidang pariwisata sebagai wujud dari pemanfaatan potensi daerah. Potensi pariwisata yang di unggulkan di kabupaten Simalungun berada di Kecamatan Girsang Sipanganbolon tepatnya di kota Parapat.
Keindahan alam yang dimiliki kota pariwisata Parapat merupakan faktor pendukung utama dalam pengembangan pariwisata di kota Parapat. Daya tarik utama dari keindahan alam tersebut terdiri dari danau yang berhawa sejuk yang dikelilingi perbukitan. Namun kesemuanya itu tidak didukung dengan kunjungan wisatawan yang datang dan pembangunan yang layak bagi sebuah kota tujuan wisata. Pertumbuhan kota Parapat yang mengalami stagnasi membuat kurang bergairahnya kota wisata tersebut. Hal tersebut menarik bagi penulis untuk melakukan penelitian terhadap permasalahan kebijakan pemerintah kabupaten Simalungun dalam upaya meningkatkan pariwisata di kota Parapat serta melihat faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakan pemerintah kabupaten Simalungun dalam upaya meningkatkan pariwisata kota Parapat. Permasalahan tersebut diteliti dengan tujuan untuk mendeskripsikan pelaksanaan kebijakan pemerintah kabupaten Simalungun dalam upaya meningkatkan pariwisata di kota Parapat serta mendeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakan pemerintah kabupaten Simalungun dalam upaya meningkatkan pariwisata kota Parapat.
Penulis mengungkap permasalahan yang dialami kota pariwisata Parapat, dengan menggunakan pendekatan penelitian kuatitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Informan penelitian diperoleh melalui teknik "snowball" yang berjumlah tiga orang, terdiri dari Sekda Simalungun, Kepala tata usaha Dinas Pariwisata, dan Camat Girsang Sipanganbolon. Penulis mencoba melakukan penelitian dengan menggunakan kerangka berfikir Carley dan Kumar tentang pelaksanaan kebijakan pemerintah kabupaten Siamalungun dalam upaya meningkatkan pariwisata kota Parapat. Dengan adanya sistematka dari Casley dan Kumar akan memudahkan untuk merganlisis kebijakan apa yang akin kita lakukan untuk menanggapi permasalahan yang ada.
Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa dalam upaya memaksimalkan potensi pariwisata yang dimiliki kota Parapat pemerintah kabupaten Simalungun telah melakukan beberapa kebijakan untuk meningkatkan kunjungan wisatawan ke kota wisata Parapat. Sejalan dengan upaya meningkatkan kunjungan wisata tersebut, terdapat beberapa temuan permasalahan dalam kebijakan yang diaaakukan. Kebijakan yang dikeluarkan tidak melalui kerangka berfikir yang sistematis. Selain itu terdapat pula keluhan dari para pengambil kebijakan terhadap masyarakat yang belum siap sebagai tain rumah yang baik.
Dari temuan lapangan yang diteliti dengan menggunakan kerangka berpikir Casley dan Kumar penulis memperoleh analisa bahwasanya permasalahan yang dihadapi adalah pembuatan kebijakan yang tidak direncanaakan secara sistematis menyebabkan pada pelaksanaanya cenderung menyimpang dari permasalahan yang sebenarnya dihadapi, serta sumber daya manusia yang kurang memadai dalam mengahadapi setiap permasalahan yang ada sehingga permasalahan tersebut selalu dihadapi dengan cara mencoba-coba berdasarkan pengalaman terdahulu, tidak ada upaya pengembangan solusi yang dilakukan. Untuk itu perlu dilakukan kebijakan yang terencana secara sistematis agar memudahkan pada pelaksanaannya, serta peningkatan sumber daya manusia di berbagai sektor, agar para pelaku kebijakan maupun masyarakat bisa lebih sinergis dalam mengatasi permasalahan yang ada serta melakukan pemantauan secara berkala terhadap perkembangan kebijakan yang dilakukan. Melakukan pemantauan terhadap penyimpangan dari perkembangan yang tidak direncanakan agar dapat di atasi secara dini sehingga efek dari penyimpangan tersebut tidak meluas."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T22628
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Sudibjo
"ABSTRAK
Hal yang mendasari penelitian ini bahwa secara holistik, pertambahan penduduk dan aktivitas manusia telah mendorong menurunnya kualitas lingkungan. Laju pertambahan penduduk merupakan masalah pokok dalam perkembangan permukiman yang menuntut peningkatan kebutuhan akan tersedianya air bersih sebagai sumber kehidupan. Sedangkan perumahan ataupun bangunan sebagai sarana untuk berlindung atau melakukan kegiatan lain. Di samping itu perilaku masyarakat juga ikut menentukan terhadap kualitas lingkungan.
Perkembangan permukiman menunjukkan bahwa antara luasan bangunan dan liputan bangunan (building coverage) sebagai permukiman tidak sebanding dengan kemampuan ketersediaan air bersih dalam mensuplai akan kebutuhan yang diperlukan.
Sejauh ini kawasan pariwisata pantai Pangandaran dalam perkembangannya mempunyai potensi untuk dapat menarik wisatawan dan pertambahan penduduk. Daya tarik lingkungan pantai kawasan pariwisata ini cenderung dieksploitasi secara berlebihan (over exploited) bila tidak dikendalikan secara terencana dan hati-hati. Indikasi adanya eksploitasi lingkungan secara tidak terencana terlihat dengan banyaknya pembangunan sarana akomodasi pariwisata. Implikasi dari kenyataan tersebut merupakan perlakuan terhadap keseimbangan ekologis tata air menjadi tidak terkontrol.
Oleh karena itu, perkembangan permukiman daerah Pangandaran merupakan konsekuensi logis dari pembangunan. Perkembangan permukiman kawasan Pangandaran akan cenderung mengarah kepada skala kota sebagai tantangan dan permasalahan pembangunan.
Dari uraian tersebut timbul suatu permasalahan, khususnya berkaitan dengan informasi tentang daya dukung air tanah serta penataan permukiman di samping kondisi perilaku masyarakatnya. Oleh karena itu diperlukan suatu penilaian terhadap kuantitas dan kualitas air tanah. Selanjutnya mengkonversikan ' kuantitas air tanah terhadap kebutuhan ruang dari jumlah penduduk, dan bagaimana hubungannya kondisi air tanah dengan perilaku masyarakat.
Tujuan penelitian adalah: 1) untuk mengetahui daya dukung dalam hal kuantitas dan kualitas air tanah; 2) untuk mengukur kebutuhan ruang, dalam hal ini jumlah luas bangunan berdasarkan kuantitas air tanah; 3) untuk mengidentifikasi perilaku masyarakat dalam pelestarian lingkungan air tanah.
Jenis data yang diperlukan adalah data fisik dan data sosial. Data fisik untuk kuantitas air tanah dilakukan dengan uji pemompaan atau pemulihan Theis (Theis Recovery) dengan menggunakan alat Automatic Water Level Recorded (AWLR) dan pengeboran dengan Auger Hole. vntuk kualitas air tanah dilakukan analisis laboratorium. Data sosial dilakukan dengan random sampling. Besarnya sampel adalah sebesar 225 responden. Adapun populasi diambil dari proporsi 3 (tiga) registrasi desa yang merupakan kawasan pariwisata yaitu Desa Pangandaran, Desa Pananjung, dan Desa Babakan. Dalam analisis data sosial, untuk melihat adanya korelasi antara kondisi air tanah dengan perilaku masyarakat digunakan metode regresi berganda.
Kesimpulan umum hasil penelitian ini adalah; kawasan pariwisata Pangandaran saat ini masih terjaga kondisi lingkungan air tanahnya, walaupun tingkat kesadaran masyarakatnya terhadap lingkungan relatif masih rendah. Namun demikian pada tahun mendatang ± 2018 perlu diantisipasi kondisi air tanahnya, dengan memperhatikan tingkat kedatangan wisatawan dan pertumbuhan penduduk yang mungkin terjadi.
Secara parsial dapat disimpulkan bahwa: 1) Kawasan pariwisata pantai Pangandaran menurut Schmidt dan Ferguson termasuk tipe A. Dengan kata lain, daerah penelitian tidak pernah terjadi periode bulan kering; 2) Klasifikasi nilai infiltrasi 80,4 mm/jam, menurut Richard dan Cossens > 53 mm/jam (tingkat infiltrasi sangat tinggi) daerah penelitian merupakan daerah umpan (recharge area) yang sangat baik; 3) Umpan air tanah yang berasal dari air hujan sebesar 4.304.995 m3/tahun. Selain dari air hujan, air tanah daerah penelitian berasal dari daerah di atasnya; 4) Pengukuran air tanah dengan metode pemulihan Theis (Theis Recovery Method) dan metode lobang pengeboran (Auger Hole Method) menghasilkan debit air tanah maksimum sebesar 57.693,40 m3/hari, sedangkan debit optimum sebesar 40.385,38 m3/hari. Adapun setiap Ha adalah sebesar 32,7 m3/hari; 5) Debit air tanah selama' kurun waktu 12 tahun terjadi penurunan setiap Ha sebesar 0,13 m3/hari; 6) Mengambil sampel wawancara dari penduduk sebesar 225 orang dapat dihasilkan pemakaian air per orang sebesar 115,65 1/hari. Adapun terhadap pengunjung dengan sampel sejumlah 25 orang atau 20% dari pengunjung rata-rata yang menginap per hari adalah sebesar 109,57 1/hari; 7) Berdasarkan debit air tanah optimal dan pemakaian air orang per hari dapat dihasilkan pengguna air tanah pada lokasi penelitian sebesar 349.112 orang; 8) Kualitas air tanah secara umum memenuhi syarat sebagai air minum. Masuknya air laut ke daratan (water intrusion) pada daerah penelitian dengan menggunakan metode Ghyben-Herzberg sampai saat ini belum terjadi. Semakin jauh dari pantai, semakin dalam posisi garis singgung antara air tanah tawar dengan air tanah asin (interface). Pada jarak 500 m dari pantai kedalaman interface berkisar 10 m, sehingga dapat dipastikan untuk tidak mengambil air tanah melebihi kedalaman 10 m pada jarak tersebut; 9) Dengan pengguna air tanah pada lokasi penelitian sejumlah 349.112 orang, dibutuhkan ruang untuk bangunan maksimum sebesar 29.674.520 m2. Sedang dengan liputan bangunan {Building Coverage) sebesar 40% di dapat jumlah lantai sejumlah 4 (empat) lantai dengan koefisien lantai bangunan (Floor Area Ratio/ FAR) sebesar 0,4 untuk bangunan perumahan permukiman dan 0,63 untuk bangunan hotel; 10) Perilaku masyarakat kawasan pariwisata Pangandaran dapat memperburuk kuantitas dan kualitas air tanah, dengan kata lain perkembangan permukiman di kawasan tersebut mampu mempengaruhi air tanah; 11) Sebagian besar kepedulian masyarakat di kawasan pariwisata Pangandaran terhadap lingkungan "relatif rendah". Hal ini terbukti bahwa hanya sebanyak 38% yang membuang sampah ditempat sampah sedang sisanya dengan cara lain. Adapun untuk limbah cair hanya 30% yang membuat septic tank dengan peresapan sedang sisanya dengan cara lain.

ABSTRACT
The basis of this research is that holistically the population increase and human activities have caused deterioration of the environment quality. The rate of population increase is a major problem in settlement development, which demand an increase in water availability as a means for protection and performing other activities. Besides, the community behavior also determines the environment quality.
The settlement development indicates that it is not balanced between building area and building coverage with ability to provide to clean water in order to supply the needs.
So, far, the tourism area of Pangandaran beach in its development has a potential to attract tourists and population increase. The tourism beach area attractiveness tend to be overexploited if it' is not controlled with a well planned and coutious activities. The indication that there is environment exploitation can be seen in various tourism accommodation facilities development.
The implication of the fact is a treatment of water system ecological equilibrium which is not control.
Therefore, the settlement development in Pangandaran area is a logical consequence of the development. The Pangandaran area settlement development tends toward a city scale as a challenge and development problem.
From the above description there is one problem, especially those related with information regarding the ground water support capability and settlement arrangement, beside the community behavior condition. Therefore, an appraisal of quality and quantity of ground water is needed. Then how to convert the ground water quality to demand for space due to population increase, what is the relationship between ground water condition and the community behavior.
The purpose of the research is 1) to recognize the support capability in terms of quantity and quality of, ground water; 2) to measure the demand for space, in this case the building area based on the ground water; 3) to identify the community behavior in conservation of the ground water environment. The type of data needed is physical data and social data. In order to obtain the physical data for the ground water quantity, a Theis Recovery pumping test is performed by using AWLR (Automatic Water Level Recorder) and boring with Auger Hole. In order to obtain the ground water quality a laboratories analysis is performed. 'The social data is obtained by random sampling. The number of sample is estimated around 225 respondents. While the population is taken proportionately from 3 registration villages which include in the tourism area that is Pangandaran, Pananjung and Babakan. In analysis of the social data in order to see the corelationship between the ground water condition and the community behavior we use a multiple regression method.
The general conclusion of the research is that : the ground water environment condition of Pangandaran tourism area currently is still well maintained, even though the community awareness toward the environment is still relatively low. However, in the next 2018 the ground water condition should be anticipated, by considering the tourists flow and the possible population increase.
Partially it can be concluded that: 1) The Tourism area of Pangandaran beach according to Schmidt and Ferguson includes in type A area. In other words, in the research area never happened a dry month period; 2) The infiltration value classification is 80.4 mm/hour, according to Richard and Cossens > 53 mm/hour (the infiltration rate is very high). The researched area is a very good recharge area. 3)' The recharge area which results from rainfall which is 4,304,995 m3/year. Beside the rainfall, the ground water of the researched area results from the above area; 4) The ground water measurement with Theis Recovery Method and Auger Hole Method produce the ground water discharge of maximum 57,693.40 m3/day, and so the optimum water discharge is 40,385.38 m3/day. While each hectare of the maximum water discharge is 32.7 m3/day; 5) The ground water discharge during the 12 years period decrease 0.13 m3/day for each Ha; 6) Having taken interview samples from 225 population the water consumption is 115.65 1/day. While sampling on 25 visitors or 20% of the average visitors that stay overnight, the water consumption is 109.57 1/day; 7) Based on optimum the ground water discharge and individual daily water consumption, the supporting capability is 349,112 people; 8) The ground water quality in general satisfies as drink water. The water intrusion from the sea in the researched area by using the Ghyben-Herzberg method until now has not occurred. The farther from the coast area, the deeper the position of the tangential point between the fresh ground water and the salt ground water (interface). At a distance of 500 m from the coast area, the interface is about 10 in, that it can be certain that it is not allowed to take the ground water at a distance greater than 10m; 9) With the supporting capability of 349,112 people, the space building needed is 29,674,520 m2. With Building Coverage 40% we found out the stories is 4 with Floor Area Ratio of 0.4 for housing building and 0.63 for hotel building; 10) The behavior of the community in the Pangandaran tourism area can deteriorate the quantity and quality of the ground water; 11) The concern of the people in the Pangandaran tourism area toward the environment is "relatively low". This turns out that only 38% of the people that pitch the garbage in its place while the rest pitch in other place. While for liquid waste is only 30% which make the septic tank including infiltration while the rest pitch in other ways.
Pages : xxiii Introduction, 141 Contents, 29 Tables, 9 Figures, 56 Appendics.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Samsuridjal Djauzi
Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 1997
303.4 SAM p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Syakir
"Pembangunan yang dilaksanakan, diciptakan dan diharapkan terlaksana dengan baik sehingga mampu mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran bagi seluruh masyarakat. Dalam situasi dan semangat otonomi daerah yang dilaksanakan, pengembangan sektor pariwisata merupakan salah satu sektor potensial yang kemudian dikembangkan oleh daerah. Kepariwisataan sendiri pada hakekatnya mampu membantu dan melengkapi pertumbuhan sektor lain serta menambah lapangan dan kesempatan masyarakat dalam lingkungan dimana pariwisata itu berada.
Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian dengan menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis metode dekriptif. Metode deskriptif merupakan suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran atau suatu peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat gambaran/deskripsi secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat serta keterlibatan masyarakat dalam memanfaatkan peluang dari implementasi kebijakan pengembangan pariwisata yang dilaksanakan dikawasan wisata wisata Anyer. Adapun pengumpulan data di lokasi studi menggunakan tehnik baik secara primer maupun sekunder. Secara primer menggunakan metode wawancara dengan pertanyaaan-pertanyaan yang bersifat terbuka, serta secara observasi_ Sedangkan secara sekunder menggunakan studi kepustakaan yang berkaitan dengan data yang dibutuhkan.
Pengembangan pariwisata yang dilaksanakan di kawasan wisata Anyer terkait dengan penataan dan pengembangan produk-produk wisata yang meliputi pengembangan obyek-objek wisata alam dan budaya, pengembangan akomodasi dan fasilitas penginapan dan hotel, peningkatan produk wisata, peningkatan dan penataan prasarana dan aksesibilitas agar mampu memperlancar dan mempermudah kunjungan wisata serta menengembangkan daya tarik wisata baru untuk meningkatkan kunjungan wisatawan.
Keterlibatan masyarakat dalam pengembangan pariwisata di kawasan wisata Anyer selama ini sejak daerah tersebut dijadikan kawasan wisata dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti ekonomi. Dan sisi ekonomi dengan keberadaan pariwisata, masyarakat sekitar dapat mengembangkan usaha ekonomi untuk meningkatkan penghasilan dan tingkat kesejahteraan. Dimana sebelum daerah ini dikembangkan sebagai objek wisata pada umumnya masyarakat sekitar bermata pencaharian sebagai nelayan dan petani penghasilan yang didapatkan hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Dengan pengembangan pariwisata sektor mata pencaharian masyarakat berkembang dengan memannfaatkan peluang dan kesempatan dari banyaknya kunjungan wisatawan baik nusantara maupun mancanegara.
Masyarakat membuka usaha penginapan dan tempat peristirahatan, rumah makan, warung telekomunikasi, jasa penyewaan keperluan alat mancing dan olah raga pantai, usaha pernijatan tradisional hingga menjadi pemandu wisata. Paluang dan kesempatan kerja lebih luas dari keberadaaan wisata didaerah Anyer tersebut serta merangsang masyarakat untuk menciptakan usaha sendiri dalam menyediakan apa saja yang menjadi kebutuhan bagi wisatawan yang berkunjung.
Dan sisi lain kebudayaan dan kesenian di daerah Anyer atau serang pada umumnya semakin berkembang seiring kebutuhan dari pertunjukan kesenian yang ditampilkan setiap saat untuk membuat betah para wisatawan yang berkunjung didaerah ini. Selain perkembangan dan kreasi-kreasi yang terus berkembang dari kesenian ini dengan keberadaan pariwisata kebudayaan dan kesenian tradisional yang dimiliki oleh daerah Serang seperti Debus dan kesenian tradisional lainnya tetap lestari dan terjaga sebagai salah satu daya tarik wisata.
Meskipun keberadaan pariwisata disekitar kawasan wisata Anyer memberikan manfaat yang besar terutama sebagai salah satu penghasil devisa bagi daerah Serang dan mempengaruhi masyarakat untuk terlibat dalam pengembangan pariwisata didaerah ini karena memberikan manfaat-manfaat secara ekonomis, pengembangan pariwisata di Kawasan Anyer masih memerlukan perbaikan dan peningkatan baik secara prasarana, pengetahuan tentang pariwisataan yang lebih mendalam kepada masyarakat sehingga mutu dan daya tarik wisata yang ada didaerah ini lebih meningkatkan kunjungan wisatawan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12196
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Mian Nauli
Depok: Universitas Indonesia, 1990
S22727
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sylvira Ananda Armansyah
"ABSTRAK
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi di kota tidak diimbangi dengan penyediaan infrastruktur yang memadai. Kawasan revitalisasi pantai utara Jakarta yang berbatasan langsung dan menerima dampak dari pengembangan reklamasi pantai di utara Jakarta digunakan sebagai model pembangunan yang didasarkan pada pendekatan ekologis.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji konsep infrastruktur perkotaan berkelanjutan di kawasan revitalisasi pantai utara Jakarta, yang merupakan pendekatan yang mengintegrasikan modal komunitas kota, kebutuhan infrastruktur kota dan komponen kota ekologis. Untuk menganalisis hubungan antar variabel, dilakukan analisis multivariat adaptasi dari Structural Equation Modeling (SEM) untuk menganalisis hubungan antara variabel kompleks dan simultan. Variabel laten komponen kota ekologis bersama dimensi ekonomi dan sosial diuji kembali melalui uji keberlanjutan metode Multidimensional Scaling (MDS) dengan software RAP-ECOCITY (Rapid Appraisal for Ecological City) yang merupakan adaptasi dari RAP-FISH (Rapid Appraisal for Fisheries). Faktor yang mempengaruhi keberlanjutan terdiri dari tata guna lahan, jaringan prasarana, bangunan/pemukiman, serta sumber daya air. Nilai indeks keberlanjutannya adalah 56,27 yang mencerminkan infrastruktur kota di kawasan revitalisasi pantai utara Jakarta cukup berkelanjutan secara multidimensi dimana dimensi ekonomi sangat berkelanjutan dan dimensi sosial cukup berkelanjutan; sedangkan dimensi ekologi kurang berkelanjutan. Atribut sensitif yang menjadi faktor pengungkit dari dimensi ekologi adalah kepadatan penduduk atau jumlah penghuni dalam satu rumah dan keterjangkauan terhadap pelayanan angkutan umum, dari dimensi ekonomi adalah laju pertumbuhan ekonomi dan inflasi, sedangkan dari dimensi sosial adalah tingkat partisipasi sekolah dan jumlah pengangguran terbuka.

ABSTRAK
High economic growth in the city was not balanced with the provision of adequate infrastructure. Development of waterfront revitalization area north of Jakarta which is immediately adjacent to and receive the impact of the development on the north coast Jakarta reclamation is used as a model of development based on the ecological approach.
This study is aiming to examine the concept of sustainable urban infrastructure in the revitalization of the northern coast of Jakarta, which is an approach that integrates city community capital, the infrastructure demands of the city and the city ecological components. The relationship between the components is analyzed using Structural Equation Modeling (SEM) which is a multivariate analysis that analyzes the complex relationship between variables simultaneously. Obtained latent variables along with sosial and economic dimensions are re-tested through sustainability test methods Multidimensional Scaling (MDS) with the RAP-Ecocity software (Rapid Appraisal for Ecological City) which is an adaptation of the RAP-FISH (Rapid Appraisal for Fisheries). The factors influencing the sustainability consists of land use, the network infrastructure, building and water resources. The sustainability index is 56,27 which reflects the revitalization of the city's infrastructure in the northern coast of Jakarta is relatively sustainable with several characteristics multidimensionally. In term of economic dimension is very sustainable, in term of the social dimension is fair sustainable, but in term of ecological dimension is less sustainable. Sensitive attributes which are factors that determining the sustainability levers of ecological dimension is the population density or the number of occupants in the house and affordability of public transport services, the economic dimension is the rate of economic growth and inflation, while the social dimension is school participation rates and unemployment."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alda Nur Agustina
"ABSTRACT
Skripsi ini membahas mengenai konflik dalam pengelolaan sumber daya alam yang mengambil studi kasus alih fungsi lahan hutan kawasan lindung menjadi villa di Desa Tugu Utara Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor pada Tahun 2012. Dalam melakukan analisis, peniliti menggunakan teori konflik sumber daya alam yang dikemukakan oleh Abiodun Alao. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan data primer dan sekunder. Temuan penelitian memperlihatkan bahwa konflik terjadi disebabkan oleh empat faktor yaitu karena berkurangnya kuantitas dan kualitas hutan di kawasan lindung, buruknya pengelolaan dan pengendalian sumber daya alam oleh pemerintah, proses ekstraksi sumber daya alam yang membahayakan lingkungan dan adanya perbedaan kepentingan setiap aktor dalam memanfaatkan sumber daya alam.

ABSTRACT
This thesis discusses the conflict in natural resource management taking the case study over the conversion of protected forest land into villa in Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor in 2012. In conducting the analysis, researcher use the theory which is the conflict of natural resources proposed by Abiodun Alao. This thesis uses qualitative methods based on primary and secondary data. The research finding is that conflicts are caused by four factors, diminished quantity and quality of forest in protected area, a poor management and control of natural resources by the government, process extraction of natural resources, and the interest of the actors in utilizing natural resources. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Enny
"Kelainan metabolisme besi dapat terjadi akibat gangguan sintesis heme dan globin. Gangguan sintesis heme dijumpai pada defisiensi besi, anemia penyakit menahun dan anemia sideroblastik. Gangguan sintesis rantai globin dikenal sebagai hemoglobinopati terdiri dari thalassemia dan hemoglobin varian. Defisiensi besi dibedakan menjadi defisiensi besi tahap I, ii, Ilia dan l1ib. Pada defisiensi besi tahap I dan 11 belum dijumpai anemia, sedangkan tahap III a dan b telah dijumpai anemia. Diagnosis kelainan metabolisme besi dilakukan dengan perneriksaan hematologi, status besi tubuh, analisis hemoglobin dan menemukan ringed sideroblast di sum-sum tulang. Pada kasus campuran thalassemia E3 heterozigot dengan anemia defisiensi besi, anaiisis hemoglobin dilakukan setelah perbaikan status besi tubuh untuk mencegah rendah palsu kadar Hb A2 dan F. Besi berperan panting di Susunan Saraf Pusat (SSP) diantaranya untuk mileinisasi saraf, neurotransmiter dan metabolisme katekolamin. Pada penelitian ini dari 150 subyek diperoleh proporsi kelainan metabolisme besi sebesar 94'%. Kelainan metabolisme besi yang diperoleh terdiri dari defisiensi besi tahap I, II, Isla dan IIIb, anemia penyakit menahun, thalassemia 8 heterozigot, kemungkinan thalassemia a 1 atau 2 gen delesi, penyakit Hb H, HPF thalassemia heterozigot ganda serta campuran kelainan tersebut. Kelainan metabolisme besi dibedakan menjadi kelainan metabolisme besi disertai anemia (80.14%) dan tanpa anemia (19.85%). Proporsi hemoglobinopati (39.71%) dan campuran hemoglobinopati dengan defisiensi besi (39%) merupakan kelainan metabolisme besi terbanyak dibandingkan defisiensi besi (19.85%). Pada penelitian ini diperoleh prestasi belajar buruk secara bermakna pada kasus defisiensi besi (p<0.05) dibandingkan dengan kasus bukan defisiensi besi, tErutama pada mata pelajaran matematika dan bahasa Indonesia. Oleh karena proporsi hemoglobinopati yang lebih tinggi dibandingkan defisiensi besi, disarankan untuk diadakan tindak lanjut oleh dinas kesehatan setempat untuk mencegah peningkatan kasus hemoglobinopati homozigot atau heterozigot ganda. Untuk kasus defisiensi besi dilakukan pemeriksaan lanjutan guna mencari penyebab.

Iron metabolism disorder may caused by defects of heme or globin synthesis. Defect of heme synthesis includes iron deficiency, anemia of chronic disease and siderobistic anemia. Defect of giobin synthesis are called hemoglobinopathies. Hemoglobinopathies may include either thalassemias or hemoglobin variants. Iron deficiency is classified into stage I, stage II, stage ill a and Ilib. Anemia is found in iron deficiency stage llla and 111b_ Diagnosis of iron metabolism disorder were done by hematology examination, iron status, hemoglobin analysis and bone marrow ringed sideroblast. In thalassemia R heterozygote patients with Iron deficiency anemia before hemoglobin analysis, iron status must be corrected to prevent falsey low Hb A2 and F levels. In the central nervous system iron are utilized in myelinisation, neurotransmitter and catecolamine metabolism. In this study on 150 subjects, proportion of iron metabolism disorder was 94%. Iron metabolism disorder were classified into iron deficiency stage I, II, Illa and illb, anemia of chronic disease, thalassemia 13 heterozygote, suspected of thalassemia a 1 or 2 gene deletion and mixed case between iron metabolism disorder. iron metabolism disorder was divided into anemia (80.14%) and non anemia (19.85%). Hemoglobinopathies (39.71%), mixed case between hemoglobinopathies and iron deficiency (39%) comprises biggest proportion compared with iron deficiency (19.85%).This study also found that iron deficiency subjects had significantly worse academic achievement (p<0.05) compared with non iron deficiency subjects especially in math and. bahasa Indonesia. As the proportion of hemoglobinopathies was higher than iron deficiency, we suggest that the district heatlh department to take action to prevent the increase in the prevalence of homozygous or compound heterozygous hemoglobinopathies. For iron deficiency cases, further investigation is needed to find causes of iron deficiency."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T21392
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>