Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 179056 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Pakpahan, Agreeya Natalian T.
Depok: Universitas Indonesia, 2010
S25076
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
R. Evi Latifah
"Skipsi ini mengetengahkan permasalah penyalahgunaan narkotika dan psikotropika yang telah menjadi masalah nasional di Indonesia, karena perbuatan dampak negatifnya terhadap kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Di satu sisi terdapat tuntutan agar setiap tersangka atau terdakwa perkara penyalahgunaan narkotika dan psikotropika ditahan untuk selanjutnya dituntut dan dihukum seberat-beratnya, sementara pada sisi lain terdapat kemungkinan bagi tersangka atau terdakwa untuk mengajukan permohonan pembantaran penahanan, sebagaimana di Polres Metro Jakarta Selatan. Pelaksanaan proses pembantaran di Sat Serse Narkoba Polres Metro Jakarta Selatan selama ini hanya mengacu kepada Kebijakan Kapolda yang dituangkan dalam Surat Telegram Kapolda Metro Jaya No. Pol: STR/168/VIII/2002 pada tanggal 30 Agustus 2002. KUHAP sendiri tidak memberikan aturan mengenai perihal pembantaran ini.
Proses pembantaran penahanan yang didasarkan kepada kebijaksaan pimpinan Polisi tersebut, dalam prakteknya menimbulkan pula negosiasi tertentu antara penyidik dengan tersangka dan atau keluarga tersangka yang pada gilirannya dikhawatirkan dapat menciptakan satu budaya buruk bagi personil kepolisian di Polres Metro Jakarta Selatan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
S22256
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Erly Satya Graha Putri
"Karya tulis berupa laporan magang ini membahas mengenai alasan perubahan auditor dan prosedur audit tahun pertama ketika KAP 111 mengaudit Dana Pensiun 12 sebagai auditee baru. Auditor perlu menganalisis alasan sebenarnya dalam pergantian Kantor Akuntan Publik KAP untuk membantu menentukan penerimaan penugasan audit tahun pertama. Secara garis besar, pergantian KAP dibedakan menjadi pergantian secara wajib dan sukarela. Alasan utama Dana Pensiun 12 mengganti KAP secara sukarela yaitu mengharapkan reputasi KAP yang lebih tinggi. Risiko perikatan audit tahun pertama cenderung lebih tinggi daripada recurring audit, sehingga butuh beberapa prosedur audit untuk mengatasinya. Terdapat beberapa prosedur audit tambahan yang khusus untuk perikatan audit tahun pertama dan tidak diperlukan bagi perikatan audit berulang yang perlu diterapkan dalam seluruh tahapan audit, kecuali tahap pelaporan. Oleh karena itu, auditor membutuhkan waktu kerja yang relatif lebih lama dalam mengaudit auditee baru. Prosedur audit tambahan untuk perikatan audit tahun pertama pada tahap penerimaan klien yaitu mencari informasi mengenai integritas calon auditee, komunikasi dengan KAP pendahulu, memastikan auditor independen dan kecukupan sumber daya KAP 111, menyusun proposal audit yang berfokus pada manfaat serta kebutuhan calon auditee berpindah KAP, negosiasi biaya audit, dan surat perikatan audit yang berfokus pada perbedaan pendekatan informasi komparatif. Pada tahap perencanaan, perluasan prosedur audit, yaitu kesepakatan untuk review kertas kerja auditor pendahulu, menentukan prosedur audit terkait saldo awal, dan prosedur lain sesuai pedoman KAP itu sendiri. Terdapat tiga perluasan prosedur audit pada tahap fieldwork, yaitu walkthrough, mengumpulkan dokumen permanen, dan prosedur untuk memastikan ketepatan saldo awal. KAP 111 telah melakukan prosedur audit tahun pertama sesuai dengan standar audit, kecuali komunikasi dengan auditor pendahulu yang terlambat karena kesibukan auditor pendahulu.

This internship report discusses about auditor or accounting firm switching and initial audit procedures while KAP 111 auditing Dana Pensiun 12 as its new auditee. Auditor need to analyze the real reason behind auditor switching in order to make an appropriate decision during client acceptance stage. Broadly speaking, there are two types of auditor switching, mandatory and voluntary. The prime reason of auditor switching voluntarily in Dana Pensiun 12 is the expectation of better auditor's reputation. The nature of first-year audit will have higher risk than recurring audit so that auditor need some additional audit procedures as safeguards. There are some additional audit procedures that specifically needed for first year audit, but not for recurring audit. Those additional audit procedures are properly implemented in all of the audit stages, except reporting stage. Therefore, audit period for new auditee is longer than recurring audit. Additional audit procedures for initial audit during client acceptance stage are gathering information about prospective auditee rsquo;s integrity, communicating with the previous auditor, ensuring the independent and adequate resources of KAP 111, arranging audit proposal focusing on benefit urgency of auditor switching, negotiating audit fee, and aproving engagement letter focusing on different approaches-of comparative information. In the planning stage, there are several extended audit procedures which are agreement to review working paper of the previous auditor, determining the audit procedures of beginning balance, and other procedure based on accounting firm's audit manual. There are three extended audit procedures in fieldwork stage, i.e., walkthrough, gathering permanent files, and ensuring the right movement of beginning balance. Initial audit procedures. KAP 111 implemented initial audit procedures which are in accordance with Standar Audit audit, except communication with the previous auditor late in giving response due to bustle in peak season."
Depok: Fakultas Eknonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2018
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Gatot Supramono
Jakarta: Pustaka Kartini, 1989
R 346.0482 GAT m
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Gatot Supramono
Jakarta: Pustaka Kartini, 1989
345 GAT m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Rainer Faustine Jonathan
"Pengaturan mengenai syarat-syarat upaya paksa penahanan dalam peraturan peraturan perundang-undangan di Indonesia belumlah memadai. Kurang memadainya pengaturan tersebut menyebabkan ketidakpastian hukum dalam pelaksanaan upaya paksa penahanan dalam penegakan hukum sehari-hari. Ketidakpastian hukum tersebut berpotensi menimbulkan kerugian bagi masyarakat. Metode penelitian yang digunakan pada penulisan ini adalah metode yuridis normatif. Hasil dari penelitian ini menyarankan agar dilakukannya revisi terhadap Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dan Peraturan Kapolri nomor 14 tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana agar di dalam kedua peraturan perundang-undangan tersebut, diatur lebih jelas mengenai upaya paksa, khususnya penahanan.

The regulations for conditions of validity of forceful measures in Indonesian legislation is not regulated clearly and well enough yet. The lack of regulations leads to legal uncertainity in the implementation of detention in law enforcement daily activities. The legal uncertainity has the potential to cause harm to society. Research methods used in this research is juridist normatives. The result of this research suggest that revision of the Law Number 8 of 1981 on Criminal Procedure and Police Chief Regulatory Number 14 of 2012 on Management of Criminal Investigation in order in both laws, shall be clear about the forceful measures, especially detention."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
S44768
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pasaribu, Evi Riyanti
"Penahanan merupakan salah satu bentuk upaya paksa yang membatasi kebebasan bergerak seseorang. Pemberlakuan KUHAP menetapkan secara limitatif wewenang penahanan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dalam setiap tingkat pemeriksaan untuk menghindarkan tersangka atau terdakwa dari pembatasan hak asasi tanpa dasar. Penahanan mempunyai arti penting karena dapat mencegah tersangka atau terdakwa melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti, atau mengulangi tindak pidana. Penahanan bukanlah pemidanaan karena seseorang yang berstatus tahanan belum tentu bersalah. Hal ini didasarkan pada asas praduga tidak bersalah yang terdapat dalam KUHAP. Tersangka atau terdakwa wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap yang menyatakan kesalahannya. Pengaturan penangguhan penahanan dalam Pasal 31 KUHAP sesuai dengan asas praduga tidak bersalah dan hak asasi manusia untuk hidup bebas. Penuntut umum memiliki wewenang untuk memberikan penangguhan penahanan setelah menerima tanggung jawab atas tersangka. Berdasarkan Pasal 31 KUHAP penuntut umum dapat memberikan penangguhan penahanan dengan atau tanpa jaminan berdasarkan syarat yang ditentukan. Tidak ada ketentuan yang mengatur secara rinci dan jelas mengenai alasan dan jaminan dalam pemberian penangguhan penahanan. Pada praktiknya penuntut umum memberikan penangguhan penahanan terhadap tersangka berdasarkan pertimbangan yang bersifat subyektif. Hal ini kurang memberikan kepastian hukum dan tidak ada pembatasan yang obyektif untuk menilai tindakan penuntut umum dalam memberikan penangguhan penahanan."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S22135
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pasaribu, Evi Riyanti
Depok: Universitas Indonesia, 2008
PK III 593/8023
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>