Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 173086 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rima Monika
"Masterplan Percepatan Dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 20011- 2025 merupakan politik pembangunan ekonomi Indonesia yang didasari pada Rancangan Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025. Dalam pelaksanaan MP3EI didasarkan oleh Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025. Dalam pelaksanaankegiatan MP3EI terdapat berbagai macam kendala, diantaranya kendala dalam pembiayaan, kendala dalam mendatangkan investor dan kendala dalam koordinasi dalam mempermudah ijin dan penyediaan lahan yang terkena dalam program MP3EI.Kendala pembiayaan ini terjadi karena terbatasnya APBN yang ada dalam mendukung MP3EI, hal ini memaksa pemerintah untuk mengadakan kerjasama dengan pihak investor yang mau membiayai sebagian Program MP3EI yang tidak mampu dibiayai oleh pemerintah. Dalam mendatangkan investor asing dari luar negeri seharusnya tidak akan menjadi masalah jika mengikut sertakan Kementerian Luar Negeri dalam mendorong kegiatan MP3EI sebagai bagian dari anggota Komite Pelaksana Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (KP3EI). Sebenarnya Kementerian Luar Negeri dapat memainkan peran yang sangat strategis dalam MP3EI seperti melakukan promosi program MP3EI, mengundang investor asing yang terbaik dan dapat digunakan dalam melakukan negosiasi ekonomi yang strategis dalam rangka mendorong MP3EI. Peran-peran tersebut akan dengan mudah dikerjakan karena Kementerian Luar Negeri memiliki perwakilan diplomat diseluruh Negara sahabat, oleh karena itu keuangan Negara akan lebih efisien sehingga tidak membuat lembaga baru dalam mendukung MP3EI.

Masterplan for the Acceleration and Enlargement of Economic Development in Indonesia 2011-2025 is an Indonesian economic development politics based on national long term development term 2005-2025. In its implementation it is based on the presidential regulation number 32 of 2011 on Masterplan for the Acceleration and Enlargement of Economic Development in Indonesia. When implementing MP3EI activities several problems are faced such as problems in financing, problems in attracting investors and problems in coordination to facilitate license and area provision, included in MP3EI program. Problems in finance takes place due to limited state budget that support MP3EI. The financial constraints are due to the limited APBN (National Revenues and Expenditures Budget) that is available to support MP3EI. This situation enforces the government to make a cooperation with investors that are willing to finance some of MP3EI’s programs not be able to be financed by the government.Bringing foreign investors is not supposed to be a problem if Ministry of Foreign Affairs becomes active to encourage the MP3EI activities as a member of KP3EI. Actually, Ministry of Foreign Affairs could play a strategic role in promoting programs in MP3EI by inviting good foreign investors and also could make a strategic economic negotiation in order to encourage MP3EI.These roles could be easily done because Ministry of Foreign Affairs has diplomatic representatives throughout the friendly nations. Therefore, public finance will be more efficient, and the government does not create new institutions to support MP3EI.
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T32658
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Coordinating Ministry for Economic Affairs, 2011
338.9 IND m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Aisyah Fitri
"Penelitian ini membahas mengenai analisis penerapan kebijakan bea masuk atas impor bahan baku susu dalam rangka mendukung strategi pelaksanaan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor yang mendorong pemerintah mengembalikan tarif bea masuk bahan baku susu menjadi 5%, serta penerapan dan implikasi dari kebijakan tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam dan studi kepustakaan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adanya keberatan dari pihak peternak sapi perah menjadi latar belakang dikembalikannya tarif bea masuk bahan baku susu menjadi 5%. Kelebihan dari kebijakan bea masuk bahan baku susu dengan tarif 5% antara lain petani susu dalam negeri mendapat perlindungan dari pemerintah, surplus produsen meningkat, dan meningkatnya penerimaan negara. Kelemahan dari kebijakan ini adalah industri menanggung beban banyaknya perizinan impor bahan baku susu, berkurangnya surplus konsumen dan menurunnya efek bersih.

This thesis analyses the implementation of a custom duty policy on raw milk imports in order to support the implementation of Master Plan for the Acceleration and Expansion of Indonesian Economic Development. The purposes of this research are to analyze the factors that prompted the government to return the tariff of raw milk to 5%, the implementation, and the implication. This research uses qualitative approach with data collection technique through in-depth interviews and literature studies. The result of this research shows that the objections of dairy farmers became the catalyst of the return of the tariff of raw milk to 5%. The advantages of implementing a 5% tariff on raw milk imports are: protecting dairy farmer and increasing the producer’s surplus and government’s revenue with the import duty on raw milk. The disadvantages are that the industries have to endure many imports licensing, that this policy reduces consumer surplus along with consumer’s deadweight loss.
"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2014
S55444
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhtadi Ganda Sutrisna
"Penelitian ini menganalisa dampak pengembangan infrastruktur dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) dengan analisa Model Input-Output Antar Daerah. Interaksi antar sektor dan antar wilayah koridor merupakan konsep yang mendasari bagaimana meningkatkan perekonomian suatu wilayah yang diakibatkan adanya permintaan akhir sektor tertentu dan di wilayah tertentu. Peningkatan perekonomian ditandai dengan meningkatnya output dan pendapatan masyarakat serta distribusinya. Sepuluh besar sektor pembangunan yang menjadi sektor kunci pembangunan terbanyak adalah Koridor Ekonomi (KE) II yakni 5 sektor kunci, kemudian KE-V sebanyak 2 sektor kunci, KE-I, KE-III dan KE-VI masing-masing 1 sektor kunci, sedangkan di KE-IV tidak ada sektor kunci yang terkait. Sektor kunci akan sangat mempengaruhi peningkatan output dan pendapatan masyarakat. Besar kecilnya pengaruh tersebut ditentukan oleh angka pengganda output atau pendapatan. Dampak investasi infrastruktur di dalam MP3EI eksisting, belum menunjukkan dampak yang optimum dibandingkan skenario yang dibuat.
Pilihan skenario terbaik sesuai komposisi investasi sesuai simulasi yang dibuat adalah sebagai berikut: a). Jika pertimbangannya hanya total output, maka skenario investasi terbaik adalah Skenario-1, Skenario-3, dan Skenario-2; b). Jika pertimbangannya hanya total pendapatan, maka skenario investasi terbaik adalah Skenario-2, Skenario-3 atau Skenario-1; c). Jika pertimbangannya hanya pemerataan output antar daerah, maka skenario investasi terbaik adalah Skenario-3, Skenario-1, dan Skenario-2; dan d). Jika pertimbangannya hanya pemerataan pendapatan antar wilayah, maka skenario terbaik adalah Skenario-3, Skenario-1, dan Skenario-2. Pembangunan perekonomian nasional di luar KE-I dan KE-II sampai saat ini belum dapat diandalkan dalam percepatan dan pemerataan perekonomian, namun memerlukan infrastuktur yang merata dan keberpihakan ke Kawasan Indonsesia Timur, mengingat hasil simulasi Skenario-4 menunjukkan hal yang lebih baik daripada program MP3EI (eksisting).

This research analyzes the impact of the infrastructure development in the MP3EI to the Indonesia?s economy by using an analysis model of Inter Regional Input-Output (IRIO). Interactions between sectors and between regions of the economic is the underlying concept of how to improve the economy of a region resulting from the existence of a certain sector of the final demand in a particular area. Improved economy characterized by increasing output and income of the community as well as its distribution. Ten major key sectors of the Indonesia development are as follows: Economic Corridor (EC)-II has 5 key sectors, then followed by EC-V with 2 key sectors, while EC- I, EC-III and EC-IV has only 1 key sector, whereas in the EC-VI has no key sector. Key sector would greatly influence an increase in output and income of the community. The influence of how great is determined by the multiplier number. The real impact of infrastructure investments (or existing) as mentioned in MP3EI, do not show the optimum impact compared to the scenarios created.
Best screenplay selection according to the composition of investments appropriate simulation made are as follows: a). If the reasoning is solely the total output, the best investment scenario is Scenario-1, Scenario, and Scenario-2; b). If the reasoning is just the total income, then the best investment scenario is Scenario-2, Scenario-3 or Scenario-1; c). If the reasoning is just equitable output between regions, it is the best investment scenario is Scenario 3, Scenario, and Scenario-2; and d). If the reasoning is just a revenue equalization between regions, the best scenario is Scenario 3, Scenario, and Scenario-2. Economic development outside of EC-I and EC-II to date has not been reliable in the acceleration and equitable distribution of national economy, but require a uniform infrastructure and alignments to Indonsesia Eastern Region, considering the results of the simulation Scenario-4 showed a better thing than a program MP3EI (existing).
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2011
T29641
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian RI, 2011
338.9 IND m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Fahd Malik Akbar
"Dengan adanya program MP3EI dituntut adanya perubahan kebijakan di segala sisi, salah satunya kebijakan pajak yang mendukung semua kegiatan ekonomi di dalam MP3EI. Penelitian ini akan menfokuskan kepada kebijakan pajak yang berlaku di industri galangan kapal sebagai salah satu fokus dari 22 kegiatan ekonomi MP3EI dan melakukan analisis atas evaluasi kebijakan tersebut, apakah sudah memenuhi kriteria evaluasi kebijakan publik (efektifitas, efisiensi, kecukupan, keadilan, responsivitas, dan ketepatan). Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif dan metode kualitatif pula.
Hasilnya adalah banyak sekali kebijakan pajak yang berlaku pada pembuatan dan perbaikan kapal yang belum memenuhi kriteria evaluasi kebijakan publik, yaitu kebijakan Bea Masuk dan PPN. Padahal dalam rangka MP3EI perkapalan di Indonesia dituntut memiliki kebijakan pajak yang seharusnya mampu mendorong daya saing industri galangan kapal nasional.

MP3EI program nowadays required package of policies which could support the 22 economic program itself, one of the important policies is tax policy. This study will focus on tax policy in shipbuilding industry as one of 22 MP3EI economic program which play important roles in national and international connectivity through the tramportation system. This research is to evaluate the policy whether the tax policy meets evaluation criteria (effectiveness, efficiency, adequacy, equity, responsiveness, and appropriateness) or not. This research was conducted using a qualitative approach and qualitative methods as well.
The result is a lot of tax policies that apply to the manufacture and repair of vessels which do not meet the criteria for evaluation of public policy, especially in the policy of import duty and VAT. Yet in order MP3EI, shipbuilding in Indonesia are required to have a tax policy which should be able to support the competitiveness of the national shipbuilding industry.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S47390
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suci Utami Maulina
"Reformasi birokrasi di Indonesia mulai dilaksanakan di berbagai Kementerian/Lembaga RI termasuk Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemlu RI). Salah satu program reformasi birokrasi yang telah dilaksanakan di Kemlu RI adalah penataan kelembagaan melalui Restrukturisasi Organisasi Tahun 2011. Peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan restrukturisasi organisasi di Kemlu RI. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan data wawancara dengan panitia pelaksana restrukturisasi dan pihakpihak terkait serta studi pustaka. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa beberapa tahapan dari ke-empat tahap pelaksanaan restrukturisasi Kemlu RI telah dilaksanakan dengan baik. Namun, pada tahapan merencanakan restrukturisasi, kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM) masih belum optimal dan pada tahap melaksanakan restrukturisasi, Kemlu RI mengalami kesulitan dalam menempatkan SDM di dalam strukturnya akibat kurangnya sumber daya manusia.

Bureaucratic reform in Indonesia began to be implemented in the various Ministries / Agencies including the Ministry of Foreign Affairs of the Republic of Indonesia. One of bureaucratic reform program that has been implemented in the Ministry of Foreign Affairs is the institutional arrangement through Organizational Restructuring in 2011. Researcher is interested in knowing how the implementation of organizational restructuring in the Ministry of Foreign Affairs. This study is a qualitative research with interview data collection techniques with restructuring committee and related parties, and literature study. Results of this study indicate that some stages of the fourth stage of the restructuring implementation in Ministry of Foreign Affairs has been well implemented. However, in the restructuring plan stage, the competence of the Human Resources is not optimal, and in the restructuring stage, the Ministry of Foreign Affairs had difficulty in placing human resources in the structure due to the lack of human resources."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S52652
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widya Rachmita
"Penganggaran Berbasis Kinerja merupakan suatu produk reformasi pada sistem penganggaran di Indonesia. Reformasi ini terlaksana semenjak diberlakukannya paket undang-undang di bidang pengelolaan keuangan negara. Kementerian Luar Negeri, sebagai salah satu Kementerian, juga menerapkan penganggaran berbasis kinerja. Dikarenakan keunikannya, sistem pelaksanaan anggaran di Kementerian Luar Negeri, khususnya Perwakilan RI di luar negeri, menjadi hal yang cukup kompleks karena waktu dan jarak yang harus ditempuh dalam pertanggungjawabannya. Dalam skripsi ini, akan diketahui mengenai pelaksanaan anggaran pada Perwakilan RI di Australia. Hasil penelitian menyarankan agar Perwakilan RI di Australia mempertahankan kinerja sesuai prosedur demi kelancaran pelaksanaan anggarannya.

Performance-Based Budgeting is a product of budgeting system reformation in Indonesia. This reformation implemented since the enactment of the financial management?s regulations. Ministry of Foreign Affairs, as one of the Ministry in Indonesia, also implementing performance-based budgeting. Because of its uniqueness, budget execution system at the Ministry of Foreign Affairs, in particular RI Representatives abroad, be quite complex due to the time and distance that must be taken in to account. In this thesis, will be known about the implementation of the budget in the Representatives of Indonesia in Australia. The results suggested that the representatives of Indonesia in Australia to maintain the performance of appropriate procedures for expeditious implementation of the budget."
Depok: Program Sarjana Ekstensi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Melisa Helingo
"Kementerian Luar Negeri Kemlu melalui Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor 01/B/RO/IV/2015/01 tentang Rencana Strategis Kemlu Tahun 2015 ndash; 2019 mengambil bagian dalam pelaksanaan reformasi birokrasi yang bertujuan untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik berbasis teknologi informasi. Menteri Luar Negeri menyebutkan contoh pemanfaatan teknologi informasi di Kemlu adalah penggunaan perangkat lunak untuk mendukung tugas Kemlu dalam pencapaian prioritas politik luar negeri. Pentingnya peranan perangkat lunak di Kemlu menyebabkan perlunya prosedur baku dalam pengembangan perangkat lunak. Sebelum menyusun prosedur tersebut, metode pengembangan perangkat lunak yang digunakan perlu ditentukan terlebih dahulu. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian ini yang bertujuan untuk menentukan metode yang paling sesuai untuk pengembangan perangkat lunak di Kemlu.
Penentuan metode pengembangan perangkat lunak untuk Kemlu pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Analytic Hierarchy Process AHP. Variabel yang digunakan untuk menentukan metode pengembangan perangkat lunak untuk Kemlu terdiri dari kriteria dan subkriteria yang mencakup faktor personil, requirement, aplikasi, organisasi, bisnis, operasional, dan teknologi, serta alternatif pilihan metode pengembangan aplikasi yang terdiri dari waterfall, incremental, prototyping, extreme programming, scrum, dan rational unified process. Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa metode yang paling sesuai untuk pengembangan perangkat lunak di Kemlu adalah prototyping.

The Ministry of Foreign Affairs MOFA by The Ministerial Decree Number 01 B RO IV 2015 01 regarding the Strategic Plan of MOFA Year 2015 2019 participates in the implementation of bureaucratic reforms aimed at realizing good governance through organizational capacity building, governance, and human resource competency building based on information technology. Minister of Foreign Affairs cited the example of the application of information technology at MOFA, namely the use of application software to support MOFA rsquo s goals to achieve foreign policy priorities. The importance of application software at MOFA led to the need of developing a standard procedure for software development. However, before designing the procedure, the method of software development at MOFA should be determined in advance. Therefore, it is necessary to do a research aimed to determine the most suitable method of software development at MOFA.
The process of determining software development method in this research conducted using Analytic Hierarchy Process AHP. Variables used to determine the most suitable method of software development at MOFA consist of criteria and sub criteria. These include factors such as personnel, requirements, application, organization, business, operational, and technology, as well as methods of software development. Possible methods consist of waterfall, incremental, prototyping, extreme programming, scrum, and rational unified process as the alternatives. Result of data analysis shown that prototyping is the most suitable method for software development at MOFA.
"
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2017
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dony Harso
"Advanced Persistent Threats (APT) adalah istilah yang digunakan untuk sebuah serangan cyber yang didanai oleh pemerintah asing dengan kemampuan yang sangat tinggi dalam melakukan serangannya sekaligus mampu melakukannya dalam jangka panjang dengan target yang sangat spesifik seperti pencurian informasi. Pusat Komunikasi (Puskom) merupakan unit kerja yang bertugas melaksanakan sebagian tugas Kementerian Luar Negeri di bidang pelaksanaan, pembinaan dan pengamanan pemberitaan serta pengelolaan sistem informasi dan komunikasi Kementerian Luar Negeri dan Perwakilan RI. Karena tugasnya tersebut, Pusat Komunikasi Kementerian Luar Negeri dituntut untuk dapat menjamin ketersediaan layanan dan menjamin keamanan sistem Teknologi informasi dan komunikasi khususnya dalam hal pemberitaan rahasia. Berdasarkan penelitian pada tahun 2012 pengelolaan keamanan informasi yang dilakukan oleh Puskom masih tergolong rentan dan memerlukan strategi penguatan dalam menghadapi ancaman yang kian meningkat.

Advanced Persistent Threats (APT) was an adversary that possesses sophisticated levels of expertise and significant resources which allow it to create opportunities to achieve its objectives by using multiple attack vectors. Communication Center (Puskom) is a main unit in charge of carrying out some tasks of the Ministry of Foreign Affairs in the implementation and development information security management systems of Ministry of Foreign Affairs. Puskom are required to ensure the availability of services and guarantee the information security and communication technology systems, especially the secrecy of information. Based on the research in 2012 information security management conducted by the Puskom is still vulnerable and require reinforcement strategy against APTs threats."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>