Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 143386 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Simon, Alex Medison
"Telah berhasil diperoleh TiO2 (rutile sintetik) dari pasir mineral yang mengandung titanium melalui proses reduksi karbon dan leaching HCl yang dilakukan bergantian. Proses perolehan diawali dengan separasi magnet menggunakan magnet batang 0,42 T dan 1,1 T menghasilkan tiga kelompok jenis sampel disebut masing-masing pasir magnet kuat, pasir magnet lemah dan pasir non-magnetik dengan fraksi berat berturut-turut 66,0 wt%, 27,0 wt% dan 7,0 wt%.
Berdasarkan analisis kualitatif dan kuantitatif dengan bantuan XRF dan XRD diketahui bahwa sampel pasir magnet kuat terdiri dari fasa titanomagnetite (Fe2,5Ti0,5O4) dan magnetite (Fe3O4) dengan ratio fraksi berat 65 : 35; pasir magnet lemah mengandung Ilmenite (FeTiO3) dan hematite (Fe2O3) dengan ratio fraksi berat 57,04 : 25,60 serta impuritas berupa senyawa oksida non-magnetik sebesar 10,61 %. Sedangkan sampel pasir non-magnetik, umumnya adalah senyawa oksida non-magnetik. Diperoleh dari kajian reduksi karbon terhadap sampel pasir magnet kuat bahwa sebelum Fe2,5Ti0,5O4 terdekomposisi menjadi TiO2 hasil reduksi Fe3O4 menjadi Fe, hasil Fe teroksidasi kembali.
Hasil proses reduksi karbon dan leaching HCl terhadap sampel pasir magnet lemah menunjukkan telah terbentuk TiO2 hasil dekomposisi dari ilmenite namun masih dalam bentuk campuran antara TiO2, SiO2 dan impuritas lain dengan fraksi berat masing-masing ~ 48,0 %, 24,0 % dan 28,0 %. Tingkat perolehan TiO2 dalam bentuk campuran dengan senyawa lain dari sampel pasir magnet lemah melalui proses reduksi dan leaching mencapai ~ 75,0 %.

TiO2 (rutile synthetic) has been successfully recovered from mineral sands by carbon reduction and leaching HCl processes. Recovery process was initiated with a magnet separation process employing pieces of permanent magnets of 0.42 T and 1.1 T successively. This resulted in 3 classes of sample named respectively strongly magnetic sands, weakly magnetic sands and nonmagnetic sands with the weight fraction of 66.0 wt.%, 27.0 wt.% and 7.0 wt.%.
According to qualitative and quantitative analyses by means of XRF and XRD, it was known that the strongly magnetic sands sample consisted of titanomagnetite (Fe2,5Ti0,5O4) and magnetite (Fe3O4) with weight fraction ratio of 65 : 35; weakly magnetic sands sample containing ilmenite (FeTiO3) and hematite (Fe2O3) with the weight fraction ratio 57.04:25.60 and remaining impurities of non magnetic oxides with weight fraction of 10.61 wt.%. Whereas the non-magnetic sample is basicaly to consist of non magnetic oxides.
The carbon reduction studies to strongly magnetic sands showed that re-oxidation of resulted Fe from the reduction process took place prior to decomposition of titanomagnetic phase. In contrary, the combine process of reduction and leaching processes to weakly magnetic sands indicated that TiO2 was recovered from ilmenite though in a mix product of TiO2, SiO2 and other impurities with the weight fraction respectively ~ 48.0 wt.%, 24.0 wt.% and 28.0 wt.%. The yield of TiO2 recovery from weakly magnetic sands by a combine reduction and leaching process wa about 75.0 %.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2007
S28904
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lindu Taufanny
"Telah berhasil dilakukan ekstraksi rutile-sintetik pada pasir mineral yang mengandung ilmenite dengan proses leaching menggunakan reduktor Fe. Proses ini diawali dengan separasi magnet menggunakan magnet dengan kekuatan 0,42 T dan 1,1 T untuk memisahkan pasir yang kaya dengan unsur titanium. Melalui separasi magnetik pada pasir mineral, didapatkan kandungan massanya sebagai berikut: PMK (pasir magnet kuat) 62,1%, PML (pasir magnet lemah) 37,0%, dan NM (nonmagnetik) 0,9%. Pasir mineral terdiri atas 4 senyawa utama yaitu magnetite, hematite, titanomagnetite, dan ilmenite. Dengan komposisi massanya berturut-turut sebagai berikut: 33,3%, 9,5%, 28,0%, dan 29,2%.. PMK terdiri atas 3 senyawa besar; magnetite 57,4%, titanomagnetite38,8%, dan hematite3,8%. PML terdiri atas 2 senyawa besar; ilmenite 75,2%, dan hematite 24,8%. Dengan melakukan variasi pada proses leaching, leaching HCl terbaik didapatkan dengan konsentrasi HCl 25% dengan jumlah HCl 18,75 mL/ g PML serta massa Fe-red 0,1g/ g PML. Melalui leaching terbaik didapatkan ekstraksi TiO2-rutile dengan persentase massa 35% dengan pengotor utama SiO2, 19% dan Ti2Fe2O7, 46%. Kalsinasi yang dilakukan pada 900°C selama 6 jam mengakibatkan senyawa Fe-Ti teroksidasi menjadi Ti2Fe2O7. Persentase TiO2 berkurang karena Ti ikut terlarut dalam HCl dalam bentuk TiO2+.

With Fe as reductor, synthetic rutile has been successfully recovered from mineral sand which contained ilmenite. To separate titanium rich sand with other impurities, a magnetic separation was done, the separation process were carried out with a peace of permanent magnet employing 0,42 T and 1,1 T. Trough magnetic separation there were three classes of substance, PMK (strongly magnetic sand) 62,1%, PML (weakly magnetic sand) 37,0%, and NM (non-magnetic) 0,9%. Magnetite, hematite, titanomagnetite, and ilmenite were the main four compounds in mineral sand. The mass composition of the four are 33,3%, 9,5%, 28,0%, and 29,2%. PMK set-up from three main compound magnetite 57,4%, titanomagnetite38,8%, and hematite3,8%. And the other, PML only set-up from two main compound ilmenite 75,2%, and hematite 24,8%. As the leaching- reductor factor vary, the best combination on leaching-reductor were obtained in HCl 25% with amount of HCl 18,75 mL/ g PML and Fe-red mass were 0,1g/ g PML. Trough the best leaching route manage to recover 35% TiO2-rutile with it main impurities are SiO2, 19% and Ti2Fe2O7, 46%. Six hour calcination at 900°C oxidized Fe-Ti compound to Ti2Fe2O7. Because Ti dispersed in HCl in TiO2+ form, TiO2 percentage decrease."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2008
S28980
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Buyung Untoro
"Perolehan TiO2 dari titanium yang terkandung dalam iron ore telah berhasil didapatkan melalui proses leaching. Berdasarkan analisis kualitatif dan kuantitatif dengan XRF dan XRD, dalam iron ore terdapat senyawa ilmenit (FeTiO3), magnetit (Fe3O4), dan hematit (Fe2O3) dengan fraksi berat berturut-turut 61.78%, 35.48% dan 2.73%. Perolehan didapat dengan menggunakan H2SO4 sebagai leaching agent pada konsentrasi 10-60%. Hasil akhir berupa TiO2 yang masih terkontaminasi dengan pengotor yang lain. Akan tetapi mineral kaya TiO2 berhasil diperoleh dengan proses leaching lanjutan menggunakan HCl.
Analisis kuantitatif dengan XRD dan diperkuat dengan GSAS berhasil didapatkan TiO2 sebanyak 64.74% dalam bentuk campuran antara rutil dan anatase. Tingkat perolehan TiO2 dari iron ore secara perhitungan, meningkat menjadi 95.01% setelah melalui proses leaching lanjutan menggunakan HCl.

Recovery of TiO2 from titanium containing iron ore has been done by a leaching process. According to qualitative and quantitative analysis by XRF and XRD, the iron ore consisted of ilmenite (FeTiO3), magnetite (Fe3O4), and hematite (Fe2O3) with weight fraction respectively 61.78%, 35.48%, and 2.73%. The recovery employed an H2SO4 acid of concentration 10% - 60% as the leaching agent. This resulted is TiO2 along with other impurities as the final product. However, TiO2 rich products were obtained after further leaching steps by HCl.
Quantitative analysis by XRD assisted by GSAS indicated that up to 64% TiO2 in form of a mixture between rutile and anatase was successfully recovered. The yield of TiO2 from iron ore based on calculated was then 95.01% after further leaching steps by HCl.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2007
S28907
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Juandika
"Penelusuran secara eksperimental menggunakan proses Fray-Farthing-Chen (FFC) untuk perolehan logam Ti dari proses reduksi TiO2 telah dilakukan. Proses FFC sesungguhnya berdasarkan pada sebuah proses elektrolisis lelehan garam. Dalam penelusuran ini, dapur pemanas(furnace) temperatur tinggi yang dapat dikontrol dan dilengkapi dengan sistem vakum untuk mencegah oksidasi saat proses elektrolisis lelehan garam telah dibuat.
Pengamatan secara seksama terhadap furnace sistem vakum menunjukan kebocoran tidak dapat dihindari sehingga furnace tidak bebas seluruhnya dari pengaruh oksidasi. Sekalipun demikian, mengacu pada rangkaian eksperimen yang telah dikerjakan dalam mereduksi katoda TiO2 dalam lelehan garam CaCl2 pada temperatur 950°C selama 3 jam telah berhasil mendapatkan logam titanium. Hal ini telah dibuktikan dengan pola difraksi dari material katoda setelah proses dimana beberapa puncak pola difraksi merupakan milik logam titanium.
Hasil dari identifikasi terhadap keseluruhan pola difraksi menunjukan logam titanium hadir pada sampel sebagai fasa kedua setelah CaTiO3 yang merupakan fasa terbesar. Hadir fasa lain CaTiO3 menjadi indikasi adanya reaksi lain yang terjadi selain selama proses elektrolisis berlangsung. Proses peleburan lanjut produk proses reduksi dengan menggunakan arc melting memperlihatkan berkurangnya kandungan CaTiO3 dengan diindikasikan intensitas dari pola difraksinya yang berkurang.

Experimental investigations on TiO2 reduction for recovery of Ti metals using Fray-Farthing-Chen (FFC) Cambridge process have been done. The FFC process is basically based on a molten salt electrolysis process. In this investigation, a controllable high temperature furnace equipped with a vacuum system to prevent oxidation during molten salt electrolysis process was built.
Careful observations on the whole furnace system indicated that leakage is still unavoidable and thus the furnace was not completely free from oxidation. Nevertheless, according to series of experimental work on the reduction of TiO2 cathode in molten CaCl2 salts at temperature 950°C for 3 hours have resulted in Ti metals. This was confirmed by diffraction traces for the remaining cathode materials after the process in which some diffraction peaks are belong to that of Ti metals.
In addition, results of identification studies to the whole pattern showing that Ti metals exist in the samples as the second phase in addition to CaTiO3 as the major one. The present of major phase of CaTiO3 indicated that there is another reaction taking place during the electrolysis process. The product when melted with an arc melting has resulted in a lower content of CaTiO3 phase as indicated by decreasing intensities of CaTiO3 in the X-ray diffraction traces.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2009
S29404
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Guna Hadibowo
"Proses dekomposisi rutile (TiO2) dari pasir mineral yang mengandung titanomagnetite (Fe2,5Ti0,5O4) telah berhasil dilakukan. Dekomposisi titanomagnetite menjadi rutile dilakukan melalui proses mechanochemical. Pasir besi dan sulfur dengan perbandingan weight % 5 : 3 dicampur dan dihaluskan dengan alat High Energy Vibration Ball Mill. Dalam hal ini pasir dan serbuk S dimasukkan ke dalam wadah vial bersama dengan bola-bola baja dimana perbandingan berat antara material dan bola baja 1 : 10.

The decomposition of TiO2 from mineral sand which contains Fe2,5Ti0,5O4 ( titanomagnetite ) has fairly successfully done. The decomposition process has been done by means of mechanochemical method. Mixture material between mineral sand : sulphur with weight ratio 5 : 3 were milled in the high energy ball mill. The compounds were also mixture with the steel ball with weight ratio 1 : 10."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2006
S29023
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rozani Andawari
"Bahan semikonduktor yang efektif dalam mereduksi CO2 secara fotokatalitik adalah titanium dioksida. Salah satu usaha untuk meningkatkan reaktivitas fotokatalitik adalah dengan menambahkan penyangga pada katalis titanium dioksida tersebut. Untuk mengetahui sejauh mana peranan penyangga Zeolit Alam Lampung (ZAL) dan penyangga zeolit-y, maka perlu dilakukan preparasi katalis TiO2-zeolit, karakterisasi dan uji aktivitas.
Penelitian diawali dengan aktivasi ZAL agar menjadi penyangga yang baik, dengan langkah berturut-turut yaitu dealuminasi, pertukaran ion dan kalsinasi. Tahapan berikutnya adalah preparasi katalis TiO2-zeolit dengan metode impregnasi basah, dengan bahan awal titaniumnya adalah titanium tetra isopropoksida. Kemudian katalis dibuat dalam bentuk film yang dilapiskan pada quartz berbentuk cincin. Pelapisan film TiO2-zeolit dilakukan dengan metode dip-coating dengan jumlah pelapisan 30 kali. Untuk mengetahui karakteristik dari katalis basil preparasi, dilakukan analisis BET, FTIR, XRD, AAS, SEM/EDX dan TPD. Katalis hasil preparasi diuji aktivitasnya untuk reduksi CO2 dengan menggunakan reaktor vakum bentuk pipa U sistem batch yang dilengkapi dengan lampu UV jenis black light lamp.
Tingginya reaktivitas fotokatalitik pada katalis 10% TiO2-ZAL dan 10% TiO2-zeolit-y salah satunya disebabkan oleh pengaruh tingginya tingkat dispersi dari katalis tersebut. Katalis 10% TiO2-ZAL yang memiliki struktur kristal yang relatif tidak beraturan selain selektif terhadap pembentukan produk metana, juga selektif terhadap produk metanol, sedangkan katalis 10%TiO2-zeolit-y struktur kristalnya relatif beraturan lebih selektif terhadap produk metana. TiO2 dengan struktur kristal rutile juga aktif, terbukti dari tingginya reaktivitas fotokatalitik katalis 10%TiO2-zeolit-y dan 10%TiO2-ZAL yang lebih ke fase rutile.
Katalis yang menggunakan penyangga zeolit-y reaktivitasnya jauh lebih baik dibandingkan dengan katalis yang menggunakan penyangga ZAL. Hal ini selain dipengaruhi oleh luas permukaan yang rendah pada ZAL, juga dipengaruhi oleh struktur kristal dan adanya pengotor pada ZAL. Dan beberapa hasil karakterisasi dapat dijelaskan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi reaktivitas fotokatalitik adalah tingkat dispersi intiaktif TiO2, sedangkan yang mempengaruhi selektivitas produk lebih kepada struktur kristal dari katalis tersebut.

An effective material in reducing CO2 in a photocatalytic way is titanium dioxide. One of the efforts to raise the photocatalytic reactivity is by adding supported to the titanium dioxide catalyst, To know how far is the role of Zeolit Alam Lampung (ZAL) supported and zeolit-y supported, we need to do a TiO2-zeolit catalyst preparation, characterization and activity test.
The research starts with ZAL activation so it will become a good supported, with the following steps, dealumination, ion trade and calcinations. The next stage is TiO2-zeolit catalyst preparation with wet impregnation method, the early titanium material is titanium tetra isopropoxide. Then the catalyst is made in the form of film coated on ring shaped quartz. The coating of TiO2-zeolit film is done with dip-coating method with a number of 30 coatings. To know the characteristics of prepared catalyst, BET, FT1R, XRD, SEMIEDX and TPD analysis is done. Using a vacuum reactor in the shape of U system batch with black light lamp type UV lamp, the activity of the prepared catalyst is tested.
One of the causes of high photocatalytic reactivity in 10%TiO2 - ZAL and 10%TiO2-zeolit-y is the influence of high dispersion rate of the catalyst. Besides selective towards methane product forming, the 10%TiO2-ZAL which have an irregular crystal structure is also selective in methanol product. While the 10%TiO2 -zeolit-y with the relatively regular crystal structure is more selective to methane product. TiO2 with crystal structure rutile phase is also able to increase the photocatalytic activity, the prove is the 10%TiO2-zeolit-y and 10%TiO2-ZAL photo catalytic catalyst reactivity to a more rutile phase.
Catalyst with zeolit-y supported has better reactivity compared to catalyst with ZAL supported. Besides influenced by ZAL wide low surface, this is also influenced by the crystal structure and the waste on ZAL. From several characteristic results it can be explain that one of the factors which influence photo catalytic reactivity is the rate of TiO2 active core dispersion, while product selectivity is influenced by the crystal structure of the catalyst.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2002
T805
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Della Maharani
"Ti-6Al-4V merupakan paduan implan komersil yang telah digunakan secara klinis sebagai bahan implan permanen dikarenakan sifat mekanik dan bioaktivitasnya. Namun penelitian lebih lanjut menyatakan bahwa salah satu elemen paduan yaitu V dapat menyebabkan toksisitas jika digunakan dalam jangka waktu penggunaan yang panjang. Dalam hal ini, elemen V digantikan oleh elemen yang lebih non-toksik yaitu Nb. Penelitian ini dilakukan untuk mengkarakterisasi paduan Ti-6Al-7Nb serta membandingkan sifat mekanik, korosi, dan bioaktivitas dengan paduan Ti-6Al-4V. Perlakuan panas diberikan pada sampel Ti-6Al-7Nb dan membandingkannya dengan tanpa perlakuan panas. Proses pemanasan dilakukan dengan tahapan: solution treatment pada 970ºC selama 1 jam dilanjutkan dengan oil quenching dan aging 500ºC selama 8 jam. Struktur mikro pada paduan Ti-6Al-7Nb sebelum dan setelah perlakuan panas tersusun atas fasa α dan β pada batas butir α dengan fasa α berupa lamellar dan acicular. Hasil XRD menunjukkan bahwa fasa yang terdapat pada paduan terdiri dari tiga fasa, yaitu fasa α, α" dan β. Terjadi penurunan fasa α pada paduan Ti-6Al-7Nb setelah diberi perlakuan panas. Kekerasan Vickers Ti-6Al-7Nb menurun dari 396.2 ± 13.66 HV menjadi 377.2 ± 12.69 HV. Selain itu, terjadi penurunan nilai elongasi dari 8,5 % ke 3,8 %, dan peningkatan nilai Ultimate Tensile Strength dari 885 MPa menjadi 956 Mpa, serta peningkatan nilai Yield Strength dari 759 MPa menjadi 903 MPa. Hal tersebut disebabkan oleh berkurangnya fasa α di dalam paduan. Hasil uji potensial-korosi bebas menunjukkan nilai potensial sebesar 0,01 VAg/AgCl dan -0,15 VAg/AgCl untuk sampel Ti-6Al-7Nb sebelum dan setelah perlakuan panas, dimana nilai tersebut lebih tinggi dibanding sampel komersil Ti-6Al-4V (-0,25 VAg/AgCl). Hal ini sejalan dengan hasil yang diperoleh pada uji polarisasi. Hasil EIS menunjukkan adanya peningkatan ketahanan korosi paduan Ti-6Al-7Nb dibanding Ti-6Al-4V, yang ditunjukkan dengan tingginya nilai resistansi polarisasi yaitu 35890 Ωcm2 menjadi 117687 Ωcm2 setelah diberi perlakuan panas, sedangkan untuk sampel Ti-6Al-4V nilai resistensi polarisasi yaitu 200616 Ωcm2. Hasil uji bioaktivitas menunjukkan bahwa belum ada apatit yang terbentuk pada kedua sampel Ti-6Al-7Nb sebelum dan setelah perlakuan panas walaupun sampel telah diaktifasi di dalam larutan basa.

Ti-6Al-4V is a commercial implant alloy that has been used clinically as a permanent implant material due to its mechanical and bioactivity properties. However, further research states that the alloy element, V, causes toxicity if used for a long period of time. In this case, V is replaced by a more non-toxic element, Nb. This research was conducted to characterize Ti-6Al-7Nb alloys on its mechanical properties, corrosion, and bioactivity and compare it with commercial samples Ti-6Al-4V. The heat treatment was given to one of the Ti-6Al-7Nb samples and compared it with the Ti-6Al-7Nb without heat treatment. The heat treatment in form of solution treatment at 970ºC for 1 hour followed by oil quenching and aging at 500ºC for 8 hours. The microstructure of Ti-6Al-7Nb alloys before and after heat treatment is composed of α and β phases at the α boundary which the α phases is in the form of lamellar and acicular. The results of XRD shows that the phase which is found in an alloy consisting of three the phase, that is the phase α, α" and β. Hardness Vickers Ti-6Al-7Nb decreased from 396.2 ± 13.6 to 377.2 ± 12.6 HV. The elongation decreased from 8.5 % to 3.8 %, the value of ultimate tensile strength increased from 885 Mpa to 956 Mpa, and the value yield strength rises from 759 Mpa to 903 Mpa after heat treatment. This is caused by the decreased of phase α in the alloy. The results of Open Circuit Potential shows that the potential value of Ti-6Al-7Nb before and after heat treatment is 0,01 VAg/AgCl and -0,15 VAg/AgCl respectively, which higher than commercial Ti-6Al-4V (-0,25 VAg/AgCl). This is in line with the result of polarization test. The EIS results showed an increase in the corrosion resistance of Ti-6Al-7Nb alloy compared to Ti-6Al-4V, as indicated by the high polarization resistance value of 35890 Ωcm2 to 117687 Ωcm2 after heat treatment, while for the Ti-6Al-4V sample the value of resistance the polarization is 200616 Ωcm2. The results of the bioactivity test showed that no apatite was formed in both Ti-6Al-7Nb before and after heat treatment even though the sample had been activated in a basic solution."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lusiana
"Paduan Titanium merupakan pilihan yang paling banyak digunakan untuk material implantasi dikarenakan sifat logam Ti merupakan anodik yang sangat reaktif dengan oksigen membentuk TiO2, sehingga reaksi jaringan yang diakibatkan oleh penanaman Ti dalam tubuh relatif kecil. Paduan Ti yang sering di gunakan adalah Ti-6Al-V tetapi paduan Ti-Al-V tidak bersifat biokompatibel karena adanya kandungan unsur V sebagai penyebab alergi terhadap tubuh. Dalam penelitian ini unsur V di subsitusikan dengan unsur Molibdenum dan Niobium sebagai pembentuk fasa beta. Untuk melihat laju korosi Ti-6Al dengan penambahan 1%Mo, 4%Mo dan 6%Mo, sedangkan untuk Nb ditambahkan sebanyak 2%, 4%, dan 7% apabila diaplikasikan sebagai implant pada tubuh, maka dilakukan pengujian immersi dan polarisasi potensiodinamik metode tafel dengan larutan darah sintetis (Hanks) dengan komposisi (NaCl 0.803, CaCl2 0.293, KC1 0.225, NaHCO3 0.352, Na2HPO4.3H2O 0.238, MgCl2.6H2O 0.311, NaHCO3 0.352, Na2SO4. 0.072 g/L) pada pH 7,4 dan temperatur 37±1°C. Setelah pengujian imersi selama 4 minggu dilakukan pengujian SEM (Scanning Electron Microscopes), XRD untuk melihat karakteristik lapisan pasif yang terbentuk, AAS untuk mendapatkan ion terlarut yang merupakan data kelayakan biocompability, metalografi dengan penampang lintang untuk melihat korosi yang terjadi, dan pengujian kekerasan.
Dari pengujian polarisasi didapatkan nilai laju korosi Ti-6Al 0.35 mpy, setelah dilakukan modifikasi laju korosi yang paling rendah didapatkan pada spesimen Ti-6Al-6Mo dengan nilai 0.002 mpy. Nilai kekerasan untuk penambahan Mo naik maksimal sebesar 25,7%, sedangkan untuk penambahan Nb nilai kekerasan naik maksimal sebesar 7.78%. Setelah dilakukan immersi selama 4 minggu dalam larutan hanks, dari hasil pengujian XRD diperoleh senyawa hidroksilapatit yang merupakan pelapis untuk merangsang penyatuan tulang dengan implan prostesis.
Dengan nilai laju korosi sangat kecil dan terbentuknya lapisan pasif serta ion terlarut yang berada jauh diambang batas maksimum toxicity, maka material Ti-6Al dengan modifikasi Mo dan Nb merupakan material yang layak digunakan sebagai implant.

Titanium alloys are the most used choice for the implants material because properties of Ti metal is highly reactive anodic with oxygen to form TiO2, so the tissue reaction caused by the planting of Ti in the body is a relatively small. Ti alloys that are often used is Ti-6Al-V but the alloy Ti-Al-V are not biocompatible because it contains V element as a cause of allergy to the body. In this research, V element is substituted by molybdenum and niobium to form the beta phase. To see the corrosion rate of Ti-6Al with the addition of 1% Mo, 4% Mo and 6% Mo, while for Nb is added at 2%, 4% and 7% when applied as an implant in the body, then Immersion testing and potentiodynamic polarization of sink methods are carried out with a solution of synthetic blood (Hanks) with a composition (NaCl 0.803, CaCl2 0.293, KC1 0.225, NaHCO3 0.352, Na2HPO4.3H2O 0.238, MgCl2.6H2O 0.311, NaHCO3 0.352 , Na2SO4 0.072 g / L) at pH 7.4 and temperature 37 ± 1 ° C.
After the immersion test during four weeks then the SEM (Scanning Electron microscopes) is carried out to view the XRD characteristics of passive film formed, the AAS to obtain a dissolved ion is biocompatibility feasibility data, with the metallographic cross section to see the corrosion, and hardness testing. From the polarization test results is the corrosion rate of Ti-6Al 0:35 mpy, after the modification of the lowest corrosion rate was found in specimens of Ti-6Al-6Mo with a value of 0002 mpy. Hardness value for the addition of Mo increased maximum of 25.7%, while for the addition of Nb increased the maximum hardness value of 7.78%. Having done during the four-week Immersion in Hanks solution, the test results obtained by XRD hydroxilapatite compound which is a coating to stimulate bone union with implant prostheses. With a very small amount of corrosion rate and formation of passive film and the dissolved ions that are far away on the verge of a maximum limit of toxicity, then the material modification of Ti-6Al with Mo and Nb represent material fit for use as implants."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
T28195
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Suhartono
"Cadangan deposit pasir besi di Indonesia umumnya mengandung Ti02 (rutil) kadar rendah yang terikat dalam mineral keluarga Ferro Titanium Oksida / ilmenite. Mineral ini merupakan mineral yang penting dan bisa bemilai ekonomi tinggi bila dapat diolah dan digunakan sebagai bahan baku pigmen rutil untuk bahan pewarna berkualitas tinggi. Pigmen ini banyak digunakan pada industri cat, pulp, dan pewama lainnya. Pigmen ini juga tidak beracun, korosif, dan tahan terhadap sinar uv. Selain itu, rutil adalah bahan baku pembuatanTitanium metal. Data perkiraan penggunaan produk Titanium selalu meningkat sekitar 10% s/d 15%.
Dialam Ti02 (rutil) juga ditemukan sebagai mineral tersendiri, namun saat ini bisa dikatakan habis, sehingga industri beralih ke rutil sintetik yang dibuat dari ilmenit (dengan kadar 45 - 70% Ti02) sebagai bahan baku pembuatan Ti02 (rutil). Namun pada saat ini, diperkirakan cadangan ilmenit dunia hanya cukup untuk beberapa dekade kedepan bila tidak ditemukan cadangan baru yang ekonomis secara geologi. Maka penelitian untuk ilmenit kadar Ti02 rendah yang melimpah di Indonesia per1u segera dilakukan. Pada penelitian ini dilakukan berbagai percobaan dengan melarutkan konsentrat pasir besi berbagai ukuran butir dengan menggunakan asam khlorida dan variasi pertakuan untuk meningkatkan kadar Titanium Oksida.
Dari hasil penelitian ini tampak bahwa Ti02 asal Cilacap dan Bangka mempunyai mineral induk yang berbeda, meskipun berasal dari keluarga ilmenit. Pada hasil ekstraksi (presipitat) tampak 'reaktifrtas'-nya sangat berbeda. Pasir besi Cilacap (100 # mesh) mempunyai kadar Ti02 hanya berkisar 8-9%, namun dapat meningkat hampir tinier hingga 81 weight % atau meningkat 900% dari asalnya, dengan bertambahnya konsentrasi pelarot HCI dan kalsinasi pada presipitat pada 100Cf'C selama 4 jam. Pada pasir besi asal Bangka (100 #mesh) dengan kadar Ti02 52%, tidak menunjukan suatu perubahan yang mengesankan kecuali setelah dilarutkan dengan HCI pekat lalu dikalsinasi 10WC selama 4 jam. dimana kadar Ti02 meningkat hingga 84% (meningkat sekitar 65%) dari asalnya.
Dari hasil penelitian ini tampak bahwa mineral Ferro Titanium Oksida dengan kadar Ti02 rendah dari pesisir selatan Jawa dan (kemungkinan) juga dari pesisir barat Sumatra mempunyai prospek yang sama baiknya dengan mineral Ferro Titanium Oksida yang berasal dari pulau Bangka - Belitung."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2001
T39956
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Setiawan
"ABSTRAK
Penggunaan berbagai produk titanium selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Produk titanium yang paling sering digunakan adalah TiO2 sebagai pigmen warna putih dalam industri cat, industri makanan dan industri kosmetik. Indonesia mansih mengimpor berbagai produk titanium. Padahal di Indonesia banyak terdapat mineral ilmenite yang merupakan sumber utama titanium yang terdapat di alam. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan TiO2 anatase dari Ilmenite Bangka. Residu kaya titanium didapatkan dari hasil leaching ilmenite Bangka dengan larutan asam klorida untuk melarutkan besi pada ilmenite. Data EDX menunjukkan bahwa kandungan besi berkurang pada residu hasil leaching. Digunakan H2O2 10% sebagai agen pengkoordinasi untuk meleaching titanium dari residu menjadi garam ammonium perokso titanat. Padatan perokso titanat didapatkan dengan memanaskan larutan garam ammonium perokso titanat. Data XRD menunjukkan terbentuknya TiO2 anatase setelah mengkalsinasi padatan tersebut pada suhu 600oC. Data EDX juga menunjukkan bahwa masih terdapat pengotor-pengotor seperti silikon (0,98%) dan besi (2,75%) pada TiO2 anatase yang didapatkan. Berbagai karakterisasi dilakukan pada TiO2 anatase seperti uv-vis spektroskopi, scanning electron microscopy dan UV Diffuse Reflectance Spectroscopy. TiO2 anatase dari ilmenite ini mempunyai nilai celah energi 3,08 eV. Uji fotokatalis dilakukan terhadap zat warna CongoRed dan dibandingkan dengan TiO2 komersial degussa P25. Persen degradasi oleh TiO2 anatase dari ilmenite ini sekitar 20%, sedangkan persen degradasi oleh degussa P25 mencapai nilai 92%.

ABSTRACT
The use of titanium products have been increasing from year to year. TiO2 is one of titanium products which is often used as a white pigment in paint, food industry and cosmetics industries. Until now, Indonesia is stil importing various product of titanium even though Indonesia has many ilmenite source which are naturally the main source of titanium. This research was conducted to obtain TiO2 anatase from Bangka ilmenite. The hydrolyzed titania residue was prepared from Bangka ilmenite leached by hydrochloric acid solution to dissolve the iron in ilmenite. EDX data show that the iron content was reduced in hydrolyzed titania residue. The H2O2 (10%) was used as a coordination agent to leach titanium from the hydrolyzed titania residue to obtain ammonium perokso titanate. Peroxo titanate powder was obtained by evaporating the ammonium perokso titanate solution. XRD data show that TiO2 anatase was formed after calcining peroxo titanate powder at the temperature of 600oC. EDX data also show the anatase TiO2 obtained in this research had the impurities, such as silicon (0,98%) and iron (2,75%). Various studies such as X-ray diffraction, UV-vis spectroscopy, Scanning Electron Microscopy and UV Diffuse Reflectance Spectroscopy were conducted. The band gap of anatase TiO2 from extracted ilmenite is 3,08 eV. Photoreactivity was conducted againts the CongoRed dye and compared with the commercial TiO2, Degussa P-25. The degradation percentage of TiO2 from extracted ilmenite is 20% whereas degradation percentage of Degussa P25 is 92%."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S43637
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>