Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 121515 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ilyas Budiman
"Kunci kelanggengan keberhasilan radio adalah kemampuan radio itu untuk menyesuaikan acara-acaranya dengan kebutuhan dan keinginan pendengar yang senantiasa berubah dari waktu-ke-waktu. Penurunan jumlah pendengar di radio-radio PT. XN diyakini disebabkan oleh kurang berorientasinya radio ini kepada kebutuhan dan keinginan pasar, atau dengan kata lain, kurang market oriented. Jaworski dan Kohli (1993) mengemukakan model antecedents and consequences of market orientation, dan dikatakannya bahwa market orientation ditandai oleh 3 set perilaku yang berlaku di seluruh organisasi yaitu intelligence generation, dissemination dan responsiveness. Sedangkan anteseden dari market orientation adalah top management (behavior) dan interdepartmental dynamics. Mengacu pada model tersebut, penulis melakukan penelitian terhadap behavior of top management beserta dimensi-dimensinya, dan interdepartmental dynamics, beserta dimensi-dimensinya, dan bagaimana mereka mempengaruhi market oriented behavior,di PT. XN.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dimensi-dimensi behavior of top management dan sebagian dimensi interdepartmental dynamics berpengaruh secara signifikan terhadap market oriented behavior. Berdasarkan temuan tersebut, dirancang serangkaian program intervensi untuk meningkatkan perilaku market oriented baik pada para pimpinan puncak maupun kepada segenap karyawan di PT. XN. Program intervensi ini dirancang berlandaskan pendekatan knowledge management dalam bentuk Pertemuan Strategis, Teamwork Development, dan After Action Reviews. Pada gilirannya nanti perilaku market oriented behavior ini diharapkan akan mendorong peningkatan kinerja perusahaan PT. XN dalam upayanya meningkatkan jumlah pendengar dan pengiklan.

The key to success for radio broadcast continuance is its ability in adjusting the programs with the ever changing needs and wishes of the listener audience. The decline in radio listenership of PT. XN is believed to be caused by the lack of an adequate degree of market orientation. Jaworski and Kohli (1993) suggested the model of antecedents and consequences of market orientation, and stated that market orientation is marked by three organization wide behaviour sets, i.e. intelligence generation, dissemination and responsiveness. Whereas antecedents of the market orientation is the behavior of top management, interdepartmental dynamics, and organizational systems. Referring to that model, the author conduct research on two of the three antecedents, i.e. behaviour of top management and its dimensions, and interdepartmental dynamics with its dimensions, and how they affect market oriented behaviour at PT. XN.
The research results shows, that all of the dimensions of behaviour of top management dimensions and part of the dimensions of interdepartmental dynamics significantly influence the market oriented behaviour. Based on these findings, a series of intervention programs were designed in order to enhance market oriented behaviour of top management and all employees of PT. XN. These intervention programs are based on knowledge management approaches, in the form of Strategy Meetings, Teamwork Development and After Action Reviews. In due time it is expected that this market oriented behaviour will boost and improve the company’s performance in increasing their number of radio listeners and advertisers.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Sofia
"Tesis ini membahaspelaksanaan program pemberdayaan ekonomi sebagai strategi reintegrasi pasca konflik dengan mempelajari program pemberdayaan ekonomi BRA (Badan Reintegrasi Aceh) di Kab. Aceh Utara. Program tersebut dilaksanakan sejak tahun 2006 hingga sekarang, dengan kelompok sasaran mantan kombatan, tahanan politik/narapidana politik, dan masyarakat korban konflik. Ditemukan bahwa program pemberdayaan ekonomi berhasil mendukung strategi reintegrasi pasca konflik dalam jangka pendek, namun tidak berhasil mengembangkan tujuan jangka panjang sebagai pemberdayaan masyarakat. Faktor pendukung yang ditemukan adalah: reintegrasi sebagai kesatuan; faktor keamanan; rasa memiliki; penetapan prioritas; dukungan internasional; dan kejujuran. Adapun faktor-faktor penghambat adalah: kurangnya kapasitas; keterbatasan waktu; keterbatasan anggaran; dan kurangnya dukungan pemerintah lokal.

This thesis discusses the implementation of economic empowerment program as a post-conflict reintegration strategy by studying economic empowerment program of BRA (Aceh Reintegration Agency) in North AcehRegency.The program was implemented from 2006 to present, whereas the target group are former combatants, political prisoners, and conflict-affected communities. It was found that the economic empowerment program is successful for supporting postconflict reintegration strategy in the short term, but failed to develop a long-term goal as empowerment. Supporting factors found are: reintegration as a whole concept; security; ownership, the hierarchy of priorities; international support, and accountability. The limiting factors are: capacity building; limitations of time, funding scarcity, and unresponsive local government."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ikawati
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2009
S10487
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Sutiadi
"Hibah luar negeri saat ini belum ditatausahakan secara lengkap dan menyeluruh. Padahal pemanfaatan hibah luar negeri mempunyai beberapa konsekuensi yaitu kebutuhan dana pendamping, adanya disillusionment dan adanya muatan politis yang sangat kental. Tidak diaturnya hibah karena dianggap mempunyai nilai yang sangat kecil dan tidak berpengaruh terhadap perekonomian nasional.
Sejalan dengan pelaksanaan desentralisasi, daerah banyak berharap untuk dapat memanfaatkan hibah luar negeri untuk membiayai pembangunan. Keinginan ini sudah direspon donor dengan menggulirkan program bagi daerah. Dengan tidak adanya aturan yang jelas hibah luar negeri tidak termanfaatkan dengan optimal.
Berkenaan dengan latar belakang tersebut kemudian dilakukan penelitian untuk melihat besaran hibah yang diterima oleh Pemerintah Indonesia sekaligus menelusuri arah penggunaan hibah itu, menelusuri peraturan-peraturan yang ada yang mengikat aliran hibah ke Indonesia berikut tatacara pengelolaan atau penatausahaannya, mendeteksi besarnya dana hibah sesungguhnya yang diterima serta dana pendamping yang wajib disediakan serta mengajukan rumusan dan mekanisme untuk mengelola dan menatausaha hibah agar dapat berdampak positif bagi masyarakat Indonesia.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa antara tahun 1987 - 1998 nilai hibah yang diterima Pemerintah cukup besar berkisar antara USD 480 juta sampai USD 740 juta. Jika dibandingkan dengan realisasi dana pembangunan nilai tersebut berkisar antara 7.2% sampai 35%. Nilai yang cukup signifikan dalam mempengaruhi pelaksanaan pembangunan.
Berdasarkan penelusuran terlihat bahwa kebijakan donor dalam memberikan bantuan untuk setiap sektor cenderung berbeda dengan kebijakan Pemerintah dalam waktu yang sama. Pada sisi lain kebijakan Pemerintah juga justru cenderung mengabaikan hibah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dana nilai hibah Uni Eropa yang sesungguhnya adalah sekitar 47% dari total proyek sementara untuk hibah UNDP sekitar 60% merupakan dana sesungguhnya yang dapat dikelola di dalam negeri. Jika hibah ini disalurkan ke daerah maka hampir semua daerah dapat memenuhi kebutuhan dana pendampingnya sehingga kebijakan publik hibah ini dapat diberikan langsung kepada daerah. Sebaliknya hibah bernilai besar seperti yang biasa diberikan Uni Eropa hampir semua daerah tidak dapat menyediakan dana pendampingnya. Untuk itu perlu diberikan rumusan kebijakannya sehingga daerah dapat memanfaatkan hibah ini secara optimal.
Kebijakan Publik Penatausahaan Hibah Luar Negeri merupakan salah satu sumber pendanaan pembangunan yang membawa sejumlah implikasi. Kebijakan hibah harus merupakan bagian dari kebijakan bantuan luar negeri secara utuh serta sejalan dengan pelaksanaan desentralisasi. Terdapat faktor-faktor yang perlu diperhatikan yaitu politis dimana hibah hanya dapat dilakukan antar negara serta kemampuan daerah dalam menyediakan SDM maupun Dana Pendamping.
Arah kebijakan penatausahaan hibah harus jelas dan sesuai dengan arahan program pembangunan nasional, disusun secara terhormat dan memberikan keuntungan bagi keduabelah pihak. Penerima hibah harus memahami konsekuensi penerimaan hibah, mengetahui persyaratannya, mempunyai alasan untuk menerima atau menolaknya serta harus menghindari upaya yang merugikan."
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T12580
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Windratmo
"Hubungan Jepang-Indonesia berjalan sejak masa kolonial Jepang di Indonesia. Hubungan ini berjalan terus dari masa Pra Orde Baru hingga memasuki masa Orde Baru. Diplomasi Jepang di. Indonesia semakin meningkat bersamaan dengan kepentingan ekonominya di berbagai bidang. Diplomasi Jepang pada era Pasca Perang Dingin mengalami perubahan bersamaan dengan berubahnya tata dunia internasional dari bipolar ke multipolar. Perubahan ini mendorong Jepang untuk berperan secara aktif di WTO dan IMF. Perhatian dan peranan aktif Jepang melalui IMF ditandai dengan keberhasilannya mengajukan keberatan terhadap situasi yang ada di Indonesia melalui Paket Reformasi IMF.
Perkembangan diplomasi Jepang dari waktu ke waktu perlu di analisis akibat dari perubahan eksternal dan internal di Indonesia maupun Jepang dan lingkungan global. Tujuan Penelitian yaitu, mengetahui perkembangan diplomasi Jepang-Indonesia berdasarkan ekonomi, politik dan sosbud; peranan diplomasi Jepang ditengah berubahnya sistem internasional; ada tidaknya perubahan pendekatan kebijaksanaan Jepang terhadap Indonesia dengan adanya mobnas dan krisis ekonomi.
Teori yang dipergunakan adalah mengenai konsep kebijaksanaan publik dan kebijaksanan luar negeri, diplomasi, kebijaksanaan industri dan teori "international tariff game". Metode penelitian adalah desain penelitian deskriptif den analisis data menggunakan pendekatan kualitatif/historis.
Dalam pada itu, subjek /pokok penelitian adalah kebijaksanaan-kebijaksanaan luar negeri Jepang terhadap Indonesia yang dilakukan melalui diplomasi Jepang-Indonesia dan metode pengumpulan data melalui analisis data sekunder. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa Jepang memiliki kepentingen yang cukup besar di bidang ekonomi dan politik di Indonesia. Diplomasi Jepang dari waktu ke waktu tetap berkisar pada masalah ekonomi. Sehingga Peranan Jepang yang semakin aktif di dunia internasional dapat dig nakan untuk mengambil inisiatif dalam menjalankan kebijaksanaan ekonomi luar negeri Indonesia untuk meningkatkan perekonomian den posisi di badan-badan organisasi multilateral seperti WTO,APEC dan IMF."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Furqon I. Hanief
"ABSTRAK
Penelitian ini dimaksudkan untuk menjelaskan liberalisasi yang berjalan pada dekade 1983 sampai dengan 1993 di Indonesia, dimana pada masa yang sama teijadi indikasi pemusatan kekuasaan dari rezim otoriter. Untuk melihat pengaruh liberalisasi yang dijalankan melalui proses penyesuaian struktural dalam konteks politik Indonesia, diperlukan pandangan mengenai konfigurasi elit, jaringan elit serta bagaimana elit-elit tersebut berinteraksi dalam memberi respons terhadap tekanan eksternal seperti menjalankan kebijaksanaan deregulasi. Oleh karenanya, penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan sumbangan kepada perkembangan ilmu politik khususnya dalam memberikan wacana liberalisasi dalam bentuk proses penyesuaian structural yang teijadi pada negara dengan rezim yang otoriter dan sistem kekuasaan yang terpusat, khususnya pada kasus Indonesia. Lebih jauh penelitian ini merupakan studi kasus yang melihat dimensi politik proses penyesuaian structural di Indonesia, dengan antara lain memperhatikan faktor eksternal terhadap penyusunan kebijaksanaan deregulasi, serta kepentingan yang terkandung di balik rekomendasi-rekomendasi yang diberikan oleh lembaga keuangan Internasional kepada pemerintah Indonesia. Selanjutnya, dianalisa tekanan liberalisasi tersebut yang berhadapan dengan nisi dan kepentingan kekuatan-kekuatan politik domestik, dan cara kekuatan-kekuatan politik domestik tersebut menyelesaikannya.
Dalam pandangan pimpinan negara pada saat itu, pembangunan untuk menciptakan Indonesia yang mandiri memperoleh tantangan yang kuat dari dunia internasional. Penyesuaian struktural dalam beberapa segi dapat dipandang sebagai salah satu bentuk tekanan internasional terhadap upaya Indonesia dalam melepaskan diri dari ketergantungan pada negara maju. Oleh karenanya, pelaksanaan penyesuaian struktural dijalankan secara pragmatis, dalam arti bahwa tahap pelaksanaannya disesuaikan dengan misi kemandirian dan kepentingan elit, tanpa mengurangi kesan positif yang diterima oleh para pemrakarsa penyesuaian struktural seperti lembaga keuangan internasional dan negara-negara Barat pemberi donor.
Sebagai konsekuensi atas pelaksanaan penyesuaian struktural yang dilakukan secara pragmatis dan heterogen, timbul kebutuhan akan suatu mekanisme pengendalian yang terpusat, khususnya untuk mengatur kelompok-kelompok elit yang signifikan. Dalam hal ini kelompok teknokrat menjadi mesin berjalannya deregulasi, kelompok birokrat militer mengakomodasi strategi mandiri, serta kelompok pengusaha rente menghidupi kekuatan politik. Pengendalian ini dijalankan secara langsung dan solid di bawah pengaruh Presiden Soeharto yang menjadi pusat kekuasaan. Hubungan langsung dan terpusat dari setiap elit tersebut memunculkan perubahan fenomena, yaitu kapitalisme birokrat pada tahun 1970an bertransforrnasi menjadi kapitalisme kroni pada dasawarsa deregulasi."
2001
D42
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zuhdi
"ABSTRAK
Penelitian ini pada dasarnya menggunakan pendekatan model Input Output (I0) melalui : analisis keterkaitan antar-industri (inter-industry linkage analysis) balk backward linkage maupun forward linkage, analisis income multiplier dan employment multiplier serta analisis dekomposisi pertumbuhan. Analisis backward linkage bertujuan untuk mengetahui derajat keterkaitan suatu sektor terhadap sektor lain yang menyumbang input kepadanya, sedangkan forward Iinkage bertujuan untuk mengetahui keterkaitan antar sektor yang menghasilkan output untuk digunakan sebagai input bagi sektor-sektor Iainnya.
Analisis income multiplier pada dasarnya melihat apa yang terjadi pada pendapatan (sebagai variabel endogen), apabila terjadi perubahan/ peningkatan permintaan akhir dalam perekonomian (sebagai variabel eksogen). Sedang analisis employment multiplier dimaksudkan untuk melihat efek total dari perubahan/kenaikan lapangan pekerjaan dalam perekonomian, akibat adanya satu unit uang perubahan permintaan akhir di sektor tertentu.
Analisis dekomposisi pertumbuhan pada prinsipnya akan mengidentifikasi pola pertumbuhan output industri pengolahan yang diklasifkasikan kedalam 4 (empat) unsur, yaitu : ekspansi permintaan domestik, ekspansi ekspor, substitusi impor dan perubahan atau perkembangan teknologi. Dalam penelitian ini untuk menguraikan sumber-sumber pertumbuhan output digunakan bentuk umum persamaan dekomposisi pertumbuhan menurut Yuji Kubo, S. Robinson dan M. Syrquin.
Dengan menggunakan data utama tabel input-output tahun 1986, 1990 dan 1993, dengan asumsi kondisi perekonomian tahun 1993 relatif tidak berbeda dengan tahun 1996 (sebelum terjadinya krisis), maka dapat diidentifikasi sektor industri pengolahan pilihan yang patut dijadikan prioritas untuk dikembangkan. Berdasarkan key sectors oriented meliputi industri-industri : a. kimia dasar dan bahan-bahan kimia (19); b. logam dasar, besi dan baja (26); c. alat listrik untuk rumah tangga dan perlenglcapan listrik lainnya (31); d. barang-barang dari karat dan dari plastik (23). Sedangkan berdasarkan backward sectors oriented mencakup industri-industri : a. barang komunikasi dan perlengkapannya (30); b. obatobatan dan jamu (20); c. barang-barang dan logam kecuali mesin dan perlengkapannya (27); d. mesin listrik dan perlengkapannya (29); e. kulit samakan dan olahan, alas kaki dan barang dari kulit lainnya (14); f. kendaraan bermotor dan perlengkapannya (33); g. kosmetik dan bahanbahan kimia lainnya (21); h. alat angkutan lainnya (34); i. peralatan profesional, alat musik dan olah raga (35); j. barang-barang industri lainnya (36), k. barang-barang cetakan dan penerbitan (18) dan industri kertas, !carton dan barang-barang dari kertas dan karton (17).
Terhadap industri-industri tersebut yang memiliki keterkaitan relatif kuat menunjukkan bahwa jika terjadi peningkatan dalam output altar' disertai dengan kenaikan permintaan yang culcup berarti atas input yang digunakan untuk proses produksi yang berasal dari output sektor lain yang memilild keterkaitan. Ini merupakan kasus menarik terutama dengan adanya anggapan bahwa proses industrialisasi biasanya disertai dengan semakin eratnya keterkaitan antar satu sektor industri dengan industri lainnya.
Dari sisi income multiplier dengan angka pengganda pendapatan yang relatif besar mempunyai arti panting karena dapat memberikan dampak yang lebih besar terhadap tingkat kesejahteraan rumah tangga melalui peningkatan pendapatannya. Sedangkan pada employment multiplier menunjukkan bahwa peran tenaga kerja sebagai salah satu fait-tor produksi turut memberikan kontribusi terhadap besar kecilnya output, yang tercermin pada multiplier tenaga kerja itu sendiri.
Disamping industri-industri tersebut di atas, industri palcaian jadi (13) dan industri tekstil dan rajutan (12) adalah yang konsisten mengikuti pola ekspansi ekspor yang kuat. Walaupun kedua industri ini mempunyai Indeks Daya Penyebaran Total hanya mendekati rata-ratanya, tetapi industri pakaian jadi (13) mempunyai daya serap tenaga kerja yang relatif tinggi, sedangkcan industri tekstil dan rajutan (12) mempunyai Indeks Daya Penyebaran Langsung yang kuat. Untuk itu kedua industri ini juga patut diprioritaskan untuk dikembangkan dalam rangka memanfaatkan pasar yang potensial.
Berdasarkan hasil analisis makes pengembangan industri pengolahan dapat dilakukan melalui : pendekatan key oriented sedors dan b cinuard oriented sedors dengan tetap memperhatilcan dampak pengganda baik income multiplier ataupun employment multiplier, pola pertumbuhan output serta location quotient (LQ). Kebijakan untuk mengembangkan sektor industri pengolahan unggulan direkomendasikan sebagai berikut :
1. perlu peningkcatan investasi bare sekaligus dengan menerapkan teknologi tinggi;
2. melakukan efisiensi secara menyeluruh untuk menghasilkan produk unggulan yang kompetitif;
3. meningkatkan penguasaan teknologi produksi dalam negeri baik kemampuan operatif, akuisitif, suportif maupun inovatif sebagai upaya memperkecil kandungan impor/mengurangi ketergantungan pada bahan baku impor;
4. meningkatkan produktifitas tenaga kerja di sektor industri dengan memperbaiki serta menyempurnakan struktur pendidikan dan program latihan, agar lebih sesuai dengan kebutuhan lapangan kerja di sektor industri pengolahan pilihan;
5. memperbesar output produksi untuk memperoleh economic of scale terutama bagi industri pengolahan pilihan yang nilai outputnya relatif kecil;
6. memperbaiki sarana fisik termasuk sistem transportasi, peningkatan/perbaikan prasarana lain seperti kegiatan penelitian dan pengembangan serta sistem informasi industri;
7. kebijakan untuk menurunkan ekonomi biaya tinggi seperti : a. menciptakan iklim investasi dan perdagangan yang kondusif; b. penyederhanaan dan keterbukaan birokrasi, dan c. pengaturan persaingan yang balk dan sehat."
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Arlinawati
"Penyaluran kredit di Indonesia dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya suku bunga kredit, suku bunga SBI, lending capacity, GDP, Indeks Produksi, Indeks Harga Konsumen, rasio modal terhadap asset, NPL. Data yang digunakan adalah data triwulan yang berasal dari BPS, Bank Indonesia, dan CEIC. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat variabel yang memiliki pengaruh terkuat dari tingkat koefisiennya. Regresi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Ordinary Least Square. Dari hasil yang didapat ternyata GDP dan lending capacity memiliki koefisien yang terbesar yaitu 1,873 dan 0,7084.

Credit distribution in Indonesia can be influenced by several factors, including interest rates, SBI, lending capacity, GDP, Production Index, Consumer Price Index, the ratio of capital to assets, NPL. The data used are quarterly data is derived from BPS, Bank Indonesia, and CEIC. The purpose of this study is to look at the variables that have the strongest influence on the rate coefficient. Regression were used in this study is the Ordinary Least Square. From the results obtained it turns out GDP and has a lending capacity of the largest coefficient is 1.873 and 0.7084."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
S47549
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nina Mutmainnah
"Disertasi ini menunjukkan pemerintah (Kementerian Komunikasi dan Informatika) secara konsisten dan berkelanjutan berupaya meneguhkan otoritasnya sebagai pemegang kendali utama dalam penataan produksi, distribusi, dan konsumsi informasi penyiaran. Di berbagai masa pemerintahan berbeda, pemerintah berupaya mengendalikan penyiaran dengan melahirkan regulasi yang memperkuat posisinya untuk menentukan ruang gerak dunia penyiaran. Upaya ini dilakukan karena pemerintah menyadari arti penting informasi sebagai sumber daya politik dan ekonomi. Secara berkelanjutan pula, upaya ini didukung industri penyiaran. Dalam proses menghasilkan kebijakan, pemerintah umumnya tidak melibatkan Komisi Penyiaran Indonesia dan masyarakat sipil. Pemerintah melakukan proses politisasi hukum, langkah yang dalam sejumlah hal bertentangan dengan UU Penyiaran. Berbagai kebijakan dibelokkan sesuai dengan kepentingan pemerintah. Kepentingannya dijalankan dengan pola budaya neopatrimonial. Regulasi dibuat dengan mengabdi pada kepentingan penguasa. Pemerintah mengarahkan aturan yang ada ada tidak untuk menjamin tujuan yang secara rasional sudah ditentukan, melainkan untuk kepentingan dominasi.

This research shows that the Indonesian government (ie. The Ministry of Information and Communication) has consistently and continuously tried to strengthen its power as the chief controller in regulating the production, distribution and consumption of information in the Indonesian broadcasting system. In various different historical period, the government has shown its insistence to become the main regulator of the broadcasting system by issuing series of regulation that enhance government position in delimiting the stakeholders playing field. This tendency can only be interpreted as a clear evidence on the government recognition on the importance of information as a very significant economic and political resources. This effort was also supported by the broadcasting industry. In the process of developing the broadcasting policies, the Ministry never invited the Indonesian Broadcasting Commission and the civil society in general to to voice their concern. Throughout the process, the government took various measures that can be viewed as ?the politicization of law? which contradicted the real substance of the law itself. Various policies were distorted according to the government interest that was also supported by the industry.This government interest is conducted within neopatrimonial culture. Regulations were written to serve the interest of the rezime who are in power. The government direct the present regulations not to achieve the mutual objective that has rationally decided but for the sake of domination.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
D2014
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simorangkir, Evand Herry Sanjaya
"

Penelitian kuantitatif ini dilakukan pada perusahaan di sektor Infrastruktur pada negara Indonesia, Singapura, Filipina dan Vietnam dengan tujuan melihat perbandingan kebijakan ekonomi dalam mempengaruhi kinerja perusahaan, kemajuan sektor infrastruktur serta penerapan yang baik pada masing – masing negara. Variabel ukuran kinerja perusahaan yang digunakan adalah ROE dan ROA. Penelitian ini dilakukan dengan cara preskriptif dengan mengumpulkan data sekunder dari situs resmi bursa efek yaitu Bursa Efek Indonesia (BEI), Singapore Exchanged Limited  (SGX), Philippine Stock Exchange (PSE) dan Hanoi Stock Exchange (HNX). Untuk mendapatkan hubungan antar-variabel, analisis dan pengolahan data pada penelitian ini digunakan metode Vector Autoregressive (VAR). 

Hasil penelitian ini adalah Kebijakan ekonomi yang diterapkan oleh masing – masing negara memiliki dampak yang berbeda – beda menyesuaikan dengan keaadan ekonomi pada negara tersebut sehingga memberikan dampak yang berbeda dalam penerapan kebijakan moneter dan fiskalnya. Pada negara Indonesia dan Filipina, dampak kebijakan moneter suku bunga dapat mempengaruhi kinerja perusahaan (pengaruh positif) secara signifikan, sedangkan pada negara Vietnam dan Singapura tidak terbukti memberikan pengaruh yang signifikan. Pada negara Indonesia dan Filipina, dampak kebijakan fiskal terlihat bahwa kinerja perusahaan di sektor infrastruktur terlihat dipengaruhi secara positif oleh APBN dan suku bunga tetapi di Vietnam dan Singapura tidak terlihat dipengaruhi secara positif.

 

 


This quantitative research was conducted on companies in the infrastructure sector in Indonesia, Singapore, the Philippines, and Vietnam to see a comparison of economic policies in influencing company performance, the progress of the infrastructure sector, and good implementation in each country. The company performance measurement variables used are ROE and ROA. This research was conducted in a prescriptive way by collecting secondary data from official stock exchange sites, namely the Indonesia Stock Exchange (IDX), Singapore Exchange Limited (SGX), Philippine Stock Exchange (PSE), and Hanoi Stock Exchange (HNX). To find out the relationship between variables, analysis, and data processing in this study we used the Vector Autoregressive (VAR) method. 

The results of this study are that the economic policies implemented by each country have different impacts according to the economic conditions in the country so they have different impacts on the implementation of monetary and fiscal policies. In Indonesia and the Philippines, the impact of interest rate monetary policy can significantly affect company performance (positive effect), while in Vietnam and Singapore, it is not proven to have a significant effect. In Indonesia and the Philippines, the impact of fiscal policy shows that the performance of companies in the infrastructure sector appears to be positively influenced by the State Budget and IR, but in Vietnam and Singapore, it does not appear to be positively affected.

 

 

"
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>