Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 131519 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yoga Pranata
"ABSTRAK
Pendahuluan Di RSCM algoritme penanganan pasien trauma belum ada. Waktu yang dibutuhkan untuk penanganan pasien trauma juga tidak pernah tercatat dengan baik. Tujuan dari studi ini adalah untuk mengetahui rerata waktu penanganan pasien trauma di ruang resusitasi RSCM. Selain itu, mortalitas akibat trauma juga dicatat.
Metode Semua pasien trauma yang masuk ke ruang resusitasi RSCM pada bulan Juni-November 2012 diikutsertakan. Waktu yang dibutuhkan mulai dari pasien masuk ruang resusitasi sampai primary survey dan tindakan diagnosis yang dibutuhkan serta waktu sampai pasien keluar dari ruang resusitasi baik ke kamar operasi maupun ke ruang rawat juga dicatat. Mortalitas yang terjadi di rumah sakit pasca trauma juga dicatat.
Hasil Selama periode penelitian tercatat ada 41 pasien trauma yang masuk ke ruang resusitasi RSCM. Rerata waktu yang dibutuhkan mulai dari pasien masuk ruang resusitasi sampai primary survey selesai dikerjakan adalah 10(5-60) menit; sampai hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan adalah 55(5-185) menit; sampai hasil pemeriksaan rontgen didapatkan adalah 30(15-210) menit; sampai hasil pemeriksaan USG didapatkan adalah 12,5(5-30) menit; sampai hasil pemeriksaan CT-scan didapatkan adalah 75(15-360) menit. Rerata waktu yang dibutuhkan mulai dari pasien masuk ruang resusitasi sampai dikirim ke kamar operasi adalah 222,5(25-660) menit; sampai dikirim ke ruang rawat tanpa melalui operasi adalah 1440(170-1440) menit. Mortalitas yang terjadi di rumah sakit pasca trauma adalah 41,4%.
Kesimpulan Rerata waktu penanganan pasien trauma di ruang resusitasi RSCM, baik untuk tindakan diagnostik maupun operasi emergensi masih lebih dari 60 menit. Mortalitas pasien pasca trauma 41,4%. Dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk mengevaluasi hubungan antara waktu penanganan pasien dengan mortalitas pasien.

ABSTRACT
Introduction In Cipto Mangunkusumo Hospital trauma algorithm is not available yet. The time spent to manage trauma patients in the resuscitation room also hasn’t been recorded very well. Aim of this study is to analyze how much time needed in the resuscitation room to manage trauma patients. The mortality follow is also recorded.
Methods All consecutive trauma patients who went to the resuscitation room during June to November 2012 are included. The time spent between admission to the resuscitation room until primary survey and diagnostic procedure be done also until patients exit the resuscitation room whether to the operating room or straight to the ward were recorded. In hospitality mortality were also recorded.
Results During the study, there were 41 trauma patients went to the resuscitation room. Median time spent between admission until primary survey was finished was 10(5-60) minutes; until blood work results finished was 55(5-185) minutes; until x-ray results finished was 30(15-210) minutes; until USG results finished was 12,5(5-30) minutes; until CT-scan results finished was 75(15-360) minutes. Median time spent between admission until exiting to the operating room was 222,5(25-660) minutes; until exiting to the ward without operation was 1440(170-1440) minutes. In hospitality mortality was 41,4%.
Conclusion The time spent in the resuscitation room to manage trauma patients both to do the diagnostic procedure and emergency operation was still more than 60 minutes. In hospital mortality was 41,4%. Further study needed to analyze the relationship between those two things."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fatriani
"Latar Belakang: Ketepatan triase pasien trauma di IGD sangat menentukan keberhasilan pelayanan yang diberikan dan menggambarkan kualitas pelayanan di RS tersebut. Tujuan: Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi ketepatan triase pasien kode trauma di instalasi gawat darurat. Metode: Penelitian kohort retrospektif ini menggunakan total sampling terhadap 22 perawat triase yang melakukan aktivasi kode trauma pada pasien trauma kategori merah di IGD. Hasil: 22 responden menunjukkan bahwa sebagian besar responden (63,6%) berusia kurang dari 33 tahun, secara rata berjenis kelamin laki-laki dan perempuuan (50,0%), sebagian besar responden (68,2%) memiliki tingkat pendidikan DIII, sebagian besar responden (63,6%) memiliki lama bekerja kurang dari 11 tahun, dan sebagian besar responden (54,5%) memiliki ketepatan dalam melakukan triase. Terdapat hubungan yang singnifikan antara lama bekerja dengan ketepatan triase (p 0,002; α 0,05), nilai OR=0,28 yang bermakna bahwa perawat dengan lama bekerja lebih dari sebelas tahun lebih berpeluang 0,28 kali untuk melakukan triase yang tepat. Tidak ada hubungan yang singnifikan atara tingkat pendidikan dengan ketepatan triase (p 0,381; α 0,05), dengan 7 (46,7%) perawat berpendidikan diploma dan 5 (71,4%) perawat dengan Pendidikan ners melakukan triase dengan tepat. Tidak ada hubungan yang singnifikan antara jenis kelamin dengan ketepatan triase (p 0,669; α 0,05), dengan 5 (45,5%) perawat perempuan dan 7 (63,6%) perawat laki-laki melakukan triase dengan tepat. Tidak ada hubungan yang singnifikan antara usia dengan ketepatan triase (p 0,204; α 0,05), dengan 6 (42,9%) perawat usia 33 tahun kebawah dan 6 (75%) perawat usia lebih dari 33 tahun melakukan triase dengan tepat.

Background: The accuracy of triage of trauma patients in the emergency department will determine the success of the services provided and describe the quality of services at the hospital. Objective: To identify the factors that influence the accuracy of triage of trauma code patients in the emergency department. Methods: This retrospective cohort study used a total sampling of 22 triage nurses who activated the trauma code in trauma patients with red category in the emergency department. Results: 22 respondents showed that most of the respondents (63.6%) were less than 33 years old, on average male and female (50.0%), most of the respondents (68.2%) had a DIII education level. most respondents (63.6%) have worked less than 11 years, and most respondents (54.5%) have accuracy in triage. There is a significant relationship between length of service and accuracy of triage (p 0.002; 0.05), OR = 0.28 which means that nurses with more than eleven years of service are 0.28 times more likely to perform appropriate triage. There was no significant relationship between education level and triage accuracy (p 0.381; 0.05), with 7 (46.7%) nurses with diploma education and 5 (71.4%) nurses with nursing education performing triage correctly. There was no significant relationship between gender and triage "
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Buntain, William L.
Philadelphia: W.B. Saunders , 1995
617.1 BUN m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Rafiqah Aulia
"Trauma kepala merupakan suatu istilah untuk salah satu jenis gangguan traumatis yang berdampak pada fungsionalitas otak. Trauma kepala dapat menyebabkan gangguan fungsi neurologis, gangguan fisik, gangguan fungsi kognitif, dan gangguan psikososial secara temporer ataupun permanen. Trauma kepala merupakan salah satu masalah global karena menjadi salah satu penyebab terbanyak kematian dan kecacatan di seluruh dunia. Penelitian ini telah memberikan gambaran secara faktual, sistematis, dan terbaru mengenai insidensi kasus trauma kepala dengan riwayat prosedur bedah di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) beserta karakteristik demografi yang diselidiki. Penelitian observasional dengan metode deskriptif dan analitik ini menggunakan desain potong lintang. Populasi penelitian adalah pasien trauma kepala dengan riwayat prosedur bedah di RSCM selama periode tahun 2016–2020 dengan besar sampel sebanyak 90 subjek yang pada data rekam medis didiagnosis mengalami trauma kepala dan diintervensi melalui prosedur bedah. Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling. Dari 90 subjek penelitian, didapatkan bahwa mayoritas pasien berasal dari kelompok usia <21 tahun (31,1%), laki-laki (84,4%), pengguna JKN (88,9%), kecelakaan sebagai etiologi (65,6%), bukan rujukan (48,9%), rujukan dari Jawa (45,6%), antrean non-cito (55,6%), dan domisili Jabodetabek (61,1%). Hipotesis nol diterima pada analisis bivariat. Karakteristik demografi dari pasien trauma kepala dengan riwayat prosedur bedah di RSCM mayoritas berusia <21 tahun, laki-laki, pengguna JKN, korban kecelakaan, pasien bukan rujukan, pasien rujukan terbanyak dari Jawa, antrean non-cito, dan berdomisili di Jabodetabek. Tidak ada perbedaan penggunaan jaminan kesehatan dan etiologi antara berbagai golongan usia pasien. Selain itu, tidak ada perbedaan etiologi trauma kepala antara pasien laki-laki dan perempuan.

Head trauma is a traumatic disorder that impacts brain functionality. Head trauma can cause temporary or permanent neurological, physical, cognitive, and psychosocial dysfunction. Head trauma is a global problem because it is one of the leading causes of death and disability throughout the world. This research has provided a factual, systematic, and up-to-date description along with demographic characteristics of head trauma cases that underwent surgical procedures at RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM). This observational research with descriptive and analytical methods uses a cross-sectional design. The study population was head trauma patients with a history of surgical procedures at RSCM during 2016–2020 with a sample size of 90 subjects who were diagnosed with head trauma in medical record and were intervened through surgical procedures. Sampling used purposive sampling technique. Of the 90 subjects, the characteristics were majorly <21 years (31.1%), men (84.4%), JKN users (88.9%), accidents as the etiology (65.6% ), non-referral (48.9%), referral from Java (45.6%), non-cito queue (55.6%), and Jabodetabek domicile (61.1%). The null hypothesis was accepted in the bivariate analysis. The demographic characteristics of head trauma patients with a history of surgical procedures at RSCM were majorly <21 years old, male, JKN users, accident victims, non-referral patients, most referral patients were from Java, non-cito queues, and lived in Jabodetabek. There were no differences in the use of health insurance and etiology between various patient age groups. In addition, there was no difference in the etiology of head trauma between male and female patients."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azkia Rahmah
"Pendahuluan: Pasien gawat darurat dengan kategori triase kuning (urgent) harus mendapatkan terapi dalam 30 menit. Waktu sejak kedatangan pasien hingga mendapatkan terapi disebut sebagai waktu tanggap pelayanan dokter. Pencapaian waktu tanggap pelayanan dokter dalam 30 menit untuk pasien dengan kategori triase kuning di IGD-RSCM belum mencapai 100%.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan tercapainya waktu tanggap pelayanan dokter dalam 30 menit pada pasien non-trauma bertriase kuning di IGD-RSCM; pola kedatangan, kondisi kepadatan IGD, tercukupinya jumlah kebutuhan staf, ketepatan triase, waktu ketersediaan terapi dan adanya rujukan yang terkonfirmasi (SPGDT).
Metode: Penelitian ini adalah penelitian potong-lintang, menggunakan data retrospektif, dan melibatkan 105 subyek dengan triase tepat (kuning-kuning) dan 3 subyek dengan triase tidak tepat (hijau-kuning). Analisis bivariat antara hubungan ketepatan triase dengan waktu tanggap pelayanan dokter menggunaka seluruh subyek (108 subyek), sedangkan analisis bivariat lainnya menggunakan hanya subyek dengan triase tepat (105 subyek).
Hasil: Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kedatangan pasien di sore hari (p=0,032, PR=2,514; 95% CI: 1,128-5,603), tercukupinya jumlah kebutuhan EMO (p=0,021; PR=2,489; 95% CI: 1,230-5,035), dan waktu ketersediaan terapi (p<0,001) terhadap waktu tanggap pelayanan dokter. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kedatangan pasien di pagi dan malam hari (p=0,165, PR=0,459, 95% CI: 0,170-1,244 dan p=0,391, PR=0,566, 95% CI: 0,185-1,732, secara berurutan), kondisi kepadatan IGD (p=0,852; PR=1,172; 95% CI: 0,567-2,424), jumlah perawat (p=0,274; PR=0,480; 95% CI: 0,155-1,482), tercukupinya jumlah kebutuhan pemandu (p=0,094; PR=0,499; 95% CI: 0,244-1,018), ketepatan triase (p=0,484), dan adanya rujukan yang terkonfirmasi (SPGDT (p=0,524; PR=1,561; 95% CI: 0,302-8,067) terhadap waktu tanggap pelayanan dokter.
Kesimpulan: Kedatangan pasien di sore hari, tercukupinya jumlah EMO, dan waktu ketersediaan terapi berhubungan dengan tercapainya waktu tanggap pelayanan dokter dalam 30 menit. Hasil penelitian dan model yang disarankan dalam penelitian ini dapat digunakan oleh IGD-RSCM untuk mengembangkan pendekatan untuk perbaikan pencapaian waktu tanggap pelayanan dokter dalam 30 detik.

Introduction: Emergency departments (EDs) are facing challenges in providing high quality and timely patient care, so is Cipto Mangunkusumo Hospital ED.1 Every urgent patient coming to ED has to be assessed and treated within thirty minutes.2,3 Cipto Mangunkusumo Hospital ED has not optimally reached the standard time to initial treatment for its urgent patients.
Study objective: This study evaluates whether various factors are associated with time to initial treatment.
Method: This study uses retrospective cross-sectional study design, and includes 108 subjects.
Results: This study uses bivariate analyses and shows that there are associations between patients arrivals in the evening shift p=0,032, PR=2,514), adequacy of the number of physicians needed (p=0,021; PR=2,489), and medication turnaround time (p=0,021; PR=2,489) to the achievement of thirty-minute time to initial treatment. This study also shows that there are no associations between patients arrivals in the morning and night shifts, ED overcrowding conditions, number of nurses, adequacy of the number of porters needed, accuracy of triage, and presence of pre-hospital calls to the achievement of thirty-minute time to initial treatment.
Conclusion: Patients arrivals in the evening shift, adequacy of the number of physicians needed, and medication turnaround.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imamul Aziz Albar
"Tujuan: Studi ini bertujuan untuk mengidentifikasi peran debriefing terhadap peningkatan performa tim trauma dalam pelatihan simulasi trauma.
Metode: Penelitian kuasi eksperimen dengan desain studi 2-groups pre-test and post-test with control group pada tenaga medis yang terdiri dari dokter umum dan perawat di Instalasi Gawat Darurat (IGD). Peserta dibagi menjadi kelompok kontrol dan intervensi, dibedakan dengan proses debriefing setelah pelatihan simulasi trauma. Efek debriefing terhadap peningkatan performa tim trauma dalam pelatihan simulasi trauma dinilai dengan menggunakan borang Global Rating Scale (GRS) khusus untuk kasus trauma.
Hasil: Skor GRS pada simulasi pertama, menunjukkan hasil yang setara antara kelompok kontrol dan intervensi (Median skor 34 dan 37 secara berurutan). Setelah diadakan sesi debriefing pada kelompok intervensi, kelompok intervensi menunjukkan hasil skor GRS yang lebih tinggi dan bermakna secara statistik (nilai p<0,001) dengan median skor 41 pada kelompok kontrol dan 47 pada kelompok intervensi.
Kesimpulan: Debriefing berperan meningkatkan performa tim trauma dalam simulasi trauma.

Purpose: In this study, we aimed to identify the role of debriefing towards improvement of trauma team performance in a trauma simulation training.
Methods: A quasi-experimental study with 2 groups pre-test and post-test with control group design on medical staff consisting of general practitioners and nurses in the Emergency Room (ER). The participants divided into control and intervention group, distinguished by a debriefing process after a trauma simulation training. We evaluated the effects of debriefing process towards improvement of trauma team performance in a trauma simulation training by using modified Global Rating Scale (GRS) which is specific for trauma cases.
Results: The GRS score in the first simulation showed equal results between control and the intervention groups (median scores 34 and 37 respectively). After debriefing session in the intervention group, the intervention group showed higher and statistically significant GRS Score (p<0.001) with median score of 41 in control group and 47 in the intervention group.
Conclusion: Debriefing plays a role in improving the performance of the trauma team in trauma simulation in trauma simulation was associated in improving the performance of the trauma team in trauma training simulation.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Nurlaelah
"Ketepatan aktivasi kode trauma dan tindakan keperawatan emergensi yang terstruktur merupakan salah satu faktor dalam keberhasilan penanganan pasien politrauma. Penanganan pasien politrauma yang segera dan terstruktur dapat menurunkan risiko perburukan kondisi pasien, menurunkan angka kecacatan dan menyelamatkan nyawa pasien. Ketidaktepatan penapisan pasien politrauma di triage disebabkan karena belum adanya instrumen penapisan dengan indikator yang sensitif dan spesifik. Selain itu, kompleksitas kondisi pasien politrauma menuntut adanya penanganan yang cepat, tepat, komprehensif, dan terstruktur. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan instrumen skrining politrauma di triage yang sensitif dan spesifik serta melakukan restrukturisasi intervensi keperawatan emergensi untuk pasien trauma yang disebut ELLASI. Penelitian ini menggunakan metode sequential exploratory mixed method yang meliputi 3 tahap. Tahap I: pengembangan instrumen Skrining Politrauma Universitas Indonesia – Cipto Mangunkusumo (SPIC) melalui literature review, studi kualitatif, diskusi pakar (pannel expert), dan studi kuantitatif (pembuatan model skoring). Tahap II: uji nilai diagnostik instrumen SPIC dalam menapis politrauma dengan uji formulasi model skoring. Tahap III: uji efektivitas kombinasi instrumen SPIC+ELLASI dibandingkan SPIC+non ELLASI menggunakan randomized control trial (RCT) single blind. Penelitian ini menghasilkan instrumen SPIC yang sensitif (91%) dan telah mendapatkan HKI. Kombinasi instrumen SPIC dan ELLASI terbukti lebih efektif dalam meningkatkan waktu respons (p = 0,000), mencegah kondisi perburukan pasien (skor EWS p = 0,000), dan menjaga status metabolik pasien (pH p = 0,04; HCO3 p = 0,03) dibandingkan dengan kombinasi instrumen SPIC dan non ELLASI. SPIC dapat digunakan sebagai instrumen penapisan pasien politrauma di triage. Kombinasi SPIC dan ELLASI dapat meningkatkan luaran pasien.

Code trauma activation and emergency nursing intervention are factors affecting the success of polytrauma patient management. These factors can help prevent deterioration and death. There is no instrument to screen polytrauma patients in triage. The complexity of polytrauma patients’ condition requires fast, correct, comprehensive and structured intervention. This study aims to develop a polytrauma screening instrument and standardized emergency nursing intervention called ELLASI. This study used a sequential exploratory mixed method, which consisted of 3 phases. Phase 1: To develop an instrument of Skrining Politrauma Universitas Indonesia – Cipto Mangunkusumo (SPIC) by using literature review, qualitative study, pannel expert, and quantitative. Phase 2: To test the diagnostic value of SPIC to screen polytrauma patients. Phase 3: To examine the effectiveness of SPIC and ELLASI in preventing deterioration, increasing response time, and maintaining the metabolic status of polytrauma patients using randomized control trials (RCT) single blind. This study produced SPIC with high sensitivity (91%). SPIC and ELLASI are effective in increasing response time (p = 0,000), preventing deterioration (EWS score p = 0,000), and maintaining metabolic status (pH p = 0,04; HCO3 p = 0,03) of polytrauma patients compare to SPIC and non ELLASI. SPIC can be used as a screening tool for polytrauma patients in Triage. SPIC and ELLASI can increase patients outcome."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syarif Mustika Harinurdi
"ABSTRAK
Latar Belakang : penggunaan trauma skor dapat menentukan penanganan pasien trauma
dengan cepat dan tepat sehingga menurunkan mortalitas hingga 25%. Tujuan : untuk
mengetahui perbandingan performa skoring GAP dengan TRISS dalam memprediksi
mortalitas pasien trauma IGD RSCM Januari-Desember 2013. Desain Penelitian : studi
cross sectional dengan sampel Rekam Medik pasien trauma IGD RSCM. Hasil penelitian :
skor GAP memiliki nilai sensitifitas 80% dan spesitifitas 98,8% Kesimpulan : skor
GAP sangat baik untuk prediksi pasien trauma yang hidup tetapi kurang baik untuk
menentukan prediksi mortalitas pasien trauma di IGD RSCM

ABSTRACT
Title: The comparison of performance between GAP and TRISS Scoring in the
prediction of mortality of trauma patients in the Emergency Room of RSCM from
January until December 2013
Background: The use of trauma scoring can speed up the handling of trauma patients
in order to reduce mortality of patients by up to 25%
Objective: to know how the result of the performance between GAP and TRISS
scoring in the prediction of mortality of trauma patients.
Study design: cross sectional study which the sample was taken from Medical
Records. of trauma patiens for 1 year. Result: showed that the sensitivity GAP value
of 80% and 99,8% for specificity. Conclution: the GAP is very goog for determining
the prediction of life but not good enough for the prediction of mortality of trauma
patients in emergency room of RSCM."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Euis Maryani
"Latar belakang: Trauma toraks memiliki spektrum klinis yang luas sehingga kemungkinan komplikasi dan lama rawat berbeda-beda. Lung Injury Score LIS dapat dipakai untuk menilai disfungsi respirasi yang terjadi sehingga dapat dijadikan prediksi mortalitas dan lama rawat.
Metode: Penelitian dengan desain kohort retrospektif untuk menguji validitas LIS pada kasus trauma toraks baru le; 24 jam yang ditangani di RSCM pada periode Januari 2017 ndash; Maret 2018. Variabel-variabel LIS foto toraks, P/F rasio, PEEP, dan komplians paru dicatat dan dihitung skornya kemudian dihubungkan dengan luaran berupa mortalitas dan lama rawat, Pada uji statistik dihitung menggunakan Mann Whitney mortalitas dan Rank-Spearman Correlation lama rawat . Cut off point diukur menggunakan kurva ROC.
Hasil: Didapatkan total 56 pasien yang memenuhi kriteria. Mortalitas pada 3 pasien. rata-rata LIS 1,52. Rata-rata lama rawat 10 hari. Tidak ada korelasi yang bermakna antara LIS dengan mortalitas p=0,52 , didapatkan korelasi yang bermakna antara LIS dengan lama rawat p < 0.001 . Dari kurva ROC, didapatkan cut off point LIS dengan mortalitas pada skor 2,25, namun tidak bermakna secara statistik, dan cut off point LIS terbaik untuk lama rawat 8 hari pada skor 1,25.
Kesimpulan: LIS memiliki korelasi yang bermakna dengan lama rawat, namun tidak memiliki korelasi dengan mortalitas. LIS dapat digunakan untuk memprediksi lama rawat pada pasien yang tidak membutuhkan ventilator dengan Cut off point LIS terbaik pada skor 1,25 untuk lama rawat 8 hari.

Introduction : Thoracic trauma has wide clinical spectrum, resulting in complications and different hospital length of stay. The Lung Injury Score LIS is assumed could be used for measuring degree of respiratory disfunction and degree of thoracic trauma and predicts mortality and length of stay.
Methods : Validity study was performed on 56 new trauma cases le; 24 jam treated in Cipto Mangunkusumo Hospital from January 2017 ndash; March 2018 with cohort retrospective design. LIS rsquo; variables was measured thoracic X-ray, P/F ratio, PEEP and lung compliance and converted into LIS then connected with hospital length of stay and mortality as the outcome. Statistical analysis using Mann Whitney Whitney mortality dan Rank-Spearman Correlation length of stay . Cut off point measured using ROC.
Results : We have 56 patients, with 3 mortality cases, average of LIS is 1,52, average of length of stay are10 days. There is no significant correlation between LIS and mortality p=0,52 , but LIS has significant correlation with length of stay p < 0.001 Cut off point LIS-mortality was at 2,25 and cut off point LIS-8 days length of stay was at 1,25.
Conclusions : LIS has significant correlation with length of stay but not with mortality. LIS could be used to predict hospital length of stay in thoracic trauma patients without ventilators with cut off point 1.25.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Adriansyah
"1. Trauma laringotrakea adalah trauma yang dibatasi pada daerah laring, trakea bagian cervikal, dan esofagus.
2. Penderita terbanyak adalah laki-laki dewasa usia produktif. Diagnosis relatif mudah ditegakkan, sehingga klassifkasi menurut Fuhrman dkk tidak dipakai di Sub.Bag.Bedah Torak FKUI RSCM.
3. Pemeriksaan CT scan atau triple endoskopi ( laringoskopi, bronkoskopi, esofagoskopi ) untuk akurasi diagnosis dan mencegah ekstended eksplorasi.
4. Cedera esophagus lebih sering dijumpai pada trauma tembus tajam dengan cedera laringotrakea lebih dari setengah Iingkaran.
5. Angka morbiditas dan mortalitas tergantung pada kecepatan diagnosis dan penatalaksanaannya."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T57937
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>