Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 42109 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ratna Dini Haryuni
"Nimotuzumab merupakan agen antikanker yang termasuk dalam kelompok inhibitor Epidermal Growth Factor Receptor (EGFR). Monoklonal antibodi ini memiliki berat molekul yang relatif besar sehingga tidak baik digunakan pada pencitraan kinetika, penetrasi pada sel tumor cenderung lemah dan berpotensi memunculkan respon antibodi. Oleh karena itu pada penelitian ini dilakukan fragmentasi terhadap nimotuzumab menjadi bentuk antibodi bivalen F(ab')2. Fragmen ini kemudian ditandai dengan 125I menjadi 125I-F(ab')2-nimotuzumab yang diharapkan potensial digunakan sebagai radioimunoterapi. Tujuan penelitian ini adalah memperoleh data karakterisasi dari 125I-F(ab')2-nimotuzumab dengan menggunakan pembanding nimotuzumab utuh bertanda 125I (125I-nimotuzumab). Tahap awal pada penelitian ini adalah memurnikan sampel nimotuzumab dengan cara dialisis. Nimotuzumab yang telah dimurnikan kemudian difragmentasi menggunakan pepsin menjadi F(ab')2-nimotuzumab. F(ab')2 yang diperoleh dimurnikan dari hasil samping proses fragmentasi dengan menggunakan kolom PD-10 Sephadex G25. Nimotuzumab utuh dan fragmen F(ab')2 kemudian ditandai dengan 125I. Radiolabeling nimotuzumab utuh dan fragmen menghasilkan kemurnian radiokimia 125I-nimotuzumab dan 125I-F(ab')2-nimotuzumab masing-masing adalah 98,27% dan 93,24 %.

Nimotuzumab is an anticancer agent which belongs to the inhibitor group of Epidermal Growth Factor Receptor (EGFR). This monoclonal antibody has a relatively high molecular weight which makes slow penetration on tumor cell, as concequence, it is less attractive in imaging kinetics, and potentially elicits antibodies respons. Therefore in this study nimotuzumab was fragmented to form bivalent antibody [F(ab')2] and then labeled with 125I to form 125I-F(ab')2-nimotuzumab which was expected to be potential for radioimmunotherapy. The aims of this study were to obtain a characteristic of 125I-F(ab')2-nimotuzumab by comparing with the 125I labeled-intact nimotuzumab (125I-nimotuzumab). This study was initiated by purifying nimotuzumab by mean of dialysis. The purified nimotuzumab was then fragmented by using pepsin. The F(ab')2-nimotuzumab formed was then purified from its by-products which formed in fragmentation process by using a PD-10 column (consisted Sephadex G25). The intact nimotuzumab and its F(ab')2 fragment were then labeled with the 125I to form 125I-nimotuzumab and 125I-F(ab')2-nimotuzumab. Radiolabeling of intact nimotuzumab and its F(ab')2-nimotuzumab resulted in 125I-nimotuzumab and 125I-F(ab')2-nimotuzumab with radiochemical purity of 98,27 % and 93,24 % respectively. "
Depok: Universitas Indonesia, 2013
T33087
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Abyan Jadidan
"Studi biodistribusi pada hewan uji memainkan peran utama dalam menentukan efektivitas dan keamanan radiofarmaka sebelum uji klinis pada manusia. Namun, sejauh pengetahuan peneliti berdasarkan literatur, belum ada studi biodistribusi lutesium hidroksiapatit (177Lu-HA) yang dilakukan. Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan studi biodistribusi kemanan 177Lu-HA untuk terapi kanker hati dengan cara menentukan organ at risk (OAR) radiofarmaka tersebut. Data farmakokinetik 177Lu-HA pada tikus Wistar dari organ yang berbeda, seperti hati, ginjal dan limpa, diperoleh dari literatur. Administrasi radiofarmaka dilakukan secara langsung pada intra arteri hati tikus Wistar dengan cara operasi. Secara total, 13 fungsi sum of exponentials (SOE) dan 1 fungsi logistik digunakan untuk fitting data farmakokinetik. Goodness of fit ditentukan berdasarkan visualisasi grafik, Coefficient of Variation (CV <50%) dan elemen-elemen off-diagonal dari Correlation Matrix (-0,8 ≤ CM ≤ 0,8). Fungsi terbaik dipilih berdasarkan Corrected Akaike Information Criterion (AICc) dan digunakan untuk perhitungan Time-Integrated Activity Coefficients (TIACs). TIACs manusia diprediksi dengan mentranslasikan TIACs tikus menggunakan metode time-scalling. Dalam penelitian ini OAR ditentukan dengan metode perbandingan TIACs/massa organ pada seluruh organ. Dengan metode perbandingan TIACs/massa organ ini, nilai terbesar mengindikasikan OAR. Secara umum, fitting data farmakokinetik 177Lu-HA dengan fungsi SOE berhasil dilakukan pada semua organ dengan terpenuhinya kriteria goodness of fit. Prediksi massa TIACs/organ manusia menunjukkan bahwa hati yang merupakan organ target akan menerima dosis internal yang paling tinggi (TIACs/masahati=2,78E+0 jam/gram). Tulang dan limpa akan menerima dosis lebih sedikit daripada hati tetapi relatif lebih tinggi daripada organ lainnya (TIACs/masatulang=7,40E-2 jam/gram, TIACs/massalimpa=5,55E-2 jam/gram). Berdasarkan perhitungan TIACs/massa organ tersebut, dapat disimpulkan bahwa OAR radiofarmaka 177Lu-HA yang diadmisitrasikan langsung ke intra arteri hati tikus Wistar adalah hati, tulang, dan limpa.

Biodistribution study in animal plays a major role in determining the effectiveness and safety of radiopharmaceutical before clinical test in human. However, to the best of author knowledge, there is no biodistribution study of Lutetium Hydroxyapatite (177Lu-HA) available in the literature. Therefore, this study conducted 177Lu-HA biodistribution study of safety for liver cancer therapy by determining organ at risk (OAR) of the radiopharmaceutical. Pharmacokinetics data of 177Lu-HA in Wistar rats from different organs, such as liver, kidneys, and spleen, was obtained from the literature. Radiopharmaceutical administration was carried out directly on the intra artery of Wistar rat liver by surgery. In total, 13 sum of exponentials (SOE) functions and 1 logistic function were used and were fitted to the pharmacokinetics data. The goodness of the fittings was tested based on the visualization of the fitted graphs, coefficient of variations of the fitted parameters (CV<50%) and the elements of correlation matrix (-0,8 ≤ CM ≤ 0,8). The best function was selected based on the corrected Akaike information criterion (AICc) and was used for the subsequent calculation of time-integrated activity coefficients (TIACs). Human's TIACs was predicted by extrapolating rat's TIACs using time-scalling method. In this study, OAR was determined by comparison method of TIACs/organ mass in all organs. With this comparison method, the biggest value indicates the OAR. In general, the SOE functions were successfully fitted to the pharmacokinetic data of 177Lu-HA in all organs with a good fit based on the goodness of fit criteria. Human's TIACs/organ mass prediction shows that liver as the organ target will receive high internal doses (TIACs/massliver=2,78E+0 hour/gram). Skeleton and spleen will receive less doses then liver but relatively higher than other organs. (TIACs/massskeletpm=7,40E-2 hour/gram, TIACs/massspleen=5,15E-2 hour/gram). Based on that calculation of TIACs/organ mass, it can be concluded that the OAR of 177Lu-HA pharmaceutical that was administrated directly into the intra-arterial liver of the Wistar rat are liver, skeleton, and spleen.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mettler, Fred A., Jr.
Philadelphia : Elsevier Mosby, 2012
616.075 75 MET e
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Arie Munandar
"Latar Belakang: Kanker leher rahim dapat ‘disembuhkan’ pada stadium awal, namun pada stadium lanjut memilik prognosis yang buruk. Efektifitas dari pemberian kemoradiasi konkuren berbasis platinum sebagai modalitas standar pada kanker leher rahim stadium lanjut lokal masih suboptimal dan memiliki efek samping yang relatif besar. Oleh karena itu dibutuhkan terapi yang lebih efektif. Terapi dengan anti EGFR sebagai target biomolekuler telah memberikan gambaran efektifitas yang baik pada berbagai kanker yang memiliki ekspresi EGFR berlebih. Kanker leher rahim diketahui sebagai salah satu kanker yang memiliki ekpresi EGFR berlebih yang berhubungan dengan prognosis yang buruk. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efektifitas dari Nimotuzumab, suatu antibodi monoklonal anti EGFR, yang dikombinasikan dengan radioterapi pada kanker leher rahim stadium lanjut.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian fase II dengan satu kelompok perlakuan. Sebagai kriteria inklusi adalah pasien dengan kanker leher rahim stadium III. Sebagai fase induksi dilakukan pemberian Nimotuzumab 200 mg intravena setiap minggu selama 9 minggu, dikombinasikan dengan radiasi eksternal daerah pelvis 2 Gy/hari, 5 kali seminggu selama 5 minggu dilanjutkan dengan radiasi brakhiterapi intrakaviter 7 Gy setiap minggu selama 3 minggu. Penelitian ini menilai tingkat respon, waktu hingga terjadinya progresi, dan aspek keamanan dari pengobatan yang dinilai dari efek samping.
Hasil: Dari 44 pasien, 31 pasien telah menjalani evaluasi dari repon terapi menggunakan CT Scan pada minggu 18-22 sejak dimulainya pengobatan (CT Scan konfirmasi pada fase pasca induksi). Tingkat respon objektif atau Objective Response Rate (ORR) adalah 71% (CR 32.3%, PR 38.7%) dan tingkat kontrol penyakit atau Disease Control Rate (DCR) adalah 77.4%. Nilai ORR tampak lebih tinggi pada pasien dengan ekpresi EGFR tinggi dibandingkan dengan pasien yang memiliki ekpresi EGFR rendah atau sedang. Dari 44 pasien, 12 pasien mengalami progresifitas dari penyakit dengan waktu rata-rata hingga terjadinya progresifitas adalah 6.9 bulan. Efek samping derajat 3 terdapat pada 2 orang pasien, dan tidak terdapat pasien dengan efek samping derajat 4.
Kesimpulan: Terapi kombinasi Nimotuzumab dan radiasi menujukkan efek yang menguntungkan dan dapat ditoleransi untuk mengobati kanker leher rahim stadium lanjut.

Background: Cervical cancer is curable for early stages, but advanced stage diseases has poor prognosis. The efficacy of concurrent cisplatin-based chemo radiotherapy as the standard therapeutic modality for locally advanced cervical cancer remains suboptimal and is frequently cause severe adverse event. Therefore more effective therapeutic strategies are required. EGFR targeted therapy have demonstrated efficacy in many cancers overexpressing EGFR. Cervical cancer has been known to over expressing EGFR which correlates with poor prognosis. This study is aimed to assess the efficacy of Nimotuzumab, a monoclonal antibody anti EGFR, combined with radiation in advanced stage cervical cancer.
Methods: This is a phase II single arm study. Patients with stage III cervical cancer were included. Nimotuzumab intravenously 200 mg weekly for 9 weeks combined with external pelvic radiation 2 Gy/day, 5 times a week for 5 weeks and pelvic intracavitary radiation 7 Gy a week for 3 weeks for induction phase. Response rate, time to progression, and safety were assessed in this study.
Result: This is the first phase result. Out of 44 ITT patients, 31 patients were evaluable for response by CT-scan at week 18-22 (confirmatory CT-scan at post induction phase). Objective response rate (ORR) was 71% (CR 32.3%, PR 38.7%) and disease control rate was 77,4%. The ORR tend to be higher in patient with high EGFR expression compared to those with negative or mild to moderate EGFR expression. Out of 44 ITT patients, 12 patients had progressive disease with mean time to progression of 6.9 months. Grade III adverse event were observed in 2 patients, while no grade IV adverse events occurred during the study.
Conclusion: Combination of Nimotuzumab and radiation showed a beneficial effect and well-tolerated for treating advanced cervical cancer.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lucky Alexius Paune
"Dendrimer poliamidoamin (PAMAM) merupakan suatu pembawa obat yang dapat digunakan untuk membawa obat/senyawa ke organ, jaringan, atau sel tumor atau kanker. Nimotuzumab merupakan antibodi monoklonal yang secara spesifik dapat mengenali domain eksternal reseptor faktor pertumbuhan epidermal (epidermal growth factor receptor/EGFR). Penelitian ini bertujuan untuk membuat konjugat dendrimer PAMAM G4 dengan antibodi monoklonal nimotuzumab sebagai pengenal sel target, sehingga akan diperoleh sistem pembawa obat yang tertarget pada EGFR yang dapat mengurangi efek samping yang tidak diinginkan. Pada penelitian ini, nimotuzumab diaktivasi dengan NaIO4 dengan rasio berat 1:1, lalu dipurifikasi dengan menggunakan ultrafiltrasi sentrifugasi dan dikarakterisasi dengan spektrofotometer UV dan FTIR.
Hasil aktivasi nimotuzumab (CHO-nimotuzumab) dikonjugasikan dengan dendrimer PAMAM G4 dengan rasio mol 1:4, kemudian dipurifikasi menggunakan ultrafiltrasi sentrifugasi dan kromatografi filtrasi gel kolom PD-10 matriks Sephadex G-25 medium. Konjugat dendrimer PAMAM G4-nimotuzumab dikarakterisasi dengan menggunakan spektrofotometer UV, KCKT, dan Particle Size Analyzer (PSA). Hasil karakterisasi CHO-nimotuzumab menunjukkan bahwa gugus diol pada nimotuzumab telah berhasil dioksidasi menjadi gugus aldehid. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konjugat dendrimer PAMAM G4-nimotuzumab telah berhasil dibuat dan memiliki ukuran partikel rata-rata 12,29 nm.

Polyamidoamine (PAMAM) dendrimer is a drug carrier that can be used to carry drugs / compounds to organ, tissue, or tumor or cancer cells. Nimotuzumab is a monoclonal antibody that can recognize a very specific external domain of epidermal growth factor receptor (EGFR). The aim of this study is to prepare a conjugate of PAMAM G4 dendrimer with nimotuzumab monoclonal antibody as homing devices to produce a drug carrier systems that targetted to EGFR. In this study, nimotuzumab was activated by NaIO4 with a weight ratio of 1:1, and then purified by ultrafiltration centrifugation and characterized by UV spectrophotometer and FTIR.
Then, the result of nimotuzumab activation (CHO-nimotuzumab) was conjugated to PAMAM G4 dendrimer with mole ratio of 1:4, and then purified by ultrafiltration centrifugation and gel filtration chromatography column PD-10 with Sephadex G-25 medium as matrix. Conjugates of PAMAM G4 dendrimer-nimotuzumab was characterized by UV spectrophotometer, HPLC, and Particle Size Analyzer (PSA). CHO-nimotuzumab characterization results indicate that diol groups on nimotuzumab has successfully oxidized to the aldehyde group. The results of the research showed that PAMAM G4 dendrimer-nimotuzumab conjugate has been successfully prepared and has average particle size of 12,29 nm.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
S46224
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sandra Hermanto
"Penggunaan radioimunokonjugat berbasis antibodi trastuzumab sebagai agen teranostik kanker payudara positif HER2 masih kurang ideal karena ukuran molekul yang relatif besar sehingga laju biodistribusi dan laju clearance relatif lambat dan mengakibatkan akumulasi dalam jaringan normal hati/ginjal dan darah. Berdasarkan fakta ini, fragmentasi trastuzumab menjadi F ab 39; 2 dan penandaan fragmen oleh radionuklida Lutetium-177 pemancar partikel ? dan ? telah dilakukan. Penyiapan fragmen F ab rsquo; 2 dilakukan melalui fragmentasi enzimatik oleh pepsin dan fraksinasi dengan kolom PD-10 Sephadex G-25 ., Fragmen F ab rsquo; 2 yang dihasilkan dikonjugasi dengan 2- 4-isothiocyanatobenzene -1,4,7,10-tetraazacyclododecane-1,4,7,10-tetraacetic acid p-SCN-Bn-DOTA dan radiolabeling dengan 177Lu. Fluktualitas dan afinitas F ab rsquo; 2 dalam pengikatannya dengan reseptor HER2 diamati melalui pendekatan simulasi dinamika molekuler dan penambatan molekul molecular docking . Hasil fragmentasi menunjukkan semua trastuzumab terkonversi menjadi Fragmen F ab 39; 2 dengan waktu hidrolisis optimum 18 jam. Purifikasi fragmen F ab 39; 2 dengan kolom kromatografi gel filtrasi menghasilkan 98 F ab rsquo; 2 murni dengan bobot molekul F ab 39; 2 98,35 kDa. Jumlah rasio mol pSCN-Bn-DOTA per fragmen antibodi 5.03 1.5 dengan perbandingan mol DOTA:F ab rsquo; 2 20:1. Stabilitas termodinamik radioimunokonjugat 177Lu-DOTA-F ab rsquo; 2 trastuzumab cukup tinggi dalam serum HSA pada suhu 37°C setelah masa penyimpanan selama 4 hari dengan kemurnian radiokimia yang masih dapat dipertahankan sebesar 91.96 0.26. Hasil simulasi dinamika molekuler menunjukkan bahwa fragmentasi Fc pada molekul trastuzumab relatif tidak merusak struktur dan konformasi F ab rsquo; 2 secara keseluruhan khususnya pada daerah CDR sehingga tidak menurunkan afinitas pengikatannya terhadap reseptor HER2. Hasil analisis SASA pada residu lisin F ab rsquo; 2 menunjukkan bahwa reaksi pembentukan konjugat DOTA-F ab rsquo; 2 diduga terjadi di luar daerah CDR sehingga tidak mengganggu afinitas pengikatannya terhadap reseptor HER2. Simulasi Lu-DOTA-Fab-HER2 dalam fase air menghasilkan ?Gbinding yang relatif lebih besar 15.5066 kkal/mol jika dibandingkan dengan kompleks HER2-Fab -45.1446 kkal/mol.

The use of trastuzumab as intact IgG labeling radionuclide for HER2 breast cancer theranostic agent is not ideal because it is slowly eliminated from the blood and normal tissues yielding low tumor blood T B and tumor normal tissue T NT ratios. Based on this fact, fragmentation of trastuzumab F ab 2 and radiolabeled of fragment by and particle of Lutetium 177 has been developed. Preparation of F ab 2 trastuzumab fragment were prepared by digestion of intact IgG with pepsin and fractionated in PD 10 column, through conjugated with 2 4 isothiocyanatobenzyl 1,4,7,10 tetraazacyclododecane 1,4,7,10 tetraacetic acid p SCN Bn DOTA and radiolabeled with 177Lu. The results of this preliminary work were the optimum time for completely digest of trastuzumab to form F ab 2 fragment was 18 hrs, where all trastuzumab converted to F ab 2 fragment. The purity of F ab 2 fragment from size exclusion chromatography was carried out of 98 and a molecular weight of F ab 2 was 98.35 kDa respectively. The average number of pSCN Bn DOTA chelates per antibody fragmen were 5.03 1.5 and the optimum conjugation reactions were performed at molar ratio 20 1 for pSCN Bn DOTA to trastuzumab. The stability test of radioimmunoconjugate in HSA serum in 37°C show the high stability of aliquot with radiochemical purity was 91.96 0.26 after 96h storage. Molecular dynamic simulation of F ab 2 fragment show that fragmentation of trastuzumab did not distrupt the whole structure and conformation of F ab 2 expecially in CDR region. The solvent accesibility surface area of lysine residue show that conjugation of pSCN Bn DOTA to F ab 2 occurred in lys residue outside of CDR region so it s not influenced the binding affinity of radioimunoconjugate. The docking of Lu DOTA F ab 2 with HER2 receptor in aquous system generated Gbinding more highly 15.5066 kkal mol than positive control HER2 Fab 45.1446 kkal mol."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
D1700
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nathasha Brigitta Selene
"Latar belakang: Preparasi spermatozoa dengan metode swim-up (SU) dapatmeningkatkan kualitas spermatozoa sehingga meningkatkan kemungkinan konsepsi untuk pasangan yang akan menjalani inseminasi intrauterin (IIU), tetapi angka keberhasilan IIU masih rendah. Pentoksifilin (PTX) adalah senyawa yang menginhibisi kerja enzim Cyclic adenosine monophosphate (cAMP) phosphodiesterase (PDE) yang dapat meningkatkan motilitas spermatozoa dan merupakan senyawa antioksidanyang melindungi spermatozoa dari kerusakan DNA dari radikal bebas.
Tujuan: Studi ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh pemberian suplemen PTX terhadap motilitas dan fragmentasi DNA spermatozoa.
Metode: Sample semen diperoleh dari pasangan infertil yang akan menjalani terapi IIU. analisis semen dilakukan sebelum dan sesudah dilakukannya preparasi spermatozoa dan dilanjutkan dengan pemberian PTX dalam tiga konsentrasi berbeda: 50µg (SU1), 100µg (SU2), dan 200µg (SU3). Selain motilitas spermatozoa, pengukuran IFD spermatozoa sebagai parameter fungsional spermatozoa jugadilakukan sebelum pencucian, sesudah pencucian, dan sesudah suplementasi PTX dengan metodesperm chromatin dispersion (SCD).
Hasil: Motilitas spermatozoa meningkat dan presentase IFD menurun setelah dilakukan pencucian dengan metode SU (setelah SU) dibandingkan dengan semen utuh (sebelum SU).Suplementasi dengan PTX dalam konsentrasi 200 ug setelah SU menunjukan peningkatan presentase motilitas spermatozoa dan penurunan DFI tertinggi. Dari ketiga konsentrasi, hanya PTX 200 ug menunjukan hasil yang signifikan secara statistik dalam meningkatkan rata-rata motilitas spermatozoa (p=0.005) sedangkan rata-rata DFI menurun setelah SU dan suplementasi PTX namun tidak signifikan secara statistik. (p>0.05).
Konklusi: Suplementasi dengan PTX dapat meningkatkan motilitas spermatozoa secara signifikan dan menurunkan IFD secara tidak signifikan, sehingga suplementasi PTX dapat digunakan untuk memilih spermatozoa dengan kualitas yang lebih baik.

Introduction: Sperm preparationusing swim-up (SU) method is commonly done which may increase the chance of conception inintrauterine insemination (IUI). However, the success rate is still low. Pentoxifylline (PTX) is Cyclic adenosine monophosphate (cAMP) phosphodiesterase (PDE) inhibitor which may increase spermatozoa motility and also acts as antioxidant, preventing DNA damage due to reactive oxygen species (ROS).
Objective: This study aims to evaluate the effect of PTX supplementation in increasing spermatozoa quality by increasing spermatozoa motility and decreasing DNA fragmentation index (DFI)
Method(s): Semen samples were obtained from infertile couple who seek IUI treatment. Semen analysis was performed before and after spermatozoa preparation using SU method then followed by incubating the samples with PTX in three different dose: 50µg (SU1), 100µg (SU2), and 200µg (SU3). Aside from spermatozoa motility, DFI acts as a functional parameter of spermatozoa and was performed using Sperm chromatin dispersion (SCD) test to assess DNA fragmentation in whole semen and prepared sample as well as after supplementation with PTX.
Result(s): The mean spermatozoa motility increased and DFI decreased in prepared spermatozoa (after-SU) compared to whole semen (before SU). PTX supplementation in 200 µg showed the highest increase in spermatozoa motility and reduction of DFI. However, only 200 µg of PTX is statistically significant to increase spermatozoa motility ((p=0.005), while there is no statistically significant result in the reduction of DFI after SU and PTX supplementation. (p>0.05).
Conclusion(s): After PTX supplementation, spermatozoa motility increased significantly and DFI decreased insignificantly thus PTX supplementation may select spermatozoa with better quality.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bayu Gemilang
"Pendahuluan: Bukti terkini menunjukkan bahwa antioksidan dalam diet dapat bermanfaat dalam mengurangi kerusakan sperma, terutama pada pria dengan tingkat fragmentasi DNA (Deoxyribonucleic Acid) yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki hubungan antara suplementasi antioksidan dan Indeks Fragmentasi DNA (DNA Fragmentation Index/DFI) pada pria infertil.
Metode: Sebuah tinjauan sistematis dilakukan menggunakan basis data online termasuk Pubmed, Science Direct, EBSCO, dan Cochrane sesuai pedoman PRISMA. Kami hanya menginklusi uji coba terkontrol secara acak (Randomized Controlled Trials/RCTs) yang ditulis dalam bahasa Inggris. Populasi target adalah pria infertil tanpa komorbiditas, dengan intervensi berupa suplementasi antioksidan selama minimal 3 bulan.
Hasil: Pencarian awal basis data menghasilkan 447 makalah, di mana 11 makalah disertakan setelah penyaringan abstrak, dan 8 makalah dipertimbangkan untuk analisis kuantitatif. Hampir semua penelitian menunjukkan risiko bias yang rendah berdasarkan penilaian Cochrane Risk of Bias (RoB). Meta-analisis dari 8 uji coba terkontrol secara acak (RCTs) menunjukkan pengurangan DFI yang tidak signifikan sebesar -1,28% (-3,88, 1,31; p=0,33). Namun, antioksidan tertentu seperti N-Acetyl Cysteine (NAC), asam dokosaheksaenoat (Docosahexaenoic Acid/DHA), dan astaxanthin terbukti efektif dalam mengurangi DFI. Sebaliknya, seng, asam folat, laktolykopen, kombinasi vitamin C dan E, serta vitamin D3 tidak menunjukkan efektivitas dalam mengurangi DFI.
Kesimpulan: Beberapa antioksidan (NAC, DHA, dan astaxanthin) terbukti efektif dalam mengurangi indeks fragmentasi DNA, sementara seng, asam folat, laktolykopen, kombinasi vitamin C dan E, serta vitamin D3 tidak efektif. Diperlukan lebih banyak uji coba terkontrol secara acak dengan jumlah subjek yang lebih besar untuk menentukan efektivitas antioksidan.

Introduction: Current evidence suggests that dietary antioxidants may be beneficial in reducing sperm damage, particularly in men with high levels of Deoxyribonucleic Acid (DNA fragmentation). This study aimed to investigate the association between antioxidant supplementation and DNA Fragmentation Index (DFI) in infertile males.
Methods: A systematic review was conducted using online databases including Pubmed, Science Direct, EBSCO, and Cochrane according to PRISMA guideline. We only included randomized controlled trials (RCTs) in the study that were written in English. The target population was infertile males without comorbidities, and the intervention was antioxidant supplementation for a minimum of 3 months.
Results: The initial database search yielded 447 papers, of which 11 were included after abstract screening, and 8 were considered for quantitative analysis. Almost all studies showed a low risk of bias according to Cochrane Risk of Biasa (RoB) assessments. The meta-analysis of 8 randomized controlled trials (RCTs) showed a non-significant reduction in DFI by -1.28% (-3.88, 1.31; p=0.33). However, specific antioxidants such as N-Acetyl Cysteine (NAC), Docosahexaenoic acid (DHA), and astaxanthin were found to be efficacious in reducing DFI. In contrast, zinc, folic acid, lactolycopene, combination of Vitamin C and E, and vitamin D3 did not show efficacy in reducing DFI.
Conclusion: In conclusion, some antioxidants (NAC, DHA, and astaxanthin) are shown to be efficacious in reducing DNA fragmentation index, while zinc, folic acid, lactolycopene, combination vitamin C and vitamin E, and vitamin D3 are not. More RCTs with larger subjects are needed to determine the effectiveness of antioxidants.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Bayu Gemilang
"Pendahuluan: Bukti terkini menunjukkan bahwa antioksidan dalam diet dapat bermanfaat dalam mengurangi kerusakan sperma, terutama pada pria dengan tingkat fragmentasi DNA (Deoxyribonucleic Acid) yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki hubungan antara suplementasi antioksidan dan Indeks Fragmentasi DNA (DNA Fragmentation Index/DFI) pada pria infertil.
Metode: Sebuah tinjauan sistematis dilakukan menggunakan basis data online termasuk Pubmed, Science Direct, EBSCO, dan Cochrane sesuai pedoman PRISMA. Kami hanya menginklusi uji coba terkontrol secara acak (Randomized Controlled Trials/RCTs) yang ditulis dalam bahasa Inggris. Populasi target adalah pria infertil tanpa komorbiditas, dengan intervensi berupa suplementasi antioksidan selama minimal 3 bulan.
Hasil: Pencarian awal basis data menghasilkan 447 makalah, di mana 11 makalah disertakan setelah penyaringan abstrak, dan 8 makalah dipertimbangkan untuk analisis kuantitatif. Hampir semua penelitian menunjukkan risiko bias yang rendah berdasarkan penilaian Cochrane Risk of Bias (RoB). Meta-analisis dari 8 uji coba terkontrol secara acak (RCTs) menunjukkan pengurangan DFI yang tidak signifikan sebesar -1,28% (-3,88, 1,31; p=0,33). Namun, antioksidan tertentu seperti N-Acetyl Cysteine (NAC), asam dokosaheksaenoat (Docosahexaenoic Acid/DHA), dan astaxanthin terbukti efektif dalam mengurangi DFI. Sebaliknya, seng, asam folat, laktolykopen, kombinasi vitamin C dan E, serta vitamin D3 tidak menunjukkan efektivitas dalam mengurangi DFI.
Kesimpulan: Beberapa antioksidan (NAC, DHA, dan astaxanthin) terbukti efektif dalam mengurangi indeks fragmentasi DNA, sementara seng, asam folat, laktolykopen, kombinasi vitamin C dan E, serta vitamin D3 tidak efektif. Diperlukan lebih banyak uji coba terkontrol secara acak dengan jumlah subjek yang lebih besar untuk menentukan efektivitas antioksidan.

Introduction: Current evidence suggests that dietary antioxidants may be beneficial in reducing sperm damage, particularly in men with high levels of Deoxyribonucleic Acid (DNA fragmentation). This study aimed to investigate the association between antioxidant supplementation and DNA Fragmentation Index (DFI) in infertile males.
Methods: A systematic review was conducted using online databases including Pubmed, Science Direct, EBSCO, and Cochrane according to PRISMA guideline. We only included randomized controlled trials (RCTs) in the study that were written in English. The target population was infertile males without comorbidities, and the intervention was antioxidant supplementation for a minimum of 3 months.
Results: The initial database search yielded 447 papers, of which 11 were included after abstract screening, and 8 were considered for quantitative analysis. Almost all studies showed a low risk of bias according to Cochrane Risk of Biasa (RoB) assessments. The meta-analysis of 8 randomized controlled trials (RCTs) showed a non-significant reduction in DFI by -1.28% (-3.88, 1.31; p=0.33). However, specific antioxidants such as N-Acetyl Cysteine (NAC), Docosahexaenoic acid (DHA), and astaxanthin were found to be efficacious in reducing DFI. In contrast, zinc, folic acid, lactolycopene, combination of Vitamin C and E, and vitamin D3 did not show efficacy in reducing DFI.
Conclusion: In conclusion, some antioxidants (NAC, DHA, and astaxanthin) are shown to be efficacious in reducing DNA fragmentation index, while zinc, folic acid, lactolycopene, combination vitamin C and vitamin E, and vitamin D3 are not. More RCTs with larger subjects are needed to determine the effectiveness of antioxidants.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>