Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 139770 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Andri Riadi
"Didalam meminimalisasikan Pajak Pertambahan Nilai atas transaksi pemberian Cuma-Cuma pada dasarnya diperkenankan oleh ketentuan perpajakan yang berlaku sepanjang dilakukan sesuai dengan aturan Ketetentuan Perpajakan atas Pajak Pertambahan Nilai. Analisis pembahasan pemberian Cuma-Cuma didasarkan pada ketentuan dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai No. 18 Tahun 2000 Pasal 1A dan khususnya perlakuan perpajakan atas pemberian Cuma-Cuma juga diatur didalam Menteri Keuangan Nomor 567/KMK.04/2000 yang lebih lanjut diatur didalam Keputusan Dirjen Pajak Nomor: KEP-87/ PJ./2002 dan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor: SE- 04/PJ.51/2002 perihal: Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Atas Pemakaian Sendiri Dan Atau Pemberian Cuma-Cuma Barang Kena Pajak Dan Atau Jasa Kena Pajak. Pembahasan juga memperhatikan beberapa peraturan pelaksanaan lainnya yang secara tidak langsung melengkapi atau terkait dengan pemberian Cuma-Cuma.
Menteri Keuangan sebagai pejabat yang berwenang yang mengatur tentang peraturan perpajakan atas Pengenaan PPN atas pemberian Cuma-Cuma sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan yang telah diterbitkan seperti: Keputusan Menteri Keuangan Nomor 567/KMK.04/2000 Pada dasarnya penyerahan kena pajak (taxable supply) adalah penyerahan atau transaksi yang dikenakan pajak. Ketika penyerahan kena pajak terjadi dan dilakukan oleh pengusaha kena pajak, maka harus dikenakan pajak dan dipungut PPN. Jadi prinsipnya, jika tidak ada yang dibayar atau terutang atas penyerahannya, maka tidak ada penyerahan yang terutang pajak. Namun demikian, diperlukan suatu tindakan pengamanan, bila dalam prakteknya ternyata terjadi situasi dimana atas penyerahan tersebut, tidak ada pembayaran atau seolah menjadi bukan penyerahan terutang pajak.
Misalnya, pengusaha kena pajak memberikan sumbangan, hadiah atas barang yang sama, yang pada tujuan awalnya adalah untuk kegiatan usahanya, maka harus dikategorikan sebagai penyerahan yang terutang pajak. Demikian pula, jika pedagang menggunakan menggunakan/ mengkonsumsi sendiri barang dagangannya (tujuan awal membeli barang adalah untuk dijual kembali), maka harus dikenakan PPN atas pemakaian sendiri barang tersebut. Alasannya adalah bahwa pada waktu pedagang tersebut membeli barang dan membayar PPN, maka pajak yang telah dibayar (pajak masukannya) sudah dikreditkan. Jadi jika tidak ada faktor yang mengimbanginya (offseeting) terhadap pajak keluarannya, maka akan terjadi subsidi terselubung (hidden subsidy) atas sumbangan dan konsumsi pemakaian sendiri oleh pedagang tersebut.
Seperangkat ketetentuan perpajakan yang berlaku di Indonesia telah menjelaskan berbagai aspek pemajakan atas pemberian Cuma-Cuma untuk tujuan perpajakan yang meliputi: subyek pajak dan persyaratannya, obyek pajak pertambahan nilai atas pemberian Cuma-Cuma, prosedur pelaksanaan dan persetujuan pemberian Cuma-Cuma atas barang produksi maupun barang bukan produksi serta implikasi perpajakannya dan dispute-dispute / perbedaan pendapat antara wajib pajak dan pihak pajak. Dengan mencermati beberapa ketentuan perpajakan tentang pemberian Cuma-Cuma perusahaan untuk tujuan perpajakan, kiranya dapat diketahui beberapa peluang tax planning yang dapat dilakukan oleh perusahaan antara lain:
a. Potongan harga yang diberikan oleh Wajib Pajak atas barang- barang promosi.
b. Pemberian Cuma-Cuma atas barang yang dihasilkan sendiri (produksi sendiri).
c. Pemberian Cuma-Cuma atas barang yang dihasilkan bukan hasil produksi sendiri.

To minimalize the value added tax for free of charge giveaway basicly permitted by the taxation regulation as long as it is done according to the tax regulation. The analysis explanation for free of charge giveaway based on the regulation in Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai No. 18 Tahun 2000 Pasal 1A specially the taxation treatment for free of charge giveaway also arranged in Menteri Keuangan Nomor 567/KMK.04/2000 jo Keputusan Dirjen Pajak Nomor: KEP-87/ PJ./2002 and Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor: SE-04/PJ.51/2002 about : Value added tax and the sales of luxury goods tax for personal purpose and/ or free of charge giveaway taxable goods and of taxable service. The discussion also concerned about some other executorial rules indirectly completed or related with the free of charge giveaway.
The minister of finance as the charged executive which arrange the tax regulation for the value added tax for free of charge giveaway according to the decision of the Minister of Finance published example: Keputusan Menteri Keuangan Nomor 567/KMK.04/2000. Basicly the taxable supply is the supply or transaction which is taxed. When the taxable supply happened and done by the taxable enterpreneur, it should be taxed and gained for the value added tax. So, in principle if there is nothing paid or charged for the supply, then there is no taxable supply. But it needs a security action. Example: the taxable entrepreneur give the donation, prize fot the same item, which the main purpose used for business activity should be categorized as taxable supply. Then if the seller use/consume his own goods (beginning purpose is for reselling), has to charged the value added tax for personal used of that goods. The reason is when the seller bought the goods and paid the value added tax,then the value added tax input have already credited. So if there is no other factor balanced (offseeting) for its value added tax output, there will be a hidden subsidy for the donation and consumption of personal used by the seller.
Tax regulation that valid in Indonesia already explained variety of taxation aspects for free of charge giveaway for taxation purpose which include : tax subject and the conditional, value added tax object for free of charge giveaway for production goods or goods not for production and the tax implication and dispute between taxpayer and fiscus. Concerning the tax regulation about the company free of charge giveaway for taxation purpose, hopefully can be found some chance for tax planning that can be done by any other company such as :
a. Discount that given by the tax payer for promotion goods.
b. Free of charge giveaway for their own production goods.
c. Free of charge giveaway for not their own production goods."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T19497
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
S10356
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sanan Susanto
"Tesis ini mengambil judul Tinjauan Kebijakan Pengenaan PPN Terhadap Penyerahan Barang Kena Pajak dari Kantor Pusat ke Cabang atau Sebaliknya. Pasal 1A UU PPN mengatur tentang penyerahan Barang Kena Pajak dari kantor pusat ke cabang atau sebaliknya. Dengan adanya ketentuan ini, maka transaksi penyerahan Barang Kena Pajak dari kantor pusat ke cabang atau sebaliknya terutang PPN. Akibatnya Pengusaha yang memilki tempat usaha/ cabang yang berbeda lokasi wilayah KPP, harus mendaftarkan tempat usaha/cabang tersebut untuk dikukuhkan sebagai PKP pada KPP setempat. Pada dasarnya penyerahan Barang Kena Pajak dari kantor pusat ke cabang atau sebaliknya merupakan transaksi internal, oleh karena dalam transaksi tersebut tidak terjadi perpindahan kepemilikan atas suatu Barang Kena Pajak. Dari sudut administrasi perpajakan, tentu saja ketentuan ini akan memberatkan PKP terutama dalam hal cost of compliance yang harus ditanggung oleh PKP. Disamping itu ketentuan pengenaan PPN atas transaksi penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang tidak sejalan teori dan konsep dalam PPN itu sendiri. Pemusatan tempat PPN terutang sebagai penyeimbang ketentuan tersebut, kurang memberikan unsur keadilan di antara PKP. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teori-teori dalam PPN yang umum digunakan sebagai dasar merancang suatu kebijakan perpajakan. Teoriteori tersebut meliputi, teori tentang PPN, teori tentang cabang, teori tentang penyerahan Barang Kena Pajak, teori Pengusaha Kena Pajak, teori tentang Administration and compliance cost dan teori-teori lainnya yang masih relevan dengan topic penelitian ini.
Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan deskriptif engan menggunakan sumber data primer berupa wawancara dengan narasumber serta data sekunder berupa buku-buku, literatur, peraturan perundangan dan sumber lainnya yang masih berkaitan dengan topik pembahasan dalam tesis ini. Ketentuan tentang PPN di Indonesia, dan di Uni Eropa serta PT. XYZ diungkap untuk memberikan gambaran umum tentang objek yang akan diteliti. Gambaran umum tentang ketentuan PPN di Indonesia meliputi objek pajak, penyerahan Barang Kena Pajak yang terutang PPN, Pengusaha Kena Pajak, pemusatan tempat PPN terutang, kewajiban PKP serta sanksi perpajakan. Pada Uni Eropa pun diberikan gambaran umum tentang, Pengusaha Kena Pajak dan Penyerahan yang terutang pajak. PT. XYZ juga dipaparkan gambaran tentang alur pembelian dan penjualan barang dari pusat ke cabang, serta alur penyampaian laporan pajak untuk masing-masing cabang. PT. XYZ memiliki banyak cabang seluruh Indoensia, yang tentu saja akan mempunyai dampak terhaap kebijakan pengenaan PPN aas transaksi penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya.
Hasil penelitian melalui wawancara yang dilakukan terhadap pihak akademisi, praktisi dan wajib pajak serta literatur yang ada, diketahui bahwa penyerahan Barang Kena Pajak dari kantor pusat ke cabang atau sebaliknya tidak layak dijadikan sebagai objek pajak. Dasar pertimbangannya adalah bahwa secara teori dan konsep ketentuan tersebut tidak selaras. Ketidakselarasan tersebut antara lain dsebabkan oleh karena dalam transaksi penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang adalah transaksi yang bersifat internal, sehingga tidak ada perpindahan kepemilikan atas suatu Barang Kena Pajak. Selain itu akibat yang dtimbulkan dari kebijakan tersebut sangat dirasakan sekali oleh PKP terutama berkaitan dengan compliance cost. Dari sisi penerimaan pajak (tax revenue) yang diterima oleh pemerintah juga menghasilkan jumlah yang sama antara penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang dianggap sebagai objek PPN maupun tidak dianggap sebagai objek PPN. Dalam hal pemusatan tempat PPN terutang, memang bisa mengurangi compliance cost bagi PKP, hal tersebut dapat terlihat dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap PT. XYZ. Namun kebijakan tersebut belum dapat memberikan rasa keadilan diantara PKP. Dalam hal kelaziman dalam praktek perpajkan internasional, setelah dilakukan penelitian literature yang ada, bahwa ternyata Council Directive Uni Eropa tidak mengatur adanya ketentuan penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang sebagai objek pajak.
Dari penelitian tersebut dapat ditarik suatu simpulan bahwa penyerahan Barang Kena Pajak dari kantor pusat ke cabang tidak sejalan dengan teori dan konsep PPN yang ada. Selain tidak adanya nilai tambah yang dikenakan PPN dalam transaksi tersebut menyebabkan, PPN yang dipungut dari PKP secara agregat nihil. Oleh karena tax base dari penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang adalah sebesar harga pokok. Kebijakan Pemusatan tempat PPN terutang memang dapat menurangi cost of compliance, namun kemudahan pemberian izin pemusatan tempat PPN terutang belum dapat dirasakan oleh semua PKP. Dalam praktek pajak internasional seperti pada Council Directive di Uni Eropa, tidak mengatur adanya kebijakan PPN atas transaksi penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang dan merujuk pada teori dan konsep PPN yang ada, maka dari penelitian ini, disarankan, sebaiknya ketentuan PPN atas peneyarahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang dihapuskan.

This thesis takes its title "Review of Imposition Policy on VAT on Supply of Taxable Goods from Central to Branch Office or vice versa". Article 1A of VAT LAW provides supply of Taxable Goods from central to branch office or vice versa. With this provision, Supply of Taxable Goods transaction from central to branch office or vice versa leads to VAT payable. The result is that the Company having business place/branch different from Tax Office area must register its business place/branch in order to be confirmed as Taxable Company at the local Tax Office. Basically, supply of Taxable Goods from central to branch office or vice versa represents an internal transaction, because in such a transaction there is no transfer of ownership of Taxable Goods. In the standpoint of tax administration, this provision, of course is burdensome for Taxable Company in particular in cost of compliance. In addition, the provision on VAT imposition for supply of Taxable Goods from central to branch office is not in line with theory and concept in the VAT itself. Centralization of payable VAT as balancer of the provision appeared to provide no sense of justice among the Taxable Persons This study is conducted by using the theories in the VAT generally applied as ground to design a tax policy. The theories include theory on VAT, theory on branch, theory on supply of Taxable Goods , theory on Taxable Company, theory on Administration and compliance and such other theories which are relevant to the title of this study.
The method of this study uses quantitative and descriptive approach, by using primary data in the form of interview conducted on academician, practioners, taxpayer and Directorat General of Tax and also secondary data in the form of books, literature, regulations and others related to the topic. Provision on VAT in Indonesia, and in European Union and PT. XYZ is stated to provide a general description on the object to be studied. General description on VAT regulation in Indonesia which includes tax object, Taxable Goods delivery with VAT payable, Taxable Persons, centralization of VAT payable place, obligation of Taxable Company and tax sanction. In European Union a general description is also provided on Taxable Persons and taxable supply. PT. XYZ also provides description on flow of sale of goods from central to branch, and flow of submission of tax report for each of branches. PT. XYZ has several branches all over Indoensia, this will be effects on VAT on supply of taxable goods from central to branch office or vice versa.
The result of interview conducted on academicians, practitioners, tax payers and the exisiting literatures , they in general are in the opinion that supply of Taxable Goods from central to branch office is not reasonable to be made a tax object.It caused by transaction of supply from central to branch or vice versa is internal transaction, as result, it will not be transfer of ownership a taxable goods. In addition, consequences arising out of the policy are greatly felt by Taxable Persons in particular those related to compliance cost. In the standpoint of tax revenue received by the government also resulted in the same amount among the Supply Taxable Goods from central to branch whether or not it is deemed a VAT object. In terms of centralization of VAT payable place, compliance cost for Taxable Persons decreased, but the policy cannot yet provide sense of justice among Taxable Persons. In general practice of international taxation, proved that VAT on supply of taxable goods from central to branch or vice versa is not regulated on Council Directive in European Union.
From the study, a conclusion is made that Supply of Taxable Goods from central to branch is not in line with the existing theory and concept of VAT. In addition to the absence of added value with the imposed VAT in the transaction, VAT collected from Taxable Persons became nil in the aggregate,.Please note that tax base of supply of Taxable Goods from central to branch is of the cost price. The policy of centralization can be deemed to decrease cost of taxation, otherwise it cannot yet provide sense of justice among Taxable Persons. In case of general practice of international taxation such as Council Directive European Union and referred to existing theory and concept of VAT , it suggested that VAT on supply of taxable goods from central to branch or vice versa to be excluded from tax object."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
T24583
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Haryanti
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1991
S9091
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Paramita
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
S24324
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ignatius Joko Trianto
"Pada kenyataannya di Indonesia terdapat suatu sengketa pajak yang terjadi sehubungan dengan pemajakan atas kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan yang bergerak di bidang pembiayaan. Adapun hal yang menjadi sengketa adalah pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas penjualan repossessed assets.
Hasil analisis menunjukkan bahwa sengketa yang terjadi dilatari oleh perbedaan dasar pemikiran. Menurut perusahaan pembiayaan, seharusnya penjualan repossessed assets yang terjadi, tidak terutang PPN, karena tidak terjadi penyerahan dan bukan dilakukan dalam lingkup usahanya. Sementara itu, pihak otoritas perpajakan di Indonesia berkeyakinan bahwa atas kegiatan tersebut di atas terutang PPN.
Dasar pemikiran pemeriksa pajak adalah kebalikan dari pendapat perusahaan pembiayaan. Dengan mengacu pada sengketa di atas, maka analisis berikutnya adalah bertujuan untuk menguji karakteristik kegiatan penjualan repossessed assets berdasarkan konsep taxable supplies dan menguji business activity dari kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan pembiayaan.
Hasil analisis menunjukkan bahwa penjualan repossessed assets memenuhi unsur-unsur dalam teori Value Added Tax (VAT), sehingga dapat diperlakukan sebagai obyek pemajakan. Namun karakteristik penjualan repossessed assets itu sendiri bersifat sulit untuk dipajaki atau dikenal dengan istilah hard to tax yang dapat saja dipertimbangkan untuk dikecualikan dari obyek pemajakan. Selain itu menimbulkan ketidakadilan jika terdapat perbedaan perlakuan perpajakan atas transaksi yang sama dilakukan oleh bentuk usaha yang lain.
Apabila ketentuan perpajakan yang ada tidak dibuat secara tegas dan komprehensif, maka akan menimbulkan ambiguitas interpretasi dari pihak-pihak yang bersengketa. Pada akhirnya akan berakibat meningkatkan cost of taxation bagi Wajib Pajak dan pemerintah, juga berdampak pada industri lain yang terkait, misalnya industri kendaraan bermotor. Penelitian ini mengusulkan suatu solusi sebagai alternatif penyelesaian sengketa yang terjadi. Alternatif yang diusulkan mengacu pada teori presumptive tax, untuk menetukan "dasar pengenaan pajak" yang dapat diterapkan secara adil dan memenuhi konsep "revenue productivity".
Hasil penelitian ini mengusulkan suatu "tax base" berupa "nilai lain". Dengan keterbatasan yang ada, peneliti berharap agar alternatif ini dapat menjadi solusi bagi sengketa yang terjadi. Dengandemikian, dapat mendorong perkembangan industri pembiayaan dan industri lain yang terkait.

As the matter of fact, dispute lies in Indonesia in accordance with tax treatment on business activity conducted by financing company, which is Value Added Tax (VAT) imposition on sales of repossessed assets.
The analysis output shows that the dispute is caused by different mindset. According to Financing Company, sales on repossessed asset are not the object of VAT as there is no transfer of ownership and not being done under its business scope. Plus, the tax imposition does not fulfill fairness because there is different treatment applied for similar business activity by different form of entity. On the other hand, tax authority in Indonesia believes that it is object of VAT.
The basic principle of tax auditor is on the contrary of Financing Company"s. Thus, the next analysis is to examine characteristic of repossessed assets sales based on taxable supplies concept and to examine business activity conducted by Financing Company.
Analysis results fulfillment of aspect on VAT theory by repossessed assets, so that it can be treated as tax object. But the characteristic of repossessed assets sales itself is hard to tax, which is possible to considerably be exceptional from object of tax. Aside from that, it creates unfairness since different treatment applied for similar transaction hold by different form of business entity.
Clear tax regulation is required to avoid ambiguity of interpretation from conflicted parties which leads to cost of taxation increase for Tax Payer and Government. Also it may impact other related industry, e.g. vehicles industry. The observation proposes a solution as an alternative to overcome dispute. Proposed alternative is based on presumptive tax theory, to determine "tax base" which may ensure fairness and obey the concept of "revenue productivity".
The output of this thesis proposes a "tax base" in a form of "other value". The writer expects the alternative will become solution for dispute appeared and stimulate the development of Financing Industry and other related industry."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
T25861
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
S10361
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nia Amalia
"Implementasi kebijakan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan kakao berpengaruh terhadap keberlangsungan operasional industri kakao. Penelitian ini menggunakan pendekatan post positivist, jenis penelitian deskriptif, dengan tujuan menganalisis proses dan faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi. Hasil penelitian dari ketiga faktor menunjukan bahwa implementasi kebijakan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan kakao memiliki beberapa permasalahan yaitu luasnya wilayah indonesia, kurangnya sumber daya manusia, dan mengganggu ekonomi industri. Selain itu, dalam proses implementasi memunculkan output kebijakan baru, kepatuhan Pengusaha Kena Pajak menimbulkan penerimaan pajak, dan terganggunya cashflow industri kakao.

The implementation of Value Added Tax policy for the supplies of cocoa gives impact to the operational activities in that current industry. This research conducted by post positivist approach with descriptive purpose, it is to analyze the implementation process and factors that influance the implementation. The result of this are among the three factors shows the policy impelementation has some problems, there are the wide of area, lack of human resource, and distract economy condition of the industry. Besides, in implementation process issued new policy output, voluntary compliance of taxable person increases tax revenue and disruption of the cocoa industry's cash flow."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
S65155
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tamba, Shinta Ria M.
"ABSTRACT
Penelitian ini meneliti mengenai pengenaan Pajak Pertambahan Nilai PPN atas penyerahan electronic book e-book baik itu tempat terutang dan saat terutang. Tujuan penelitian ada menganalisis pengenaan PPN atas e-book dengan meninjau dari karakteristik e-book, penentuan saat terutang, tempat terutang dan tarif. Penelitian ini dilakukan menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui studi literatur dan studi lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pengenaan PPN atas e-book dipersamakan dengan buku cetak biasa dan terdapat perbedaan pendapat terkait karakteristik dari e-book yang dianggap Barang Kena Pajak Berwujud, Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak. Tidak adanya peratuan spesifik terkait tempat dan saat terutangnya juga akan menyebabkan Wajib Pajak melakukan penghindaran pajak.

ABSTRACT
This research would like to find about imposition analysis of value added tax on electronic book submission and also its taxable event. The purpose of this study is to anlyze the imposition of VAT on e-book by reviewing characteristics of e book, determining taxable event, and tax rate. This research uses qualitative approach using data collection techniques of literature revew and field study. This research shows that the imposition of VAT on e book is equal to the printed book and there are different opinion regarding the characteristics of e book that are considered as tangible goods, intangible goods,or services. There is no spesific rule related with taxable supply will cause taxable person to do tax evasion."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>