Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 129829 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Nurul Qomaruzzaman
"ABSTRAK
Fluoroquinolon memiliki efek terhadap mekanisme penyembuhan ruptur tendon Achilles. Penelitian ini dilakukan untuk menilai efek siprofloksasin terhadap proses penyembuhan tendon in vivo. Efek obat diperiksa terhadap biomekanik dan histopatologik tendon Achilles tikus. Uji eksperimental ini menggunakan siprofloksasin selama 2 kali/hari selama 15 dan 35 hari berturut-turut. Asesmen pada tendon Achilles mencakup pengukuran ultimate tensile force (UTF) dan skor histopatologik Bonar. Rerata UTF dan skor proliferasi tenosit pada grup kontrol signifikan dibandingkan grup perlakuan pada protokol 15 hari p<0.004 dan p<0,002. Tidak ada perbedaan bermakna pada skor kolagen, ground substance, dan vaskularisasi. Berdasarkan penelitian ini, siprofloksasin terbukti menurunkan kekuatan biomekanik, metabolisme tenosit, kolagen, dan matriks selama proses penyembuhan tendon Achilles model tikus.

ABSTRACT
Fluoroquinolon has a side effect on the healing process of Achilles tendon rupture. The purpose of this experimental research is to evaluate ciprofloxacin towards tendon healing (in vivo) in respect to biomechanic and histopathologic of Achilles tendon. Ciprofloxacin is administered 2 times per day within 15 and 35 days follow-up. After that, Achilles tendon is measured for ultimate tensile force (UTF) and Bonar histopathologic score. According to this research, the mean of UTF and tenocyte proliferation score is significant in control group compared to intervention group on day-15 (p<0.004 and p<0.002 consecutively). The statistical significance is narrow in collagen score, ground substance, and vascularization. Based on those foundings, ciprofloxacin has been proven to reduce biomechanical force, tenocyte metabolism, collagen, and matrix during the healing process of Achilles tendon in rat model."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Felie Virgayani Kurniawan
"Nanopartikel merupakan senyawa dengan ukuran 1-100nm. Pembuatan nanopartikel dapat dilakukan dengan tiga cara, baik secara kimia, fisika, maupun biologi (green synthesis). Pembuatan nanopartikel secara Green synthesis yang dimediasi oleh tanaman menarik perhatian peneliti karena relatif aman, murah, mudah dilakukan, dan ramah lingkungan. Pembuatan nanopartikel CuCo2O4 sebagai katalis secara green synthesis melibatkan tumbuhan (Vitis Vinifera) pada bagian daunnya. Menggunakan tumbuhan sebagai media sintesis dilpilih karena kandungan fitokimia pada tumbuhan memiliki sifat pereduksi dan agen penstabil. Nanopartikel CuCo2O4 berhasil disintesis dan dapat digunakan sebagai katalis pada reaksi Doebner untuk menghasilkan suatu senyawa derivat quinoline-4-carboxylic acid. Reaksi Doebner melibatkan anilin, asam piruvat dan senyawa aldehid aromatik. Senyawa derivat quinoline-4-carboxylic acid hasil sintesis dikonfirmasi secara KLT, IR, UV-Vis, dan LCMS. Hasil karakterisasi menunnjukkan telah terbentuk senyawa quinoline-4-carboxylic acid yang sesuai. Penggunaan katalis CuCo2O4 menghasilkan produk sebesar 60,30% pada produk 1 ; 77,83% pada produk 2; 19,23% pada produk 3; dam 19,98% pada produk 4. Masing-masing produk dilakukan pengujian antikanker dan diperoleh data IC50<200µg/L yang menunjukkan tingkat sitotoksik yang sedang untuk semua produk hasil sintesis.

Nanoparticles are compounds with a size of 1-100nm. The manufacture of nanoparticles can be done in three ways, either chemically, physically, or biologically (green synthesis). The production of nanoparticles by means of plant-mediated green synthesis has attracted the attention of researchers because it is relatively safe, inexpensive, easy to perform, and environmentally friendly. Making CuCo2O4 nanoparticles as a catalyst by means of green synthesis involves plants (Vitis Vinifera L) in their leaves. Using plants as a synthesis medium was chosen because the phytochemicals in plants have reduced and stabilizing properties. CuCo2O4 nanoparticles have been successfully synthesized and can be used as a catalyst in the Doebner reaction to produce a quinoline-4-carboxylic acid derivative compound. The Doebner reaction involves aniline, pyruvic acid and aromatic aldehydes. The synthesized quinoline-4-carboxylic acid derivatives were confirmed by TLC, IR, UV-Vis, and LCMS. The characterization results showed that a suitable quinoline-4-carboxylic acid compound had been formed. The use of CuCo2O4 catalyst produces a product of 60.30% in product 1; 77.83% in product 2; 19.23% in product 3; and 19.98% in product 4. Anticancer testing was carried out for each product and IC50<200µg/L data was obtained which indicated a moderate cytotoxic level for all synthesized products."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Abi Rachmadi
"Eschericia coli (E. coli) dianggap sebagai masalah di seluruh dunia terutama di negara-negara berkembang yang menyebabkan penyakit bawaan makanan, infeksi saluran kemih dan infeksi hematogen. Menambah masalah E. coli juga menjadi lebih resistan terhadap obat. Oleh karena itu pencarian alteratif sangat penting. Jamu tradisional, terutama di negara berkembang sering digunakan, salah satunya adalah biji pepaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah biji pepaya memiliki efek antibakteri terhadap E. coli. Biji pepaya dikeringkan dan diolah menjadi ekstrak yang dilarutkan dalam etanol 96% untuk mendapatkan konsentrasi 33%, 22%, 16,5% dan 11%.
Desain penelitian yang digunakan adalah eksperimen laboratorium dengan menggunakan metode pengenceran untuk mendapatkan Minimum Inhibitory Concentration (MIC) dan Minimum Bactericidal Concentration (MBC). Hasil data dibandingkan dengan kelompok kontrol yang mana E. coli ditantang oleh Ciprofloxacin dari 3200 mikroliter / ml. Data yang dihasilkan bersifat semi kuantitatif dan diolah dengan analisis deskriptif. Dari hasil penelitian, ditemukan bahwa 16,5% ekstrak biji pepaya adalah MIC dan MBC terhadap E. coli. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa biji pepaya memiliki efek antibakteri terhadap E. coli.

Eschericia coli (E. coli) is considered a problem throughout the world, especially in developing countries that cause foodborne diseases, urinary tract infections and hematogenous infections. Adding to the problem of E. coli also becomes more resistant to drugs. Therefore alternative search is very important. Traditional herbal medicine, especially in developing countries is often used, one of which is papaya seeds. This study aims to determine whether papaya seeds have an antibacterial effect on E. coli. Papaya seeds are dried and processed into extracts dissolved in 96% ethanol to get concentrations of 33%, 22%, 16.5% and 11%.
The research design used was a laboratory experiment using a dilution method to obtain Minimum Inhibitory Concentration (MIC) and Minimum Bactericidal Concentration (MBC). The results of the data were compared with a control group in which E. coli was challenged by Ciprofloxacin of 3200 microliters / ml. The data generated is semi-quantitative and processed with descriptive analysis. From the results of the study, it was found that 16.5% papaya seed extract was MIC and MBC against E. coli. The conclusion of this study is that papaya seeds have an antibacterial effect on E. coli.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bunarwan Prihargono
"Delayed union adalah masalah besar pada penyembuhan fraktur. Bone Morphogenetic Protein (BMP) terbukti dapat mempercepat penyembuhan tulang dari 30 sampai 40 persen. Salah satu obat yang dapat digunakan untuk meningkatkan BMP2 dan BMP4 adalah pentoxyfillin. Pada studi eksperimental ini dilakukan untuk menginvestigasi pengaruh pentoxyfillin oral terhadap percepatan penyembuhan tulang pada fraktur dengan periosteal stripping di femur tikus putih Spague Dawley sejumlah 24 ekor. Evaluasi dilakukan secara radiologis dengan skor RUST dan histologis dengan histomorphometri pada minggu ke 4. Terdapat percepatan penyembuhan fraktur pada skor RSUT maupun pada histomorfometri, namun tidak bermakna secara statistik. Namun didapatkan perbedaan bermakna pada area penulangan dan area tulang rawan pada kelompok dengan dosis obat tertentu. Pentoxyfillin oral berpengaruh pada percepatan penyembuhan fraktur pada delayed union, dengan dosis 100mg/KgBB/hari.

Delayed union is an important problem during fracture healing process. Bone Morphogenetic Protein (BMP) has shown to accelerate the bone healing from 30 to 40 percent. Pentoxyfilline is a drug used to increase BMP2 and BMP4. This experimental study was conducted to investigate the effect of oral pentoxyfilline accelerating bone healing process on fractured femur with periosteal strapping on 24 Sprague Dawley Rats. The evaluation of RUST score and histologically on histomorphometric analysis was done on the forth week. There was an enhancement of fracture healing in terms of RUST score and histomorphometric analysis, but statistically not significant. However, the significant difference was observed in area of osseous tissue and cartilage area in the dose group. Oral Pentoxyfilline accelerates the fracture healing process in delayed union model, with dosing of 100mg/KgBW/day.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
Sp-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nadhira Haliza Aulia
"Latar Belakang: Infeksi Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) terus berlanjut meningkat dari waktu ke waktu, ini dapat dipengaruhi oleh adanya resistensi Antibiotik semakin meningkat seiring dengan meningkatnya penggunaan antibiotik irasional. Daun kelor (Moringa oleifera) diketahui memiliki efek antibakteri, terutama gram positif.
Tujuan: Mengetahui potensi antibakteri fraksi etil asetat daun kelor (Moringa oleifera) terhadap Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) Metode: Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode makrodilusi fraksi vankomisin dan etil asetat daun kelor (Moringa oleifera). Pengenceran makro aktif vankomisin digunakan sebagai standar dan pembanding dalam penelitian ini karena vankomisin sensitif terhadap MRSA, sedangkan makrodilusi dari fraksi etil asetat digunakan untuk mengetahui potensi antibakteri dari fraksi etil asetat daun kelor
(Moringa oleifera) terhadap MRSA. Hasil: Dalam penelitian ini, tidak ditemukan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM). dan Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM) fraksi etil asetat daun kelor (Moringa oleifera) dalam konsentrasi 1280 g/mL sampai 0,078125 g/mL. Kesimpulan: Tidak ada potensi antibakteri dari fraksi etil asetat daun kelor (Moringa oleifera) terhadap Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA)

Background: Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) infections continue to increase from time to time, this can be influenced by the presence of antibiotic resistance which is increasing along with the increasing use of irrational antibiotics. Moringa leaves (Moringa oleifera) are known to have antibacterial effects, especially gram-positive.
Objective: To determine the antibacterial potential of the ethyl acetate fraction of Moringa leaves (Moringa oleifera) against Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA). Methods: This study was conducted using the macrodilution method of vancomycin and ethyl acetate fractions of Moringa (Moringa oleifera). The macro-active dilution of vancomycin was used as a standard and comparison in this study because vancomycin was sensitive to MRSA, while macrodilution of the ethyl acetate fraction was used to determine the antibacterial potential of the ethyl acetate fraction of Moringa leaves.
(Moringa oleifera) against MRSA. Results: In this study, no Minimum Inhibitory Concentration (MIC) was found. and Minimum Kill Concentration (KBM) ethyl acetate fraction of Moringa leaf (Moringa oleifera) in concentrations of 1280 g/mL to 0.078125 g/mL. Conclusion: There is no antibacterial potential of the ethyl acetate fraction of Moringa leaves (Moringa oleifera) against Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA)
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Firstya Novani
"Infeksi adalah proses invasi dan pembiakan mikroorganisme yang terjadi di jaringan tubuh manusia yang secara klinis mungkin tidak terlihat atau dapat menimbulkan cidera seluler lokal akibat kompetisi metabolisme, toksin, replikasi intrasel atau respon antigen-antibodi. Agen penyebab infeksi antara lain adalah bakteri. Timbulnya resistensi bahkan multiresistensi yang menimbulkan banyak masalah dalam pengobatan penyakit infeksi. Sehingga diperlukan usaha untuk mengembangkan obat tradisional berasal dari tanaman yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri yang resisten terhadap antibiotik. Salah satu tanaman yang secara empiris digunakan sebagai obat antibakteri adalah binahong. Binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steen) adalah tanaman dari suku Anredera. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas antibakterinya dan zat-zat kimia yang terkandung di dalam tanaman tersebut sebagai zat antibakteri. Ekstraksi tanaman dilakukan dengan metode maserasi menggunakan pelarut polar yaitu etanol 70 %. Kemudian dibuat 3 konsentarsi ekstrak yaitu 20%, 40%, dan 80%. Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan dengan menggunakan metode difusi cakram kertas dengan mengamati diameter zona hambat. Hasil uji antibakteri ekstrak daun binahong memperlihatkan adanya aktivitas terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Klebsiella pneumonia, dan Pseudomonas aeruginosa yang resisten terhadap beberapa antibiotik. Dan ekstrak daun binahong dengan konsentrasi 80% yang paling besar zona hambatnya. Digunakan kontrol positif yaitu antibiotik amoksisilin + asam klavulanat dan antibiotik siprofloksasin. Sedangkan kontrol negatif yang digunakan adalah etanol 70%.

Infection is the invasion and breeding of microorganisms that occurs in human body tissue which may not be apparent clinically or may cause local cellular injury due to competitive metabolism, toxins, intracellular replication or antigen-antibody response. Infectious agents include bacteria. The emergence of resistance or even multi-resistance can cause a lot of problems in the treatment for infectious diseases. Therefore, multi-resistance towards antibiotics becomes a severe problem. Thus, it is necessary to develop traditional medicines derived from plants that can kill the bacteria which resistant towards antibiotics. One of the plants empirically used as antibacterial drugs is binahong. Binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steen) is a plant from Anredera species. The research has been conducted to determine the antibacterial activity and chemical substances contained within the plant as an antibacterial agent. The extraction plant has been done by maceration method using a polar solvent that is 70% ethanol. Then made 3 extract concentrations of 20%, 40%, and 80%. Antibacterial activity has tested by using paper disc diffusion method in order to observing the inhibition zone. Antibacterial test results of binahong leaf extraction showed the activity against Staphylococcus aureus, Klebsiella pneumoniae, and Pseudomonas aeruginosa which were resistant to multiple antibiotics. And the leaf extract with a concentration of 80% binahong greatest inhibition zone. The positive control that was used are amoxicillin antibiotic + clavulanic acid and ciprofloxacin antibiotic, while the negative control that was used is 70% of ethanol."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
S45065
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Perdana Rezha Kusuma Putra Hermawan
"Latar belakang: Buah manggis merupakan buah yang memiliki banyak khasiat untuk kesehatan. Beberapa penelitian menunjukan buah ini memiliki efek antioksidan. Penelitian ini bertujuan mengetahui efek antibakteri kulit buah ini.
Metode: Penelitian merupakan studi experimental. Besarnya sampel penelitian adalah 4 dengan jumlah perlakuan sebanyak 7 yaitu kontrol positif (Erythromycin), kontrol negatif (akuades), ekstrak kulit buah manggis pengenceran (10x,15x,20x,30x,40x). Uji aktivitas antibakteri dilakukan dengan mengukur zona hambat (diameter) pada agar darah yang ditanami bakteri streptococcus pneumonia. Data dianalisa dengan uji Kruskal-Wallis untuk menentukan perbedaan bermakna antar data uji, kemudian akan dilanjutkan uji Mann-Whitney untuk melihat data yang memiliki perbedaan bermakna.
Hasil: Hasil pengujian hipotesis menunjukan perbedaan bermakna dan uji posthoc terdapat perbedaan bermakna (p<0,05) pada perbandingan antibiotik Eritromisin dibandingkan dengan akuades dan ekstrak kulit buah manggis dalam berbagai pengenceran. Namun jika dilihat pada perbandingan antara akuades dengan ekstrak kulit buah manggis dalam pengenceran 10x dan 15x menunjukan adanya perbedaan bermakna (p=0,013 dan 0,014). Uji antara ekstrak dari kulit buah manggis pada pengenceran 20x,30x,40x dan akuades tidak terdapat perbedaan bermakna (p>0,05).
Simpulan: Ekstraksi kulit buah manggis pengenceran 10x dan 15x memiliki efek antimikroba dengan zona hambat bakteri sebesar 26 mm dan 16,5 mm.

Background: Manggosteen is one of flora that have virtue for health. Few research indicate that this fruit have antioxidan effect and also antibacterial effect. This study head for antibacterial effect of extract mangosteen rind on a streptococcus pneumoniae.
Method : This experimental study have 4 sample with 7 treatment group among others are positive control (Erythromycin), negative control (aquades), extraction in various dilutions (10x, 15x, 20x, 30x, 40x). These treatment group zone of inhibition?s in blood agar which had been planted with sterptococcus pneumoniae bacteria will be measured. This data will be analyzed with Kruskal-Wallis & Mann-Whitney test to identify which data have significant differences.
Result: Kruskal-Wallis test show asignificance value (p = 0.000) and Mann-Whitney test has significant difference (p <0.05) in comparison between erythromycin compared with aquades and mangosteen peel extraction at various dilution. Comparison in mann-wthitney test between aquades and mangosteen peel extract at 10x and 15x dilution indicates there is a significant difference (p = 0.013 and 0,014). Between aquades and mangosteen peel extract 20x, 30x, 40x dilution indicates no significant difference (p> 0.05).
Conclution: Extract of mangosteen rind have a inhibition effect on the growth of Streptococcus Pneumoniae bacteria which create a inhibition zone on blood agar for 10x dilution are 26 mm and for 15x dilution are 16,5 mm.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alya Irma Safira
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pH basa (9-11) dalam mensintesis nanopartikel (NPs) berbasis seng (Zn), terbium (Tb), dan europium (Eu) dengan precursor sulfur (S) untuk menghasilkan ZnS, Tb2S3, dan Eu2S3 dengan zat penutup kitosan (CS) menggunakan metode bottom-up wet-chemical dan aplikasinya sebagai zat antibakteri. Nanopartikel ZnS, Tb2S3, dan Eu2S3 dengan zat penutup kitosan (CS-ZnS, CS-Tb2S3, dan CS-Eu2S3) dilapiskan pada lensa kontak komersial dan diteliti. NPs yang dihasilkan diuji melalui FESEM-EDX (Field Emission Scanning Electron Microscope Morphology-Energy Dispersive X-Ray Spectroscopy), FTIR (Fourier Transform Infrared Spectroscopy), dan XRD (X-ray Diffraction). Hasil karakterisasi FESEM dan FTIR mengindikasi terbentuknya NPs CS- ZnS, CS-Tb2S3, dan CS-Eu2S3. Variasi pH dari pH 9, pH 10, dan pH 11 mempengaruhi ukuran dan komposisi NPs berbasis Zn, Tb, dan Eu. Sintesis CS-ZnS, CS-Tb2S3, dan CS-Eu2S3 pada pH 10 memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus dengan diameter zona inhibisi 7,70; 7,15; dan 7,40 mm. Konsentrasi NP CS-ZnS dalam larutan buffer fosfat pada 0,30 mg/mL dan 0,50 mg/mL memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus dengan diameter zona inhibisi 10 mm dan 15 mm. Lensa kontak komersial dengan konsentrasi NPs CS-ZnS, CS-Tb2S3, dan CS-Eu2S3 pada pH 10 masing-masing dalam larutan buffer fosfat sebesar 0,20 mg/mL, 0,30 mg/mL, dan 0,50 mg/mL tidak mampu menginhibisi pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus. Efisiensi penempelan nanopartikel pada lensa kontak menunjukkan hasil efisiensi muatan terbaik pada NPs CS-ZnS yaitu sebesar 64% pada konsentrasi 0,50 mg/mL, NPs CS-Tb2S3 yaitu sebesar 48% pada konsentrasi 0,5 mg/mL, dan NPs CS-Eu2S3 yaitu sebesar 50% pada konsentrasi 0,5 mg/mL. NPs CS-ZnS, CS-Tb2S3, dan CS-Eu2S3 berpotensi sebagai zat antibakteri pada masa yang akan datang.

This study aims to determine the effect of base pH (9-11) in synthesizing nanoparticles (NPs) based on zinc (Zn), terbium (Tb), and europium (Eu) with sulfur (S) precursor to produce ZnS, Tb2S3, and Eu2S3 with chitosan (CS) as a capping agent using the bottom-up wet-chemical method and its application as an antibacterial agent. ZnS, Tb2S3, and Eu2S3 nanoparticles with chitosan capping agent (CS-ZnS, CS-Tb2S3, and CS-Eu2S3) were coated on commercial contact lenses and studied. The resulting NPs were tested using FESEM-EDX (Field Emission Scanning Electron Microscope Morphology-Energy Dispersive X-Ray Spectroscopy), FTIR (Fourier Transform Infrared Spectroscopy), and XRD (X-ray Diffraction). The results of FESEM and FTIR characterization indicated the formation of CS-ZnS, CS-Tb2S3, and CS-Eu2S3 NPs. Variations in pH from pH 9, pH 10, and pH 11 affected the size and composition of NPs based on Zn, Tb, and Eu. Synthesis of CS-ZnS, CS-Tb2S3, and CS-Eu2S3 at pH 10 had antibacterial activity against Staphylococcus aureus with a zone of inhibition diameter of 7,70; 7,15; 7,40 mm. The concentration of CS-ZnS NP in phosphate buffer solution at 0,30 mg/mL and 0,50 mg/mL had antibacterial activity against Staphylococcus aureus bacteria with inhibition zone diameters of 10 mm and 15 mm. Commercial contact lenses with concentrations of NPs CS-ZnS, CS-Tb2S3, and CS-Eu2S3 at pH 10 in phosphate buffer solution of 0,20 mg/mL, 0,30 mg/mL, and 0,50 mg/mL were not able to inhibit the growth of Staphylococcus aureus bacteria. The efficiency of the loading nanoparticles on contact lenses showed the best loading efficiency results in CS-ZnS NPs was 64% at a concentration of 0,50 mg/mL, NPs CS-Tb2S3 which was 48% at a concentration of 0,5 mg/mL, and NPs CS-Eu2S3 which is 50% at a concentration of 0,5 mg/mL. NPs CS-ZnS, CS-Tb2S3, and CS-Eu2S3 have potential as antibacterial agents in the future.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggita Dwi Suryani
"Resistensi antibiotik menjadi salah satu permasalahan kesehatan yang telah mengancam kesehatan dunia. Perkembangan resistensi antibiotik juga mengakibatkan meningkatnya permintaan agen antimikroba baru. Beberapa tahun terakhir, tanaman obat telah banyak dieksplorasi oleh para peneliti sebagai langkah awal dalam penemuan obat antimikroba baru. Bahkan, sebanyak 50% agen antibakteri yang disetujui oleh FDA berasal dari produk alami. Tujuan penelitian ini dilakukan untuk menguji potensi daya antibakteri dari ekstrak kulit kayu masoyi yang diperoleh dengan metode Ultrasound-Assisted Extraction menggunakan pelarut n-heksana, etil asetat, dan etanol 96% terhadap bakteri patogen yaitu Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, serta Pseudomonas aeruginosa. Berdasarkan penelitian sebelumnya, ekstrak etanol, etil asetat, dan n-heksana kulit kayu masoyi menunjukkan adanya aktivitas antibakteri terhadap bakteri patogen seperti E. coli, S. typhimurium, B. cereus, dan S. aureus. Uji aktivitas antibakteri dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu metode difusi cakram kertas dan metode makrodilusi. Hasil dari uji difusi cakram kertas menunjukkan bahwa ekstrak n-heksana memiliki aktivitas antibakteri lebih baik dengan potensi lemah hingga kuat (1,05-10,33 mm) dibandingkan dengan ekstrak etil asetat (0,82-4,63 mm) dan etanol 96% (0,5-3,81 mm) yang hanya berpotensi lemah terhadap bakteri S. aureus, S. epidermidis, dan P. aeruginosa. Konsentrasi hambat minimal ditentukan dengan metode makrodilusi. Hasil uji makrodilusi menunjukkan bahwa ekstrak n-heksana, etil asetat, dan etanol 96% semuanya menunjukkan aktivitas antibakteri yang lemah dengan nilai KHM > 1.000 µg/mL terhadap bakteri S. aureus, S. epidermidis, dan P. aeruginosa.

Antibiotic resistance is one of the health problems that has threatened global health. The development of antibiotic resistance has also led to an increased demand for new antimicrobial agents. In recent years, medicinal plants have been extensively explored by researchers as a first step in the discovery of new antimicrobial drugs. As many as 50% of FDA-approved antibacterial agents are derived from natural products. This study aimed to test the antibacterial potential of masoyi bark extract obtained by ultrasound-assisted extraction using n-hexane, ethyl acetate, and ethanol 96% as solvents against pathogenic bacteria, i.e., Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, and Pseudomonas aeruginosa. Previously, extracts of ethanol, ethyl acetate, and n-hexane from masoyi bark were reported for antibacterial activity against pathogenic bacteria such as E. coli, S. typhimurium, B. cereus, and S. aureus. The antibacterial activity test was carried out using two methods, which were the disc diffusion method and the macro dilution method. The results of the paper disk diffusion test showed that the n-hexane extract had a better antibacterial activity with weak to strong potency (1.05-10.33 mm) than the ethyl acetate extract (0.82-4.63 mm) and ethanol 96% extract (0.5-3.81 mm) which had only a weak potential against S. aureus, S. epidermidis, and P. aeruginosa. Minimum inhibition concentration was determined by a macro dilution method. The results showed that the extracts of n-hexane, ethyl acetate, and ethanol 96% all exhibited weak antibacterial activity with MIC values > 1,000 µg/mL against S. aureus, S. epidermidis, and P. aeruginosa bacteria."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pasaribu, Denny Juli
"Nanas (Ananas Comosus) banyak mengandung nutrisi terutama senyawa bioaktif yang dikenal dengan bromelain. Bromelain merupakan enzim proteolitik yang kaya akan bioaktivitas dibidang kedokteran sebagai antiinflamasi, antibakteri, antitumor, pengobatan kardiovaskular dan masih banyak lagi. Pada penelitian ini manfaat bromelain sebagai antiinflamasi dan antibakteri diimplementasikan sebagai sedian nanoemulsi dengan tujuan pemakaian topikal. Dengan ukuran droplet yang kecil mampu menembus permukaan kulit, sehingga tujuan pemakaian pun dapat tercapai. Isolasi dan pemurnian bromelain dari bonggol nanas telah dilakukan dimana didapatkan aktivitas spesifik larutan bonggol dan enzim kasar masing-masing 51,36 U/mg dan 68,62 U/mg. Selanjutnya fraksinasi enzim menggunakan (NH4)2SO4 dan menghasilkan aktivitas spesifik 118,48 U/mg dan dilanjutkan dengan formulasi nanoemulsi bromelain. Ada tiga formula nanoemulsi, keseluruh formula ini memiliki karakteristik dan stabilitas yang memenuhi standar nanoemulsi yang telah dilakukan. Namun dari ketiganya formula, formula tiga lebih baik karena memiliki ukuran droplet yang lebih kecil yakni 22.04 nm dengan viskositas ketiganya berada pada range gel yakni 3200cps. Selanjutnya pengujian antibakteri dengan menggunakan nanoemulsi bromelain konsentrasi 3% dan 5% b/v dan memiliki daya hambat yang lemah. Konsetrasi 7% b/v memiliki daya hambat paling kuat terhadap bakteri p. Acnes. Invitro pada kulit tikus memiliki kecepatan penetrasi sebesar 587,56 μg/cm2 yakni pada menit ke 30.

Bromelain is a major proteolytic enzyme that existed in pineapple core and is widely known for its rich bioactivities, including anti-inflammatory and anti- bacterial. In this research, the isolation, extraction, and purification of bromelain from pineapple core was successfully performed, followed by the formulation of bromelain nanoemulsion, which ended with the in vitro testing on mouse skin to determine its skin permeability. The bromelain activity was also evaluated in this study, whereas the specific activity was determined at 51.36 U/mg and 68.62 U/mg at pineapple core and crude enzyme fractions, respectively. Moreover, the further fractionation using (NH4)2SO4 was performed and resulted in the specific activities of 118.48 U/mg for fraction 0-50% at 12 hr. In addition, three formulas of bromelain nanoemulsion were created in this study and characterized further using organoleptic and in vitro tests. According to the PSA data, the Formula 3 nanoemulsion, which majorly comprised of Tween 80 and small amounts of lecithin, shown a smaller droplet size at 22.04 nm, which corresponds to its higher penetration rate at 587.56 μg/cm2 in 30 minutes. Moreover, the decreased bromelain proteolytic activity in Formula 3 was not significant compared to the other two formulas. Anti-bacterial activity of bromelain in formula 3 with the concentration 7% b/v had the higher inhibision activity 20 mm."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>