Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 131121 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dwi Saputro Nugroho
Depok: Universitas Indonesia, 2006
S25770
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Dadang Prayitna
"Indonesia yang menganut sistem multi partai merupakan konsekuensi logis dari banyaknya partai yang tumbuh di Indonesia. Pada era reformasi diterbitkannya UU Nomor 2 Tahun 1999 sebagaimamana telah diubah dengan UU Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik yang memberikan kebebasan rakyat mendirikan partai politik. Hal ini membuat partai politik tumbuh bagaikan jamur. Keberadaan partai politik dalam jumlah besar inl banyak kalangan mengkawatirkan berakibat pada ketidaksehatan kehidupan demokrasi, karena banyak partai politik yang ada tidak menjalankan peran dan fungsi partai politik sebagaimanamestinya yang ada adalah pragmentasi partai politik. Dari latar belakang permasalahan tersebut ada keinginan untuk melakukan penyederhanaan jumlah terhadap partai politik yang ada di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Penjelasan Umum UU Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik yang menyatakan bahwa untuk mewujudkan tujuan kemasyarakatan dan kenegaraan yang berwawasan kebangsaan, diperlukan adanya sistem kepartaian yang sehat dari dewasa yaitu sistem multi partai sederhana.
Dalam sistem multi partai sederhana akan lebih mudah dilakukan kerjasama menuju sinerji nasional. Pemerintah sudah tidak mungkin lagi bertindak sewenang-wenang untuk membatasi dan melarang berdirinya partai politik, apalagi untuk membubarkannya. Penyederhanan yang dilakukan adalah secara alamiah oleh seleksi rakyat melalui pemilihan umum dengan menerapkan electoral threshold sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pemilu No, 3 Tahun 1999 Pasal 39 ayat (3) sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 12 Tahun 2003 Pasal 9 ayat (1) huruf a, b dan c yang menerapkan aturan electoral threshold atau ambang Batas yang harus dipenuhi bagi partai politik yang akan mengikuti pemilihan umum. Jika tidak mencapai electoral threshold partai tersebut harus membubarkan diri atau membuat partai baru. Dari hasil Pemilu 1999 dan Pemilu 2004 banyak partai politik yang tidak memenuhi ketentuan electoral threshold, sehingga banyak partai politik yang berguguran, membubarkan diri dan mengganti baju baru. Untuk mendirikan partai politik itu harus memenuhi berbagai persyaratan sebagiamana diatur Pasal 2 UU Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik.
Pada dasarnya partai politik di Indonesia juga dapat disederhanakan. Berdasarkan ideologi, karena sebenarnya jumlah partai politik dapat disatukan dalam kelompok ideologi yang sama. Kelompok sekuler (nasionalis kebangsaan dan nasionalis kerakyatan) dan kelompok agamis (Islam konservatif dan Islam Moderat) dari sisi tersebut dapat dijadikan tolak ukur untuk menerapkan prosentase electoral threshold. Disamping itu sistem kepartaian dan sistem pemilu berkaitan erat dengan keberadaan partai politik dalam suatu negara, namun sistem tersebut harus disesuaikan dengan latar belakang budaya setempat, sehingga penerapannya dapat berjalan dengan baik. Dalam perubahan sistem harus diperhatikan juga kondisi objektiv suatu masyarakat dalam negara, dan tidak bisa dipaksakan penerapannya sistem secara murni karena latar belakang budaya suatu bangsa yang berbeda."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T18699
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Setiarini
"Undang-undang pada dasarnya adalah aktualisasi dari kebijakan publik. Keputusannya akan mengikat dan berpengaruh terhadap masyarakat. Kenyataannya undang-undang hanya dibahas oleh sejumlah kecil anggota DPR yang dianggap sebagai perwakilan masyarakat . Untuk menjamin diterimanya undang-undang oleh masyarakat , sangat diperlukan partisipasi masyarakat dalam proses pembahasannya.
Undang-undang Partai Politik dipilih sebagai studi kasus karena undang-undang tersebut mendapat sorotan dan tanggapan yang ramai dari masyarakat. Undang-undang tersebut dibuat karena diperlukannya dasar hukum untuk melaksanakan pemilu dalam rangka dimulainya suatu tatanan Politik yang baru di Indonesia.
Untuk mengetahui seberapa besar partisipasi masyarakat ini, Penulis membandingkan hasil akhir undang-undang dengan rancangan undang-undang yang berasal dari pemerintah, dengan melihat masukan masyarakat dalam bentuk seminar yang dilaksanakan oleh fraksi-fraksi dan sebagian kliping Koran . Untuk mengetahui kepekaan fraksi di DPR dalam hal menampung aspirasi masyarakat tersebut, Penulis melihat daftar inventaris masalah yang disampaikan oleh fraksi-fraksi dan risalah rapat.
Penulis juga menganalisis norma proses tahapan analisis kebijakan publik dalam pembuatan keputusan dengan aturan mekanisme proses pembuatan undang-undang didalam tata tertib DPR-RI , Keppres 118 tahun 1998, serta tugas-tugas Sekretariat Jenderal yang berkenaan dengan proses tersebut. Dalam hal ini Penulis membandingkan dengan mekanisme yang terdapat di Inggris.
Berdasarkan penelitian ,ternyata partisipasi masyarakat dalam proses pembahasan undang-undang Partai Politik di DPR rendah. Hal ini disebabkan mekanisme pembahasan di DPR tidak mendukung terjaringnya partisipasi masyarakat tersebut , kepentingan golongan yang menonjol, anggaran yang terbatas serta sosialisi rancangan undang-undang yang sangat kurang. Untuk menjaring parsipasi masyarakat, diperlukan perubahan Tata tertib DPR , dan perubahan uraian tugas Sekretariat Jenderal DPR , serta penambahan anggaran pembahasan undang-undang.
Faktor-faktor di luar mekanisme intern DPR juga ikut mempengaruhi rendahnya partisipasi tersebut, seperti misalnya ; hubungan antara fraksi dan daerah pemilihan, kesadaran masyarakat untuk ikut berpartisipasi, serta rendahnya pendidikan masyarakat secara umum."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T7657
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Agus Mediarta
"ABSTRAK
Partai Sosialis Indonesia (PSI) dibentuk pada tahun 1948 sebagai usaha penyelamatan kelompok Sjahrir dari kecenderungan pengaruh dogmatisme-komunis, kekerasan politik dalam tubuh partai dan menguatnya pengaruh polarisasi kekuatan utama politik internasional di Partai Sosialis. Umumnya para pendiri itu adalah orang-orang yang telah aktif atau direkrut sebagai kader sejak masa Pendidikan Nasional Indonesia tahun 1930-an dan masa Pendudukan Jepang oleh Sjahrir dan orang-orang sekelilingnya.
PSI melakukan rekrutmen anggota partai dengan seleksi ketat. Kursus-kursus partai dilakukan dengan cara yang tertutup. Seorang calon anggota hanya dapat mengikuti proses rekrutmen bila mempunyai rekomendasi dari anggota penuh partai. Orientasi kader sebagai strategi partai dilakukan untuk mencapai suatu taraf kemampuan yang harus dimiliki oleh anggota partai. Kekuatan intelektual seperti sikap rasional dalam argumentasi (force by the best argument), terbuka pada perkembangan ilmu pengetahuan, ketajaman analisa dan karakter independen merupakan kemampuan yang tercermin dari anggota PSI. Label sebagai intelektual dalam diri mereka seringkali membuat mereka dapat melintasi batas-batas politik kekuasaan.
Di tengah banyaknya partai yang berorientasi membangun dirinya sebagai partai massa, strategi yang berorientasi pada kader adalah sesuatu yang cerdas. Akan tetapi bukan tanpa resiko. Hal itu tetap dijalani oleh PSI walau kemudian harus menderita kekalahan pada pemilu 1955.

"
Lengkap +
2001
S12153
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ani Purwanti
"Affirmative Action (tindakan khusus sementara) untuk perempuan di bidang politik, pertama kali termuat dalam Undang Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik dan Undang Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilu Anggota DPR RI, DPD dan DPRD. Regulasi tersebut berlanjut pada Undang Undang Nomor 2 Tahun 2008 dan Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik dan Undang Undang Nomor 10 Tahun 2008 dan Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR,DPD dan DPRD (Legislatif). Ketentuan tersebut merupakan hal baru di Indonesia karena mengatur keadilan gender dalam rekruitmen dan manajemen partai politik dan memasukkan 30% keterwakilan perempuan dalam pencalonan anggota legislatif, selain itu ada keharusan partai politik untuk memasukkan setidaknya 1 orang perempuan dalam setiap 3 bakal calon Legislatif (zipper system).
Politik hukum dianggap sebagai kebijakan hukum (legal policy) yang diharapkan bisa membantu mencapai tujuan yang diinginkan masyarakat, karena politik akan mempengaruhi hukum dengan cara melihat konfigurasi kekuatan yang ada di belakang pembuatan dan penegakan hukumnya serta akan dilaksanakan secara nasional oleh pemerintah. Politik Hukum adalah aktivitas memilih cara yang hendak dipakai untuk mencapai suatu tujuan sosial dan tujuan hukum tertentu. Undang-Undang Paket Politik yang ada sejak Reformasi merupakan representasi dari keinginan masyarakat (perempuan) untuk mempengaruhi pembuatan kebijakan di bidang Legislatif, dan hasilnya pada Pemilu Legislatif pada Tahun 2004 jumlah keterwakilan perempuan sebesar 11,3 %. Pada Pemilu Legislatif Tahun 2009, setelah Keputusan Mahkamah Konstitusi tentang suara terbanyak, keterwakilan perempuan di DPR sebesar 18,04% , di DPRD Provinsi sebesar 16,0 % dan pada DPRD Kabupaten/Kota sebesar 12,0 % .Jumlah tersebut lebih tinggi dibandingkan pada masa sebelum diterapkannya affirmative action pada masa Orde Lama dan Baru yaitu pada Pemilu Tahun 1992 (sebesar 12,50%).
Penelitian dalam disertasi ini melihat hukum dalam konsepnya sebagai norma sekaligus perilaku dan implementasinya, metode yang digunakan adalah sosio legal research, dengan demikian teks yang mengatur partisipasi perempuan dikaji dengan konteksnya di masyarakat. Permasalahan dalam penelitian ini adalah (1) bagaimana perkembangan politik hukum pengaturan partisipasi perempuan di bidang politik khususnya di Lembaga Legislatif (Perwakilan), (2) bagaimana implementasi pengaturan keterwakilan perempuan di bidang Legislatif sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Partai Politik dan Undang-Undang Pemilu Legislatif. Sedangkan permasalahan (3) adalah merumuskan bagaimana sebaiknya pengaturan partisipasi perempuan di Legislatif (Perwakilan) yang akan datang.
Penelitian ini termasuk kedalam jenis penelitian kualitatif dengan mengunakan teori dari Hans Kelsen, Teori Responsif Philippe Nonet dan Philippe Selznick, Teori Hukum Progresif, Lawrence M Friedman dan William J Chambliss dan Robert B Seidman, dan Teori Pembentukan Agenda dari J.M.Otto Lokasi penelitian adalah Provinsi Jawa Tengah, Sumatera Barat dan Bali, dengan perbandingan negara Swedia, The Netherlands dan Malaysia dan 3 Partai Politik yaitu PDI Perjuangan, Golkar dan PKB.
Hasil dari penelitian ini adalah (1) perkembangan politik hukum terutama sejak era reformasi tahun 1998 mendorong meningkatnya partisipasi perempuan di bidang politik khususnya di lembaga Legislatif (Perwakilan), (2) Budaya patriarkhi yang masih berkelindan pada stakeholder termasuk partai politik dan masyarakat pemilih termasuk perempuan menjadi kendala belum optimalnya partisipasi perempuan di Legislatif (Perwakilan) di Jawa Tengah, Sumatra Barat dan Bali. (3) pengaturan ideal keterwakilan perempuan di bidang politik khususnya pada Legislatif (Perwakilan) memerlukan pengaturan yang bersifat responsif dan progresif khususnya pada pembentukan Undang-Undang Partai Politik dan Undang-Undang Pemilu Legislatif yang akan datang.
Partai Politik segera memasukkan program terkait dengan pendidikan politik dan pemberdayaan perempuan di dalam Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga. dengan demikian Partai Politik dapat melaksanakan program kaderisasi, rekruitmen, pendidikan politik bagi perempuan, sehingga akan tersedia cukup banyak calon legislatif perempuan yang berkualitas. Hasil lainnya adalah memaksimalkan lembaga suprastruktur, infrastruktur dan lembaga non departemen dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas perempuan di bidang politik.
Berdasarkan hasil penelitian diatas, penelitian ini merekomendasikan agar tetap memasukkam prinsip affirmatif action di dalam Undang-Undang Partai Politik dan Undang-Undang Pemilu Legislatif. Selain itu Partai Politik sebagai stakeholder utama diwajibkan memasukkan program pemberdayaan perempuan dalam AD/ART sebagai syarat utama menjadi peserta pemilu Legislatif. Hal ini disebabkan karena dari 12 partai politik peserta pemilu tahun 2014 hanya 3 partai politik yang mempunyai program pemberdayaan perempuan di dalam AD/ART yaitu (PKB, Gerindra, dan PAN). Partisipasi perempuan di Lembaga Legislatif akan meningkat sebagaimana diamanatkan Undang-Undang yaitu sebesar 30% jika pada Paket Undang-Undang Politik yang akan datang menggunakan sistem proporsional dengan daftar tertutup, dengan syarat partai politik mempunyai komitmen yang kuat terhadap peningkatan partisipasi perempuan di lembaga Legislatif.

Affirmative Action is temporary special measure for woman in political area has regulated on Act of Political Party (UU Nomor 31 Tahun 2002) and Act of Parliament Election (UU Nomor 12 Tahun 2003), it is regulate further and revised on Act Number 2 Year 2008 and Act Number 2 Year 2011 on Political Party and Act Number 10 Year 2008 and Act Number 8 Year 2012 on Parliament Election. Those regulation on affirmative action for woman are considered as a "new stuff" in Indonesia that specificly regulate about the gender equility on political party recruitment and management thats include the 30% woman representation on legislative candidate selection, it is also regulate that political party have to included at least one woman in every three candidate of preliminary legislative (zipper system).
Legal policy are considered as a legal policy that expected to change purpose on society because political will in law making process could make an impact on law from the basis of the configuration of political background process on law making process in legislative. The Act of Political Parties which had been exist since reformation can be considered as reflaction of people will to influence on policy making. The result from Legislative Election at 2004 has make woman representation in parliament about 11,3% and Legislative Election at 2009, after Constitutional Court Decree result 18,04 woman representation in Legislative and 16% on Province Legislative and 12% on City Legislative , those numbers are higher if its compared to the legislative election on the new order regime (12,5% on the 1992 election).
This doctoral research is trying to see the problem of woman representation based on law as norm and also behavior include its implementation by using socio legal research method to actualize law on its text and context. The problem that appear on this research are : first, how the development of the legal policy on woman representation in the political field especially in legislative, the second is how the regulation of woman representation works in reality according to the Act of Political Parties and the Act of Parliament Election, and third is how to formulate the ideal regulation of woman political legislative participation in the upcoming election.
This qualitative research using the theories from, Hans Kelsen, , Lawrence M Friedman and William J Chambliss and Robert B Seidman, Satjipto Rahardjo Progressive Law Theories and Agenda?s Theories from JM Otto. This research took place in Central Java, West Sumatra and Bali, with the comparison three different nation state Swedia, Netherlands dan Malaysia, the study of political party in Indonesia take place on PDI Perjuangan, Golkar and PKB.
The results from this research are (1) the development of the legal policy especially in reformation era after 1998 is very determining woman representation in political field especially legislative field. (2) Patriarkhi culture is still give an impact to the stakeholders such as political party and the voters include women it self become the main factor in the optimalization of woman participation number in Central Java, West Sumatra and Bali. (3) The ideal woman legislative representation should be regulate with progressive and responsif laws which is required in the formulated of Political Party Acts should held women empowering programme on their basic principles, so they could run and should be given on the party that doesnt obey the woman political representation both on the recruitment or in the management of the party.
Political parties as the main stakeholders that related to the woman participation especially political party should have a clear agenda to achieve the ideal condition of woman representation in political field from the level of caderization, recruitment, political education for woman, that have a clear impact both on the quality and quantity on the woman politician. The Maximalization of the suprastructure and infrastructure institution, and even the grassroot political movement and woman movement from NGO's.
Based on these Research, I recommend that the future Political Party Act and Legislative Election Acts should maintain the affirmative action principles. On the other hand, all of the stakeholders that correlated with empowering woman, on political area, especially the Political Party to held an woman empowerement programmes. So far, there are only three among twelve party on the 2014 election that has already have woman empowerement program on their rule of conduct; PKB, Gerindra and PAN. On the future,the rule of conduct that consist the woman empowerement and political agenda as one of the election's verification reqruienment. The number of woman participation on Parliament could raised if on the future election act is using the Proportional Closed List System, plus the commitment of political party to enhance the number of woman member is a must.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
D1469
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Hartati
"Latar belakang penelitian ini adalah karena tugas notaris yang terkait dengan pendirian Partai Politik yang merupakan kewenangan yang diberikan oleh pemerintah. Dalam pelaksanaannya terdapat hal-hal yang harus dipelajari dan diteliti lebih lanjut mengenai seberapa jauh peranan notaris dalam proses pendirian Partai Politik dan alasan mengapa Partai Politik sebagai suatu perserikatan atau organisasi harus berbadan hukum. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi dokumen dan bersifat yuridis normatif, dengan mengacu pada sumber-sumber seperti buku, majalah, dan media internet. Semua sumber tersebut diolah dan dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan yang ada. Permasalahan utama penelitian ini adalah mengenai pentingnya peranan notaris dalam proses pendirian Partai Politik sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik.
Setelah meneliti berbagai sumber, diperoleh hasil bahwa dengan adanya ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang pendirian Partai politik yaitu pendirian Partai Politik harus dengan akta notaris maka peran notaris sebagai pejabat umum yang diberi kewenangan oleh pemerintah untuk membuat akta otentik mutlak diperlukan, hal ini sesuai dengan ketentuan yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris Pasal 15 ayat 2, dimana didalamnya disebutkan bahwa notaris memiliki kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundangundangan termasuk didalamnya kewenangan untuk membuat akta pendirian Partai Politik.
Berkaitan dengan peranan notaris tersebut dapat dikatakan bahwa tujuan dari disyaratkannya akta notaris dalam proses pendirian partai politik adalah agar Partai Politik sebagai suatu organisasi memiliki status sebagai badan hukum, yang artinya bahwa Partai Politik telah memiliki landasan hukum yang kuat sehingga dapat memperoleh jaminan kepastian dan perlindungan hukum. Tetapi bagaimanapun juga agar peranan notaris yang berkaitan dengan kewenangan notaris dalam pembuatan akta pendirian Partai Politik dapat beijalan dengan maksimal, maka diperlukan keijasama antara pihak pemerintah bersama-sama dengan organisasi notaris dalam rangka sosialisasi wewenang baru notaris sebagai pejabat umum yang berwenang membuat akta pendirian Partai Politik.

Background of this research is because the task associated with the government for the establishment of Party Politics is the authority given by the government. In practice there are things that must be examined and learned more about how far the role of government in the process of Party Politics and Party Politics of reasons why as a league or organization must be incorporated. Method used in this research is the study of documents and juridical normative, with draws on sources such as books, magazines, internet and media. All sources are processed and associated with the laws and regulations that exist. Main problem of this research is the importance of the role of government in the process of establishment in accordance with the Political Party Law Number 2 Year 2008 about Political Parties.
After examining a variety of sources, that the results obtained with the provisions of Law Number 2 Year 2008 About the establishment political parties, namely the establishment of Party Politics should be the role of teaching license notary notary as public officials who are given authority by the government to make the absolute authenticity of teaching license is required, it this is in accordance with the provisions mandated in Law No. 30 of 2004 on Office Notary Article 15 paragraph 2, which is mentioned there in that the notary has the authority stipulated in other laws and regulations including the authority to make the establishment of teaching license Party Politics.
Regarding the role of government can be said that the goal of teaching license required to its from the notary in the process of establishing a political party is to make as a Political Party organization has status as a legal entity, which means that Party Politics has a strong legal foundation so that they can obtain security and protection of legal certainty. But however that the role of government in relation to the authority of government in the making of the Party Politics of teaching license can be run with the maximum, the required cooperation between the government together with the notary organization in the socialization of the new authority as a notary public officer authorized to make the establishment of teaching license Party Politics."
Lengkap +
Depok: Universitas Indonesia, 2009
T37549
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ellya
"Untuk pertama kalinya Pemilihan Umum (Bab VIIB Pasal 22E) dimasukkan dalam amandemen UUD '45. Selanjutnya Pemilu diatur oleh Undang-Undang nomor 12/2003 yang diantaranya memuat tentang Sistem Pemilu Proporsional Dengan Daftar Calon Terbuka. Sistem Pemilu itu merupakan suatu terobosan politik yang baru di Era Reformasi sehingga menarik untuk diteliti.
Dari latar belakang tersebut timbul pertanyaan penelitian yaitu: 1. Apakah Sistem Pemilu Proporsional dengan Daftar Calon Terbuka cukup efektif untuk menjaring calon legislator pilihan rakyat atau malahan menciptakan konflik dan fragmentasi di dalam partai?; 2. Apakah Undang-Undang Pemilu menguntungkan Partai Politik Besar dan merugikan Partai Politik Kecil?; 3. Apakah Undang-Undang Pemilu dapat menciptakan sistem multi-partai sederhana seperti yang diamanatkan oleh Undang Undang Partai Politik nomor 31 tahun 2002 ?
Untuk menjawab pertanyaan penelitian penulis memakai pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif-analitis. Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara mendalam terhadap 7 orang informan kunci dan penelusuran transkrip rekaman persidangan selama pembahasan Rancangan Undang-Undang Pemilu sampai disahkan menjadi Undang-Undang No.1212003, didukung data sekunder hasil pemilu 2004, serta studi pustaka.
Teori yang untuk menganalisa penelitian ini memakai: Teori Transisi demokrasi O'Donnel, Teori Sistem Pemilu Reynolds, dan Teori Demokrasi Inklusif Young.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem pemilu gagal menjaring calon legislator pilihan rakyat, bahkan sebagian menimbulkan masalah dikalangan legislator terpilih. Undang-Undang Pemilu No. 1212003 memberikan keuntungan bagi Partai Besar berupa over-representation, dan merugikan Partai Kecil dengan under-representation. Undang-Undang Pemilu belum dapat menciptakan sistem multi-partai sederhana, tetapi dampaknya mengurangi jumlah peserta Pemilu 2004.
Implikasi teoritisnya adalah teori transisi demokrasi O'Donnel berlaku dalam penelitian ini khususnya bagi Partai Besar PDIP dan Golkar (partai lama), yang mana. Partai Besar cenderung mempertahankan kekuasaannya terhadap pemilih maupun terhadap Partai Kecil dalam pembuatan Undang-Undang Pemilu No. 12/2003.

For the first time, election (section VIIB article 22e) is included in the amendment of UUD 1945. Furthermore, election is arranged by the Law number 23 years 2003 which inserts the open list proportional system. This system is a new political breakthrough in the reformation era so that interesting to be explored.
From that background, some research questions rise. They are 1) is the system of open List proportional effective to select legislative candidates who are chosen by the voters or does it emerge political conflict and fragmentation among the parties; 2) does it give any advantages for major parties and oppositely disadvantages minor political parties; 3) is the law can develop simple multiparty system as mentioned in the Law number 31 year 2002 on Political Party.
To answer those question, this research applies qualitative approach and the category of the research is descriptive analytic. Primary data collection is examined by using in-depth interview with seven key informants and tracking transcript of codification sessions of the law. is also supported by secondary data such as the result of election in 2004 and literature study.
Theories applied in the research to analyze the issues are theory of transition to democracy from O'Donnel, theory of election from Reynolds, and theory of inclusive democracy from Young.
The result shows that the system of election applied in the law fail to select legislative candidates chosen by the voters, and even raises problems for elected candidates. The law gives advantages for major parties in term of over-representation and disadvantages minor parties in term of under-representation. The Law of Election has not developed simple multiparty system, even though the implication is degradation the number of political parties which involve in the election.
The theoretical implication of the research is that theory of transition to democracy from O'Donnel is relevant with the result of the research, especially for major parties such as Indonesian Democratic Party-Struggle and Golkar, which tend to maintain their power to their voters and minor parties in the codification of the law.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22110
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>