Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 188610 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Riyan Sapoetra
"Keberlangsungan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan suatu tantangan bukan hanya bagi Pemerintah, tetapi juga perusahaan. Melalui Peraturan Menteri BUMN No. PER-05/MBU/2007 BUMN diwajibkan untuk membantu keberlangsungan UMKM tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk melihat dan menganalisa kinerja PKBL dari PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) Cabang Tanjung Priok dan bentuk standar akuntasi dan pelaporan keuangannya.Penelitian analisa data yang digunakan sepenuhnya menggunakan metode kualitatif, dimana data primer dan sekunder dianalisis berdasarkan peraturan perundang-undangan, fakta lapangan, dan standar yang berlaku.
Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah bahwa mekanisme penyaluran dan rekrutmen mitra binaan telah sesuai dengan prosedur yang berlaku walaupun memiliki proses yang panjang. Sedangkan,untuk kinerja PKBL sendiri mengalami perbaikan semenjak tahun 2009 akibat dimasukkannya sistem skoring unit PKBL dalam penilaian performansi manajemen. Pada dasarnya keberpihakan PKBL terhadap kelangsungan UMKM cukup mumpuni karena PKBL sendiri tidak hanya memberikan pinjaman sebanyak maksimal 3 (tiga) kali, tetapi juga suatu bentuk pendidikan dan pelatihan.

Sustainability development of Small, Micro and Medium Enterprises (SMME) is a challenge not only for governments, but also companies. Through the Regulation of Minister of State Owned Enterprise PER-05/MBU/2007 SOE's are required to help develop SMME. This study aims to view and analyze the performance of PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) Cabang Tanjung Priok PKBL Unit and forms of accounting standards and financial reporting. The study used data analysis entirely using qualitative methods, where the primary and secondary data were analyzed based on regulations, facts, and generally accepted standards.
The conclusion from this study is that the mechanism for channeling and guided partner recruitment in accordance with the applicable procedures despite having a long process. Meanwhile, PKBL performance has improved since 2009 due to the inclusion of PKBL unit scoring system in the assessment of management performance. Basically alignments on survival of SMME?s are qualified for PKBL itself, does not make loans only have a maximum of 3 (three) times, but also a form of education and training.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
S45344
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oman R. Rakinda
"Kepuasan pelanggan merupakan hasil kerjasama seluruh divisi, frontline maupun supporting division. Kualitas kerjasama manajemen operasi antar divisi berfluktuasi, berakibat pada kualitas pelayanan baik internal maupun eksternal melayani pelanggan. Karena customer expected value terus berkembang dan pentingnya kerjasama antar divisi diperlukan pemetaan dan pengetahuan yang memadai mengenai kualitas kerjasama.
Pada penelitian awal ditemukan fenomena collaborative workplace dalam hubungan kerja antar divisi, diketahui sering dilakukan diskusi dan kontak informal antar personal dari berbagai divisi untuk membahas permasalahan, termasuk mencari cara dan prosedur baru dalam pelaksanaan pekerjaan dan mengatasi klaim pelanggan. Karena itu menarik untuk meneliti fenomena tersebut dengan menggunakan kerangka teori collaborative workplace.
Organisasi berkembang dari entrepreneurial phase ke collaboration phase. Organisasi yang masuk tahap dewasa mengalami the red-tape crisis ditandai penerapan aturan formal dan prosedur birokratis diterapkan secara universal serta hubungan kerja impersonal. Organisasi tidak efektif, ketidakpuasan meningkat, managemen melakukan breakdown birokrasi dengan tujuan control yang lebih, tidak ada gambaran yang jelas bagaiman sistem, aturan dan prosedur bekerja karena lambatnya mesin birokrasi.
Ketika red-tape crisis teratasi, organisasi memasuki collaboration phase. Teamwork digunakan untuk merepersonaliti hubungan kerja, distribusi tugas terdiferensiasi, ada share responsibility ke dalam team work dan unit organisasi, pekerjaan terintegrasi secara komprehensif. Kompleksitas pembuatan aturan dan pengambilan keputusan diregulasi dan direorganisasi ke dalam team work. Manajemen fokus membangun trust-based relationship, tujuannya integrasi internal melalui sharing knowledge, sharing skill dan collaborative leadership.
Collaborative workplace merupakan collaborative design yaitu desain organisasi yang memiliki kecerdasan bekerjasama daripada hanya dibatasi teknologi, spesialisasi dan membatasi keanggotaan orang dalam kelompok. Collaborative workplace memiliki lima elemen yaitu; collaborative culture, collaborative leadership, strategic vision, collaborative team proses dan collaborative structure.
Fenomena collaborative workplace pada latar belakang masalah dapat menciptakan kepuasan kerja, pada saat yang sama menghasilkan kualitas pelayanan, karena itu menarik untuk meneliti situasi collaborative workplace yang terjadi. Maka pokok permasalahan yang menjadi fokus penelitian adalah; 1) Sejauh mana situasi collaborative workplace terjadi? 2) Pada level manajemen apa situasi collaborative workplace berjalan? 3) Intervensi manajemen apa yang diperlukan agar situasi collaborative workplace makin kuat? 4) Peluang apa yang dapat diraih dari situasi collaborative workplace?
Analisis menggunakan teori collaborative workplace, akan tetapi karena keterbatasan yang ada hanya dilakukan pada aspek budaya atau collaborative culture. Collaborative culture menjadi dasar situasi collaborative workplace yaitu kerangka kerja dan budaya kerja baru yang menggantikan hirarki sebagai dasar kita diarahkan, diatur dan diorganisasikan. Pengorganisasian dilaksanakan secara across group teams. Prinsipnya dibangun atas penghormatan pada budaya, asumsi dasar kerja dan pemahaman pada realitas bagaimana usaha seharusnys dijalankan. Collaborative culture memiliki dasar-dasar nilai yang disebut collaborative work ethic, terdiri ; respect for people, honor and integrity, ownership and aligenment, consensus, trust based relationship full responsibility and accountability serta recognition and growth.
Penelitian menggunakan metode deskriptif, objeknya hubungan kerja antar divisi, tujuannya untuk menggambarkan sifat hubungan kerja yang sedang berjalan dan memeriksa sebab-sebab dari gejala collaborative workplace, kemudian dianalisis berdasarkan kerangka teori secara kualitatif. Pengumpulan data dilakukan melalui kajian pustakan, kuisioner, wawancara, dan FGD. Menggunakan purposive sampling dengan sample adalah 4 orang manager dan 10 asisten manager. Skala pengukuran yang digunakan semantic differential.
Kesimpulannya menunjukan situasi collaborative workplace berada pada kategori tinggi, baik pada level asisten manager (nilai rata-rata 3,853) maupun pada level manager (nilai rata-rata 3,478) dengan selisih 0,376. Artinya nilai-nilai collaborative workplace ; respect for people; honor and integrity, ownership and aligenment, consensus, trust-ased relationship, full responsibility & accountability serta recognition and growth telah mendasari hubungan kerja namun demikian masih diperlukan sejumlah improvement dalam pelaksanaan nilai-nilai tertentu agar diperoleh peluang-peluang yang menguntungkan perusahaan.

Customer satisfaction resulted by a whole divisions working together. Both frontline and supporting divisions. Integration among divisions running fluctuate, the condition resulted a fluctuate service quality both internally and externally to service the customer. Because of a customer expected value growth and crucial point of divisions working together, we need a clearly map and comprehensive information about how working together quality.
On preliminary research found a collaborative workplace phenomenon in workforce relationship among divisions, informal discussion and direct contact created by personally across division and across group, to accomplishing problem and find a new rules and procedures, and how to create a responsive customer care effectively. It's interesting to research about the phenomenon through which collaborative workplace theory framework.
Organization lifecycle moves through entrepreneurial phase to collaboration phase. Mature Organization ends with the red-tape crisis, is what bureaucracy a bad name. Attempts to apply formal rules and procedures in a universal and impersonal manner create an organizational environment that becomes not only ineffective, but increasingly distasteful to workers. Things will generally worsen when management's first response to the breakdown of bureaucratic control is to implement even more control. The problem reaches crisis proportions when employees either cannot figure out how to make the system of rules and procedures work.
If the organization is to emerge the red-tape crisis it will generally proceed to a collaboration phase. During this phase the organization uses teamwork as a means of re-personalizing the organization by distributing the now over-differentiated task into more recognizable chunks and assigning shared responsibility for them to groups of individuals in ways that make work once again comprehensible. What was to complex for rule making to regulate can be reorganized into smaller unit managed from within as a teams. A greater focus on trust and collaboration is often required in these circumstances, requires a qualitative change in organizational form as well as in the integrations skill and leadership styles demanded of managers.
Collaborative workplace is a collaborative design, the objective is to create a work process in which the exact new information will emerge to enable the participants to create new knowledge, and thus to solve the problems at hand. Collaborative workplace element are; collaborative culture, collaborative leadership, strategic vision, collaborative team process and collaborative structure.
Collaborative workplace phenomenon, according to these research background create a workforce satisfaction, at the same times resulted a service quality, its interesting, than arranged a fundamental research problems as focus of this research are: 1) How far collaborative workplace climate run? 2) At what management level collaborative workplace climate run? 3) What kind management intervention needs to drive a strong collaborative workplace climate? 4) What kind opportunity will get by organization through collaborative workplace climate?
Analyzed through collaborative workplace theory framework, but restricted just only on culture aspect called collaborative culture. Collaborative culture become basic of collaborative workplace climate, that is a new cultural framework that can replace hierarchy as the basis for how we lead, manage, and organize work. This principle not only honors these fundamental assumption and our cultural heritage, but also recognizes the realities of what it take to run a business. As cultural framework for leading and managing enterprise, collaboration is a work ethic that govern human behavior in the organization across groups, team, and even companies. The core values are respect for people, honor and integrity, ownership and alignment, consensus, trust-based relationship, full responsibility and accountability and recognition and growth.
This research used descriptive method, the object's is inter divisions work relationship, the goal is to describe what like work relationship run and to analyze collaborative workplace environment, than analyzed qualitatively through theory framework. Data collecting through library research, questioner, interview, and focus group discussion (FGD). Sampling purposive used with 4 Managers and 10 Managers Assistance as respondent. Measurement scale arrangement with semantic differential.
The conclusion is collaborative workplace climate working on a highs category both of Manager Assistance level (rate value = 3,853) and Manager level (rate value = 3,478), the gap rate value 0,375. This means collaborative workplace core values; respect for people, honor and integrity, ownership and alignment, consensus, trust-based relationship, full responsibility and accountability, and recognition and growth are running well and become a foundation of work relationship but it's needed some management improvement to implement some core values through which get new opportunities for the enterprise.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13950
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Naiborhu, Napoleon
"ABSTRACT
Tesis ini membahas mengenai evaluasi Divisi SPI dan Konsultan Eksternal dalam praktik manajemen risiko yang dilakukan di Divisi Operasi PT. Pelabuhan Indonesia II (Persero) Cabang Tanjung Priok.
Terkait dengan praktik manajemen risiko, perusahaan menggunakan jasa konsultan eksternal untuk membantu pelaksanaan manajemen risiko di lingkungan perusahaan. Namun selepas itu, sampai sekarang SPI belum melakukan evaluasi atas kecukupan manajemen risiko. Fungsi SPI mengalami perubahan dari watchdog menjadi konsultan meskipun belum sekalipun melakukan konsultasi kepada jajaran komisaris. Masih terdapat kekurangan-kekurangan yang perlu diperbaiki Divisi Penilaian Risiko dalam menjalankan fungsinya. Terkait pengendalian internal, SPI memiliki kendala dalam jumlah personil SPI yang dinilai sangat kurang untuk melaksanakan fungsinya sebagai pengawas jalannya tata kelola. Program whistleblower juga belum digalakkan sebagai salah satu sarana pengendalian internal yang mamadai

ABSTRACT
This thesis amplifies to the evaluation of Internal Audit Division and External Consultant in risk management practices that were carried out in Operational Division of PT. Pelabuhan Indonesia II (Persero) Cabang Tanjung Priok.
Related to the risk management practices, the company had assigned external consultants to assist the implementation of risk management within corporate environment. But until now, Internal Audit Division has not evaluated the adequacy of risk management. Internal Audit Division has changed its role from being a watchdog to be a consultant, although not even once that Internal Audit Division gave consulting activities to the board of commissioners. There are number of deficiencies that still need to be improved by Risk Assessment Division in carrying out its functions. Related to internal control, Internal Audit Division has shortage of personnel onboard to be considered as sufficient to perform monitoring function of governance. Whistleblower program has not encouraged as one way to improve adequacy of internal controls"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
T55450
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizka Tri Yunita
"BUMN dan lembaga lainnya yang dibentuk atau ditunjuk oleh pemerintah dapat dikecualikan dari Undang-Undang Persaingan. Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 dan Pasal 51 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat memberikan hak monopoli kepada BUMN untuk menyelenggarakan monopoli dan/atau pemusatan kegiatan yang berkaitan dengan produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang menguasai hajat hidup orang banyak serta cabang-cabang produksi yang penting bagi negara.Dalam tulisan ini akan diberikan contoh satu lembaga BUMN, yaitu PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) atau PT Pelindo II yang pada mulanya telah mendapatkan hak monopoli berdasarkan Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran yang kemudian hak monopoli tersebut dihapus dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.
Polemik yang terjadi pada perusahaan tersebut disaat PT Pelindo II mendirikan beberapa anak perusahaan yang bergerak dalam bidang usaha jasa logistik yang akan bersaing dengan perusahaan swasta lain di bidang jasa kepelabuhan Tanjung Priok yang sudah lama berkecimpung dalam usaha tersebut.Permasalahannya adalah apakah monopoli oleh BUMN dibenarkan menurut persaingan usaha Indonesia dan apakah monopoli oleh PT Pelindo II dan anak-anak perusahaannya pada jasa kepelabuhan Tanjung Priok dapat dibenarkan menurut hukum persaingan usaha.

State-Owned Enterprises and other institutions established or designated by the government may be exempted from the Competition Law. Article 33 of the Constitution Indonesia of 1945 and Article 51 of Law No. 5 of 1999 on the Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition gives monopoly rights to the State-Owned Enterprises to hold a monopoly on the production and/or marketing of goods and/or services which control the lifes of most people in general and sectors of production which are important to the state. In this paper will be given an example of the State-Owned Enterprises, namely PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) or PT Pelindo II in have gained a monopoly based on Law Number 21 Year 1992 on the Voyage which was then the monopoly is removed by Law No. 17 in 2008 on the Voyage.
Polemic that occurred at the company while PT Pelindo II established several subsidiary companies engaged in the business of logistics services that will compete with other private companies in the field of Tanjung Priok port service that has long been in the business. The problem is whether the monopoly by the State-Owned Enterprises is justified by the Indonesian competition and whether the monopoly by PT Pelindo II and its subsidiary companies at Tanjung Priok port service can be justified under competition law.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S46294
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chairunnisa
"Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan penerapan learning organization di Direktorat SDM dan Umum Kantor Pusat PT (Persero) Pelabuhan Indonesia II Tanjung Priok. Penelitian ini mengidentifikasi tingkat penerapan learning. Kemudian, untuk mengetahui apakah perusahaan dapat dikategorikan ke dalam organisasi pembelajar, hal ini ditinjau berdasarkan kuesioner Marquadt (1996)."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2011
T41425
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rati Farini Srihadi
"Port of Tanjung Priok is one of the ports in Indonesia which has the potential to be developed into an international seaport with the level of activity and the capacity of loading and unloading. This study aims to understand the key variables that determine the service quality of the port, so as to achieve customer satisfaction and loyalty. By using Structural Equation Modeling, this study analyzes the effects of various dimensions of service quality to customer satisfaction, and the relationships formed between perceived value and customer loyalty of the port service industry in Indonesia. The sampling method used was stratified random sampling with a total of 406 respondents. The results show positive relationships between the variables. This implies that service quality is an important aspect to focus on in order for Port of Tanjung Priok to achieve customer satisfaction and loyalty."
Management Research Center (MRC) Department of Management, Faculty of Economics, University of Indonesia and Philip Kotler Center, 2016
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Cheppy Rymetaatmadja
"Pelabuhan Tanjung Priok (IPC) merupakan salah satu pintu gerbang utama ekonomi di Indonesia dan merupakan bagian dari mata rantai logistik nasional. Penelitian ini akan membahas faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan pelanggan (customer satisfaction) di pelayanan jasa barang dan petikemas di pelabuhan Tanjung Priok. Analisis faktor-faktor kepuasan pelanggan (customer satisfaction) ini menggunakan metode regresi, customer satisfaction index (CSI), dan importance performance analysis (IPA).
Diharapkan setelah IPC mengetahui karakteristik, ekspektasi dan persepsi pelanggan, kemudian dapat mengidentifikasi atribut - atribut pelayanan jasa barang dan petikemas yang membutuhkan prioritas perbaikan dan penyempurnaan di dalam kualitas jasa (SERVQUAL), untuk kemudian pada akhirnya dapat meningkatkan overall customer satisfaction dan value perusahaan.

Port of Tanjung Priok (IPC) is one of the main gates of the economy in Indonesia and is part of the national logistics chain. This study will discuss the factors that may affect customer satisfaction in goods and container services in the port of Tanjung Priok. Analysis of the factors of customer satisfaction using regression methods, customer satisfaction index (CSI), and the importance performance analysis (IPA).
It is expected that after the IPC determine the characteristics, expectations and perceptions of customers, can then identify the attributes of goods and container services that require priority improvements in the quality of services (SERVQUAL), and then in turn can improve overall customer satisfaction and value companies.
"
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ferdy Trisanto Kurniawan
"PT (Persero) Pelindo II merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara yang memiliki bidang usaha jasa kepelabuhanan yang terdiri dari layanan jasa pemanduan, jasa barang, jasa penyewaan alat, jasa terminal (umum dan peti kemas), penyewaan poperti (tanah, bangunan, air, dan listrik), pelayanan pelabuhan khusus, serta pelayanan rupa-rupa. Perusahaan ini mengelola dan mengoperasikan 12 pelabuhan di 10 propinsi di Indonesia yang salah satunya adalah pelabuhan Tanjung Priok.
Dalam era otonomi daerah dan perdagangan bebas AFTA, dimana sering terjadi perubahan di lingkungan makro dan adanya permintaan pemerintah daerah untuk mengelola pelabuhan di daerahnya disertai persaingan di dunia internasional terhadap pelayanan jasa kepelabuhanan yang Iebih baik, maka PT (Persero) Pelindo II dituntut unluk membenahi fasilitas infrastruktur dan regulasi pengelolaan Pelabuhan Tanjung Priok guna meningkatkan daya saing nasional dan internasional terutama dengan kompetitor-kompetitor di negara Iain.
Untuk mengetahui persiapan dari PT (Persero) Pelindo Il dalam mengantisipasi setiap perubahan dari Iingkungan ekstemal dengan sumber daya internal yang dimiliki, maka diperlukan analisis strategi bisnis perusahaan. Metode penelitian yang dilakukan adalah metode penelitian kualitatif deskriptif dimana penelitian dilakukan dengan cara mengumpulkan data-data serta laporan yang berhubungan dengan penelitian disertai dengan melakukan wawancara dan memberikan kuisioner kepada responden yang mengetahui bisnis pengelolaan fasilitas pelabuhan Tanjung Priok, diantaranya 4 orang manajer PT. (Persero) Pelindo II, 4 orang staf PT.(Persero) Pelindo II, 1 orang pengurus INSA, serta 1 orang dari Bagian Perencanaan Ditjen Perhubungan Laut.
Penelitian ini berdasarkan analisis faktor-faktor kondisi eksternal dan internal perusahaan dengan meneliti peringkat, bobot, maupun tingkat kepentingan dari setiap fungsi-fungsi yang yang dimiliki. Hasil yang diperoleh digunakan untuk mengetahui posisi bisnis PT (Persero) Pelindo ll dalam mengelola fasilitas pelabuhan Tanjung Priok dengan menggunakan matriks EFE dan IFE, serta matrik General Electric. Posisi bisnis perusahaan yang dilunjukkan pada kedua matrik tersebut berada pada posisi di pertumbuhan (growth). Dengan mengevaluasi posisi bisnis, kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman maka srrategi bisnis altemative yang cocok untuk ditawarkan di masa akan datang adalah strategi pengembangan produk, kemudian untuk mendukung dan menunjang strategi bisnis altenatif tersebut maka ditawarkan juga strategi fungsional dimana strategi ini untuk memperkuat setiap fungsi-fungsi yang ada pada faktor internal perusahaan.

PT. (Persero) Pelindo II is one of the state-owned company which is belong to the Country that provides and manage services which is divided into towage service, port infrastructure facilities, rental for equipment services, terminal services (public and container) rentals for properties (land, buildings, waters, and electricity ), the special port services, also other services. This company manages and operates 12 ports in 10 provinces in Indonesia and one of them is Port of Tanjung Priok.
In the era of autonomy and AFTA free trade, where there is an often change at macro environment and there is a demand from the govemment of provinces to manage the port inside their area also a competition in the intemational world to make a better services of the port, so PT. Pelindo II is being demanded for making a better infrastructure facility also the regulation of Tanjung Priok port?s management for developing the national and international competition especially with other competitors in other countries.
To know about the preparation of PT. Pelindo II for anticipating every changes of the external environment with the internal sources that they had, so it needs an analyze of the company business strategy. The method ofthe research was the method of research of qualitative descriptive where the research has been done by collecting the data?s also reports that has a connection with the research along with all the interviews and gave the questioners to all respondents who knows about the business that manage the facility of Tanjung Priok port, the few of them were 4 Managers of PT. (Persero) Pelindo ll, 4 staffs of PT. (Persero) Pelindo ll, I person who is running INSA , and 1 person who is working in each internal company?s factors from The Department of Sea Transportation.
This research is based on analyzed the company?s internal and external factors through researching the stage, weight, also the importance level of each function that they had. The result that has been taken was being used for knowing about a business position of PT. Pelindo ll in managing all facilities of Tanjung Priok Port, it was using matrix EPE and IFE, also matrix General Electric. The company?s business position that has been showed to both matrixes was growth. By evaluating-business position, strength, weakness, opportunities, also threats, so, there by the strategy of business alternative which is the most appropriate to offer in the future is the strategy of product development, which is able to support and back up that strategy of business alternative so there was also an offer for functional strategy where this strategy is for making each functions that are inside company?s internal factors more stronger.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22145
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Ratna
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah tarip bongkar muat barang yang berlaku pada Divisi Usaha terminal Perum . Pelabuhan II Cabang Tanjung priok dapat dikatakan layak, dalam arti pendapatan yang diperoleh dari pelayanan jasa bongkar muat dapat menutupi biaya biaya yang dikeluarkan dan masih memberikan keuntungan kepada perusahaan . Penelitian dilakukan terhadap data - data yang ada di perusahaan, baik data yang telah lalu maupun yang diperkirakan akan terjadi. Faktor - faktor diluar perusahaan yang dapat mempengaruhi pendapatan turut dipertimbangkan dalam penelitian, seperti faktor persaingan dan permintaan jasa bongkar muat. Variabel variabel yang dianggap mempengaruhi pendapatan dan keuntungan adalah tarip bongkar muat, biaya - biaya yang dikeluarkan, volume dan jenis barang yang dibongkar muat. Tarip bongkar muat hanya terbatas pada tarip negosiasi antara perusahaan dengan pemakai jasa, sedangkan jenis barang yang dibongkar muat dikelompokkan atas barang general cargo, bag cargo dan container. Variabel variabel tersebut dirangkum dalam suatu model dengan menggunakan metode "Cost, Volume, Profit Analysis dan Break Even analysis". Hasil penelitian menunjukkan bahwa tarip bongkar muat untuk barang - barang general cargo dan bag cargo belum dapat dikatakan layak, karena baik pendapatan maupun keuntungan be1um dapat mencapai target bahkan tidak dapat melampaui titik impas (break even). Untuk bongkar muat barang barang general cargo, hasil penjualan jasa (pendapatan) yang dapat dicapai hanya 62,711. dari target, dan untuk barang- barang bag cargo hanya 45,811. dari target. Sedangkan untuk bongkar muat container, tarip yang berlaku dapat dikatakan layak, baik pendapatan maupun keuntungan dapat melampaui (30,151. diatas target) yang berarti pula melampaui karena target titik impas. Secara keseluruhan pada tahun 1990 Divisi Usaha terminal hanya dapat mencapai pendapatan sebesar 80,271. dan keuntungan 761. dari yang ditargetkan."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1992
S18419
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puji Wiranto
"Untuk menjaga keseimbangan penawaran dan permintaan jasa angkutan laut, Pemerintah harus komitmen dalam menetapkan tarif. Untuk menjaga kelangsungan perawatan, tarif yang ditetapkan oleh Pemerintah idealnya harus mampu menutup biaya pokok, sedangkan untuk memenuhi permintaan penggunaan jasa tarif harus terjangkau oleh mereka, apabila kemampuan pembiayaan (budget), maka bagi pelayanan jasa angkutan penumpang kelas ekonomi, selisih antara daya beli pengguna jasa dengan biaya pokok seyogyanya dapat ditanggung atau menjadi tanggung jawab Pemerintah yang dapat diwujudkan dalam bentuk subsidi.
Perhitungan elemen biaya pengoperasian kapal penumpang dapat dilakukan sesuai dengan sifat masing-masing biaya. Pendekatan yang dilakukan Departemen Perhubungan yang pertama adalah dengan cara menghitung biaya setiap voyage atau round trip, pendekatan kedua adalah dihitung secara langsung dan beruntun setiap tahun karena sifat biaya tersebut sangat sulit dipisah-pisah ke dalam setiap perjalanan.
Untuk meningkatkan efisiensi dan menekan biaya operasional salah satu caranya adalah meningkatkan kinerja pelabuhan yaitu meningkatkan produktivitas bongkar muat dan efektivitas penggunaan dermaga berupa pengurangan waktu tambat. Dari beberapa variasi pengurangan waktu tambat yaitu 60 menit, 50 menit, 40 menit dan 30 menit maka laba terbesar adalah bila pendekatan waktu tambat 60 menit dengan laba sebesar Rp. 299.383.119.052;
Dari berbagai variasi waktu tambat perpendekan waktu tambat maka pengaruh terhadap perhitungan biaya pokok kapal adalah berpengaruh kepada biaya BBM, biaya pelumas, biaya ke pelabuhan dan biaya penumpang."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2001
T9940
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>