Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 23603 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Endang Wahyu Fitriani
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2008
S32767
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Tia Erviza Ulfa
"Vitamin C merupakan antioksidan yang paling banyak digunakan dan masih terus diteliti karena memiliki masalah terhadap stabilitasnya dalam sediaan farmasi. Adanya air, udara dan cahaya dapat menyebabkan vitamin C dalam bentuk asam askorbat terurai menjadi asam dehidroaskorbat dan kemudian menjadi asam oksalat yang tidak aktif. Magnesium askorbil fosfat lebih stabil dibandingkan asam askorbat. Namun, pada kenyataannya magnesium askorbil fosfat tidak efektif sebagai sediaan topikal. Diformulasikan sediaan semisolid tanpa air asam askorbat dan magnesium askorbil fosfat dengan menggunakan basis silikon yang akan dibandingkan stabilitasnya dalam sediaan basis air (krim).
Persentase kadar pengujian stabilitas dipercepat setelah penyimpanan selama 8 minggu pada suhu hangat 40±20oC dengan metode KLT Densitometri terhadap sediaan semisolid basis air asam askorbat, basis air magnesium askorbil fosfat, basis silikon asam askorbat dan basis silikon magnesium askorbil fosfat berturut adalah 0,67%, 2.45% , 3.74% dan 4.57% dari 5% zat aktif yang ditambahkan. Persentase ini menunjukan bahwa sediaan semisolid basis silikon jauh lebih stabil dibandingkan sediaan semisolid basis air. Ini membuktikan bahwa basis tanpa air merupakan sistem yang ideal sebagai pembawa untuk asam askorbat. Magnesium askorbil fosfat lebih stabil dibandingkan asam askorbat, namun kekuatan antioksidannya berdasarkan metode pengujiaan peredaman DPPH diperoleh IC50 105,15 ppm dimana potensi antioksidannya jauh lebih rendah dibandingkan asam askorbat dengan IC50 2,66 ppm.;

Vitamin C is an antioxidant which is the most widely used and is still studied because it has the problem of stability in pharmaceutical preparations. Presence of water, air and light can cause vitamin C in the form of ascorbic acid breaks down into dehydroascorbic acid and finally be inactive of oxalic acid. Using vitamin C derivatives such as magnesium ascorbyl phosphate are more stable than ascorbic acid. However, in reality magnesium ascorbyl phosphate is not effective as a topical preparation. Ascorbyl acid was made into semisolid preparation without water (silicone based), and than the stability will be compared with semisolid aqueous based (cream).
Percentage level after 8 weeks accelerated stability testing at a temperature of 40±20oC with TLC Densitometry for semisolid aqueous based ascorbic acid, aqueous based magnesium ascorbyl phosphate, ascorbic acid silicone based and magnesium ascorbyl phosphate silicone based are respectively 0,67%, 2.45% , 3.74% and 4.57% of 5% active substance added. This percentage shows that semisolid silicone based is more stable than semisolid aqueous based. This proves that non aqueous is ideal as a carrier system for ascorbic acid. Magnesium ascorbyl phosphate is more stable than ascorbic acid, but antioxidants potential obtained (IC50 105.15 ppm) measured by DPPH method was lower than ascorbic acid with IC50 2.66 ppm.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
S46064
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syifa Amelia
"Vitamin A, C, dan E seringkali digunakan dalam formulasi kosmetik karena berbagai macam manfaatnya bagi kecantikan, baik sebagai antioksidan, pemutih, dan peremaja kulit. Salah satu bentuk sediaan yang menggunakan vitamin sebagai zat aktifnya adalah serum kosmetik. Vitamin tersebut merupakan senyawa yang kurang stabil sehingga diperlukan suatu formulasi yang dapat menjaga kestabilan vitamin. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis stabilitas kimia vitamin A, C, dan E dan memperoleh formulasi serum vitamin A, C, dan E yang stabil. Serum dibuat berupa emulsi minyak dalam air menggunakan emulsifier baru, campuran asam 2-oktadekanoloksipropana-1,2,3-trikarboksilat dan asam 2- (steariloksi)propanoat (84:16). Dibuat 3 formulasi dengan 3 variasi vitamin C glukosida yaitu 1%, 2% dan 3%, dan konsentrasi konstan 0,11% vitamin A asetat dan 0,1% vitamin E asetat untuk setiap formulasi. Uji stabilitas dilakukan pada 3 kondisi penyimpanan, yaitu 40oC selama 31 hari, 28oC ±2oC pada tempat terbuka, dan 28oC ±2oC pada tempat tertutup yang gelap, keduanya selama 33 hari. Analisis dilakukan dengan cara pengecekan pH dan analisis kadar menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi dengan kolom C8, fase gerak metanol-air (97:3), laju alir 1,0 ml/menit, dan panjang gelombang analisis 287 nm. Hasil uji stabilitas menujukkan bahwa degradasi vitamin A asetat, C glukosida, dan E asetat mengikuti orde reaksi pertama, dan formulasi 3 yang disimpan pada suhu ruang di tempat gelap tertutup memberikan shelf-life terlama yaitu 54 hari.

Vitamin A, C, dan E are often used in cosmetic formulations because of their many advantage for beauty: as an antioxidant, as whitening agent, and as skin youthful agent. One of the preparations using vitamin as its active substance is cosmetic serum. Vitamin is an unstable substance, therefore it need a formulation that can keep its stability. The study aims to analyze the chemical stability of vitamin A, C, and E and to discover the most stable formulation of serum vitamin A, C, and E. The serum was made as a water in oil emulsion using a mixed emulsifier of 2-octadecanoloxypropane-1,2,3-tricarboxyilic acid and 2- (stearyloxy)propanoic acid (84:16). Three variation of the formula was made with the concentrations of vitamin C glucoside at each 1%, 2% dan 3%, and constant concentration of 0,11% vitamin A acetate dan 0,1% vitamin E acetate for every formulation. The stability of the formulations was measured at 3 conditions: high temperature (40oC) at 31 days, room temperature (28oC ±2oC) in a open place, and room temperature (28oC ±2oC) in closed dark place, both at 33 days. The pH value and consentration of the analyte in the formulations was measured with pH meter and validated high performance liquid chromatography analysis method using C8 column, the mobile phase was methanol-water (97:3), the flow rate was 1.0 ml/minute, and was analyzed at 287 nm. The stability study shows that the degradation of vitamin A acetate, C glucoside, dan E acetate are following first order reaction, and Formulation 3 that was kept at dark closed place gives the longest shelf-life: 54 days.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2014
S55811
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Zahra Nooraisha
"Ekstrak plasenta dapat digunakan sebagai pengobatan dan kosmetika, seperti produk perawatan kulit dan menghambat penuaan kulit. Ekstrak Plasenta mengandung komponenkomponen seperti asam amino yang dapat meningkatkan produksi kolagen pada fibroblast kulit. Vitamin C merupakan antioksidan yang paling sering dijumpai dan memiliki peran dalam biosintesis kolagen sehingga memiliki fungsi antiaging. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil penetrasi serum ekstrak plasenta dengan keberadaaan Vitamin C. Ekstrak Plasenta diformulasikan ke dalam bentuk sediaan serum untuk kulit dikombinasikan dengan Vitamin C dengan kadar 5% dan 10% (Formula C2 dan C3) dan diamati kemampuan penetrasinya ke dalam kulit dibandingkan dengan serum ekstrak plasenta tanpa Vitamin C (Formula C1) menggunakan Sel Difusi Franz selama 6 (enam) jam. Diperoleh hasil uji penetrasi Serum C1 sebesar 113,69 mg/cm2 dengan fluks sebesar 15,7 mg/cm2.jam, Serum C2 sebesar 97,52 mg/cm2 dengan fluks sebesar 11,6 mg/cm2.jam, dan Serum C3 sebesar 80,26 mg/cm2 dengan fluks sebesar 9,5 mg/cm2.jam. Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa keberadaan vitamin C pada formulasi serum ekstrak plasenta dapat menurunkan kemampuan penetrasinya, yang disebabkan oleh sifat hidrofilisitasnya.

Placenta extract can be used as a treatment and cosmetics, such as skin care products, and inhibit skin aging. Placenta extract contains components such as amino acids that can increase collagen production in skin fibroblasts. Vitamin C is the most commonly found antioxidant and has a role in collagen biosynthesis so that it has an antiaging function. This study aims to determine the serum penetration profile of placental extract with the presence of Vitamin C. Placenta extract was formulated into serum dosage form for the skin combined with Vitamin C with levels of 5% and 10% (Formula C2 and C3) and observed its penetration ability into the skin compared to serum of placenta extract without Vitamin C (Formula C1) using Franz Diffusion Cells for 6 (six) hours. The results of penetration test for Serum were 113,69 mg/cm2 with a flux of 15,7 mg/cm2.hr for Serum C1, 97,52 mg/cm2 with a flux of 11,6 mg/cm2.hr for Serum C2, and 80,26 mg/cm2 with a flux of 9,5 mg/cm2.hr for Serum C3. This study concluded that the presence of Vitamin C in the serum formulation of placenta extract can reduce its penetration ability, which is due to its hydrophilicity properties."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhsin Alwan
"Sinar matahari mengandung spektrum ultraviolet yang dapat memicu timbulnya radikal bebas. Radikal bebas ini terhadap kulit dapat menyebabkan efek penuaan. Diperlukan suatu sediaan krim yang dapat memperbaiki kulit dari efek penuaan tersebut dan juga menetralkan efek radikal bebas. Krim vitamin E terbukti efektif mengurangi pembentukan radical bebas oleh paparan sinar UV pada kulit, akan tetapi keuntungan penggunaan sediaan topikal ini dikurangi oleh terbatasnya jumlah zat aktif yang dapat diabsorbsi oleh kulit. Dengan penambahan emolien primer dan sekunder berdasarkan prinsip RPI telah terbukti dapat meningkatkan penetrasi vitamin E. Adanya penambahan kedua emolien tersebut diperkirakan dapat mempengaruhi kestabilan fisik krim, oleh sebab itu dilakukan uji kestabilan fisik krim selama tiga bulan. Uji kestabilan meliputi penyimpanan pada suhu kamar, suhu 4°C, suhu 40°C, freeze thaw / cycling test dan uji mekanik. Parameter kestabilan yang diamati adalah organoleptis, pengukuran pH, viskositas dan diameter globul rata-rata. Hasil yang diperoleh adalah krim dengan penambahan Isopropil isostearat sebagai emolien primer dan trietil heksanoin sebagai emolien sekunder tidak stabil secara fisik pada penyimpanan 40°C, suhu kamar, dan uji mekanik dimana krim menunjukkan adanya pemisahan fase.

Sunlight has an ultraviolet spectrum which trigger the incidence of free radicals. They can cause photo aging effect on human. For that reason, one needs to repair the damage and neutralize the free radicals effect. Vitamin E cream is known can significantly decrease the UV radiation-induced radical flux in skin, however the advantages of the topical application of cream is reduced by limited amount of active ingredient absorbed by the skin. With RPI method, added a primary emollient and secondary emollient had been proven to improve the penetration of vitamin E. The primary emollient and secondary emollient added are estimated to influence physical stability of the cream. For that reason the physical stability test should be done for three months storage; including the storage at room temperature of 4°C, 40°C, freeze thaw and mechanical test. The stability parameters are organoleptics, pH, viscosity and globule s diameter measurement. This study resulted that cream with isopropyl isostearate and triethylhexanoin as the primary and secondary emollient were not stable when storage in 40°C, room temperature and mechanical test because the cream showed separation of phase.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2006
S32826
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zulva Hamid
1996
S32051
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Sulistiyani
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2008
S32751
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fadinda Shafira
"Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh anak yang disebabkan oleh rendahnya asupan gizi, dimulai sejak janin hingga 1.000 hari pertama kehidupan. Salah satu indikator penyebab terjadinya kekurangan gizi adalah kekurangan Vitamin C. Vitamin C merupakan vitamin yang larut dalam air dan dikeluarkan melalui urine. Kadar Vitamin C urine kurang dari 1,12 mmol/L mengindikasikan bahwa pasien kekurangan asupan Vitamin C. Oleh sebab itu, diperlukan deteksi dini untuk pemantauan asupan Vitamin C yang cukup pada ibu hamil. Dalam penelitian ini, dilakukan pengembangan sistem kolorimeteri untuk pengukuran kadar Vitamin C dalam urine dengan model klasifikasi dan regresi berbasis citra dengan strip uji. Citra ditangkap menggunakan kamera ponsel pintar Samsung Galaxy A72, Samsung Galaxy A31, Huawei Nova 5T, dan Vivo Y12. Proses akuisisi citra menggunakan kotak uji yang berisikan papan warna referensi yang mengacu pada X-Rite Color Checker Classic dan barcode uji. Barcode uji merupakan transformasi dari strip uji dengan cara menggunting strip menjadi dua bagian sama besar. Diterapkan model koreksi warna Polynomial Color Correction (PCC) pada citra sebelum memasuki model. Arsitektur model Convolutional Neural Network (CNN) yang digunakan adalah VGG16. Dilakukan variasi bentuk citra input untuk mengetahui bentuk citra yang paling sesuai untuk sistem kolorimetri, studi kasus Vitamin C urine. Variasi bentuk citra input meliputi citra analit tunggal, citra analit multiple, citra seluruh analit, dan citra barcode urinalisis. Citra barcode urinalisis merupakan gabungan antara barcode uji dan warna referensi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model terbaik didapatkan dengan menggunakan bentuk citra input barcode urinalisis. CNN-VGG16 mampu melakukan koreksi warna serta ekstraksi fitur di dalam model. Keluaran sistem berupa 5 kelas kadar Vitamin C urine dan kadar Vitamin C urine. Eksperimen dilakukan dengan 3500 citra dengan sampel urine buatan dan 680 citra dengan sampel urine asli. Diperoleh performa model klasifikasi CNN-VGG16 dengan akurasi sebesar 99,5% pada urine buatan dan 88,7% pada urine asli. Didapatkan performa model regresi CNN-VGG16 dengan nilai R2 sebesar 0,998 dan RMSE sebesar 0,067 dengan urine buatan, serta nilai R2 sebesar 0,930 dan RMSE sebesar 0,457 dengan urine asli. Performa tersebut menandakan bahwa sistem kolorimetri urinalisis dapat digunakan untuk menentukan kelas kadar Vitamin C urine dan mengukur kadar Vitamin C urine.

Stunting is a condition of impaired growth and development that children experience caused by low nutrional intake, starting from fetus until the first 1,000 days of life. One indicator that cause malnutrition is a lack of Vitamin C. Vitamin C is a water-soluble vitamin and excreted in the urine. A urine Vitamin C level less than 1.12 mmol/L, indicates that the patient is deficient in Vitamin C intake. Therefore, early detection is needed to monitor adequate intake of Vitamin C in pregnant women. In this study, a colorimetric system was developed for predict Vitamin C contents in urine using image-based classification and regression models with urine test strip. The image was captured using the Samsung Galaxy A72, Samsung Galaxy A31, Huawei Nova 5T, and Vivo Y12 smartphone cameras. The image acquisition process uses an image housing box contains a reference color board that refers to the X-Rite Color Checker Classic and a test barcode. The test barcode is a transformation of the urine test strip by cutting the strip into two equal parts. The Polynomial Color Correction (PCC) color correction model is applied to the image before entering the CNN models. The architecture of the Convolutional Neural Network (CNN) model used is VGG16. Variations in the input image form were carried out to determine the most suitable image form for the colorimetric system, in case study of Vitamin C urine. Variations of input image form including single analyte image, multiple analyte image, all analyte image, and urinalysis barcode image. The urinalysis barcode image is a combination of the test barcode and the reference color. The results showed that the best model was obtained using the form of urinalysis barcode input image. CNN-VGG16 can perform color correction and feature extraction in the model. The system outputs are 5 classes of urine Vitamin C contents and Vitamin C contents of urine. Experiments were carried out with 3500 images using artificial urine samples and 680 images using real urine samples. The performance of the CNN-VGG16 classification model was obtained with an accuracy of 99.5% using artificial urine and 88.7% using real urine samples. The performance of the CNN-VGG16 regression model was obtained with an R2 value of 0.998 and an RMSE of 0.067 using artificial urine, as well as an R2 value of 0.930 and an RMSE of 0.457 using real urine. This performance indicates that the urinalysis colorimetric system can be used to determine the class of urine Vitamin C contents and measure urine Vitamin C contents."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Irawati Soeria Santoso
"Angiogenesis dalam keadaan normal mempunyai peranan antara lain dalam pertumbuhan dan penyembuhan jaringan. Beberapa zat dapat mempengaruhi proses angiogenesis. Zat yang dapat merangsang keaktifan angiogenesis dapat dipakai untuk merangsang pertumbuhan atau penyembuhan jaringan. Sebaliknya, zat yang dapat menekan proses angiogenesis dapat dipergunakan untuk menghambat pertumbuhan sel-sel tumor. Zat antioksidan dapat menghambat kerusakan jaringan dengan menghambat pembentukan gugus radikal bebas yang berlebihan. Beberapa vitamin seperti vitamin A (beta karoten), vitamin C (asam askorbat) dan vitamin E (alfa tokoferol) mempunyai sifat sebagai antioksidan. Yang menjadi permasalahan ialah apakah vitamin A, vitamin E dan vitamin C mempunyai efek terhadap keaktifan angiogenik. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui pengaruh pemberian vitamin A, vitamin C dan vitamin E yang mempunyai sifat antioksidan terhadap keaktifan angiogenik. Pada penelitian ini dipergunakan jaringan endometrium dari tikus putih (W Ct star) pada kehamilan hari ke 5. Saringan endometrium dari setiap tikus dibagi dalam 4 kelompok. Kelompok 1 direndam dalam RPMI 1640 + vitamin A, kelompok 2 direndam dalam RPMI 1540+ vitamin C dan kelompok 3 dengan RPMI 1640 + vitamin E. Kelompok 4 sebagai kontrol, jaringan direndam dalam RPMI 1640. Semua jaringan diinkubasi pada suhu 37 derajat C , 5 % C02 selama 60 menit. Pemeriksaan angiogenesis dilakukan dengan metoda Folkman. Eksplan jaringan endometrium yang dipotong-potong dengan ukuran kurang lebih 500 um , ditempatkan dalam matriks gel kolagen 3 dimensi yang berisi sel endotel (HUVEC) dalam media NCTC dan FCS. Eksplan tersebut dikultur selama 96 jam. Potensi angiogenik endometrium diukur dengan derajat migrasi sel endotel menuju jaringan yang ditanam ( skor 0 - 4 ). Skor aktifitas angiogenik adalah Mode dari skor angiogenik eksplan yang ditanam pada setiap cawan kultur. Untuk mengetahui perbedaan skor angiogenik setiap kelompok digunakan analisa dengan Chi-squared test dengan p t 0.05 dan derajat kebebasan (k-1)(b-1). Telah diperiksa aktivitas angiogenik 17 tikus. Dibandingkan dengan kontrol, maka pemberian vitamin A, vitamin C dan vitamin E memberikan skor aktivitas angiogenik yang lebih baik. Namun perbedaan ini tidak bermakna. Skor aktivitas angiogenik pada pemberian vitamin A dan C adalah 1 sedangkan vitamin E mendekati 1 dan pada kontrol lebih rendah sedikit dari pemberian vitamin E. Semula diduga bahwa vitamin A akan menekan proses angiogenesis namun dalam penelitian ini pemberian vitamin A memberikan hasil meningkatkan skor aktivitas angiogenesis. Mungkin hal ini disebabkan oleh dosis vitamin yang diberikan dan sifat vitamin A yang dapat menghambat pertumbuhan sel endotel (retinol babas) dan merangsang pertumbuhan sel (beta karoten dan retinol yang berikatan dengan protein -karier). Sebagai kesimpulan dalam penelitian ini ialah vitamin yang mempunyai sifat sebagai antioksidan walaupun tidak bermakna namun dapat memperbaiki skor angiogenesis dan mungkin dapat dikembangkan sebagai terapi tambahan disamping terapi konvensional pada beberapa penyakit di klinik.

Angiogenesis is an important physiologic process, which plays an essential role in normal tissue growth or repair. Several substances have been known to modulate angiogenic activity and can therefore be used either to stimulate or inhibit angiogenesis. Antioxydants are known to check tissue injury by inhibiting the formation of free radicals. vitamins A (beta carotene), C (ascorbic acid.), and E (alpha tacopherol) have antioxydant properties. The problem is to determine if these vitamins can also affect angiogei is activity. The purpose of this study is to investigate whether the antioxydant properties of vitamins A, C, and E can affect angiogenesis. Endometrial tissue samples were obtained from white rats (Wistar) on the fifth day of pregnancy. Samples from each rat were divided into 4 portions. The first portion was put into a solution of RPMI 1640 and vitamin A, the second into RPMI 1640 and vitamin C, and the third into RPMI 1640 and vitamin E. The last portion, as control, was put into a solution containing only RPMI 1640. All portions.were incubated at 37°C with 5% C02 for 60 minutes. Angiogenic assay followed the Folkman method. Explants from endometrial tissue were finely chopped into pieces smaller than 500 um and placed in a 3 dimensional collagen gel matrix containing endothelial cells (HUVEC) in NCTC and FCS media. the explants were cultured for 96 hours. Endometrial angiogenic potential were quantified by the degree of endothelial cell migration towards the explants, with a possible score of 0 - 4. The angiogenic activity score is the mode of the explant angiogenic score in each culture dish. Statistical analysis by using the chi-squared test with p<0.OOF. and a degree of freedom of (k-l) (b-1) was used to determine the difference in angiogenic score of each portion. The angiogenic activity of samples from 17'female white rats was evaluated. Vitamins A, C, and E was found to produce a higher score when compared to control. The difference was however not statistically significant. In samples given vitamins A and C the score was 1, while in samples with vitamin E the score was slightly less than 1. The score in the control batch was a little bit less than the vitamin E score. It was thought that vitamin A will inhibit angiogenesis, but this study showed that vitamin A enhanced angiogenic activity. This is probably caused by incorrect dosage, or the characteristics of vitamin A itself. Free retinal has been known to inhibit endothelial cell growth, while beta carotene and retinal bound to protein carriers may stimulate cell growth. From this study it can be concluded that vitamins with antioxydant properties can slightly increase angiogenic scores, and may be developed into an adjuvant tc conventional clinical therapy."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1994
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>