Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 128362 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mega Dwi Sartika
"ABSTRAK
Kesepakatan penghapusan perdagangan anak sebagai isu global, sejalan dengan lingkup kesepakatan menghapus terorisme, penyelundupan senjata (arm smugling), peredaran gelap narkotika dan psikotropika, pencucian uang (money laundry), penyelundupan orang (people smuggling) dan perdagangan orang termasuk anak (child trafficking). Indonesia telah meratifikasi dan mengundangkan protokol Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk penghapusan kejahatan transnasional tersebut. Saat ini sedang dalam proses ratifikasi protokol Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk menghapus dan mencegah perdagangan orang termasuk anak. Penelitian tentang Kejahatan Perdagangan Anak Sebagai Predicate Crime Dalam Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang terdiri atas 2 (dua) masalah, yaitu: Bagaimanakah praktek kejahatan perdagangan anak?, bagaimanakah pencegahan dan pemberantasan tindak pidana perdagangan anak sebagai predicate crime dalam UUTPPU? Sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis, yaitu mendeskripsikan, menggambarkan, menelaah dan menjelaskan secara analitis permasalahan yang dikemukakan. Penelitian bersifat deskriptif analisis adalah suatu penelitian yang berusaha menggambarkan fakta dan data-data mengenai praktek kejahatan perdagangan anak, penanggulangan kejahatan perdagangan anak, dan bentuk pembaharuan hukum tentang perdagangan anak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 88 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak (RAN P3A) sebagai salah satu kebijakan dalam bidang hukum pidana untuk mencegah dan menanggulangi kejahatan perdagangan orang termasuk terhadap anak di bawah umur. Dalam pencegahan pencucian uang, inisiatif pemerintah terlihat dari telah diundangkannya Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang yang terbaru yaitu UU No.8 Tahun 2010. Peneliti menyarankan agar Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang mengatur kriteria khusus tentang kejahatan perdagangan anak di bawah umur yang dapat dikualifikasikan sebagai pelanggaran terhadap hak asasi manusia sehingga pencucian uang tidak dipratekkan.

ABSTRACT
Agreement of abolition of child commerce as global issue, in line with agreement scope vanish the terrorism, gunrunning (arm smuggling), dark circulation of narcotic and psikotropika, money wash (money laundry), people smuggling (people smuggling) and people commerce is inclusive of child (child trafficking). Indonesia have ratified and invite the protocol of United Nations for the abolition of the badness transnational. In this time in the process of ratify the protocol of United Nations to vanish and prevent the people commerce is inclusive of child. Research about Badness of Child Commerce As Predicate Crime In Law of Doing An Injustice of Money Laundring consisted of by 2 (two) problem, that is : What will be practice of underage child commerce badness?, what will be regulated of badness of child commerce? and, what will be renewal form punish about child commerce as predicate crime of Law of To Doing An Injustice of Money Laundring? Nature of this research is analytical descriptive, that is to describe, depicting, analyzing and explaining analytically those opened problems. Research have the character of descriptive analyze is a research trying to depict the fact and data of concerning practice of badness of child commerce, regulated of badness of child commerce, and renewal form punish about child commerce. Result of research indicate that the republic government of Indonesia release the Decision of Number President 88 Year 2002 about Plan of Action of National of Abolition of Commerce of Woman and Child (RAN P3A) as one of policy in the field of criminal law to prevent and overcome the badness of people commerce is inclusive of to underage child. In the prevention of money laundering, the government initiatives is the enactment of Law Money Laundering crime No. 8 year 2010. Researcher suggest that Law of To Doing An Injustice of Money Laundring arrange the special criterion about underage child commerce badness which can be qualified as collision to human right so that money wash do not practiced."
Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutagaol, Stephan Anggita
Depok: Universitas Indonesia, 2003
S21811
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Atin Sri Pujiastuti
"Penelitian ini berfokus pada implementasi Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang dilaksanakan oleh Bank X. Disini, penulis mendeskripsikan dan menganalisa kepatuhan penerapan peraturan-peraturan mengenai TPPU yang dilaksanakan oleh Bank X guna mencegah dan memberantas TPPU. Peneliti berusaha mencari tahu hambatan-hambatan yang muncul dalam melaksanakan implementasi Undang-Undang tersebut serta strategi apa saja yang digunakan untuk mengatasi kendala tersebut.
Hasil penelitian menggambarkan adanya kepatuhan penerapan Undang-Undang pencegahan dan pemberantasan TPPU yang dilaksanakan oleh Bank X. Kepatuhan tersebut meliputi kepatuhan dalam penerapan CDD, Penerapan program pelatihan berkelanjutan mengenai Anti-Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU/PPT), Kepatuhan meratifikasi UU No.8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU, Kepatuhan penerapan Unit Kerja Khusus.
Penulis juga menemukan kendala-kendala yang dihadapi oleh Bank X yakni kendala internal dan kendala eksternal. Kendala Internal yang dihadapi adalah Keterbatasan SDM tersebut terdapat pada Kantor Cabang Bank X dimana tidak memiliki unit kerja khusus tetapi Independent Unit karyawan Bank yang merangkap tugas dan perannya sebagai unit kerja khusus. Padahal, berdasarkan aturan PBI No. 14/27/PBI/2012 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Bagi Bank Umum mewajibkan setiap Bank memiliki unit kerja khusus dan memiliki:1) pegawai yang menjalankan fungsi unit kerja khusus; atau 2) pejabat yang mengawasi penerapan program APU dan PPT.
Selanjutnya, kendala eksternal yakni terbatasnya tenaga pengawas bank Indonesia., terbatasnya tenaga pengawas PPATK, banyaknya jenis pelapor yang harus diawasi oleh PPATK meliputi 21 jenis Penyedia Jasa Keuangan (PJK) dan 5 jenis Penyedia Barang/Jasa, treatment pengawasan yang disesuaikan dengan kondisi pelapor baik PJK maupun Penyedia Barang/Jasa. Ketiga, Kurangnya cooperative nasabah/calon nasabah dalam memberikan informasi yang benar serta melengkapi sejumlah dokumen sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

This research focuses on the implementation of the ACT on the prevention and eradication of the crime of money laundering (TPPU) implemented by the ?X? Bank . here, the author describes and analyzes the compliance of implementing the rules about TPPU implemented by the ?X? Bank in order to prevent and eradicate TPPU. Researchers are trying to figure out the obstacles that appear in the implementation of the ACT and what are the strategies used to overcome these barriers.
Results of the study has described about the existence of compliance in the application of the prevention and eradication ACT (TPPU) implemented by the ?X? Bank. This compliance includes the implementation of CDD, implementation of sustainable training programmes on Anti-money laundering and Terrorism Funding Prevention (APU/PPT), compliance to ratify the ACT of TPPU, compliance of application of special work unit. The author also find some obstacle faced by the ?X? Bank that is internal and external constraints.
The internal constraints that faced is the limited human resource at the branch office of the ?X? Bank which is hasn?t special work unit but independent unit of Bank employee that work doubles at their task and role as a special work unit.
Furthermore, external constraint is the limited supervisory labour of the main Bank og Indonesia (BI), limited supervisory labour of the Central reporting and analysis of financial transactions (PPATK). The excessive number of reporters who must be supervised by the ppatk include 21 kinds of financial Service Providers (PJK) and 5 types of goods/services providers. The last is obstacle from the customer that lack of cooperative in providing true information as well as a willingness in case to complete a number of documents in accordance with the valid regulation.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T39213
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marpaung, Imanuel Arinatio
"Pencucian uang merupakan upaya yang dilakukan seseorang untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta yang berasal dari kejahatan, oleh sebab itu perbuatan tersebut dikategorikan sebagai tindak pidana. Dalam tesis ini, penulis membahas mengenai dua konsep penanganan tindak pidana pencucian uang yang berlaku di Indonesia saat ini. Di awal pembahasan, Penulis menjelaskan tentang kedua konsep tersebut beserta dengan pengaturannya menurut hukum positif di Indonesia. Selain itu Penulis juga menjelaskan mengenai kelebihan dan kekurangan dari penerapan masing-masing konsep tersebut dan dilanjutkan dengan penjelasan mengenai sudut pandang dan penerapan pada di lapangan oleh aparat penegak hukum (Jaksa, Advokat, dan Hakim) terkait penerapan kedua konsep tersebut. Selanjutnya, Penulis juga menggunakan Putusan Pengadilan untuk melihat bagaimana salah satu konsep tersebut diterapkan dan mencari kemungkinan timbulnya permasalahan dengan diberlakukannya kedua konsep tersebut. Kesimpulan pada penelitian ini, pertama, konsep follow up crime menyebutkan bahwa pencucian uang merupakan tindak pidana lanjutan, sedangkan konsep independent crime menyebutkan bahwa pencucian uang merupakan tindak pidana yang berdiri sendiri. Adapun kedua konsep tersebut mendapatkan pengaturan dalam UU PP-TPPU. Kedua, konsep tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Diadopsinya kedua konsep tersebut dalam UU PP-TPPU perbedaan sudut pandang antar penegak hukum dan adanya diversifikasi di lapangan yang mengakibatkan ketidakpastian hukum dalam penanganan tindak pidana pencucian uang. Ketiga, dalam putusan yang digunakan, terhadap penanganan pencucian uang seperti yang ada pada putusan berpotensi menimbulkan masalah ketika harta dari pencucian uang berasal dari suatu tindak pidana yang bukan lingkup dari tindak pidana asal dalam UU PP-TPPU.

Money laundering is the act which the proceeds of crime are made to appear legitimate. As such, it is categorized as a criminal offense. In this thesis, the author discusses two concepts for handling money laundering offenses. The author explains these concepts, their advantages and disadvantages, and how they are regulated under Indonesian law. The discussion also includes an analysis of the perspectives and applications in the field by law enforcement officials (prosecutors, advocates, and judges) regarding the implementation of these concepts. Furthermore, the author examines court decisions to see how one of the concepts is applied and to identify potential problems in the application of both concepts. In conclusion, the first concept defines money laundering as a continuing criminal offense, while the second concept treats it as an independent criminal offense. Both are regulated in Law number 8 of 2010. The adoption of these two concepts has led to differing viewpoints among law enforcers and inconsistencies in the field, resulting in legal uncertainty. Additionally, in the court decisions analyzed, the handling of money laundering has the potential to cause problems when the proceeds of money laundering originate from criminal acts that fall outside the scope of the original criminal act as defined in the PP-TPPU Law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iwan Gani Jaya
"Kejahatan kerah putih (white color crime), layaknya dunia bisnis, sudah tidak lagi mengenal batas negara. Bahkan uang hasil kejahatan dari sebuah negara dapat ditransfer ke negara lain dan diinvestasikan ke dalam berbagai bisnis yang sah. Kegiatan ini disebut sebagai praktik pencucian uang (money laundering). Dengan dimungkinkannya praktik pencucian uang maka memberi peluang bagi pelaku kejahatan untuk terus melakukan tindakan kejahatannya. Untuk mencegah ini maka setiap negara diharapkan mempunyai aturan yang melarang uang hasil kejahatan untuk ditanamkan di berbagai bidang usaha yang sah. Indonesia menjadi salah satu negara yang dari para pelaku kejahatan kerah putih untuk melakukan pencucian uang. Hal ini disebabkari karena pertama, Indonesia selama ini belum memiliki ketentuan yang mengatur larangan bank atau pelaku bisnis untuk menerima uang hasil kejahatan. Tidak ada ketentuan yang membolehkan pelacakan dari mana uang tersebut diperoleh tetapi justru memiliki sistem kerahasiaan perbankan yang ketat, dan kedua, para pelaku kejahatan melihat banyaknya peluang bisnis yang sah yang mereka dapat masuki. Apalagi dengan keterpurukan perekonornian Indonesia belakangan ini dan kebutuhan Indonesia untuk mendatangkan investor asing yang telah menjadikan Indonesia sebagai negara yang menarik untuk dimasuki. Praktik kejahatan pencucian uang selalu dikaitkan atau dihubungkan dengan institusi perbankan dan proses pencucian uang ini dilakukan melalui tiga fase, yaitu: placement, layering, dan integration. Fase pertama, placement, dimana pemilik uang tersebut menempatkan dana haramnya ke dalam sistem keuangan (financial system), melalui bank. Dan satu bank kemudian dipindahkan ke bank yang lain (acount to acount}, dan dari satu negara ke negara yang lain (state to state) maka uang haram tersebut telah menjadi bagian dalam satu jaringan keuangan global (global finance). Dengan demikian bank merupakan pintu utama dari fase pertama tindak kejahatan money laundering. Fase kedua, layering, dimana pemilik dana telah memecah uang haramnya ke dalam beberapa rekening dan antar negara. Hal dilakukan untuk menghindari kecurigaan otoritas moneter mengenai jumlah uang yang demikian besar menjadi beberapa rekening dengan nilai nominal yang relatif, tidak mencurigakan juga diatasnamakan beberapa nasabah yang tidak saling mengenal satu sama lain. Pemecahan ke dalam beberapa lapis nasabah melalui beberapa lapis rekening antarbank antarnegara maka tindakan ini disebut pelapisan dengan maksud menyamarkan atau menyembunyikan asal-usul dana tersebut. Fase ketiga integration, dilakukan setelah proses layering berhasil mencuci uang haram tersebut menjadi uang bersih (clean money), untuk selanjutnya dapat digunakan dalam kegiatan bisnis atau kegiatan membiayai organisasi kejahatan (crime organization) yang mengendalikan uang tersebut."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002
T17285
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Refki Saputra
"Kriminalisasi aktivitas pencucian uang, pada dasarnya merupakan respon atas sulitnya mengungkap kejahatan terorganisir. Hal ini dilakukan karena pelaku menggunakan teknik-teknik pencucian uang untuk menyembunyikan harta kekayaan yang diperoleh dari kejahatan tersebut. Melalui pendekatan anti-pencucian uang, proses penegakan hukum diarahkan tidak hanya sekedar menemukan pelaku kejahatan, melainkan juga mencari harta kekayaan hasil kejahatan. Rezim anti-pencucian uang kemudian dianggap sebagai strategi baru dalam memberantas kejahatan dengan merampas hasil kejahatannya. Tatkala para pelaku kejahatan dihalangi untuk menikmati hasil kejahatannya, maka diharapkan motivasi untuk melakukan kejahatan juga menjadi sirna. Regulasi anti-pencucian uang di Indonesia, sejauh ini sudah cukup memberikan panduan kepada institusi yang terlibat dalam implementasi rezim anti-pencucian uang sebagai bagian dari upaya memberantas kejahatan (tindak pidana asal). Hal ini misalnya tampak dari ketentuan-ketentuan yang berkenaan dengan upaya penelusuran hasil kejahatan. Misalnya terkait dengan ketentuan pelaporan dan analisis transaksi keuangan, upaya mengamankan aset hasil kejahatan dalam ketentuan terkait dengan penundaan, penghentian transaksi, pemblokiran, penyitaan, hingga upaya perampasan hasil kejahatan. Agar dapat memaksimalkan pemberantasan kejahatan, maka perlu adanya kesamaan persepsi diantara penegak hukum, bahwa kriminalisasi aktivitas pencucian uang merupakan pintu masuk dalam mengungkap kejahatan. Proses pembuktian harus dilakukan secara efisien dengan menggunakan mekanisme pembuktian terbalik. Selain itu juga, proses peradilan tindak pidana pencucian uang harus selalu diarahkan untuk menemukan hasil kejahatan untuk kemudian dirampas atau dikembalikan kepada yang berhak.

The criminalization of money laundering activities, essentially a response to the difficulty of uncovering organized crime. This is done because the perpetrators use techniques of money laundering to conceal wealth obtained from the crime. Through the anti-money laundering approach, law enforcement process directed not only to find the perpetrators, but also to seek the proceeds of crime. Anti-money laundering regime is then considered as a new strategy to fight against crime by seizing the proceeds of crime. When the perpetrators are prevented from enjoying the proceeds of crime, it is expected that the motivation to commit crimes also be annihilated. Anti-money laundering regulation in Indonesia, so far is sufficient to provide guidance to the institutions involved in the implementation of anti-money laundering regime as part of efforts to combat crime (predicate offenses). It can be seen from the provisions relating to the search effort of criminal proceeds. For instance associated with the provision of financial transaction reporting and analysis, to secure the assets of criminal proceeds in the provisions relating to delays, termination of the transaction, blocking, seizure, up to confiscation of proceeds of crime. In order to maximize efforts to fight crime, we need a shared understanding among law enforcement agencies, that the criminalization of money laundering activity is an entry point to uncovering crime. Trial process must be done efficiently by using the reversal of burden of proof. In addition, the judicial process of money laundering should always be directed to locate the proceeds of crime, to be seized or returned to those entitled."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T43825
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
T. Indra Junardi
"Penerbitan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 jo Undang-Undang Nomor 23. Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) ternyata belum dapat membatasi ruang gerak peredaran uang haram melalui perbankan yang beroperasi di Indonesia, namun disamping itu juga berdampak positif dan negatif terhadap Penanaman Modal Asing. Semua pihak masih pesimis apakah undang-undang ini akan mampu mengurangi praktik pencucian uang di Indonesia. Pokok permasalahan dalam penulisan ini adalah apa hubungan Undang-Undang No.15 Tahun 2002 jo Undang-Undang No.25 Tahun 2003 dengan PMA di Indonesia, dan apa yang menjadi dampak Positif dan Negatif dari pemberlakuan Undang-Undang anti Money Laundering terhadap Penanaman Modal Asing, dan bagaimana cara memecahkan masalah tersebut. Tujuan penulisan ini adalah: mencoba untuk memberikan data dan analisa tentang investasi oleh Penanaman Modal Asing di Indonesia; bagaimana upaya untuk mempertahankan dan menarik Penanaman Modal Asing di Indonesia. Penulisan ini dilakukan dengan metode penelitian yang bertitik tolak pada penulisan secara desktiptif analitis. Data yang diperoleh meliputi literature hukum, data dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), data dari BPS, pendapat ahli hukum yang ditulis dalam Koran ataupun buku serta peraturan perundang¬undangan yang berkaitan dengan masalah Tindak Pidana Pencucian Uang dan wawancara langsung dengan narasumber di BKPM. Penanggulangan dampak negatif UU Money Laundry yaitu dengan menjaga investasi asing yang ada dan menarik investasi asing yang baru dengan melaksanakan kebijakan yang menyeluruh, menjamin para investor yang menanamkan modal, membangun hubungan yang baik dengan investor, memberikan jaminan keamanan, dan menetapkan kebijakan moneter yang menjamin kestabilan mata uang."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
T18889
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siska
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
S21812
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yunus Husein
"Money Laundering it considered as a transnational organized crime. T he logic of elimination money laundering it to omit the criminal motivation to enjoy their proceed of crime. The efforts to eliminate money laundering is much related to the issues of national jurisdiction. Thus, it requires international cooperation among countries, where international law is needed Even though there is still no specifyc convention about money laundering, but regulation about money laundering is* partially arranged in some conventions such os Wanna Convention l988 and in UN Convention on Transnational Organized Crimes 2000. ,indonesia has enected a regulation about money laundering that is' UU no. I5 year of.2000, which is amended by no. 25 year of 2003. This article will describe the implementation of international law on money laundering in Indonesia and the reason why Indonesia it still included in the list of non-cooperatives countries and territories (NCCI)."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
JHII-1-2-Jan2004-342
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Puspita Mayang Sari
"Pasal 137 UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika terlahir dari keinginan untuk mengatur secara khusus tindak pidana pencucian uang yang tindak pidana asalnya narkotika. Secara yuridis normatif, tampak adanya perbedaan antara Pasal 137 UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Pasal 137 UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika mengatur mengenai hasil kejahatan narkotika sedangkan UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang mengatur mengenai Pencucian Uang.
Article 137 of Law No. 35 Year 2009 on Narcotics was enacted from the desire to specifically regulate money laundering which criminal offense origin from narcotics. By judicial normative, there are differences between Article 137 of Law No. 35 Year 2009 on Narcotics and Law No. 8 of 2010 on the Prevention and Combating of Money Laundering. The results of this study indicate that Article 137 of Law No. 35 Year 2009 on Narcotics governs the criminal proceeds of narcotics while Law No. 8 of 2010 on the Prevention and Combating of Money Laundering set on Money Laundering."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S62965
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>