Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 18095 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: PPW - LIPI, 1996
338.927 PER
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Deni Febrian
"Tesis ini membahas Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals (SDGs) di negara-negara Nordik (Denmark, Swedia, Finlandia dan Norwegia). Teori Regional Security Complex (RSCT) Barry Buzan dan Ole Waver (2003) dan konsep SDGs, digunakan untuk menganalisis motif kerja sama Tujuan Pembangunan Berkelanjutan di negara-negara Nordik. Berdasarkan analisis terhadap berbagai variabel yang membentuk pola kerja sama pada teori RSCT, penelitian ini menyimpulkan bahwa konstruksi sosial berupa pola persahabatan yang didukung oleh tradisi kerja sama yang panjang dan solid, kedekatan geografi, kesamaan bahasa dan budaya serta kesamaan sistem sosio-ekonomi menjadi dasar bagi kerja sama SDGs di negara-negara Nordik. Penelitian ini menemukan bahwa transformasi eksternal dan peran kawasan (overlay) sebagai faktor pendorong utama kerja sama negara-negara Nordik untuk Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Struktur distribusi kekuatan di kawasan Nordik dapat dikatakan telah berevolusi dari regional power ke the great power in the making. Hal ini dibuktikan dengan berhasilnya negara-negara Nordik dalam memitigasi berbagai ancaman non-tradisional di kawasan Nordik. Negara-negara Nordik juga aktif sebagai aktor keamanan dengan tidak hanya fokus menangani masalah keamanan secara internal tapi juga di kawasan lain seperti di Arktik dan Baltik. Kendati demikian, negara-negara Nordik masih memiliki beberapa tantangan terhadap implementasi SDGs terutama pada tujuan global 12 dan 13. Berdasarkan analisis dengan menggunakan konsep ekonomi sirkular (CE) pada SDG 12, optimalisasi hasil sumber daya dalam siklus teknis masih menjadi tantangan utama di negara- negara Nordik. Jejak material negara-negara Nordik masih paling tinggi di bandingkan dengan negara-negara Eropa lainnya dan trennya terus meningkat. Selain itu, tren jumlah limbah juga terus meningkat di negara-negara Nordik. Swedia merupakan penghasil limbah tertinggi dibanding negara-negara Nordik lainnya (1994-2017). Kemudian untuk SDG 13, capaian negara-negara Nordik lebih baik dibanding dengan SDG12. Masalah utama pada SDG 13 adalah mitigasi iklim adalah pada sektor transportasi. Sektor transportasi masih menyumbang sekitar 45% dari semua emisi CO2 terkait energi di kawasan Nordik. Kemudian kontribusi negara-negara Nordik untuk mencapai sasaran USD 100 miliar yang ditetapkan dalam naungan UNFCCC masih lebih sedikit di banding negara-negara OECD lain seperti Jerman dan Inggris.

This thesis discusses the Sustainable Development Goals (SDGs) in the Nordic countries (Denmark, Finland, Norway and Sweden). The Regional Security Complex (RSCT) Theory of Barry Buzan and Ole Waver (2003) and the concept of SDGs, are used to analyze the motives for cooperation on Sustainable Development Goals in the Nordic countries. Based on an analysis of various variables that form a pattern of cooperation in the theory of RSCT, this study concludes that social construction in the form of friendship patterns are supported by a long and solid tradition of cooperation, geographical proximity, language and cultural similarity and common socio-economic systems being the basis for SDGs cooperation in the Nordic countries. This study found that external transformation and the role of the region (overlay) as the main driving factors for the cooperation of the Nordic countries for the Sustainable Development Goals. The structure of power distribution in the Nordic region can be said to have evolved from regional power to the great power in the making. This is evidenced by the success of the Nordic countries in mitigating various non-traditional threats in the Nordic region. The Nordic countries are also active as security actors by not only focusing on handling security issues internally but also in other regions such as the Arctic and the Baltic. Nevertheless, the Nordic countries still have some challenges with the implementation of SDGs, especially on global goals 12 and 13. Based on an analysis using the concept of a circular economy (CE) on SDG 12, optimizing resource yields in the technical cycle remains a major challenge in the Nordic countries. The material footprint of the Nordic countries is still the highest compared to other European countries and the trend continues to increase. In addition, the trend of the waste generation also continues to increase in the Nordic countries. Sweden is the highest producer of waste compared to other Nordic countries (1994-2017). Then for SDG 13, the achievements of the Nordic countries are better than SDG12. The main problem with SDG 13 is climate mitigation in the transportation sector. The transportation sector still accounts for about 45% of all energy-related CO2 emissions in the Nordic region. Then the contribution of the Nordic countries to achieve the USD 100 billion target set under the auspices of the UNFCCC is still less than other OECD countries such as Germany and the United Kingdom.
"
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2020
T54937
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hartika Arbiyanti
"Kebijakan Social Solidarity Economy dan Green Economy merupakan suatu kebijakan terobosan yang menghasilkan lapangan pekerjaan lebih banyak serta meningkatkan nilai dan pertumbuhan ekonomi setiap tahun dengan mempertahankan kualitas lingkungan, seperti rendah karbon, perubahan iklim, hemat sumber daya, dan inklusif secara sosial. Pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dicapai melalui teknologi lingkungan hijau untuk menjaga dan mengembalikan kualitas lingkungan dan integritas ekologis, sementara berusaha memenuhi kebutuhan semua orang dengan dampak lingkungan serendah mungkin. Ini adalah strategi yang berupaya memaksimalkan output ekonomi (PDB) dengan meminimalkan ekologis. Sebagai negara anggota Uni Eropa, Jerman dan Prancis menerapkan kebijakan Social Solidarity Economy dan Green Economy yang mempengaruhi signifikan pada perekonomian di negaranya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode kualitatif dan kuantitatif dengan pendekatan ekonomi dan hubungan internasional. Adapun teori yang dipakai sebagai instrumen analisis ialah teori Hijau yang dikemukakan oleh Robyn Eckersley baik yang menggunakan perspektif Hubungan Internasional, maupun ekonomi dan teori ekonomi lingkungan dari Robert Solow dan teori ekonomi sirkular oleh Ellen MacArthur.

The Social Solidarity Economy and Green Economy policies are breakthrough policies that generate more jobs and increase value and economic growth every year while maintaining environmental quality, such as low carbon, climate change, saving resources, and being socially inclusive. Sustainable economic growth is achieved through green environmental technology to maintain and restore environmental quality and ecological integrity, while trying to meet the needs of all people with the lowest possible environmental impact. This is a strategy that seeks to maximize economic output (GDP) by minimizing ecology. As a member of the European Union, Germany and France have implemented Social Solidity Economy and Green Economy policies which have a significant influence on the economy of the country. The method used in this study is a qualitative and quantitative method with an economic approach and international relations. The theory used as an instrument of analysis is the Green theory put forward by Robyn Eckersley both using the perspective of International Relations, as well as economics and environmental economics theory from Robert Solow and circular economic theory by Ellen MacArthur."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2020
T54999
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cechini, Paolo
Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo, 1990
658.8 CHE e
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Richardson, Harry W.
Jakarta: Program Perencanaan Nasional, 1975
338.9 RIC et
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Rijks, K.
Rotterdam: S-Gravenhage, 1926
BLD 341.756 RIJ h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Daniel Tumpal S.
"ABSTRAK
Sejak tanggal 4 Januari 1999, mata uang tunggal Eropa Euro mulai dipergunakan sebagai alat transaksi. Berlakunya Euro ditandai dengan mulai berfungsinya Bank Sentral Eropa (ECB) di sebelas negara anggota Uni Ekonomi dan Moneter (EMU). Latar belakang lahirnya Euro disebabkan oleh keinginan untuk menciptakan kesejahteraan ekonomi yang lebih baik bagi anggotanya di tengah-tengah persaingan ekonomi global serta adanya suatu harapan agar segala bentuk konflik di Eropa tidak pernah terulang lagi.
Kredibilitas Euro disadari akan terus meningkat, namun di masa-masa awal pelaksanaan ini masih terdapat beberapa masalah yang dikhawatirkan dapat mempengaruhi pelaksanaan mata uang tunggal Eropa ini. Ada dua faktor yang hares diperhatikan para pengambilan keputusan di Eropa agar pelaksanaan Euro beserta institusi pelaksananya (ECB) dapat berjalan dengan baik; pertama, bagaimana mempertahankan kredibilitas ECB sebagai bank sentral yang independen. Kedua, Euro saat ini baru didukung oleh sebelas negara anggota dan akan lebih baik bila keempat negara anggota lainnya juga segera turut serta dalam mata uang tunggal Eropa.
Dalam menciptakan kredibilitas ECB yang lebih baik ada beberapa indikator yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaannya. Proses pengambilan keputusan di dalam EMU relatif lebih ter-desentralisasi dibandingkan bank sentral yang umumnya ada, dan juga dirasakan adanya persaingan pcngaruh antara dua negara terbesar di dalam EMU, yaitu: Jerman dan Perancis. Di masa depan akan lebih baik bila ECB tetap mampu mempertahankan independensinya dari intervensi kepentingan nonekonomi.dari negara-negara tertentu. ECB dirancang sebagai institusi yang relatif independen dari sorotan publik. Namun dirasakan perlu bila dalam pelaksanaannya ECB juga memperhatikan transparansinya kepada publik Eropa melalui akuntabilitasnya di Parlemen Eropa. Kredibilitas ECB akan juga semakin baik bila ia mampu tetap mempertahankan stabilitas harga yang ada dan mampu mengurangi tekanan tehadap nilai Euro yang dikhawatirkan dapat menyebabkan defisit anggaran.
Faktor kedua yang menjadi perhatian adalah masih adanya empat negara anggota Uni Eropa yang melakukan penundaan kedalam mata uang tunggal. Selain Yunani yang melakukan penundaan karena memang gagal memenuhi persyaratan ekonomi untuk masuk zone-Euro; maka ketiga negara lainnya (Inggris, Denmark, dan Swedia) lebih disebabkan alasan-alasan non-ekonomis; seperti: adanya isu nasionalisme/kedaulatan, belum mendapatkan dukungan publik, dan juga masih adanya kekhawatiran Euro tidak berhasil di masa awalnya. Walau diperkirakan penundaan ini hanya bersifat sementara melihat masa awal pelaksanaan Euro, namun akan lebih baik bila para pemerintah tersebut mengkondisikan tentang penggunaan mata uang tunggal Eropa Euro kepada masyarakatnya."
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizkita Alamanda
"Organisasi internasional memiliki berbagai klasifikasi, salah satunya dibedakan menurut sifat supranasional dan intergovernmental. Organisasi internasional yang bersifat supranasional dan intergovernmental memiliki perbedaan dalam beberapa hal, termasuk dalam pengambilan suara untuk pengambilan keputusan, organisasi internasional yang bersifat intergovernmental seperti halnya organisasi internasional pada umumnya, memerlukan suara bulat dalam pengambilan keputusan, sedangkan organisasi internasional yang bersifat supranasional menggunakan suara terbanyak dalam pengambilan keputusan, hasil dari pengambilan keputusan tersebut mengikat negara anggotanya. Uni Eropa sebagai organisasi internasional memiliki sejarah yang panjang sejak pembentukannya, selain itu Uni Eropa juga memiliki perbedaan dengan organisasi internasional lainnya, karena sejak awal Uni Eropa dibentuk sebagai organisasi supranasional. Hal tersebut selanjutnya mempengaruhi berbagai hal, salah satunya mengenai pengambilan keputusan dalam Uni Eropa.
Skripsi ini berusaha memaparkan permasalahan-permasalahan tersebut dengan menggunakan bentuk penelitian yuridis-normatif, sehingga menghasilkan data deskriptif-analitis yang dapat menjawab permasalahan-permasalahan di atas. Pada kesimpulannya, pengambilan keputusan dalam Uni Eropa terkait dengan institusi-institusi yang berwenang serta pengambilan suara yang digunakan. Uni Eropa selain mengenal pengambilan suara secara bulat, juga mengenal pengambilan suara menggunakan suara terbanyak, dan sejak berlakunya Traktat Lisbon semakin banyak bidang-bidang yang diputuskan berdasarkan suara terbanyak, dalam mekanisme Uni Eropa dikenal sebagai qualified majority voting (QMV).

International organizations are classified in numerous ways, depending on the purpose for which the classification is being made, for instance the distinction between intergovernmental and supranational organizations. Intergovernmental and supranational organizations have different characteristics, including in the decision making process. Intergovernmental organization enjoys the unanimous approval from all members to adopt a decision, which is different in supranational organization, majority voting is become the main system. European Union as an international organization has supranational characteristics for the very first time, which take an effect on several things and decision making process in particular.
This thesis explains how that matters perform in juridical-normative method. At the conclusion, the decision making process always related to the institution's power and the voting system. However, the European Union recognizes not only unanimity, but also qualified majority voting (QMV) as the voting system which is needed in many areas, especially after the Lisbon Treaty 2007 came into force.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S43311
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>