Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 129781 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Evelyn Loanda
"ABSTRAK
Latar Belakang : Proses pematangan spermatzoa di epididimis terjadi melalui interaksi antara spermatozoa dengan berbagai protein yang disekresikan oleh epitel epididimis. Gen penyandi protein yang terlibat dalam proses maturasi ini masih banyak yang belum diketahui. Data penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa gen-gen yang berperan dalam proses maturasi sperma ekspresinya dipengaruhi oleh androgen. Sperm associated antigen11a (Spag11a) merupakan salah satu gen yang ekspresinya dipengaruhi oleh androgen (Sipila et al, 2006), namun masih belum diketahui apakah Spag11a berperan pada proses maturasi sperma di epididimis.
Tujuan : Mengkarakterisasi gen Spag11a pada epididimis mencit jantan strain DDY
Desain : Penelitian ini menggunakan analisis bioinformatik dan eksperimental
Metode : Struktur gen Spag11a dan deteksi signal peptide dianalisis secara in silico. Quantitative Real time RT-PCR digunakan untuk mengukur ekspresi relatif Spag11a pada analisis spesifisitas jaringan, ketergantungan terhadap faktor endokrin dan faktor testikular. Untuk menganalisis ekspresi gen Spag11a pada tingkat protein dilakukan Western Blot, sedangkan untuk mengetahui lokasi protein SPAG11A pada sel epididimis dilakukan imunohistokimia.
Hasil : SPAG11A termasuk dalam famili protein defensin beta dan analisis signal peptide menunjukan bahwa SPAG11A merupakan protein sekretori. Spag11a dieskpresikan secara spesifik pada organ epididimis, ekspresi di organ lain sangat rendah. Satu hal yang menarik yakni selain menunjukkan spesifisitas organ, Spag11a juga menunjukan spesifisitas regional pada caput epididimis. Ekspresi Spag11a dipengaruhi oleh androgen, penurunan ekspresi Spag11a sangat bermakna (p<0,001) pada hari ke 3 setelah gonadektomi dan mencapai ekspresi paling rendah pada hari ke 5. Ekspresi Spag11a meningkat kembali setelah penambahan testosteron eksogen. Ekspresi Spag11a juga dipengaruhi oleh faktor testikular, dimana pada perlakuan parsial gonadektomi (gonadektomi testis kanan saja) terjadi penurunan ekspresi relatif Spag11a yang lebih cepat dan lebih signifikan pada epididimis kanan dibandingkan dengan epididimis kiri. Pada tingkat protein SPAG11A juga terekspresi secara spesifik pada caput, dan analisis immunohistokimia menunjukan SPAG11A diekspresikan oleh sel prinsipal.
Kesimpulan : Berdasarkan karakter Spag11a yang merupakan gen penyandi protein sekretori, terekspresi secara spesifik pada caput epididimis dan diregulasi oleh androgen maka dapat disimpulkan Spag11a terlibat dalam proses maturasi sperma. Penelitian lebih lanjut dalam tingkat uji fungsi perlu dilakukan.

ABSTRACT
Background: Epididymal sperm maturation occurs through interactions between sperm and proteins sereted by epididymal epithelium. Genes encode for proteins involved in the sperm maturation process are still largely unknown. Previous studies showed that genes involved in sperm maturation are regulated by androgen. Sperm associated antigen 11a (Spag11a) is one of the epididymal genes influenced by androgen based on a global DNA microarray analysis (Sipila et al, 2006). However, little is known about the putative role of this gene in the sperm maturation process.
Objective : To characterize expression and regulation of Spag11a genes in the mouse epididymis.
Design : In silico analyses combined with experimental study
Methods : In silico analyses were used to predict Spag11a gene structure and signal peptide. Semi quantitative RT-PCR was used to measure the level of Spag11a expression in the tissue distribution, androgen dependency and testicular factors analyses. Western blot was performed to analyze gene expression at the protein level whereas immunocytochemstry was performed to localize SPAG11A in the epididymal cell.
Results : SPAG11A is member of the defensin beta protein family and constitutes a secretory protein. Spag11a is expressed exclusively in the epididymis and not in other tissues. Moreover, Spag11a shows a region specific expression in the caput, typical for genes that is involved in creating a microenvironment suitable for sperm maturation. Spag11a expression is regulated by androgen. Significant decrease of Spag11a expression was observed after third day of gonadectomy (p<0.001). Interestingly, testosterone replacement therapy was able to bring the expression back to the normal level, indicating a high dependency on androgen. Besides androgen, testicular factor also slightly influence Spag11a expression. This was shown by partial gonadectomy experiment in which only the right testis was removed. Spag11a was down-regulated faster on the right epididymal caput compared to the left caput. Spag11a regional expression was also observed at protein level detected by Western immunoblot analyses showing a clear band in caput, not in other regions. Finally, the prediction that SPAG11A is a secretory protein was confirmed by immunocytochemical analyses showing a cell-specific expression in the principal cell. This cell type is known as the main secretor in the epididymal lumen.
Conclusion : Based on the characters of Spag11a, it is most likely that this gene has a specific role in the epididymal sperm maturation. Further investigations using functional assays are needed to confirm the putative role."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Labiqa Hilda Ismara
"Telah dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh pemberian infusa daun kluwih (Artocarpus camansi Blanco) terhadap penurunan kuantitas dan kualitas spermatozoa mencit (Mus musculus) jantan galur DDY. Sebanyak 24 ekor mencit dibagi kedalam 4 kelompok, yaitu: kelompok kontrol (KK), kelompok perlakuan yang diberikan infusa daun kluwih dengan dosis berturut-turut, yaitu 2,5; 5; dan 10 g/kg BB (KP1, KP2, dan KP3). Infusa daun kluwih diberikan selama 36 hari. Kemudian dilakukan analisis kuantitas dan kualitas spermatozoa. Data rerata jumlah spermatozoa per militer (x106) pada KK, KP1, KP2, dan KP3 berturutturut ialah (42,92± 3,28), (39,57± 2,08), (36,49± 2,73), dan (33,37± 1,26) spermatozoa per mililiter. Data rerata persentase motilitas spermatozoa pada KK, KP1, KP2, dan KP3 berturut-turut ialah (82,92 % ± 1,74) , (68,54 % ± 6,32), (61,23 % ± 7,13), dan (46,12 % ± 3,90). Data rerata persentase abnormalitas spermatozoa pada KK, KP1, KP2, dan KP3 berturut-turut ialah (37,63% ± 1,32), (52,24 % ± 0,95), (61,93 % ± 1,26), dan (68,83% ± 0,66). Hasil uji LSD (P < 0,05) menunjukkan terdapat perbedaan nyata antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol KK. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemberian infusa daun kluwih (Artocarpus camansi Blanco) berpengaruh terhadap kuantitas dan kualitas spermatozoa mencit jantan pada dosis 2,5; 5; dan 10 g/kg BB.

The present study was done to determine the effect of Kluwih's leaf's infusion on the quantity and quality of spermatozoa of male mice DDY strain. 24 male mice have divided into 4 experimental group; control group and treament group which were given infusion with doses 2,5;5;10 g/kg bw. Test material administated for 36 consecutive days. Mean of sperm total per militer: KK (42,92± 3,28), KP1 (39,57± 2,08), KP2 (36,49± 2,73), and KP3 (33,37± 1,26) sperm/ml. Mean of percentage of sperm motility: KK (82,92 % ± 1,74) , KP1(68,54 % ± 6,32), KP2(61,23 % ± 7,13), and KP3(46,12 % ± 3,90). Mean of percentage of sperm abnormality: KK (37,63% ± 1,32), KP1(52,24 % ± 0,95), KP2(61,93 % ± 1,26), and KP3 (68,83% ± 0,66).Based on LSD test (P<0.05) the result showed that the data has differences between treatment and control group. The result indicated that the treatment group have impact on quantity and quality of spermatozoa of male mice with doses 2,5;5;10 g/kg bw."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2015
S59193
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiurma Rondang Sari
"ABSTRAK
Kombinasi progestagen-androgen telah diketahui dapat menghambat spermatogenesis tanpa mempengaruhi libido. Dalam penelitian ini kombinasi progestagen-androgen, yaitu northisteron enanthat (NE)-testosteron enanthat (TE) diberikan pada mencit (Mus musculus L.) strain AJ dan diteliti pengaruhnya terhadap jumlah spermatogonia A dan spermatosit pakhiten.
Mencit dibagi 3 kelompok, yaitu kelompok eksperimen yang disuntik dengan NE (0,1 mg) dan TE (0,125 mg), kelompok kelola I yang disuntik dengan pelarut NE dan pelarut TE, dan kelompok kelola II yang tidak diberi perlakuan apapun. Sebelum diberi perlakuan mencit ditimbang. Pada hari ke-45 setelah penyuntikan, mencit ditimbang kembali lalu testisnya diambil. Berat testis ditimbang, kemudian testis dibuat preparat histologi. Dumlah spermatogonia A dan spermatosit pakhiten dihitung dan diameter tubulus seminiferous diukur.
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh kombinasi NE (0,1 mg) dan TE(0,125 mg) terhadap berat badan, berat testis, jumlah spermatogonia A dan spermatosit pakhiten serta diameter tubulus seminiferous Mus musculus L. strain AJ."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agretha Imelda Royani
"Telah dilakukan studi pendahuluan efek filtrat tanaman seledri
{A. graveolens L.) terhadap jumlah total, persentase motilitas, viabiiitas, dan abnormalitas spermatozoa mencit (M. musculus L.) gaiur Swiss. Tujuan penelitian
untuk mengetahui pengaruh pencekokan filtrat tanaman seledri tertiadap kualitas spermatozoa dengan hipotesis penelitian pencekokan filtrat tanaman seledri akan meningkatkan kualitas spermatozoa mencit. Pencekokan dilakukan selama 36 hari, terhadap mencit yang diberi perlakuan dengan filtrat seledri tanpa pengenceran (mumi) 1:0 (10 ml/Kg BB/hari); pengenceran 1:1 (5 ml/Kg BB/hari);
1:2 (3,33 ml/Kg BB/hari); dan 1:3 (2,5 ml/Kg BB/hari). Kelompok kontrol terdiri atas kelompok mencit yang diberi perlakuan dengan akuabides (10 ml/Kg BB/hari) dan kelompok tanpa perlakuan. Uji nonparametrik Kruskal Wallis menunjukkan bahwa filtrat tanaman A. graveolens L. pada pengenceran 1:1 (6,17 + 3,53 juta/ml)
dan 1:2 (7,97 ±4,17 juta/ml); meningkatkan jumlah total spermatozoa secara sangat nyata (a = 0,01); dan pada pengenceran 1:1 (11,5 + 2,09 %);
1:2 (28,25 + 6,63 %); dan 1:3 (26,42 + 2,48 %) meningkatkan persentase viabiiitas spermatozoa secara sangat nyata (a = 0,01). Tetapi, pada pengenceran'1:0, 1:1,
1:2, dan 1:3 tidak memberikan pengaruh yang sangat nyata (a = 0,01)'terhadap persentase motilitas dan abnormalitas spermatozoa."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1998
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yulita Witantina
"ABSTRAK
Dalam menangani kasus infertilitas, inseminasi
buatan atau fertilisasi in vitro dengan semen suami
sering dilakukan. Dalam hal ini diperlukan kualitas
spermatozoa yang cukup baik, terutama gerak dan
kecepatan spermatozoa. Semen dengan kualitas spermato
zoa yang kurang baik masih dapat ditingkatkan dengan
car a sperm washing dengan menggunakan metode swim up
dalam medium tertentu. Dalam penelitian ini dilakukan
studi perbandingan antara tiga macam medium, yaitu
Ham's Kramer dan untuk diketahui yang mana
paling baik dapat menyeleksi spermatozoa dengan kuali
tas yang baik dan perbandingan konsentrasi, kecepatan
dan motilitas spermatozoa sebelum dan sesudah dilakukan
proses swim up.
Sebanyak 20 sampel semen pria normozoospermia
pasangan infertil diperoleh dari Bagian Biologi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI),
Makmal Terpadu Imunoendokrinologi FKUI dan Rumah Sakit
Yayasan Pemeliharaan Kesehatan, Jakarta. Setiap semen
yang dilakukan proses swim up masing-masing dengan
Hams F10, Kramer dan diamati di bawah mikroskop
konsentrasi, kecepatan dan motilitasnya sebelum dan
sesudah spermatozoa motil melakukan swim up.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1993
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yurnadi
"ABSTRAK
Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbanyak ke-empat di dunia setelah RRC, India dan Amerika Serikat : yaitu sekitar 200 juta jiwa di tahun 2000 dengan laju pertambahan penduduk sekitar 1,98 %. Untuk mencapai sasaran serta kebijaksanaan pada Pelita Ke-enam dalam sektor kependudukan dirumuskan berbagai kebijaksanaan, antara lain meliputi peningkatan kualitas penduduk, pengendalian pertumbuhan, dan kuantitas penduduk dalam rangka menekan dan mengendalikan pertambahan jumlah penduduk.
Untuk menekan dan mengendalikan jumlah penduduk, maka pemerintah telah menggalakkan program keluarga berencana (KB) bagi pasangan suami istri (pasutri) usia subur. Selanjutnya untuk mensukseskan program tersebut diperlukan peran serta aktif dari pasutri tersebut. Pada saat ini, individu yang ikut serta dalam melaksanakan (akseptor) program KB mayoritas adalah para istri. Keikutsertaan para suami dalam melaksanakan KB masih sangat rendah yaitu sekitar 6 % dari seluruh akseptor KB. Rendahnya keikutsertaan suami (pria) dalam program KB mungkin disebabkan masih terbatasnya pilihan kontrasepsi untuk pria atau kontrasepsi pria yang ada masih belum memberikan hasil yang memuaskan.
Pria merupakan fokus baru untuk program KB yang selama ini belum banyak diperhatikan. Sampai sekarang kontrasepsi untuk pria yang dianggap sudah mantap adalah kondom dan vasektomi. Namun penggunaan kondom sebagai alat kontrasepsi menimbulkan keluhan psikologik, sedangkan vasektomi walaupun merupakan kontrasepsi yang dapat diandalkan, seringkali menimbulkan efek samping yang permanen (irreversible) berupa kegagalan rekanalisasi. Apabila faktor akseptor yang menggunakan kontrasepsi tersebut ingin punya anak kembali, maka seringkali sulit dapat dilakukan rekanalisasi kembali. Alternatif lain dalam metode kontrasepsi untuk pria yaitu penggunaan hormon seperti dilakukan pada wanita, tetapi cara ini pada pria dianggap belum memuaskan dan masih terus dilakukan penelitian.
Badan kesehatan dunia (WHO) telah membentuk suatu kelompok kerja (pokja) untuk mencari dan mengembangkan metode pengaturan kesuburan pria. Mandat yang diberikan kepada pokja tersebut adalah mengembangkan metode pengaturan kesuburan pria yang aman, efektif dan dapat diterima, serta memonitor keamanan dan keefektivitasannya. Salah satu strategi penelitian yang dilakukan oleh pokja WHO adalah mengembangkan kontrasepsi pria melalui bahan atau zat dari tumbuh-tumbuhan yang diduga mempunyai bahan aktif yang bersifat antifertilitas.
Dalam mencari obat altematif untuk kontrasepsi pria, sebaiknya tidak hanya terbatas pada kontrasepsi hormonal, tetapi juga pada tanaman yang diperkirakan mengandung zat antifertilitas. Berdasarkan analisis yang pernah dilakukan pada sejumlah besar tanaman diketahui bahwa 25 % diantaranya mengandung satu atau lebih zat aktif.
Dan beberapa penelitian yang menggunakan ekstrak biji pepaya telah dilakukan oleh Das, Fransworth, Chinoy dan Rangga, dan Chinoy dkk pada varietas honey dew yang terdapat di India, dan Amir pada pepaya gandul melaporkan bahwa ekstrak biji pepaya tersebut ternyata mempunyai khasiat sebagai antifertilitas pada hewan, namun dosis dari biji pepaya yang dapat menyebabkan infertilitas tersebut masih belum dapat diketahui secara tepat. "
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Nana Suhana
"Pada penelitian ini telah dilakukan kultur darah yang berasal dari pria pasangan infertil dan pria fertil untuk mengetahui bagaimana hubungan spermiofag yang terbentuk in vitro (jika ke dalam medium kultur ditambahkan spermatozoa manusia ), dengan reaksi imun terhadap spermatozoa. Pria pasangan infertil dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu: azoospermia, oligozoospermia dan normozoospermia. Pada pria pasangan infertil, maupun pada pria fertil, telah dilakaukan reaksi imunitas selular dengan menggunakan tea hambatan migarasi (THM), dan reaksi humoral dengan menggunakan tes aglutinasi Kibrick.
Dalam Seri penelitian lain, 3 ekor kera (Ilacaca fascicuiaris) jantan dewasa telah disuntik spermatozoa manusia yang telah dicuci. Tea aglutinasi Kibrick untuk mengetahui titer antibodi antisperma demikian juga tea spermiofag untuk mengetahui adanya reaksi imunitas selular, telah pula dilakukan pada kera.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terbentuknya spermiofag in vitro berkorelasi dengan reaksi imunitas selular, jika ada apakah terbentuknya spermiofag in vitro dapat dijadikan tes imunitas selular terhadap spermatozoa.
Penyuntikan kera dengan spermatozoa dimaksudkan untuk mengetahui apakah terinduksinya imun tubuh terhadap spermatozoa manusia dapat menyebabkan terjadinya orkitis pada kera?
Hasil penelitian yang diperoleh, menunjukan bahwa:
1. Spermiofag dapat timbul in vitro jika darah pria pasangan infertil maupun fertil dikultur bersama spermatozoa homolog.
2. Ada perbedaan frekuensi timbulnya spermiofag in vitro antara pria pasangan infertil dengan pria fertil.
3. Ada perbedaan frekuensi timbulnya spermiofag in vitro antara berbagai kelompok pria pasangan infertil, kecuali antara kelompok oligozoospermia dengan normozoospermia.
4. Ada korelasi antara frekuensi timbulnya spermiofag in vitro dengan tes hambatan migrasi (status imunitas selular) pada kelompok pria pasangan infertil oligozoospermia dan normozoospermia, sedangkan pada kelompok pria pasangan infertil azoospermia tidak ada.
5. Tidak ada hubungan antara frekuensi timbulnya spermiofag in vitro dengan status imunitas humoral pada semua kelompok pria pasangan infertil.
6. Antibodi antisperma dapat timbul pada kera yang disuntik spermatozoa manusia beberapa hari setelah penyuntikan pertama, dan akan menurun setelah beberapa bulan penyuntikan dihentikan.
7. Spermiofag dapat timbul in vitro jika darah kera percobaan, maupun darah kera kontrol, dikultur bersama spermatozoa manusia.
Perbedaan frekuensi timbulnya spermiofag in vitro antara kera percobaan dengan kera kontrol, hanya terjadi pada bulan kelima setelah penyuntikan. Degenerasi epitel tubulus seminiferus dapat timbul pada kera yang disuntik dengan spermatozoa manusia.
Karena terdapat korelasi yang bermakna antara jumlah relatif spermiofag dengan tes habatan migrasi yang menggambarkan reaksi imunitas selular, maka tes spermiofag in vitro dapat dijadikan petunjuk adanya reaksi imunitas selular, sehingga tes tersebut dapat digunakan sebagai salah satu cara tes imunitas selular.
Pada pria infertil azoospermia frekuensi reaksi imunitas humoral pada titer tinggi lebih sering daripada kelompok pria fertil, maupun pria pasangan infertil yang lain. Sebaliknya reaksi imunitas selularnya paling lemah, jika dibandingkan dengan kelompok yang lain. Pada penelitian ini semua kera percobaan mengalami degenerasi sel germinal, di samping itu juga semua kera percobaan memperlihatkan reaksi imunitas humoral yang cukup lama (kira-kira b bulan), sedangkan reaksi imunitas selularnya lemah dan berlangsung singkat. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka diduga bahwa peranan reaksi imunitas humoral pada kera yang disuntik spermatozoa manusia lebih pelting daripada imunitas selular, dalam proses degenerasinya sel germinal, tubulus seminiferus. "
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1987
D337
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Berna Elya
"Dalam upaya mencari badan kontrasepsi pria yang bersumber pada tanaman, telah dilakukan penelitian tentang pengaruh infus daun puding (Polyscias gui fovlei L.H. Bailey) terhadap kualitas spermatozoa dan jumlah anak yang dihasilkan oleh tikus betina setelah dikal.vinkan dengan tikus jantan perlakuan. Sebanyak 60 tikus jantan berumur 2 bulan dengan berat badan 150 -- 250 g dibagi kedalam 6 kelompok perlakuan. Kelompok kontrol adalah kelompok tikus jantan yang diberi aquades, sedangkan 5 kelompok perlakuan lainnya masing-masing diberi infus daun puding dengan dosis: 50 mg/200 g bb, 100 mglg bb, 200 3rmg/g bb, 400 mglg bb, 800 mglg bb. Pemberian infus per oral dilakukan setiap hari sampai hari ke 52. Pada hari ke 53, eman tikus dari masing-masing kelompok kontrol dan kelompok perlakuan dibedah untuk diambil semennya dan diperiksa kualitas spermatozoanya, sedangkan 6 tikus sisanya dari masing-masing kelompok tersebut dikawinkan dengan tikus betina dara masa proestrus atau estrus. Hari ke 20 masa kehamilan tikus betina dibedah untuk dihitung jumlah implantasi, jumlah fetus, berat plasenta, jumlah corpus luteum, fetus, jumlah fetus yang di resorpsi dan rasio seks fetus.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian infus daun puding dengan dosis 50 mg/g bb, 100 mg/g bb, 200 mg/g bb, 400 mg/g bb dan 800 mg/g bb berpengaruh terhadap penurunan jumlah spermatozoa, presentase motilitas, viabilitas dan meningkatkan jumlah spermatozoa abnormal (p < 0,05). Efektivitas terhadap penurunan kualitas spermatozoa tersebut sejalan dengan pemberian dosisnya. Dengan demikian dosis 800 mg/g bb adalah dosis terbaik untuk menurunkan kualitas spermatozoa tikus. Sebaliknya pemberian infus daun puding sampai dosis 800 mg/g bb selama 52 hari tidak berpengaruh terhadap jumlah dan perkembangan fetus hasil perkawinan dengan tikus jantan perlakuan (p > 0,05). Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa infus daun puding yang diberikan 52 hari, dengan dosis 50 mglg bb, 100 mg/g bb, 200mg/g bb, 400mg/g bb 800 mg/g bb dapat menurunkan konsentrasi dan kualitas spermatozoa was deferen tikus jantan galur DDY, tetapi belum berpengaruh terhadap jumlab fetus, berat plasenta, abnormalitas fetus dan berat badan fetus hasil perkawinan denga tikus jantan perlakuan."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2000
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Ana Lucia Ekowati
"Ruang Lingkup dan Cara Penelitian: Antibodi antisperma (antisperm antibody, ASA) telah diketahui dapat menyebabkan infertilitas pada manusia. Pada penelitian terdahulu yang dilakukan pada kelompok penelitian kami, telah diidentifikasi dua antigen sperma (BM 66 dan 88 kDa) yang bereaksi dengan ASA dalam serum pasien pria infertil EIS 07 dan diisolasi klon cDNA penyandi antigen tersebut [cDNA Autoimmune Infertility Related Protein (cDNA AIRP)]. cDNA AIRP ini merupakan cDNA yang "novel" dengan panjang 2,3 kb dan menyandi suatu protein dengan panjang 567 asam amino. Separuh ujung amino protein AIRP (AIRP N') ini bersifat hidrofilik, sehingga juga antigenik dan separuh ujung karboksi bersifat hidrofobik. Karakterisasi lebih lanjut dilakukan untuk menjelaskan fungsi protein tersebut pada proses fertilisasi dan hubungannya dengan infertilitas imunologis. Tujuan penelitian ini adalah: (1) membuktikan bahwa protein AIRP merupakan antigen sperma native yang dikenali oleh serum EIS 07 (2) memperoleh gambaran awal fungsi protein AIRP dengan menentukan lokasi protein tersebut pada sperma manusia.
Pada penelitian ini pertama-tama cDNA AIRP N' disubklon ke dalam vektor plasmid pGEX dan diekspresikan pada bakteri E.coli dalam bentuk protein fusi. Protein rekombinan dimurnikan dengan menggunakan kolom kromatografi glutation dan hasilnya dianalisa dengan SDS-PAGE. Antigenisitas protein rekombinan tersebut diuji dengan mereaksikannya dengan serum pasien infertil pada Western immunoblotting. Protein rekombinan tersebut kemudian disuntikkan ke mencit untuk membuat antibodi poliklonal yang selanjumya dipakai sebagai pelacak pada analisa imunohistokimia untuk menentukan lokasi protein AIRP tersebut pada sperma manusia.
Hasil dan Kesimpulan : cDNA AIRP N' sepanjang 469 pb berhasil disubklon ke dalam plasmid pGEX-4T-3 dan diekspresikan dalam bentuk protein fusi dengan GST. Protein fusi GST-AIRP N' berhasil dipurifikasi namun peptida AIRP N' tidak dapat dipisahkan dari protein GST karena tidak stabil. Serum pasien infertil (EIS 07) yang telah digunakan sebagai pelacak untuk skrining cDNA AIRP bereaksi sangat kuat dengan protein GST-AIRP N' namun tidak bereaksi sama sekali dengan protein GST. Hasil tersebut menunjukkan bahwa serum EIS 07 hanya mengenali epitop AIRP N' pada protein GST-AIRP N'. Reaksi AIRP N' dengan EIS 07 bersifat sangat spesifik karena AIRP N' tidak dikenali oleh serum dari pasien infertil yang lain maupun serum kontrol yang berasal dari individu normal.
Hasil tersebut sesuai dengan beberapa laporan terdahulu bahwa infertilitas imunologis dapat melibatkan beberapa macam antigen dan antigen ini dapat berbeda pada setiap kasus. Dengan menggunakan teknik kompetisi pada Western blotting, dibuktikan bahwa reaksi serum EIS 07 dengan antigen sperma native dapat dihambat oleh protein GST-AIRP N', tetapi tidak oleh protein GST, secara dose dependent. Antibodi poliklonal terhadap peptida AIRP N' maupun serum EIS 07 bereaksi dengan antigen sperma manusia pada bagian post acrosonial. Hasil imunohistokimia ini tidak hanya menunjukkan lokasi dari protein AIRP tetapi juga memprediksi fungsi protein ini yang mungkin berhubungan langsung dengan reaksi akrosom atau penetrasi dan fusi sperma ke dalam ovum."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999
T1692
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Retno Sariningsih
"ABSTRAK
Abstinensi adalah jarak waktu antara dua ejakulasi
berturutan- Masa abstinensi merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi parameter semen. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan
yang nyata pada beberapa parameter semen, dari hasil
analisis semen dengan masa abstinensi 3, 5, dan 7 hari.
Sampel semen diperoleh dari 12 donor pria fertil
yang normozoospermia, yang datang ke Bagian Biologi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Masing-masing
donor memberikan semennya 3 kali dengan masa
abstinensi masing-masing 3, 5, dan 7 hari, sehingga
diperoleh 3 kelompok data.
Hasil analisis statistik dengan uji Kruska1-Wallis
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata pada jumlah
spermatozoa/ml ejakulat dan viabilitas spermatozoa,
sedangkan kecepatan gerak dan persentase morfologi
normal spermatozoa tidak berbeda nyata.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1992
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>