Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 127650 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Riezqa Triyuana
"Tin shot rounded merupakan salah satu produk khusus yang dikeluarkan PT. Timah (Persero) Tbk tahun 2003, namun proses produksi yang kurang efektif menyebabkan produk ini diberhentikan sementara. Variabel utama dalam proses pencetakan produk tin shot rounded (berdasarkan hasil Kerja Praktik) adalah temperatur cetak timah atau temperatur pada bagian cetakan yang tepat. Oleh karena itu dilakukan mekanisasi cetakan dengan media pendingin air untuk dapat memproduksi tin shot rounded kembali.
Dalam penelitian ini sampel tin shot rounded menggunakan ingot Banka (99,92% Sn) yang diproduksi dengan menggunakan cetakan yang terdiri dari tiga bagian. Pertama, bagian ketel sebagai tempat dimana ingot dilelehkan sampai temperatur 280°C. Kedua, bagian cetakan dimana suhu timah diturunkan sedikit dari ketel. Pada bagian kedua ini, dilakukan variasi temperatur 5°C dari temperatur 250°C hingga 280°C. Kemudian bagian ketiga sampel tin shot rounded akan masuk ke media pendingin air dimana lelehan timah akan mengalami proses solidifikasi. Karakterisasi yang dilakukan pada sampel Banka ini adalah pengujian kemurnian, pengujian densitas dan porositas, pengujian kekerasan, pengujian struktur mikro dengan SEM (Scanning Electron Microscope) serta pengujian foto makro dan mikro sebagai data penunjang.
Hasil pengujian menunjukkan sampel Banka memiliki unsur pengotor (impurity) mayoritas yakni 0,03% Pb serta 0,002% untuk unsur Cu, Fe, Ni, dan As. Nilai densitas terendah diperoleh pada temperatur 265°C yang disertai keberadaan porositas makro dengan jumlah yang paling besar dan dapat terlihat dari hasil foto makro. Bila dibandingkan dengan sampel Babbit (87-90% Sn), jumlah porositas makro pada sampel Banka lebih banyak, namun jumlah porositas mikro atau porositas gas pada sampel Babbit lebih besar dibandingkan sampel Banka yang dapat dilihat dari hasil foto mikro. Nilai kekerasan tertinggi pada sampel Banka diperoleh pada temperatur 260°C dengan nilai 1,372 HVN.

Tin shot rounded is one of special products issued by PT. Timah (Persero) Tbk in 2003, but the production process that less effective render the product to be suspended. The main variables in the process of casting products tin shot rounded (based on Internship) is on the right casting temperature or the mold temperature. Therefore mold mechanization done with water cooling media to produce tin shot rounded again.
In this study, using a sample of tin shot rounded ingot Banka (99.92% Sn) were produced using a mold made up of three parts. First, the kettle / holding pot a place where the ingots are melted to a temperature of 280°C. Secondly, the mold part where the tin temperature is lowered slightly from the kettle. In this second part, 5°C temperature variation was done from 250°C to 280°C. Then the third part, tin shot rounded sample will go into water cooling medium in which molten tin will undergo solidification process. Characterization performed on samples Banka are purity test, density and porosity test, hardness test, micro-structure test with SEM (Scanning Electron Microscope) and micro and macro photos test as supporting data.
The test result shows that the Banka sample has impurity elements, the majority are 0.03% Pb and also 0.002% for the elements Cu, Fe, Ni, and As. Lowest density values obtained at temperatures of 265°C are accompanied by the presence of macro porosity of the greatest number, and can be seen from the results of macro photos. When compared with samples Babbit (87-90% Sn), the amount of macroporosity on Banka sample is greater, but the amount of gas porosity or microporosity on Babbit samples greater than Banka samples that can be seen from the results of the micro picture. Highest hardness value on Banka samples obtained at temperatures 260°C with a value of 1.372 HVN.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S43520
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anita
"Timah merupakan logam lunak dengan titik lebur rendah sehingga relatif mudah untuk dilakukan proses manufaktur lanjutan. Tin shot rounded merupakan salah satu produk khusus yang dikembangkan PT Timah, Tbk, yang diluncurkan ke pasar international pada tahun 2003. Namun proses produksi yang kurang efektif membuat produksi tin shot rounded dihentikan sementara karena adanya permasalahan pada proses dengan penggunaan media pendingin sabun. Dimensi tin shot rounded yang memiliki kebulatan baik menjadi syarat kualitas produk yang dapat dipasarkan.
Pada penelitian ini, dilakukan pembuatan tin shot rounded dengan menggunakan media pendingin air. Ingot yang digunakan adalah ingot Babbit (Sn 87-90%) dengan variabel berupa temperatur cetak bervariasi mulai dari 250-280oC. Temperatur menjadi salah satu faktor penting yang mempengaruhi dimensi produk tin shot rounded, terutama yaitu temperatur cetak. Proses pembuatan tin shot rounded terdiri dari pelelehan ingot Babbit dalam ketel temperatur 280oC, lalu lelehan timah masuk kedalam cetakan dengan temperatur cetak bervariasi 250-280 oC rentang 5oC yang keluar lewat nosel dan memantul pada bidang luncur, selanjutnya masuk media pendingin air. Tujuan penelitian adalah mengamati pengaruh pengotor terhadap nilai kekerasan produk tin shot rounded ingot Babbit dibandingkan dengan ingot Banka (Sn 99,92%), densitas, porositas serta kemurnian dari produk tin shot rounded.
Hasil penelitian ingot Babbit yang digunakan untuk pembuatan tin shot rounded memiliki kadar Sn 87-90 % dengan pengotor yang cukup banyak Pb, Cu, dan Sb. Kualitas dimensi tin shot rounded menurun terhadap kenaikan temperatur cetak. Banyaknya pengotor pada ingot Babbit, berpengaruh terhadap tingginya nilai kekerasan tin shot rounded (3,66 HV) jika dibandingkan dengan ingot Banka (1,33 HV). Densitas percobaan tin shot rounded cenderung lebih rendah dari densitas teoritis (perhitungan) karena adanya cacat cor seperti porositas dan penyusutan volume.

Tin is a soft metal with a low melting point so it is relatively easy to do advanced manufacturing processes. Tin shot rounded is one of specific product being developed by PT Timah Tbk, which was launched into the international market in 2003. However, the production process is less effective to make the production of tin shot rounded suspended due problems with the use of soap cooling medium. Dimensions of tin shot rounded with good roundness become requirement of quality products that can be marketed.
In this research, the manufacture of tin shot rounded using water cooling medium. Ingot used are Babbit (87-90% Sn) with variables such as temperatures of casting ranging from 250-280oC. Temperature becomes one of the important factors that affect the product dimensions tin shot rounded, especially the casting temperatures. The process of making tin shot rounded consists of Babbit ingot re-melting with temperature 280oC in the kettle, then molten tin into a mold with casting temperature of 250-280° C range 5oC variable that comes out through the nozzle and bounced on the glide plane, then enter the water cooling medium. The research objective was to observe the influence of impurities on product hardness values ​​tin shot rounded Babbit ingot compared to Banka ingot (99.92% Sn), density, porosity and purity of the product tin shot rounded.
The results Babbit ingot used for the manufacture of tin shot rounded has Sn content of 87-90%, with considerable impurities Pb, Cu, and Sb. Quality of dimension tin shot rounded decrease to casting temperature increases. The number of impurities in the Babbit ingot, influence the high hardness values ​​tin shot rounded (HV 3.66) when compared with the Banka ingot (1.33 HV). Density experiment tin shot rounded tend to be lower than the theoretical density (calculations) because of casting defects such as porosity and shrinkage.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S44222
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Sulistiyanto
"Indonesia merupakan pengekspor terbesar, dan produsen timah terbesar kedua dunia setelah China. Timah Indonesia sekitar 95% diekspor, dan sisanya dikonsumsi oleh industri pengguna timah dalam negeri. Dengan potensi tersebut, Indonesia berpeluang menentukan harga timah dunia melalui bursa timah dalam negeri. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis integrasi harga timah ICDX terhadap harga timah LME, dan analisis dampak kebijakan tata niaga timah terhadap kinerja ekspor timah Indonesia. Melalui uji kointegrasi, ECM, dan Granger Causality Test, diketahui adanya hubungan jangka panjang, jangka pendek, dengan hubungan dua arah (saling mempengaruhi). Dengan analisis data panel, kebijakan tata niaga timah berdampak terhadap penurunan volume ekspor timah ke sepuluh negara utama tujuan ekspor Indonesia

Indonesia is the largest exporter and second largest tin producer after China. Indonesian tin about 95% is exported and the rest is consumed by the domestic industries. With this potential, Indonesia has the opportunity to determine the price through the Tin Exchange in the country. This study aimed to analyze price integration of ICDX tin price on LME tin price, and analyze the impact of tin trade reguulation system to the performance of Indonesia's tin exports. With the
cointegration test, ECM, and Granger Causality Test, known of the relationship in the long term, short term, with bidirectional relationship (mutual influence). By
Using panel data analysis, the policy has impact on the decline of tin export volume to the ten major countries of Indonesian export destination.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2016
T45954
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reynald
"Produkliviras yang linggi dar! industri par! autamoljdengan menggunakan mareriai ADC l2( A!-I2%Si ) dafam rangka memcnuhi tfngginya Iinglcat keburuhan darf induxrri kendaraan bermolan manga/ami gangguan akibal kegagalan (reject) yang tfnggf. Reyes! yang tinggi renfebut umumnya rerjadi karena rimbulrgya cacar. (facar yung biasanya lczjadi adalah shrinkage dan keropos akiha! parosilas gas. Salah sam peqvebalmya adalah fhrfditax man mampu alir mera) cair ADC I2 yang kurang baik.
Peneliiian ini difujukan unmk nrengujijluiditas ingof-mga! (I 00% ingot) yang dipasok kc PT X dengan variasi lemperarur tuang 6 40°C-750"(T_ difalyurkan dengan pencarnpuran xcrap pada ratio charging 45% ingor ; 55% scrap. Scliap cairan (nmllery ditamhahkan modf/Yer .vlromfium dengan kadar 0.0025 %, 0.005% 0.01%, 0.02% dan 0.03%. Pada komposisi raiio charging yang sama juga dilakukan penamba/:an campuran modyier stronlium ( 0. 005 % Sr )dan A ITIB ( 0_0-1% AITIB ) grain rejiner pada Hap molren untuk mengerahui ni!ai_/Yuidilasnya.
Hasil penelirian memmjukkan hahwa peningkaran remperatur wang secara umum meningkatkan nilai _fluidifas paduan ADC I2 Nifai op!ifnal_/luidiras dengan parameier variasi lemperalur mang reiarff cenderung soma yailu pada temperamr yang cukup tinggi. Pada ingot A, niiai opzimal fluiditas didapal pada Ta 75I"(', ingof B nilai Optima! jluiahtas terdapa! pada Tb - 73}"C. Umuk Ingo! C, nilai jluidifas oprimaf didapal pada TC =' 74J°C, semenlara unluk ingot D, nflai optimal fluiditas terdapat pada Td = 75-l°C. Pada parameter ini ingot A dan Ingo! C memifiki nflaz' _fluidiras terbaik, sementara mga! B memiliki _fiuidiras rerburulc, ini Jeff/adi karena ingot B yang relatff lebilz karor ( banyak inklusi ) darrpada ing0l-ingo/lainnya. Paula penambahan modyier didapa! nilai jluidiras oprimum pada kadar 0. 0025% Sr. semenrara in: dengan peningffalan pengguuaan mod(/fer Sr' hingga 0.03% menunjukkan sfnrktur Si yang semakin ha/zu' ranpa adanya gejaifa overn1od0'ikasi. Dengan penambahan campuran modyier Sr ( 0.005% Sr) dan A H713 grain ra;/ima' ( 0.04% AITIB ) didapat niIai_ffuidifas yang secara umum jauh lebih baik dibandingkan parameter-parameter sebelumnya."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
S41378
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ruslan Jamaris Sasmita
"Permasalalran yang sering dialami oleh industri yang menggunalcan proses peleburan alumunium adalah sdat dart alumunium yang reaktyf sehingga pada tempera/ur tinggi cepar berealfsi dengan oksigen membentuk oksida. Afinitas gas hidrogen terhadap alumunium pada temperatur tinggi cukup tinggi, sehingga dapat mengakibatlcan timbulnya cacat porositas pada produk. Sedanglran pada ternperatur pénuangan yang rendah Iaju pembekuan alumunium menjadi tidalc seragarn dan mengakibatkan sifat mampu alirnya rnenjadi kurang baik, sehingga dapat menimbulkan cacat shrinkage pada produk.
Penelitian ini memfolcuskan pada pengaruh komposisi material umpan (l00% ingot : 0% scrap, 70% ingot : 30% scrap, 60% ingot : 40% scrap, 45%
ingot : 55% scrap) terhadap nilai fluiditas dengan menggunakan variasi temperatur wang (640°C, 65o"c. 66o"c_ 670”C, 630"c, 690°C, 7000C, 71000, 720"C, 7300C. 740p C) dari 4 ingot lokal alurnunium tuang ADC 12. Kemudian dilakukan pengujian SEM dan EDAX untttk melihat kadar dan jenis inklusi yang terdapat pada keempat ingot lokal yang digunalfan.
Dari hasil pengujian ini diperoleh data bahwa lcomposisi material umpan optimal adalah bervariasi untul: setiap ingot. Untuk ingot A dan C memiliki nilai jluiditas optimal pada komposisi 100% ingot. Untulc ingot B memiliki nilaifluiditas optimal pada komposisi 45% ingot, sedangkan ingot D memiliki nilai jluiditas optimal pada lcomposisi 60% ingot. Nilai fluditas yang dihasillcan tersebut berhubungan dengan kandungan inklusi yang terdapat di dalam ingot. Semakin baik lfadar kebersihan suatu ingot, malta nilai jluiditas optimal pada lcomposisi material umpan dengan kadar ingot yang tinggi. Dari pengujian SEM dan ED/IX diperoleh data bahwa inktusi yang sering nmncul untulc setiap ingot adalah oksida-olcsida seperti AL2O3, SiOg_ MgO, dan karbida AIJC3, serta terdetelcsijuga adanyafasa intermetalik AlFeSi yang terbentulc Kebersihan dart material umpan xanga! menentukan nilaifluiditas yang dihasilkan."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
S41382
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Hotma, Julius
"Kegiatan ini diarahkan untuk mempelajari dan berupaya !mJuk meneliti dan meningkatkan sifat mampu air paduan aluminium cor dimana cacat yang puling banyak terjadi adalah cacat purositas lebih banyak dialribalkan karena masuknya gas H ke dalam cairan aluminium terutama jika temperatur tuang terlalu tinggi. Sedangkan. cacat shrinkage lebih banyak diakibatkan aleh 'gating system' yang lcurang sesuai at au sifat mampu alir (llowability) aluminium cor yang kurang baik. Sifat mampu alir aluminium cair akan meningkat dengan kenaikan temperatur luang, namun hal ini justru akan berakibat pada masuknya gas hidrogen dalam jumlah yang besar pada aluminium cair. fJl Metode pengujian dilakukan dengan pengujian fluitas terhadap temperatur baban baku ingot dari suplier A, B. C dan D dari temperatur 640-75(/'C. dengan temperatur cetakan 28Cf'C Kemudian dibandingkan nilai fluiditas tiap ingot setelah itu dilanjutkan dengan pengujian SEM dan EDAX untuk mengetahui pengotor yang terdapat dalam ingot. Setelah itu dilakukan penambahan grain refiner untuk penghalus butir dan untuk optimatisasi ditambahkan selain grain refiner (I'IB) juga ditambahkan Modifier (Sr) untuk menghalu.tkan dan membulatkan mikrostruktur sililwn dengan rasio charging 45 ingot: 55 scrapt. diharapko.n nilai fluidi!as dari campuran ini akan lebih baik."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
S41377
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Suharno
"In manufacturing of component of automotive with use aluminum material, fluidity factor of aluminum liquid play a part important at moulding process with gravity and or die casting. Low fluidity liquid aluminum represent one of the factor causing to be formed affect / reject for example gas of porosity, shrinkage, misrun / shut cold and spot hard This research aim to know aluminum liquid _fluidity with parameter charging material l00% ingot ( 0% scrap) and 50% ingot (50% scrap), addition of AlTiB refiner grain ( 0,05 - o.6%) and addition ofAlSr modifier ( 0,001% - 0, 02%) by using temperature variation (630°C) 700?C1 720°C, 73 C, and 750°C) from 2 local ingot of aluminum ACZB. From result of this research indicate that the quality of ingot play a part important to fluidity value. ingot with little inclusion have high fluidity value. At addition of AlTtB grain refiner 0, 05 - 0,8 %, from both ingot assess reached by optimum fluidity of addition moment 0,6%. While addition of AlSr modifier of rate 0,001 - 0,02 % for reached by optimum fluidity value of addition moment 0, 01 %."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
JUTE-20-4-Des2006-271
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Bintoro Siswayanti
"[Berbagai variasi pemanasan telah dilakukan terhadap kawat Cu-Nb-Sn Internal Tin Luvata Waterbury untuk menghasilkan kawat superkonduktor dengan kandungan intermetalik A15 Nb3Sn yang memiliki homogenitas mikrokimia dan mikrostruktur. Reaksi pembentukan intermetalik A15 Nb3Sn melalui solid state diffusion couple. Pemanasan dilakukan dalam kondisi terproteksi dari oksigen. Tabung berisi kawat tersebut dipanaskan pada temperatur 450oC, 600oC, 750oC, dan 900oC dengan variasi waktu. Tabung didinginkan dalam tungku baru kemudian dikeluarkan. Identifikasi evolusi fasa tidak bisa menggunakan XRD karena matriks Cu dominan, sehingga penentuan fasa dilakukan dengan memanfaatkan data sekunder sebagai pembanding. Struktur mikro dan komposisi
fasa cuplikan diamati dengan scanning electron microscope (SEM) dan energy dispersive x-ray spectroscopy (EDS). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa Sn merupakan elemen utama yang berdifusi pada proses difusi yang terjadi. Pada pemanasan 450oC/72 jam terbentuk intermetalik Nb3Sn, larutan padat α-Nb dan juga Nb3Sn yang kurang superkonduktif. Sedangkan variasi perlakuan panas yang lain menghasilkan intermetalik Nb3Sn dengan komposisi % atom Sn yang homogen di sepanjang filament yang diamati. Seluruh variasi perlakuan panas didapati menyebabkan interkoneksi filament yang tidak diharapkan. Pemanasan 750oC dan 900oC didapati menyebabkan pelarutan Nb dari filament. Pemanasan
900oC/72 jam didapati menyebabkan kebocoran kawat sehingga terjadi peracunan selongsong Cu. Pada sisi lapisan intermetalik A15 Nb3Sn yang kaya Sn tumbuh kristal equiaxed sedang pada sisi yang kurang Sn tumbuh kristal columnar. Perlakuan panas optimal pada penelitian ini 600oC/72 jam dan diperlukan jarak antar filament yang lebih lebar untuk menghindari interkoneksi filament. Efek Hartley Kirkendal berupa pergeseran batas muka tampak dengan pergeseran yang kecil.

Variations heat treatment have been applied to the wire Cu-Nb-Sn Internal Tin Luvata Waterbury to produce superconducting wire with A15 Nb3Sn intermetallic that has microchemical and microstructural homogeneity. A15 Nb3Sn
intermetallic formation reactions via solid state diffusion couple. Heating is carried out in a protected conditions from oxygen. Quartz tube containing the wire is heated at a temperature of 450oC, 600oC, 750oC and 900oC with time variations. Tube cooled in the furnace and then removed. XRD could not identified phase evolution because the dominant Cu matrix, so that the phase determination is done by using secondary data as a comparison. Microstructure and phase composition of the samples was observed by scanning electron
microscope (SEM) and energy dispersive x-ray spectroscopy (EDS). The results showed that Sn play as main diffusant. The heating 450oC/72 hours generate intermetallic Nb3Sn, α-Nb solid solution and also less Nb3Sn superconductive. While the other heat treatment variations produced intermetallic Nb3Sn with % Sn atom in homogeneous along the filament was observed. All the various heat treatment interconnecting filaments found to cause unexpected. Heating 750oC and 900oC were found causing dissolution of the Nb filaments. 900oC/72 hour heating wire found to cause leakage resulting in the poisoning of the Cu shell. On the side of the A15 Nb3Sn intermetallic layer rich Sn grows equiaxed crystals, whether on the side of less Sn columnar crystals grow. Optimal heat treatment in this study 600oC/72 hours required distance between the filament and wider to avoid interconnecting filaments. Effects Hartley Kirkendal be a shifting boundary face seemed to shift a little., Variations heat treatment have been applied to the wire Cu-Nb-Sn Internal Tin
Luvata Waterbury to produce superconducting wire with A15 Nb3Sn intermetallic
that has microchemical and microstructural homogeneity. A15 Nb3Sn
intermetallic formation reactions via solid state diffusion couple. Heating is
carried out in a protected conditions from oxygen. Quartz tube containing the
wire is heated at a temperature of 450oC, 600oC, 750oC and 900oC with time
variations. Tube cooled in the furnace and then removed. XRD could not
identified phase evolution because the dominant Cu matrix, so that the phase
determination is done by using secondary data as a comparison. Microstructure
and phase composition of the samples was observed by scanning electron
microscope (SEM) and energy dispersive x-ray spectroscopy (EDS). The results
showed that Sn play as main diffusant. The heating 450oC/72 hours generate
intermetallic Nb3Sn, α-Nb solid solution and also less Nb3Sn superconductive.
While the other heat treatment variations produced intermetallic Nb3Sn with %
Sn atom in homogeneous along the filament was observed. All the various heat
treatment interconnecting filaments found to cause unexpected. Heating 750oC
and 900oC were found causing dissolution of the Nb filaments. 900oC/72 hour
heating wire found to cause leakage resulting in the poisoning of the Cu shell. On
the side of the A15 Nb3Sn intermetallic layer rich Sn grows equiaxed crystals,
whether on the side of less Sn columnar crystals grow. Optimal heat treatment in
this study 600oC/72 hours required distance between the filament and wider to
avoid interconnecting filaments. Effects Hartley Kirkendal be a shifting boundary
face seemed to shift a little.]
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
T43437
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>