Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 156696 dokumen yang sesuai dengan query
cover
I Gusti Ayu Diah Tuntian
"ABSTRAK
Latar belakang. Tingkat aktivitas fisik ringan adalah salah satu penyebab status tidak bugar yang akan berdampak terhadap kinerja dan produktivitas kerja. Perusahaan A merupakan industri vaksin dengan tingkat aktivitas fisik yang beragam. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat aktivitas fisik dengan status kebugaran jasmani pada pekerja bagian pengemasan.
Metode. Disain penelitian potong lintang dengan analisis regresi logistik. Subyek berasal dari bagian pengemasan. Tingkat aktivitas fisik dinilai dengan Global Physical Activity Questionairre. Sedangkan tingkat kebugaran jasmani diukur dengan menggunakan metode YMCA-3 minute step test.
Hasil. Subyek penelitian adalah 126 pekerja laki-laki bagian pengemasan dengan jenis pekerjaan yang berbeda-beda yang berumur antara 18 ? 40 tahun. Sebanyak 46,8% subyek mempunyai status tidak bugar. Faktor risiko yang berhubungan dengan status tidak bugar adalah umur (p=0,04). Faktor pendidikan, masa kerja, jenis pekerjaan, kebiasaan merokok, kadar lipid dan tingkat aktivitas fisik tidak terbukti mempertinggi risiko status tidak bugar. Sedangkan faktor status gizi dan kadar haemoglobin terbukti mempertinggi risiko status tidak bugar. Subyek yang berumur 31 ? 40 tahun mempunyai risiko 3,16 kali terhadap status tidak bugar dibandingkan dengan umur 18 ? 30 tahun (adjusted Prevalence Ratio=3,16; (CI)95%=1,04 ? 9,60).
Kesimpulan. Status kebugaran tidak berhubungan dengan tingkat aktivitas fisik.

ABSTRACT
Backround. Low level physical activity can caused unphysical fitness which caused to work and productivity. A company is a vaccine industry with high physical activity in difference. The objective of this study is to determine the related between physical activity level with physical fitness to the workers in packaging division.
Method. Cross sectional study with logistic regression analysis. A subject is from packaging division. Physical activity level is marked by Global Physical Activity Questionairre. While physical fitness activity is measured by using YMCA-3 minute step test method.
Result. The subject of the study is 126 men workers of packaging division with different types of work. The workers age is between 18 ? 40 years old. 46,8% subjects has unphysical fitness. Risk factors that related to low physical fitness was age (p=0,04). Education level, working period, type of work, smoking, lipid level and physical activity were not likely correlated to unphysical fitness. While the factors of nutritional status and hemoglobin levels increase the risk proved unphysical fitness. Subjects were aged 31- 40 years have 3,16 times the risk of unphysical fitness compared with age 18-30 years (adjusted Prevalence Ratio=3,16; (CI)95%=1,04 ? 9,60).
Conclusion. Physical fitness is not related to physical activity level.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ari Setyaningrum
"Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS) merupakan program pemerintah sebagai salah satu upaya mengurangi faktor risiko penyakit tidak menular yang makin meningkat. Program ini dilakukan dengan upaya peningkatan perilaku hidup sehat, diantaranya peningkatan aktivitas fisik. Peningkatan aktivitas fisik diharapkan dapat mempengaruhi keseimbangan energi dan diharapkan dapat mengurangi faktor risiko kardiometabolik. Aktivitas fisik yang dilakukan sesuai kaidah kesehatan akan memberikan adaptasi metabolik, neuromuskuler dan kardiorespirasi yang dapat meningkatkan kebugaran jasmani. Kebugaran yang baik merupakan faktor protektif terhadap risiko kardiometabolik dan penyakit tidak menular. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat gambaran aktivitas fisik, kebugaran, dan faktor risiko kardiometabolik dan hubungan antara aktivitas fisik dengan kebugaran jasmani dan faktor risiko kardiometabolik di instansi pemerintah pada era GERMAS.
Metode: Penelitian potong lintang dengan menggunakan data primer. Aktivitas fisik dinilai dengan PAL Physical Activity Level, waktu sedentary. Penilaian kebugaran jasmani meliputi komposisi tubuh, kelenturan, kekuatan otot dan daya tahan jantung paru. Faktor risiko kardiometabolik meliputi: tekanan darah, kadar kolesterol total, kadar gula darah sewaktu, dan HbA1C. Subjek penelitian adalah ASN di instansi X sebanyak 89 orang.
Hasil: Diperoleh data 23,6% subjek dengan tingkat aktivitas fisik ringan, rerata waktu sedentary 10,5 jam dan 95,5% subjek memiliki waktu sedentary ≥ 7 jam. 56,2% subjek obesitas, 87,6% fleksibilitas baik, 58,2% kekuatan otot kurang, serta 68,5% subjek memiliki daya tahan jantung paru kategori baik dan cukup. Prevalensi hipertensi 20,2%, hiperkolesterolemia 37,1%, pre diabetes 6,7% dan diabetes mellitus 1,1%. Didapati hubungan antara aktivitas fisik dengan IMT dan faktor risiko kardiometabolik.
Kesimpulan Terdapat kecenderungan subjek dengan faktor risiko kardiometabolik, berat badan berlebih dan obesitas memiliki tingkat aktivitas fisik yang lebih baik.

Community Healthy Life Movemement or Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS) is a government program to reduce risk factors of non-communicable diseases. This program is purposed to improve healthy living behaviors, including increased physical activity. The increasing of physical activity is expected to affect balance energy and to reduce cardiometabolic risk factors. Physical activity according to health principles will enhance metabolic, neuromuscular and cardiorespiratory adaptations that can improve physical fitness. Good level of fitness is a protective factor against cardiometabolic risk and non-communicable diseases. The purpose of this study is the description of physical activity, physical fitness, cardiometabolic risk factors and the relationship between physical activity and physical fitness and cardiometabolic risk factors in one of a Ministry in the GERMAS era.
Method: Cross-sectional study using primary data. Physical activity was assessed by the PAL Physical Activity Level, sedentary time. The assessment of physical fitness includes body composition, flexibility, muscle strength and cardiorespiratory fitness. Cardiometabolic risk factors include: blood pressure, total cholesterol levels, blood sugar levels, and HbA1C. The subjects of this research were worker in Ministry X approximately 89 people.
Results: 23.6% of subjects with mild physical activity, the mean sedentary time about 10.5 hours and 95.5% of subjects had a sedentary time of jam 7 hours. 56.2% of subjects were obese, 87.6% had good flexibility, 58.2% lacked muscle strength, and 68.5% of subjects had good and sufficient pulmonary heart endurance. The prevalence of hypertension is 20.2%, hypercholesterolemia 37.1%, pre-diabetes 6.7% and diabetes mellitus 1.1%. There was an association between physical activity and BMI and cardiometabolic risk factors.
Conclusion There is a tendency for subjects with cardiometabolic risk factors, overweight and obesity to have a better level of physical activity"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rita Zahara
"Pendahuluan: Manufaktur telah menjadi suatu industri penting dalam mendukung kemajuan perekonomian Indonesia. Indonesia telah berhasil mencapai peringkat keempat dunia di bidang industri manufaktur dan akan terus meningkatkan prestasinya. Produktivitas merupakan hal yang perlu ditingkatkan untuk memenangkan persaingan dunia. Salah satu faktor manusia dalam mencapai produktivitas adalah kebugaran. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian bersama yang dilakukan oleh Direktorat Bina K3 dengan Program Pendidikan Dokter Spesialis Kedokteran Okupasi FKUI di enam wilayah Indonesia dengan enam bidang industri manufaktur.
Tujuan: Penelitian ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran kebugaran kardiorespirasi pada pekerja manufaktur di Indonesia dan faktor-faktor yang berpengaruh.
Metode: Desain potong lintang digunakan dalam penelitian ini untuk mengetahui profil kebugaran pekerja manufaktur di enam wilayah Indonesia dan faktor-faktor yang berpengaruh menggunakan uji jalan enam menit.
Hasil: Kebugaran kardiorespirasi pada 53,34% pekerja adalah rata-rata dan diatas rata-rata. Faktor individu yang berhubungan dengan kebugaran adalah lama tidur. Lama tidur yang kurang dari delapan jam sehari berhubungan dengan kebugaran.
Kesimpulan: Kebugaran pekerja manufaktur adalah rata-rata dan diatas rata-rata. Lama tidur kurang dari delapan jam sehari merupakan faktor individu yang berhubungan dengan kebugaran. Tidak didapatkan faktor pekerjaan yang berhubungan dengan kebugaran.

Background: Manufacture plays important role in Indonesian economic development. Indonesia had successfully achieved fourth rank in the world industrial manufacture and would always made improvement. Productivity must be encouraged to win the world competition. Physical fitness was one of the human factors that was needed to achieve productivity. This study is part of a joint study between Direktorat Bina Keselamatan dan Kesehatan Kerja Ministry of Manpower Republic Indonesia and Occupational Medicine Specialist Program Faculty of Medicine Universitas Indonesia in six region of Indonesia with six different type of industrial manufacture.
Objective: This study was aimed to explore cardiorespiratory fitness among manufacture workers in Indonesia and its related factors.
Methods: A cross-sectional study design was conducted to 120 manufacture workers with heat stress hazard using six minute walking test and heat stress assessment in their workplace using heat stress monitor.
Results : The result showed that that physical fitness of 53,34% workers were above average. Individual factor that related to physical fitness of manufacture workers were sleep duration and age. Sleep duration that was less than eight hours a day and age more then 35 years-old was related to physical fitness.
Conclusions: The cardiorespiratory fitness of manufacture worker in Indonesia was average and above average. Sleep duration was related to physical fitness. There was no occupational factor related to physical fitness.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ivens Zasanovaria Adhitama
"Latar belakang. Penatalaksanaan komprehensif remaja diabetes melitus tipe-1 (DM tipe-1) meliputi terapi insulin, pengaturan nutrisi, aktivitas fisis, pemantauan gula darah, dan edukasi. Aktivitas fisis memengaruhi tingkat kebugaran fisis, melalui optimalisasi fungsi sistem kardiorespirasi, peningkatan kekuatan dan daya tahan otot, peningkatan sensitivitas insulin, perbaikan kadar hemoglobin A1c (HbA1c), serta peningkatan kualitas hidup remaja DM tipe-1. Hingga saat ini belum tersedia data mengenai hubungan aktivitas dan kebugaran fisis dengan HbA1c pada remaja DM tipe-1 di Indonesia.
Tujuan. Mengetahui hubungan kebugaran fisis dengan hemoglobin A1c pada remaja DM tipe-1.
Metode Studi potong lintang dilakukan pada 68 remaja DM tipe-1 di Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) dan pengisian kuesioner aktivitas fisis dan uji kebugaran EUROFIT fitness test battery yang dilakukan bersama divisi Kedokteran Olahraga.
Hasil. Sebanyak 55,9% remaja memiliki aktivitas fisis sedang. Persentase kadar lemak optimal didapatkan 73,5% dan massa otot yang baik pada 75% anak. Jenis tes hasil buruk yaitu pada sit and reach test (92,6%), hand dynamometer test (82,3%), standing broad jump (54,4%), bent arm hang test (73,5%), sit-up test (91,2%), dan shuttle run (100%). Jenis tes dengan hasil mayoritas baik yaitu plate tapping test (50%), flamingo balance test (89,6%) dan 6-minute run test (50%). Kadar HbA1c >7% memiliki hubungan dengan standing broad jump buruk (p=0,017). Tingkat aktivitas fisis yang kurang pada remaja DM tipe-1 berhubungan dengan performa uji kebugaran fisis yang kurang, yaitu persentase lemak (p=0,002), massa otot (p=0,002), standing broad jump test (p=0,009), bent arm hang test (p=<0,001), dan 6-minute run test (p=<0,001).
Kesimpulan. Mayoritas remaja DM tipe-1 memiliki aktivitas fisis sedang. Tidak ada hubungan kebugaran fisis dengan HbA1c pada remaja DM tipe-1. Tingkat aktivitas fisis yang kurang pada remaja DM tipe-1 berhubungan dengan performa uji kebugaran fisis yang kurang.

Background. The comprehensive management of adolescents with type-1 diabetes mellitus (type-1 DM) consisted of insulin therapy, nutritional management, physical activity, blood sugar monitoring, and education. Physical activity affects the level of physical fitness, which can optimize the function of the cardiorespiratory function, increase muscle strength and endurance, and insulin sensitivity, reduce hemoglobin A1c (HbA1c), and improve the quality of life. Until recently, data of the activity level and physical fitness profile in adolescents with type-1 DM has not yet available in Indonesia.
Objectives. To evaluate relationship of activity level and physical fitness with hemoglobin A1c in type-1 DM in adolescents.
Methods. This is a cross-sectional study of 68 adolescents with type-1 DM at RSCM. Study subjects were asked to fill the physical activity questionnaire and the EUROFIT fitness test battery. This study is a collaboration with the Sports Medicine Division of University of Indonesia.
Results. Physical activity with moderate results based on the questionnaire is 55.9%. The average HbA1c was 9% (7,5-11.15). The percentage of good fat results obtained was 73,5% and good results of muscle mass were as much as 75%. The majority of results were poor on the sit and reach test (92.6%), hand dynamometer (82.3%), standing broad jump (54.4%), bent arm hangs test (73.5%), sit-ups test (91.2%), and shuttle run (100%). Good results on the flamingo balance test (89.6%) and 6-minute run test (50%), and plate tapping test (50%). HbA1c levels >7% are associated with poor level of standing broad jump (p=0.017). The physical activity were poor in adolescents is associated with poor physical fitness test performance, the percentage of fat (p=0.002), muscle mass (p=0.002), standing broad jump test (p=0.009), bent arm hang test (p=<0.001), and 6-minutes run test (p=<0.001).
Conclusion. Most adolescents with type-1 DM have moderate physical. There is no relationship between physical fitness and HbA1c in type-1 diabetes in adolescents. The physical activity were poor in adolescents is associated with poor physical fitness test performance.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dony Septriana Rosady
"PENDAHULUAN: Petugas keamanan merupakan pekerjaan khusus yang membutuhkan kebugaran fisik yang baik. Upaya menjaga kebugaran fisik adalah dengan melakukan program latihan fisik secara terstruktur dengan memperhatikan frekuensi, intensitas, waktu dan jenisnya.
TUJUAN: Penelitian ini akan menganalisis pengaruh program latihan fisik terstruktur, faktor individu, dan faktor terkait pekerjaan terhadap kebugaran fisik petugas keamanan di PT. Kota X Bandung.
METODE: Desain penelitian one group pretest-posttest. Data yang digunakan merupakan data sekunder yang meliputi data sosiodemografi, kebugaran fisik menggunakan metode Cooper Test, dan data faktor terkait pekerjaan (kualitas tidur, stres kerja, dan kelelahan kerja) dari 67 petugas keamanan di PT. Kota X Bandung. Data dianalisis dengan menggunakan aplikasi SPSS. Tahap pertama dialkukan analisis bivariat terhadap perubahan kebugaaran fisik sebelum dan setelah program latihan fisik secara terstruktur. Analisis multivariat dilakukan pada variabel independen (usia, indeks massa tubuh, perilaku merokok, kualitas tidur, stres kerja, dan kelelahan kerja) terhadap vaariabel dependen (perubahan kebugaran fisik).
HASIL: Analisis menggunakan uji-t sampel berpasangan menunjukkan bahwa ada hubungan antara jarak tempuh pada Cooper Test sebelum dan sesudah mengikuti program latihan fisik terstruktur bagi pekerja (p < 0,001). Hasil analisis menunjukkan bahwa ada hubungan antara kelelahan kerja (p<0,001), stres kerja, dimensi ketaksaan peran (p=0,001), dimensi konflik peran (p=0,014), dimensi kelebihan beban kerja kuantitatif (p=<0,001), dimensi kelebihan beban kerja kualitatif (p=<0,001), pengembangan karir (p=0,001), dan dimensi tanggung jawab kepada orang lain (p=<0,001) dengan perubahan/perbedaan kebugaran fisik pekerja. Hasil independent t-test menunjukkan bahwa ada hubungan antara kualitas tidur dengan perubahan kebugaran jasmani pekerja (p=<0,001). Hasil analisis menunjukkan nilai koefisien determinasi (R square) = 0,496 artinya variabel kelelahan kerja dan stres kerja dimensi konflik peran dan kualitas tidur dapat mempengaruhi perubahan kebugaran jasmani Petugas Keamanan PT. X sebesar 49,6%, sisanya dipengaruhi oleh variabel lain. Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa variabel yang mempengaruhi kebugaran jasmani petugas adalah kelelahan kerja (p<0,001), stres kerja, dimensi konflik peran (p=0,036) dan kualitas tidur (p=0,015). Kelebihan penelitian ini menggunakan program latihan fisik sesuai dengan alat ukur kebugaran berupa lari selama 12 menit. Disamping itu penelitiian ini meneliti faktor individu dan faktir terkait pekerjaan yang dapat mempengaruhi hasil perubahan kebugaran fisik. Kekurangan penelitian ini belum mengkaji faktor lainnya seperti aktivitas fisik dan asupan nutrisi yang juga dapat mempengaruhi perubahan kebugaran fisik.
KESIMPULAN: Program latihan fisik pekerja yang terstruktur berpengaruh terhadap kebugaran fisik petugas kemanan di PT. Kota X Bandung. Cooper Test dapat digunakan sebagai modalitas, baik untuk uji latih maupun uji ukur untuk meningkatkan kebugaran fisik pekerja. Kelelahan kerja, stresor kerja – konflik peran, dan kualitas tidur dapat mempengaruhi perubahan kebugaran jasmani. Perlu dilakukan upaya meningkatkan dan menjaga kebugaran fisik dengan cara mengembangkan kebijakan dan standar prosedur operasional terkait kebugaran fisik pekerja, mengupaykan jam kerja yang sesuai dengan regulasi, mengupayakan istirahat yang cukup, dan mengembangkan program bimbingan dan konseling bagi pekerja.

INTRODUCTION: Security officers are specialized jobs that require good physical fitness. The effort to maintain physical fitness is to carry out a structured physical exercise program by paying attention to the frequency, intensity, time and type.
AIM: This study will analyze the effect of a structured physical exercise program, individual factors, and work-related factors on the physical fitness of security officers at X Company Bandung City.
METHOD: One group pretest-posttest research design. The data used is secondary data which includes sociodemographic data, physical fitness using the Cooper Test method, and data on work-related factors (sleep quality, work stress, and work fatigue) from 67 security officers at X Company Bandung City. Data were analyzed using the SPSS application. The first stage was a bivariate analysis of changes in physical fitness before and after a structured physical exercise program. Multivariate analysis was performed on the independent variables (age, body mass index, smoking behavior, sleep quality, work stress, and work fatigue) on the dependent variable (changes in physical fitness).
RESULTS: Analysis using paired sample t-test showed that there was a relationship between distance on the Cooper Test before and after participating in a structured physical exercise program for workers (p <0.001). The results of the analysis showed that there was a relationship between work fatigue (p<0.001), work stress, dimensions of roel ambiguity (p=0.001), dimensions of role conflict (p=0.014), dimensions of quantitative work overload (p=<0.001), dimensions of qualitative work overload (p=<0.001), career development (p=0.001), and dimensions of responsibility to others (p=<0.001) with changes/differences in workers' physical fitness. The results of the independent t-test showed that there was a relationship between sleep quality and changes in workers' physical fitness (p=<0.001). The results of the analysis show that the coefficient of determination (R square) = 0.496 means that the variables of work fatigue and work stress dimensions of role conflict and sleep quality can affect changes in physical fitness of Security Officers of PT. X is 49.6%, the rest is influenced by other variables. The results of the multivariate analysis showed that the variables affecting the physical fitness of the officers were work fatigue (p<0.001), work stress, dimensions of role conflict (p=0.036) and sleep quality (p=0.015). The advantage of this study is using a physical exercise program in accordance with a fitness measurement tool in the form of running for 12 minutes. In addition, this study examines individual and work-related factors that can affect the results of changes in physical fitness. The weakness of this study has not examined other factors such as physical activity and nutritional intake which can also affect changes in physical fitness.
CONCLUSION: A structured worker physical exercise program affects the physical fitness of security officers at PT. City X Bandung. The Cooper Test can be used as a modality, both for practice test and measuring test to improve the physical fitness of workers. Work fatigue, work stressors – role conflict, and sleep quality can affect changes in physical fitness. Efforts need to be made to improve and maintain physical fitness by developing policies and standard operating procedures related to workers' physical fitness, paying for working hours according to regulations, seeking adequate rest, and developing guidance and counseling programs for workers.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Darrin Ananda Nugraha
"Latar belakang: Tingginya angka kegemukan pada anak di DKI Jakarta dapat menggambarkan angka kebugaran fisik yang rendah pada anak. Penelitian menunjukkan bahwa aktivitas fisik dan asupan energi yang cukup berpengaruh positif terhadap kekuatan genggaman tangan sebagai indikator kebugaran tubuh. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui korelasi antara aktivitas fisik dan asupan energi dengan kebugaran tubuh pada anak.
Tujuan: Mengetahui korelasi antara aktivitas fisik dan asupan energi dengan kebugaran fisik pada anak usia 7-12 tahun di DKI Jakarta pada tahun 2019.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitan potong lintang menggunakan data sekunder dari penelitian SEANUTS II Indonesia. Terdapat 67 sampel yang terpilih secara acak. Kekuatan genggaman tangan yang diukur dengan dinamometer telah terbukti akurat untuk menggambarkan kebugaran tubuh manusia. Aktivitas fisik diukur menggunakan kuisioer PAQ-C, sedangkan asupan energi diukur menggunakan kuesioner asupan 24 jam. Data dianalisis menggunakan uji korelasi Spearman dengan batas kemaknaan p<0,05.
Hasil: Rata- rata asupan energi adalah 1430,01 ± 539,82 kcal/hari, dan rata-rata skor aktivitas fisik adalah 2,26 ± 0,65. Sedangkan, median kebugaran fisik adalah 10,6 (5-22,7) Kg. Secara statistik tidak ditemukan korelasi yang bermakna, baik antara aktivitas fisik dengan kebugaran fisik (p=0,638 r=-0,07) serta antara asupan energi dengan kebugaran fisik (p=0,572 r=-0,058).
Simpulan: Tidak ditemukan korelasi antara aktivitas fisik dan asupan energi dengan kebugaran fisik anak usia 7-12 tahun di DKI Jakarta.

Background: The high rate of obesity in children in DKI Jakarta can describe the low level of physical fitness in children. Research shows that adequate physical activity and energy intake have a positive effect on handgrip strength as an indicator of body fitness. This study was conducted to determine the correlation between physical activity and energy intake with physical fitness in children.
Aim: To find out the correlation physical activity and energy intake with physical fitness in children aged 7-12 at Jakarta year 2019.
Methods: This is a cross-sectional study using secondary data from SEANUTS II research in Indonesia. There are 67 samples selected by random sampling. The use of a dynamometer to measure handgrip strength has been shown to accurately describe the level of physical fitness in the human body. Physical activity was measured using the PAQ-C questionnaire, while energy intake was measured using a 24-hour food recall questionnaire. Data were analyzed using Spearman correlation methods with cut- off p-value <0.05.
Results: The average of energy intake and physical activity score is 1430.01 ± 539.82 kcal/day and 2.26 ± 0.65 respectively. Meanwhile, the median physical fitness was 10.6 (5-22.7) Kg. Statistically, there is no significant correlation between physical activity and physical fitness (p=0.638 r=-0.07), and also between energy intake and physical fitness (p=0.572 r=-0.058).
Conclusion: There is no correlation between physical activity and energy intake with the physical fitness of children aged 7-12 years in DKI Jakarta.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Atika
"Kebugaran merupakan masalah pada karyawan di Puskesmas kecamatan cengkareng. Tingkat kebugaran kurang karyawan adalah 55,9%. Tujuan Utama penelitian ini adalah menjelaskan faktor-faktor yang berhubungan dengan kebugaran karyawan di Puskesmas Kecamatan Cengkareng. Tujuan khususnya menjelaskan dan mengetahui hubungan antara faktor Umur, jenis Kelamin, Aktivitas Fisik, IMT, Kebiasaan Merokok, dan Kadar Hb dengan tingkat kebugaran karyawan. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei - Juni 2013. Metode penelitian dengan menggunakan Cross Sectional (Potong Lintang), dengan sampel 143 responden.
Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara faktor umur (p=0,0005), Jenis kelamin (p=0,010), Aktivitas Fisik (p=0,0005), Kebiasaan merokok(p=0,047) dengan kebugaran. Faktor yang paling dominan yang mempengaruhi tingkat kebugaran adalah Umur, Jenis kelamin, dan Kadar Hb. Sedangkan Aktivitas fisik dan Kebiasaan merokok merupakan faktor confounding.Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah tingkat kebugaran karyawan masih Kurang. Faktor yang berhubungan dengan kebugaran adalah Umur, jenis kelamin, Aktivitas Fisik, kebiasaan merokok, dan kadar Hb. Saran dari penelitian ini adalah meningkatkan aktivitas fisik, Olah raga, dan Pola hidup sehat.

Fitness is a problem to the employees of Puskesmas Kecamatan cengkareng. Based on the fitnees test result obtained that the less-fit level of the employees is 55,9%. The main reason of this research is to explain factors that are related to the fitness of the employees of puskesmas Cengkareng. The specific research is to explain and knowing the relation of age factor, gender, physical activity, body mass index, smoking habit, and Haemoglobin level to the fitness of the employees. The Research was held on May - June 2013. The research methode is by using the Cross Sectional, with sample of 143 respondents.
The result of research show that are significant correlation between age factor (p=0,0005), gender (p=0,010), physical activity (p=0,0005), smoking habit (p=0,047) with fitness. Based on the most dominant factors that affect the fitness level are age, gender, and Hb level. While the physical activity and smoking habit are confounding factors. The conclusion of this research is the fitness level of the employees is still lacking factors related to fitness are age, gender, physical activity, and smoking habit. Advice from this research is to increase physical activity, exercise, and healthy lifestyle.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dangsina Moeloek
"Telah dilakukan pemeriksaan kesegaran jasmani terhadap calon anggota MAPALA UI sebanyak 42 orang. Penelitian dilakukan mengingat peminat pencinta alam semakin banyak khususnya pendaki gunung dan hingga saat ini belum diketahui keadaan pendaki sebelum berangkat ataupun persiapan fisiknya. Tujuan penelitian ini untuk melihat bagaimana keadaan kesegaran jasmani calon anggota MAPALA UI khususnya pada aspek kesegaran jasmani yang berkaitan dengan kesehatan sebagai langkah awal dalam pembinaan kegiatan MAPALA."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1994
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Andaru Hutama Samsuria
"Ruang lingkup dan cara penelitian: Dalam bidang kerja, masih banyak program latihan kebugaran jasmani yang dilaksanakan sesuai program latihan kebugaran jasmani pada bidang olah raga, yang intensitas dan lama waktu latihan tidak sesuai dengan kebutuhan bidang kerja. Untuk mengatasi hal ini dapat dilakukan penerapan program latihan yang didasari ilmu faal kerja.
Penelitian ini dilakukan dengan metoda pre dan post eksperimen. Tujuan penelitian adalah untuk melihat tingkat kebugaran jasmani sebelum dan setelah perlakuan dan hubungan antara faktor-faktor resiko dengan peningkatan kebugaran jasmani. Pada penelitian ini jumlah sampel yang diperoleh sebanyak 50 orang tenaga kerja wanita.
Kebugaran jasmani terdiri dari variabel waktu daya tahan, kekuatan otot dan denyut nadi yang dinilai sebelum dan sesudah latihan selama 6 minggu (16 sesi). Selain itu dilakukan penelitian keluhan otot dan hasil produksi sampel sebelum dan sesudah latihan.
Penelitian menunjukkan:
- Perbedaan bermakna pada peningkatan waktu daya tahan, kekuatan otot dan denyut nadi sebelum dan sesudah latihan (p < 0,001).
- Terdapat korelasi positif lemah antara umur dan waktu daya tahan setelah latihan.
- Terdapat korelasi positif sedang antara Hb dan kekuatan otot sebelum latihan.
- Terdapat korelasi negatif lemah antara gizi dengan nadi latihan sebelum mengikuti program latihan.
- Terdapat hilangnya keluhan otot leher dan tangan setelah latihan dan terdapat penurunan keluhan otot lainnya (bahu, pinggang dan punggung).
- Peningkatan hasil produksi setelah latihan 6 minggu (p < 0,001 ).
- Terdapat korelasi positif sedang antara kadar Hb dengan hasil produksi sebelum latihan (p <0,05 ) dan antara kadar Hb dengan hasil produksi setelah latihan (p < 0,05).

Scope and method : At the moment we found many physical fitness sport programs were adopted for workers in which the intensity and duration of programs did not suit worker's fitness. Worker's fitness programs should be based on work physiological aspects. This study aimed to improve physical fitness of workers through participating in a physical training consist of a set of physiological activities. Several risks factors i.e., age, Hb, were being identified the relations to work body resistance, muscles power and pulse rate. Design of study was a pre-post quasi experimental test and the sample size was fifty women workers. Duration of training was six weeks containing 16 sessions. Muscular complaints and worker's productivity were also being assessed before and after training.
Results and conclusions :
- There were significant differences between work body resistance, muscles power, pulse rate before and after training. (p<0,001).
- There was a positive correlation between age ,and work body resistance after training.
- There was a moderate positive correlation between Hb ,and muscles power before training.
- There was a negative correlation between nutrition and pulse rate before training.
- There was decreases in muscular neck pain and other muscular complaints.
- There was an increase of productivity after training.
- There were strong positive correlation between lib and productivity before and after training. (p<0,05).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farif Miharto
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa keikutsertaan pekerja pada kegiatan senam pagi rutin yang dilaksanakan di PT. Astra Daihatsu Motor. Dari observasi, banyak pekerja tidak melaksanakan senam pagi rutin dengan sungguh-sungguh. Penelitian dilakukan pada 255 responden yang dipilih secara random pada karayawan dengan status karyawan tetap. Dua tujuan utama adalah untuk melihat bagaimana persepsi pekerja terhadap kegiatan senam pagi dan melihat posisi kegiatan senam pagi rutin menurut pekerja itu sendiri dan juga organisasi (manajemen). Terkait dengan persepsi pekerja terhadap kegiatan senam pagi rutin digunakan Paradigma Psikometri dan Health Belief Model (HBM), sedangkan dari sisi manajemen atau organisasi digunakan metode wawancara. Dari hasil analisa berdasarkan paradigma psikometri dan HBM didapatkan bahwa banyak pekerja yang menganggap kegiatan senam pagi sebagai sesuatu yang tidak memberikan keuntungan atau manfaat bagi mereka. Sedangkan dari sisi manajemen menganggap kegiatan senam pagi merupakan kegiatan regular yang juga tidak mempunyai nilai tambah yang bisa diambil oleh perusahaan, sehingga kegiatan tersebut berjalan begitu saja dan tidak perlu untuk dievaluasi atau diperbaiki. Secara garis besar, kegiatan senam pagi rutin belum menjadi budaya dalam kehidupan perusahaan.

This study aims to analyze the participation of workers on a routine morning exercise activities which conducted at PT. Astra Daihatsu Motor. From observation, many workers do not carry out the morning exercise routine earnestly. The study was conducted on 255 respondents chosen randomly on permanent employees. Two main purposes are to see the perception of workers to routine morning exercise activities and also the the posisiton of those program in organization (management). Workers perception of routine morning exercise activities evaluated using Psychometric Paradigm and Health Belief Model (HBM), while in terms of management or the organization used interview method. From the analysis by the psychometric paradigm and HBM found that many workers consider that morning exercise activities as something that does not provides advantages for them. In terms of the management considers routine morning exercise activities is an activity that does not have added value that can be taken by the company, so that the activity runs away and does not need to be evaluated or iproved. Broadly speaking, a regular morning exercise activities is not a culture of corporate life."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T46432
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>