Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 197059 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kharis Sucipto
"Monetisasi Liquefied Natural Gas (LNG) dalam rangka kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi di Indonesia, mendasarkan sistem usahanya pada kontrak, yaitu Kontrak Kerja Sama sebagai kontrak baku, yang membutuhkan perjanjian tambahan yaitu Principal of Agreement/Development Agreement dan Fiscal Agreement. Namun, monetisasi LNG cenderung menghadapi kendala berupa adanya tindakan sepihak Pemerintah Indonesia dalam mengubah kebijakan hukum, fiskal, tumpang tindih peraturan pusat dan daerah, maupun perizinan terhadap kontrak-kontrak yang telah disepakati oleh para pihak. Hal ini menimbulkan tidak adanya kepastian hukum bagi Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dalam melaksanakan kontrak, sehingga menghambat kegiatan monetisasi LNG. Stabilization Clause yang berkembang dalam kontrak konsesi kegiatan usaha minyak dan gas bumi di Amerika Serikat, hingga negara-negara produsen LNG lainnya, berperan untuk menjaga kontrak tetap berlaku sampai dengan batas waktu yang disepakati. Penelitian terhadap Stabilization Clause sangat diperlukan karena dapat dijadikan sebagai solusi terhadap permasalahan monetisasi LNG di Indonesia.

Liquefied Natural Gas (LNG) monetization in upstream business activities of petroleum and natural gas in Indonesia, based its business system on the contract, named Production Sharing Contract (PSC) as standart contract, which requires accesoir agreement, such as Principal of Agreement/Development Agreement and Fiscal Agreement. However, monetization of LNG tends to face constraint in form of unilateral action of the Government of Indonesia in changing the law, fiscal regime, overlapping central and local government regulation, as well as licensing of agreed contract by the parties. It creates no legal certainty for contractor of PSC to perform the contract, thereby inhibites LNG monetization activities. Stabilization Clause, which grows in concession agreement in business activities of petroleum and natural gas in United States of America to other LNG's producer countries, acts to remain the contract in force throughout the period agreed in the contract. Research on Stabilization Clause is vital because it can be used as a solution to the problem of LNG monetization in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S45323
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nita Damayanti
"Bagi perusahaan yang merencanakan penyelenggaraan proyek berskala besar yang menyangkut aset-aset strategis, seperti proyek tenaga listrik, jalan tol, minyak dan gas bumi ("migas") di negara berkembang, seperti Indonesia, tidak dapat terlepas dari keterlibatan negara. Dalam kegiatan usaha hulu migas, keterlibatan negara dikarenakan penguasaan migas masih berada di tangan negara sampai titik penyerahan yang diperjanjikan. Namun, negara membutuhkan keterlibatan perusahaan yang berpengalaman karena karakter kegiatan usaha hulu migas ialah berisiko tinggi, berbiaya besar, serta membutuhkan teknologi tinggi. Perusahaan yang mengusahaan kegiatan usaha hulu migas di Indonesia (kontraktor) harus menanggung pembiayaan serta risiko selama penyelenggaraan proyek. Selain kebutuhan keterlibatan para pihak yang berkompeten di bidang pembiayaan proyek berskala besar, kontraktor membutuhkan struktur pembiayaan yang dapat mewadahi transaksi pembiayaan yang besar, pengalokasian risiko, serta kepentingan para pihak. Pada umumnya, struktur pembiayaan dapat menaungi kebutuhan dalam proyek berskala besar tersebut ialah struktur project finance. Struktur project finance telah dipergunakan dalam penyelenggaraan kegiatan usaha migas, khususnya proyek Liquefied Natural Gas ("LNG") di Indonesia. Salah satu contoh penerapan struktur project finance pada pembiayaan proyek LNG di Indonesia adalah proyek LNG Arun di Nangroe Aceh Darussalam, hingga pasca berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak Dan Gas Bumi. Dengan demikian, untuk mengetahui lebih lanjut tentang peran kontraktor dalam struktur pembiayaan proyek LNG di Indonesia dengan suatu studi kasus, maka dalam ruang lingkup penulisan skripsi ini akan membahas mengenai "Tinjauan Yuridis Peran Kontraktor Dalam Struktur Project finance Pada Pembiayaan Kegiatan Usaha Hulu Liquefied Natural Gas (LNG) Di Indonesia Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak Dan Gas Bumi: Studi Kasus Proyek LNG Arun".

For a company who plans a large scale project operation related to strategic assets as such power plant, toll road, oil and gas ("O&G") in a developing country, as such Indonesia, the role of state remains inseparable. In O&G upstream business enterprise, the role of state related to the authority of O&G ownership remains in state until the agreed point of transfer. However, state needs the involvement of an experienced-company due to the character of O&G upstream business enterprise as such high risk, lucrative, and high technology one. That company (contractor) should bear the financing and risk during operational of project in Indonesia. Beside, the needs of the involvement of experienced parties in large scale financing, contractor needs financing structure that would accomodate large scale financing transaction, risk alocation, and parties' interest. Generally, financing structure that able to accomodate the needs of large scale financing project thereof is project finance structure. Project finance structure has been utilised in O&G upstream business enterprise,particularly Liquefied Natural Gas ("LNG") project in Indonesia. One of samples for the implementation of project finance structure in financing Indonesia LNG projects is LNG Arun project located in Nangroe Aceh Darussalam, until the enactment of Law Number 22 of 2001 concerning oil and gas. Therefore, to further analyse the role of contractor in project finance structure due to financing LNG project in Indonesia including analyse a case study, further the scope of this undergraduate thesis is "Juridical Analysis of Contractor's Role In Project Finance Structure of Financing Upstream LNG After Law Number 22 of 2001 Concerning Oil And Gas In Indonesia – Case Study Arun LNG Project"."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S45957
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
London: Global Law and Business, 2012
343.077 2 LIQ
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Rilyadi
"Tesis ini bertujuan untuk mengevaluasi formula harga Bahan Bakar Gas (BBG) untuk transportasi Natural Gas for Vehicle (NGV) dan Liquefied Natural Gas (LNG) di sisi hilir dalam rangka program konversi dari BBM ke BBG. Formula harga BBG dievaluasi dengan memperhitungkan kepentingan konsumen dan keekonomian badan usaha. Tesis ini memulai evaluasi dengan menentukan skala konversi yang akan diterapkan guna menghitung volume kebutuhan BBG. Ruang lingkup basis perhitungan dibatasi untuk wilayah DKI Jakarta dan Banten saja. Kemudian, tesis ini merencanakan sistem distribusi alternatif penyaluran BBG dengan menggunakan sumber (feed) gas dalam bentuk LNG. Ada dua sistem distribusi yang diusulkan oleh tesis ini, pertama, Sistem Distribusi LNG Package, dimana feed LNG dikirim dari LNG Plant dengan LNG carrier ship ke LNG Floating Storage Unit (FSU) sebagai receiving and storage terminal LNG. Selanjutnya, LNG ditransportasikan menggunakan truk LNG sampai ke Stasiun Pengisian LNG-LCNG untuk kemudian disalurkan ke konsumen dalam kemasan NGV ataupun LNG. Kedua, Sistem Distribusi CNG Package, dimana LNG dari FSU ditransportasikan ke LNG Regasification Plant untuk divaporasi dan dikompresi menjadi Compressed Natural Gas (CNG). CNG kemudian diangkut dalam tabung-tabung silinder menggunakan truk trailer menuju Wholesaler NGV (CNG). Terakhir, tesis ini menghitung harga jual NGV dan LNG yang merupakan penjumlahan seluruh biaya investasi dan biaya operational & maintenance yang diamortisasi dengan asumsi masa manfaat infrastruktur selama 20 tahun, dan tingkat suku bunga 15% per tahun. Berdasarkan hasil perhitungan didapat harga jual NGV di Wholesaler sebesar Rp 5.485/lsp dan harga jual LNG di SPBG LNGLCNG sebesar Rp 6.142/lsp.

This thesis aims to evaluate gas fuel pricing formula of Natural Gas for Vehicle (NGV) and Liquefied Natural Gas (LNG) for transportation at the downstream, in line with the conversion program from oil fuel to gas. Gas price formula is evaluated by taking into account the consumers interests and the economic factor of business entities. This thesis starts the evaluation by determining the scale of conversion to be applied in order to calculate the volume of gas demand. The scope of the calculation is limited within the Area of Jakarta and Banten. Furthermore, this thesis plans alternative gas distribution systems which utilized feed gas in the form of LNG. There are two distribution system proposed by this thesis, first, LNG Distribution System Package, which feed LNG from LNG Plant shipped by LNG carrier to LNG Floating Storage Unit (FSU) as an LNG receiving and storage terminal. Moreover, LNG is transported by LNG trucks to LNG-LCNG Refuling Station then to be distributed to consumers as NGV or LNG. Second, CNG Distribution System Package, where LNG from FSU is transported to LNG regasification plant, then to be vaporized and compressed into Compressed Natural Gas (CNG). Thus, CNG is transported in small cylinder tubes using truck trailers to NGV Wholesaler. Finally, this thesis calculates the price of NGV and LNG, which is the sum of all amortized investment costs and amortized operational & maintenance costs over its lifetime (20 years to be assumed), and an interest rate of 15% per year. Based on the calculation, the price of NGV at wholesaler is Rp 5.485/lge and the price of LNG at LNG-LCNG station is Rp 6.142/lge."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
T32585
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indira Ryandhita
"Tulisan ini mengomparasikan dua skema Kontrak Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi yang berlaku di Indonesia, yakni Kontrak Bagi Hasil dengan skema Cost Recovery dan Kontrak Bagi Hasil dengan skema Gross Split. Tulisan ini juga menganalisis bagaimana penerapan asas keseimbangan serta aspek-aspek dalam hukum perjanjian terpenuhi di dalam Kontrak Bagi Hasil dengan Skema Gross Split. Tulisan ini disusun dengan menggunakan bentuk penelitian yuridis normatif. Kontrak Bagi Hasil Gross Split adalah suatu Kontrak Bagi Hasil dalam Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi berdasarkan prinsip pembagian gross produksi tanpa mekanisme pengembalian biaya operasi. Skema ini hadir sebagai upaya Pemerintah untuk terus mengoptimalkan pengurusan kekayaan alam minyak dan gas bumi di Indonesia dengan tujuan untuk meningkatkan efisiensi sehingga menarik minat para investor untuk berinvestasi dalam kegiatan usaha hulu migas. Dalam Kontrak Bagi Hasil dengan skema Gross Split, tidak ada lagi komponen pengembalian biaya operasi yang dibayarkan pemerintah kepada kontraktor. Padahal, hal tersebut kerap dianggap sebagai pemenuhan asas keseimbangan dalam Kontrak Bagi Hasil dengan skema Cost Recovery. Dalam skema Gross Split, Pemerintah berupaya melakukan pemenuhan asas keseimbangan melalui pemotongan birokrasi, persentase split yang lebih menguntungkan bagi kontraktor jika dibandingkan dengan skema Cost Recovery, ketentuan mengenai komponen variabel dan progresif, tambahan split dalam hal komersialisasi lapangan tidak mencapai nilai keekonomian tertentu, serta pemberian insentif pajak untuk menarik minat investor.

This writing compares two schemes of Production Sharing Contracts for Oil and Gas in Indonesia, namely the Contract with Cost Recovery scheme and the Contract with Gross Split scheme. It also analyzes how the principle of balance and aspects of contract law are fulfilled within the Contract with Gross Split scheme. This writing is structured using a normative juridical research approach. The Gross Split Production Sharing Contract is an agreement in Upstream Oil and Gas Business activities based on the principle of sharing gross production without an operational cost recovery mechanism. This scheme is a governmental effort aimed at continuously optimizing the management of the natural resources of oil and gas in Indonesia, with the goal of enhancing efficiency to attract investor interest in investing in upstream oil and gas activities. In the Contract with Gross Split scheme, there is no longer a component of operational cost recovery paid by the government to the contractors. However, this component is often considered a fulfillment of the balance principle in the Contract with Cost Recovery scheme. In the Gross Split scheme, the government seeks to achieve balance through bureaucracy cutting, a more favorable percentage split for the contractors compared to the Cost Recovery scheme, provisions regarding variable and progressive components, additional splits in the event of field commercialization not reaching a certain economic value, and providing tax incentives to attract investor interest."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kreshna Yuditya Rahmat
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S24492
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ophelia NKA
"Kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi pada saat berhentinya produksi yaitu saat dilakukannya tahap penutupan tambang (decommissioning) akan meninggalkan fasilitas produksi dan sarana penunjang lainnya yang telah digunakan untuk kegiatan produksi, sehingga berpotensi menjadi kendala atau membahayakan kegiatan lain di wilayahnya. Merupakan tanggung jawab Kontraktor Kerja Sama (KKS), pemerintah dan semua pihak untuk melakukan Abandonment and Site Restoration (ASR), abandonment terhadap Fasilitas Produksi dan sarana penunjang lainnya yang telah digunakan, dan site restoration terhadap wilayah kegiatan usaha pada saat berhentinya produksi. Pelaksanaan kegiatan ASR merupakan hal yang penting, karena tidak hanya menyangkut pengembalian fungsi lingkungan hidup, melainkan juga menyangkut pertanggungjawaban dan pembiayaannya, tidak adanya pengaturan yang secara tegas mengatur akan kewajiban pelaksanaan ASR menyebabkan terjadinya penolakan pembayaran dana ASR oleh Kontraktor KKS, hal ini dikhawatirkan dapat menimbulkan permasalahan di masa mendatang terutama ketika kegiatan operasi telah selesai dan ketika perusahaan minyak dan gas bumi terkait telah meninggalkan Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian hukum yang membahas pelaksanaan dari Kegiatan ASR sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku baik di dunia internasional maupun di Indonesia serta hambatan yang dilalui dalam melaksanakan kegiatan ASR. Penelitian ini merupakan penelitian hukum yang bersifat yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder, diantaranya peraturan perundang – undangan, dan buku.

The post operation of upstream oil and gas business activities is in the stage of decommissioning, will abandoned the production facilities and other supporting facilities that have been used for the operation activities, which might potentially be the obstacles or risking another activities in those area. Therefore, it is the responsibility of the Production Sharing Contract’ Contractor, the Government, and any interested party to conduct the Abandonment and Site Restoration (ASR). The implementation of ASR is sacrosanct, it is not only concerning on returning the environment to its pre-lease condition, but also concerning about the responsibility and the financing itself, the lack of regulation that expressly regulates about ASR causing the Contractor resistance to made the ASR’s fund, this thing might grave any problems that might occur in the future when the operation have been completed and when the company itself has left Indonesia. This research is a legal research that writes about the implementation of the abandonment and site restoration regarding its compliance to regulations related and the obstacles that might occur.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S45481
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"From its regional beginnings, the liquefied natural gas (LNG) business has transformed into a broad international industry spanning several continents. This guide covers the legal, regulatory, political and practical elements of the LNG chain."
London: Globe Law, 2006
665.73 LIQ
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Hutajulu, Jou Samuel
"Setelah berlakunya UU No. 22 Tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi terdapat ketentuan-ketentuan baru yang berhubungan langsung dengan kegiatan usaha hulu LNG existing. Antara lain, ditariknya kembali kuasa pertambangan yang dipegang PERTAMINA oleh pemerintah, lahirnya BPMIGAS, berubahnya PERTAMINA menjadi PT. Pertamina (persero) melalui, dan adanya pengalihan kontrak-kontrak dalam kegiatan usaha hulu LNG existing. Atas keadaan tersebut maka penulis merumuskan beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini, antara lain bagaimanakah perkembangan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi di Indonesia, bagaimanakah struktur kontrak dalam kegiatan usaha LNG yang telah berjalan (existing) setelah berlakunya Undang-Undang nomor 22 tahun 2001 tentang mninyak dan gas bumi, dan apa kendala setelah berlakunya Undang-undang Nomor 22 tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi dalam kegiatan usaha LNG. Penulis melakukan penelitian kepustakaan dengan mengkaji beberapa data sekunder seperti buku, peraturan perundang-undangan, dan wawancara narasumber. UU No. 22 tahun 2001 telah mengubah struktur kontraktual kegiatan bisnis LNG Existing. Kontrak pokok dan kontrak-kontrak turunan lainnya, kecuali Kontrak jual beli dan kontrak trasportasi, dialihkan ke BPMIGAS. Kemudian berdasarkan Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 1869 K/10/MEM/2007, kontrak-kontrak turunan yang telah dialihkan ke BPMIGAS (berdasarkan UU No. 22 tahun 2001) dikuasakan kembali ke PT. Pertamina (persero). Kedudukan dan kapasitas hukum BPMIGAS selaku pengawas kegiatan usaha hulu melalui PSC berdasarkan UU nomor 22 tahun 2001 tidak sama dengan PERTAMINA berdasarkan UU nomor 44 PRP/1960 jo. UU nomor 8 tahun 1971. Mengingat ada kontrak-kontrak yang beralih dari PERTAMINA ke BPMIGAS, dan adapula yang tidak dialihkan, sementara terdapat perbedaan kedudukan dan kapasitas hukum antara BPMIGAS dengan PERTAMINA. Secara normatif hal ini akan menimbulkan persoalan hukum yang dapat berpotensi menimbulkan Breach of contract."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hisar Johannes
"Kontrak Bagi Hasil minyak dan gas bumi / Production Sharing Contract (PSC) sangat penting di dalam kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi di Indonesia. Melalui kontrak tersebut tercermin berbagai kepentingan dari para pihak, termasuk juga kepentingan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai pemilik sumber daya alam minyak dan gas bumi yang sah berdasarkan amanah konstitusi (UUD 1945). Negara di dalam perkembangannya merupakan sebuah organisasi / badan hukum yang sah menurut hukum perdata untuk dapat melakukan perbuatan-perbuatan hukum perdata, termasuk juga untuk mengadakan perjanjian / kontrak privat. Namun di dalam perkembangannya hubungan hukum yang terbentuk dari kontrak tersebut menjadi sumber permasalahan yang digunakan sebagai alasan untuk mengajukan permohonan judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK) atas Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Atas permohonan tersebut, kemudian MK memutuskan bahwa hubungan hukum yang diwujudkan dalam bentuk kontrak tersebut telah merendahkan martabat negara serta mengancam kedudukan negara sehingga bertentangan dengan amanah Pasal 33 UUD 1945.

Production Sharing Contract (PSC) is very important in the petroleum and natural gas upstream industry in Indonesia. Through these contracts reflected the various interests of the parties, including the interests of the Republic of Indonesia as the legitimate owner on the natural resources of petroleum and natural gas under the constitutional mandate (1945 Constitution). Country in its development is an organization / legal entity authorized by law to perform legal acts under the civil law, as well as to make an agreement / private contract. However in the development, the legal relationship derived by that contract has turned out to be the source of problems which were used as a reason to apply for judicial review in the Constitutional Court (MK) of Law No. 22 Year 2001 on Oil and Gas. To the application, then the Court has decided that the legal relationship embodied in the contract has been degrading the country dignity and has threatened the position of the state that is contrary to the mandate of Article 33 of the 1945 Constitution."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S56267
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>