Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 66829 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siregar, Daniel Rosihan
"ABSTRAK
Terdapat dua jenis layanan komunikasi bergerak di Indonesia yaitu, selular wireless dan Fixed wireless Access (FWA). FWA terdiri dari 4 operator yaitu Flexi, Esia, Star One dan Fren. Secara teknologi FWA dan selular memiliki kesamaan, sama-sama memiliki kemampuan untuk mobile. FWA di batasi melalui regulasi, dengan mobilitas terbatas. Penomoran FWA akan bersifat lokal, hampir sama dengan PSTN dan mobalitasnya hanya bisa di satu kode area saja. Dengan pembatasan tersebut, FWA akan menikmati Biaya Hak Pakai (BHP) ISR (Izin Stasion Radio) yang jauh lebih rendah dari biaya selular wireless. Sehingga sampai dengan tahun 2007 tarif layanan FWA jauh lebih murah di banding seluler. Akibatnya pertumbuhan kinerja operator FWA cenderung sehat, salah satunya Flexi sebagai operator yang menguasai lebih dari 50% pangsa pasar FWA.
Akan tetapi di tahun 2007 terjadilah perubahan di pasar wireless, di awali dengan perang harga di operator seluler yang berakibat pada menurunnya biaya rata-rata per-menit dari layanan seluler. Kemudian perubahan regulasi BHP dari berbasis ISR ke Pita, yang menyebabkan biaya BHP antara FWA dan selular sama. Akibat dari kondisi ini, terjadi penurunan kinerja dari operator-operator FWA, sehingga di akhir 2011 Flexi mengalami kerugian. Begitu pula dengan operator-operator lainnya seperti Fren dan Esia yang juga mengalami kerugian.
Dari hasil analisa, strategi diversifikasi merupakan strategi yang cocok untuk di terapkan di Flexi. Ada tiga strategi alternative dari Flexi, yaitu:
1. Mengajukan lisensi baru selain dengan lisensi FWA, sehingga layanan Flexi tidak hanya layanan dengan mobilitas terbatas.
2. Infrastruktur Sharing dengan operator lain untuk menekan biaya opex
3. Mengembangkan layanan baru seperti broadband dan LTE, dengan Joint Venture (JV) operator-operator CDMA yang lain di frekuensi 800 Mhz.

ABSTRACT
There are two types mobile communications in Indonesia, wireless cellular and Fixed Wireless Access (FWA). FWA consist of four operators, which are Flexi, Esia, Star One and Fren. Base on the technology both FWA and cellular have similarities for mobility. However, FWA is limited by regulation, with limited mobility. FWA has a local numbering, almost similar to PSTN with the mobility merely in one area code. Hence FWA will have a lower Utilization Right Fee (URF) for Radio Station License (RSL) than wireless cellular. Hence until 2007, FWA tariff services are cheaper than cellular. The result of that, the growth performance of FWA operator tends healthier, one of which is Flexi as an operator controlling more than 50% FWA market share.
However, in 2007 there was a change in the wireless market, it’s beginning with the price war in the cellular operator which resulted in the decrease of the average cost per minute of cellular services. Then URF regulation has changed from RSL based to spectrum based, which lead to the same cost of URF for FWA and mobile. As a result of these conditions, a decline in the performance of FWA operators, so that at the end of 2011 Flexi suffers financial loss. Similarly the other operators such as Fren and Esia experience finance loss too.
Base on the analysis result, diversification strategy are the appropriate strategy to implementation on Flexi. There are three alternative of Flexi:
1. Propose new license beside FWA License, hence the Flexi service not only in limited mobility.
2. Sharing infrastructure with other operator to reduce Opex cost
3. Develop new service such as broadband and LTE service, by do a Join Venture (JV) with another CDMA operator at 800 MHz frequency."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
T38246
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Panjaitan, May Hendra
"Fixed Wireless Access (FWA) adalah salah satu kasus penggunaan populer di 5G, yang diharapkan dapat menggantikan layanan internet konvensional. Namun, implementasi jaringan telekomunikasi membutuhkan modal besar, sehingga harus dilakukan secara hati-hati untuk meminimalkan resiko. Secara umum, investasi jaringan dinilai dengan metode Net Present Value (NPV) standar. Ketika NPV positif, maka infrastruktur tersebut menguntungkan. Namun, NPV mungkin tidak akan seperti yang diharapkan karena ketidakpastian di masa depan. Salah satunya adalah jumlah pelanggan. Penelitian ini mengusulkan penggunaan Real Option (RO) dengan metode decision tree dan model Black Scholes untuk menganalisis implementasi jaringan FWA di kawasan urban. Dari hasil penelitian, metode NPV standar menghasilkan Expected NPV positif sebesar IDR 2.297.625.000. Namun, terdapat resiko sebesar 33% bahwa NPV akan menjadi IDR -6.093.690.000. Dengan menggunakan decision tree, memiliki pilihan untuk menunda pembangunan FWA selama satu sampai tiga tahun pembangunan FWA dapat dibatalkan apabila menghasilkan NPV negatif dan semua nilai ENPV yang lebih besar daripada tanpa pilihan untuk menunda pembangunan dimana penundaan pembaangunan FWA paling baik dengan pilihan menunda selama satu tahun. Nilai ENPV apabila terdapat pilihan untuk menunda pembangunan FWA yakni IDR 3.750.570.000 ketika menunda selama satu tahun, IDR 3.252.630.000 ketika menunda selama dua tahun, dan IDR 2.825.565.000 ketika menunda selama tiga tahun. Hasil dari metode model Black Scholes juga memiliki nilai ENPV yang lebih besar dari pada tidak memiliki pilihan untuk menunda pembangunan FWA dimana nilai ENPV paling besar apabila pembangunan dapat ditunda selama tiga tahun. Nilai ENPV dari model Black Scholes yakni: IDR 3.310.020.000 untuk penundaan pembangunan selama satu tahun, IDR 3.191.115.150 untuk penundaan pembangunan selama dua tahun, dan IDR 4.654.239.750 untuk penundaan pembangunan selama tiga tahun

Fixed Wireless Access (FWA) is one of the popular use cases in 5G, which is expected to replace conventional internet services. However, the implementation of telecommunications networks requires large capital, so it must be done carefully to minimize risks. In general, network investments are valued by the standard Net Present Value (NPV) method. When the NPV is positive, the infrastructure is profitable. However, the NPV may not be as expected due to future uncertainties. One of them is the number of customers. This study proposes the use of Real Option (RO) with the decision tree method and the Black Scholes model to analyze the implementation of the FWA network in urban areas. From the research results, the standard NPV method produces a positive Expected NPV of IDR 2,297,625,000. However, there is a 33% risk that the NPV will be IDR -6,093,690,000. By using the decision tree, having the option to delay the construction of the FWA for one to three years, the construction of the FWA can be canceled if it produces a negative NPV and still result all ENPV values are greater than without the option to postpone the construction where delaying the construction of the FWA is best with the option of delaying for one year. The ENPV value if there is an option to postpone the construction of the FWA is IDR 3,750,570,000 when delaying for one year, IDR 3,252,630,000 when delaying for two years, and IDR 2,825,565,000 when delaying for three years. The results of the Black Scholes model method also have a greater ENPV value than not having the option of delaying the construction of the FWA where the ENPV value is greatest if the construction can be delayed for three years. The ENPV values of the Black Scholes model are: IDR 3,310,020,000 for a one-year implementation delay, IDR 3,191,115,150 for a two-year implementation delay, and IDR 4,654,239,750 for a three-year implementation delay."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Kiansantang
"Penataan alokasi frekuensi layanan FWA yang dilakukan dengan diterbitkannya KM.181/2006-yang kemudian direvisi dengan KM.162/2007, diklaim sebagai salah satu faktor yang menyebabkan tidak berkembangnya infrastruktur Flexi di Area Jakarta, Banten, dan Jawa Barat pada tahun 2005-2006. Penataan alokasi frekuensi ini menyebabkan TELKOM harus mengeluarkan capital expenditure (CAPEX) yang sangat besar untuk melaksanakan 'migrasi frekuensi' dari 1900 MHz menjadi 800 MHz dalam waktu kurang dari satu tahun. Kompleksitas penyediaan network baru tersebut menyebabkan trade-off antara waktu pemenuhan network dengan kualitas layanan yang dapat diberikan oleh TELKOM. Dari hasil analisis SWOT yang dilakukan pada network Flexi, ditemukan bahwa network Flexi harus dikembangkan dengan strategi yang agresif, untuk menutupi faktor kelemahan dominan yaitu perbaikan performansi network serta pemenuhan SDM yang dibutuhkan untuk optimalisasi network.
Hasil pengujian juga menunjukan bahwa optimalisasi network Flexi perlu dilakukan dengan menggunakan strategi 'growth'-konsentrasi melalui integrasi horisontal dengan konsolidasi internal yang dipenuhi dengan optimalisasi network Flexi serta 'stability'-tanpa memerlukan perubahan dalam pelaksanaan strategi profit. Pada framework optimalisasi network yang dilakukan dengan enhanced Telecom Operations Map (eTOM) dan Balanced Scorecard (BSC) didapatkan kebutuhan SDM pengelola network Flexi di Area Division (ARDIV) Jakarta dapat ditingkatkan sampai dengan 145%, dengan memperhitungkan proyeksi market size tahun 2007 - 2011. Performansi network Flexi juga mulai membaik dengan call drop rate (CDR) mencapai kurang 1.4% di area Jakarta, Banten, dan Jawa Barat. Sementara call setup success ratio (CSSR) di Area Jakarta dan Banten lebih dari target 98.5%, sementara CSSR Jawa Barat baru sebesar 95.4%.
Hasil perspektif keuangan Flexi menunjukan bahwa bisnis Flexi pasca migrasi frekuensi adalah bisnis yang sangat feasible, didapatkan Net Present Value (NPV) 3.834 triliun Rupiah, Internal Rate of Return (IRR) 154.8%, Profitability Index (PI) 14.39, serta Payback Period (PBP) selama 1 tahun 5 bulan. Optimalisasi network jelas diperlukan untuk mengamankan pendapatan Flexi tersebut.

Government regulation, KM.181/2006 replaced by KM.162/2007, which address frequency allocation, driven uncertainty and blamed to be one of the factors that hindering the growth of Flexi infrastructures in Jakarta, Banten, and Jawa Barat during 2005-2006. TELKOM, has spent enormous capital expenditure (CAPEX) to replace existing network infrastructure from 1900 MHz to 800 MHz, this process known as 'frequency migration'. In short periodic time, less than one year, TELKOM was assigned to deploy new network infrastructures causing trade-off between: 'time to deliver services' versus 'Flexi network quality'. SWOT analysis on Flexi network, identified that human resources fulfillment and network performance improvement are two most dominant factors to comply aggressive strategies that have to be conducted during network optimization.
Results urges Flexi to apply growth-strategy, which mean internal consolidation realized by network optimization, concentrating on horizontal integration along with stability-strategy without changing any profit business scenario. In-depth analysis on enhanced Telecom Operation Map (eTOM) and Balanced Scorecard (BSC), found that number of human resources can be multiplied up to 145%, by considering market size 2007 - 2011. Network performance in Area Jakarta, Jawa Barat and Banten met 1.4% call drop ratio (CDR) and 98.5% call setup success rate (CSSR) target, except CSSR in Jawa Barat still 95.4%.
Result of 3.834 triliun Rupiah Net Present Value (NPV), 154.8% Internal Rate of Return (IRR), 14.39 Profitability Index (PI), and 1 year and 5 months Payback Period (PBP), mean that optimization of network worth to be conducted to assure Flexi revenue gain.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
T38872
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Contents :
- Table of contents by author
- Part I: Business issues, deployment, and revenue generation
- Part II: Technology and infrastructure
- Part III: Applications and services
- Part IV: Quality of service, customer care, and security
- Acronym guide "
Chicago: International Engineering Consortium, 2003
e20442518
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Fahmi Pahlevi Arifuddin
"PT Indosat merupakan perusahaan penyedia jaringan dan layanan telekomunikasi terpadu (Full Network & Service Provider) yang menempatkan bisnis seluler sebagai bisnis utamanya. Di dalam era kompetisi bebas ini, Indosat berlomba untuk senantiasa berusaha mencari peluang-peluang baru untuk mengembangkan jasa dan layanannya dengan tujuan akhir untuk memperoleh revenue yang cukup agar bisnisnya dapat dipertahankan. Pada tahun-tahun mendatang, persaingan bisnis seluler ini akan semakin tinggi dengan diterbitkannya lisensi operasi bagi para pemain baru. Persaingan untuk merebut pangsa pasar akan dilakukan dengan mengadu harga layanan, kualitas dan jangkauan jaringan, jenis layanan dan fitur. Akibat dari persaingan tersebut, maka Indosat menghadapi risiko untuk mengalami churn rate yang lebih tinggi dan penurunan ARPU. Tren penurunan ARPU ini bukan saja dialami oleh Indosat, namun oleh seluruh operator seluler di dunia. Sebagai antisipasi untuk menghadapi persaingan di tahun-tahun mendatang, Indosat perlu meningkatkan strategi untuk mempertahankan atau bahkan meningkatkan pangsa pasamya, sambil mempertahankan jumlah ARPIJ. Salah satu peluang yang dapat diambil oleh Indosat untuk meningkatkan ARPUnya adalah meningkatkan pendapatan yang diperoleh dari penjualan layanan komunikasi data berkecepatan tinggi seiring dengan kemajuan teknologi, mobilitas pelanggan yang makin tinggi, gaya hidup dan keinginan untuk memperoleh layanan untuk kemudahan hidup. Dalam tesis ini diteliti perilaku pelanggan seluler terhadap layanan komunikasi data berkecepatan tinggi. Dengan melihat perilaku pelanggan dan masyarakat yang berpotensi untuk menggunakan layanan tersebut, dipilihlah konfigurasi infrastrukur yang sesuai namun berbiaya rendah untuk diimplementasikan sebagai suplemen dari jaringan GSM/GPRS eksisting yang telah dioperasikan oleh Indosat yakni Cellular - Wi-Fi Interworking.

PT Indosat is a Full Network & Service Provider which currently relies on its cellular services as its business mainstream. In order to stay in the business in the nowadays competition era, Indosat must seeks new opportunities in developing its services to maintain adequate revenue. Within next to no time, competition in the cellular business will increase rapidly. Numbers of new entrant operators are already granted with operation licenses. The race to win the market share will all about price wars and features. As an effect, Indosat is facing the risk of experiencing higher churn rate accompanied by declining ARPU. The industry also shows that in a few last years the declining ARPU have been also experienced by the telecommunication operators globally. As an anticipation to face the competition in the following years, Indosat must act quickly in establishing strategies to defend or even raise its market share, to be precise; Indosat should seek new innovation to increase its declining ARPU. Instead relying on voice subscriber's revenue, the opportunity to raise the ARPU is to obtain new revenues from data subscribers. Data users appears to be increasing as people perform high mobility behavior, valuing life style and demand to have services to ease their living. This thesis explores the business aspect of high speed data services by focusing on the consumer behavior and also the non-consumers behavior who appears to be the near-future potential buyers for the services. This thesis recommends the appropriate infrastructure configurations to supplement the existing GSM/GPRS system -which is currently used by Indosat- to be deployed in order to fulfill the demand. The configuration which is able to deliver adequate services yet requires less investment are known as Cellular-Wi-Fi lnterworking."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
T16887
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adhi Mahendra
"Salah satu tantangan utama dalam dunia telekomunikasi adalah menyediakan jasa Iayanan data berkecepatan tinggi. Kondisi keadaan pada saat ini, dengan teknologi broadband wireless yang ada dapat memberikan suatu cakupan area yang luas serta mampu dalam layanan data berkecepatan tinggi yang mengaplikaslkan multimedia.
Salah salu upaya untuk menyediakan jasa layanan data berkecepatan tinggi adalah dengan melakukan teknik diversitas Dimana dalam hal ini adalah teknik diversitas yang dilakukan adalah teknik divertisitas ruang (Space diversity technique).
Dalam tesis ini dilakukan simulasl teknik Space Time Block Coding (STBC) dan Space Frequency Block Coding (SFBC). Simulasi yang dilakukan adalah dengan memakai teknik pemancar tunggal clan pemancar ganda serta teknik penerima tunggal dan ganda.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa teknik space time coding dan space frequency block coding dengan memakai teknik pemancar dan penerima ganda memiliki perfomansi yang balk dibandinkan memakai teknik pemancar tunggal penerima ganda atau sebaliknya.

One of the main challenge in telecommunication is to provide high speed data services. ln this recent condition, the broadband wireless technology could provide high scope coverage area and able to provide high speed data services using multimedia applications.
One of the efforts to proved high speed data services is to diversity technique, which means that we use space diversity technique.
ln this theses, we would use technique simulation space time block coding (STBC) and space frequency block coding (SFBC). ln this simulation we use single transmitter technique and multiple transmitter technique; we also use single receiver and multiple receiver technique.
This test result showed that using double transmitter and receiver technique in space time block coding technique and space frequency block coding will have a better performance compare to using single transmitter technique multiple receiver or on the contrary."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
T16115
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irwandi
"Terdapat beberapa teknologi yang digunakan dalam sistem wireless LAN, yaitu direct sequence spread spectrum (DSSS), frequency hopping spread specfrum (FHSS), dan infra merah. Teknologi yang kini paling banyak digunakan adalah DSSS. Seperti komunikasi nirkabel lainnya, interferensi baik pada kanal yang sama (co-channel) maupun kanal bersebelahan (adjacent channel), adalah faktor yang sangat mempengaruhi unjuk kerja sistem didalam wireless LAN. Skripsi ini menganalisa pengaruh interferensi kanal sama dan kanal bersebelahan terhadap kecepatan transfer data.
Dari data pengukuran secara empiris diperoleh hasil bahwa pada daerah cakupan yang sama, unjuk kerja kecepatan transfer data suatu wireless LAN akan menurun apabila terdapat interferer berupa wireless LAN lainnya yang bekerja pada kanal sama ataupun bersebelahan. Semakin jauh jarak antar kanal frekuensi yang digunakan oleh dua buah jaringan nirkabel, maka kecepatan transfer data akan semakin mendekati kecepatan tanpa adanya interferer."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2001
S39103
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rani Nur`Aini
"Tesis ini membahas tentang analisis kelayakan operator FWA (Fixed Wireless Access) di Indonesia. Seberapa besar mereka berkontribusi untuk meningkatkan teledensitas jaringan telekomunikasi khususnya pada jaringan fixed. Kepemilikan dua lisensi yaitu jaringan fixed dan seluler oleh suatu perusahaan membuat perusahaan tersebut tidak konsisten dalam mengelola manajemen perusahaan mereka. Bila dilihat secara internal, ketidak konsistenan suatu perusahaan dalam mengelola manajemen perusahaan dinilai sebagai salah satu kelemahan perusahaan yang sekaligus dapat dijadikan sebagai peluang bagi perusahaan lain untuk merebut pelanggannya.
Untuk itu, berdasarkan analisis daya saing operator FWA eksisting ini diharapkan mampu memberikan output (keluaran) berupa evaluasi bagi manajemen perusahaan untuk memfokuskan diri agar memilih pangsa pasar mana yang akan dituju guna mempertahankan positioning mereka di pangsa pasar yang sudah tercipta dengan baik.
Dalam Tesis ini dengan analisis biplot akan menganalisis persaingan bisnis masing-masing perusahaan dari sisi perkembangan jumlah pelanggan serta positioning mereka di mata pelanggan, selain peran pemerintah dalam membuat regulasi alokasi frekuensi FWA juga dibutuhkan.

This tesis discusses about the feasibility analysis of FWA (Fixed Wireless Access) operator in Indonesia. How big they contribute to increase teledensity of telecommunications network especially the fixed network. The ownership of two licenses that is fixed network and cellular by a company made this company inconsistent in carrying out the management of their company. From internally, the inconsistent of a company in carrying out the management of their company was thought as one of the weakness that can be made a opportunity for the other one to seized their customer.
So, according this competitive analysis of FWA operator can give an output as an evaluation for the company management to focus their selves in order to choose which market segment will be the aim to maintained their position in the market segment that has been created well.
In this tesis, with the biplot analysis will analyze the competition of each company business from the side of the number of customer development and their positioning in the eyes of the customer, besides of the government roles in making the allocation regulation of the FWA frequency also be needed."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2009
T26022
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Daranawandi Fadjar
"Teknologi jaringan 3G WCDMA telah dioperasikan oleh operator telekomunikasi di Indonesia mulai pertengahan tahun 2006 dengan beraneka ragam layanan dan fitur. Adanya layanan dan fitur ini membuka peluang bisnis baru bagi operator maupun bagi perusahaan lain yang ingin berkecimpung dalam bisnis ini. Salah satu layanan yang berpotensi untuk dijadikan bisnis adalah layanan video on demand, yang merupakan bentuk layanan 3G dimana pelanggan dapat menikmati ataupun menyaksikan film atau video yang diinginkannya hanya melalui perangkat handphone yang dimilikinya, sehingga pelanggan dapat merasa nyaman, dan memiliki kebebasan dalam memilih hiburan yang diinginkan. Untuk mengetahui kelayakan perencanaan model bisnis revenue share video on demand di pada layanan 3G DKI Jakarta, perlu adanya suatu analisa perencanaan model bisnis. Analisa perencanaan model bisnis ini dibuat dengan meninjau beberapa aspek penting dalam perencanaan bisnis, yaitu : aspek pemasaran, aspek lingkungan industri, aspek teknologi, aspek regulasi, aspek sumber daya manusia dan aspek keuangan. Dalam analisa perencanaan ini untuk menentukan proyeksi pelanggan video on demand, digunakan acuan data dari PT. Telkomsel tahun 2005 sampai dengan tahun 2007. Perencanaan bisnis dibuat dengan menggunakan 3 skenario, yaitu skenario 1 dengan asumsi tarif layanan tetap, skenario 2 dengan asumsi tarif layanan naik, dan skenario 3 dengan asumsi tarif layanan turun. Dari hasil analisa seluruh aspek dapat disimpulkan bahwa model bisnis revenue share video on demand pada layanan 3G yang layak diterapkan di DKI Jakarta adalah dengan menggunakan skenario 1, dimana hasil dari analisa keuangannya diperoleh nilai parameter Payback Period selama 2 tahun, NPV USD 583,302 , IRR sebesar 43%, dan Profitability Index sebesar 1.458.

The 3G WCDMA network technology has been operated by the telecommunication operators in Indonesia since the middle of 2006 with various services and features. These services and features open a prospect of new lines of business for the operators and also for other companies who are interested to take part in this business. One of the service that has the potential to become a new line of business is the ?video on demand? service. Video on demand is a form of 3G services where customers can watch and enjoy watching films or videos that they want, simply through cellular phones, so that the customers feel comfortable and have the freedom in choosing the entertainment that they want. In order to understand the feasibility of revenue share video on demand business plan of the 3G service in DKI Jakarta, an analysis of a business plan model is necessary. The analysis of the business plan model is done by examining some important aspects in business planning, which are: the marketing, regulation, human resource, and financial aspects. This plan analysis is using data from PT. Telkomsel from the year 2005-2007 to forecast the video on demand customers. The business plans are made using three scenarios: the first scenario with the assumption of fixed tariff; the second scenario with the assumption of increasing tariff; and the third scenario with the assumption of decreasing tariff. The feasibility analysis result from all aspects leads to the first scenario as the most feasible to be applied in DKI Jakarta. The first scenario of revenue share video on demand business model of the 3G service has the value of Payback Period for 2 years, NPV USD 583,302 , 43% IRR, and 1.458 Profitability Index. In order to increase the profit of this business, it is advised to engage partnerships with several services/network operators in Indonesia."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2007
T40810
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dedhy Susamto
"TELKOM mengembangkan layanan Indonesia WiFi (wireless fidelity) segmen carrier untuk menghasilkan pendapatan baru pada bisnis wholesale dengan memberikan layanan sebagai alternatif solusi bagi operator seluler dalam mengantisipasi lonjakan trafik data. Layanan Indonesia WiFi segmen carrier diawali kerjasama antara TELKOM dengan Telkomsel sejak April 2012 dengan layanan Web Service dan mulai Oktober 2012 dilengkapi dengan layanan Offload. Namun bagi TELKOM implementasi layanan ini belum berjalan baik ditandai adanya perbedaan yang cukup tinggi antara target dan realisasi pendapatan dan jumlah penggelaran titik akses pada tahun 2012 dan triwulan I 2013.
Penelitian ini mengevaluasi implementasi bisnis Indonesia WiFi segmen carrier sampai dengan triwulan I 2013. Menemukan penyebab tidak tercapainya target pendapatan pada bisnis ini dan memberikan usulan tindakan korektif berdasarkan hasil evaluasi implementasi layanan Wifi segmen carrier. Kemudian melakukan simulasi proyeksi pencapaian pendapatan layanan Indonesia WiFI segmen carrier Telkomsel tahun 2013 berdasarkan usulan tindakan korektif.
Hasil evaluasi menemukan penyebab tidak tercapainya pendapatan layanan Indonesia WiFI segmen carrier Telkomsel adalah adanya skema bisnis wholesale untuk layanan Web Service yang berpotensi tidak dapat menghasilkan pendapatan yang tinggi bagi TELKOM walaupun pemakaian layanan tinggi, jumlah penggelaran titik akses belum sesuai rencana, jumlah titik akses yang tidak berfungsi cukup banyak, dan penggunaan layanan WiFi Offload yang masih relatif sedikit baik jumlah pengguna maupun trafiknya.
Usulan tindakan korektif untuk perbaikan kondisi berupa perubahan skema bisnis dari pola bagi hasil (revenue sharing) menjadi berdasarkan jumlah pemakaian (volume based), perbaikan kinerja dalam penggelaran titik akses baik pencapaian jumlah penggelaran maupun meningkatkan availability titik akses sesuai kontrak TELKOM dan Telkomsel.
Hasil simulasi proyeksi pendapatan layanan WiFi segmen carrier berdasarkan usulan tindakan korektif berpotensi meningkatkan pendapatan layanan WiFi segmen carrier sebesar 158 kali lebih tinggi (dari 991 juta rupiah menjadi 157 miliar rupiah) untuk jumlah titik akses 250K dibandingkan tanpa melakukan tindakan korektif.

TELKOM develop Indonesia WiFi (wireless fidelity) carrier segment to generate new revenue in the wholesale business by providing services as an alternative solution for mobile operators in anticipation of a surge in data traffic. Indonesia WiFi carrier segment initiated cooperation between TELKOM and Telkomsel since April 2012 with a Web Service service began in October 2012 with Offload services. But for TELKOM implementation of these services has not gone well, characterized by a high difference between the target with the realization of revenue and the number of access point deployment in 2012 and the first quarter of 2013.
This study evaluated the business implementation of the Indonesian WiFi carrier segment until the first quarter of 2013. Finding the cause of not achieving the revenue targets on this business and proposes corrective actions based on the results of evaluation of Wi-Fi service carrier segment implementation. Then Simulate the estimated revenue performance in 2013 based on the proposed corrective actions.
Evaluation results have found the cause not achieving revenue targets of Indonesia WiFI carrier segment are a wholesale business scheme for Web Service service which can not generate high revenue for TELKOM despite high use of services, the number of access point deployment has not been as planned, many access points are disorder, and WiFi Offload services is still a few number of users and the traffic either.
Proposed corrective actions to improve conditions are changes in the wholesale business scheme from revenue sharing to be based on the amount of usage (volume based), improved performance of access point in the achievement of number of deployment and increase availability according to the contract of TELKOM and Telkomsel.
Simulation results of estimation of WiFi service carrier segment revenue based on the proposed corrective action could potentially increase revenue WiFi service carrier segment is 158 times (from 991 milion rupiahs to 157 billion rupiahs) higher than without corrective action for the number of access points 250K.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
T34947
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>