Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 106753 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Peningkatan konsentrasi kristal monosodium urea pada sendi dan jaringan menunjukkan adanya keradangan Gout artritis (GA). Angka insiden dan prevalensi GA tersebar di negara berkembang sebesar 2?15%. Di Indonesia, prevalensi GA sekitar 29% dan sering terjadi pada suku Minahasa, Toraja dan Batak. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis aplikasi minyak atsiri kunyit sebagai anti-radang pada penderita GA dengan diet tinggi purin serta mengukur mediator
seluler tumor necrosis factor-α (TNF-α). Desain penelitian adalah randomized pretest-posttest control group design dengan pemberian secara single blind. Tes GCMS dilakukan untuk mengetahui komponen aktif minyak atsiri. Sampel penelitian ini adalah pasien baru GA di RS Haji Surabaya. Selama tujuh hari, kelompok perlakuan diberi minyak atsiri kunyit dengan dosis 25 mg/kg BB, sedangkan kelompok kontrol diberi indometasin dengan dosis 150 mg/kg BB. Sampel darah diambil sebelum dan sesudah perlakuan. Minyak atsiri kunyit mempunyai empat fraksi komponen aktif. Terdapat penurunan kadar urea darah pada kelompok perlakuan (p = 0,001) dan kelompok kontrol (p = 0,007). Terdapat penurunan konsentrasi pelepasan TNF-α, tetapi penurunan ini tidak berbeda secara signifikan pada kelompok kontrol dan perlakuan.
Increased concentrations of crystal monosodium urea at joint and soft tissue represent induced of inflammation at gout arthritis (GA). Incidence and prevalence GA disseminate wide in developed countries in Asian range from 2-15% and In Indonesia, GA prevalence was 29% and mostly found in Minahasa, Toraja, and Batak ethnics. This research was aimed to analyse application of curcuma domestica volatile oil as anti inflammation agent on gout arthritis patient who has high purin diet and to assess specific cellular mediator Tumor Necrosis Factor-α (TNF-α). The design of the study was randomized pretest-posttest control group design with single blind treatment. The GCMS test was performed to identify active component in volatile oil. The sample was the new gout arthritis patient in Haji Public Hospital Surabaya. For a week, treatment group was assigned with volatile oil with dose 25 mg/kg body weight and the control group was given indometasin 150 mg/kg body weight. Blood samples were taken before and after treatment. Volatile oil of curcuma domestica (Curcuma domestica, val) has four fraction of active component. There was
decreasing in blood urea level in treatment group (p = 0.001) and control group (p = 0.007). Both in control and treatment group, there was also decreasing in TNF-α, however it was not statistically significant. "
[Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat UI;Universitas Airlangga. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga. Fakultas Kesehatan Masyarakat], 2010
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Adang Sabarudin
"Latar Belakang: Ikterus obstruktif merupakan salah satu komplikasi tersering keganasan sistem bilier. Keadaan ini akan memicu pelepasan sitokin proinflamasi. Terdapat kontroversi mengenai pengaruh drainase bilier terhadap perubahan kadar sitokin proinflamasi pada penderita kanker pankreatobilier.
Tujuan: Untuk mengetahui kadar Tumor Necrosis Faktor alfa (TNF-alfa) dan Interleukin 6 (IL6) sebelum dan sesudah Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography (ERCP) atau Percutaneus Transhepatic Biliary Drainage (PTBD) pada penderita ikterus obstruksi etiologi kanker pankreatobilier.
Metode: Desain penelitian adalah one group before after study. Pemilihan sampel secara consecutive sampling. Sampel darah diambil sebelum dan lima hari sesudah ERCP atau PTBD. Pengukuran kadar TNF-alfa dan IL-6 dengan cara Enzyme Linked Immunosorbed Assay (ELISA).
Hasil: Terdapat 40 orang responden yang diikutsertakan dalam penelitian ini, 22 laki laki dan 18 perempuan dengan usia rata rata 55,3 tahun. Berdasarkan imaging dan endoskopi, ditegakkan diagnosis kolangiokarsinoma sebanyak 22 orang, tumor ampula Vateri 10 orang, dan tumor pankreas 8 orang. Kadar rata-rata TNF- alfa sebelum tindakan 4,81 (2,91) pg/ml dan sesudah tindakan 8,05 (6,7) pg/ml, terdapat peningkatan yang bermakna setelah tindakan drainase bilier (p:0,02). Kadar rata-rata IL-6 sebelum tindakan 7,79 (1,57) pg/ml dan sesudah tindakan 7,75 (1,76) pg/ml, tidak terdapat perbedaan yang bermakna setelah tindakan drainase bilier (p:0.52). Kadar rata-rata bilirubin sebelum tindakan 15,5 mg% dan sesudah tindakan 11,3 mg%.
Simpulan: Terjadi peningkatan kadar rata-rata TNF-alfa secara bermakna setelah drainase. Tidak ada penurunan yang bermakna kadar rata-rata IL-6.

Background: Obstructive jaundice represents the most common complication of biliary tract malignancy. Obstructive jaundice causes releases of proinflammatory cytokine. There has been controversy about effect of biliary drainage on the change in proinflammatory cytokine level in pancreatobiliary cancer patients.
Objective: The present study was designed to determine levels of Tumor Necrosis Factor Alpha (TNF-Alpha) and Interleukin 6 (IL-6) in preprocedure of either Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography (ERCP) or Percutaneus Transhepatic Biliary Drainage (PTBD) and postprocedure of them in obstructive jaundice patient caused by pancreatobiliary cancer.
Methods : The study method is before- and- after case study design with consecutive sampling. Blood was collected five days prior to either Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography (ERCP) procedure or Percutaneus Transhepatic Biliary Drainage (PTBD) procedure and five days after either of them. Enzyme Linked Immunosorbed Assay (ELISA) was used to determine TNF-Alpha and IL-6.
Results: Forty subjects were included in this study which consisted of 22 men and 18 women. The mean age was 55.3 years old. According to the results of imaging and endoscopy procedure, twenty two (22) people were diagnosed cholangi carcinoma, ten (10) people were diagnosed ampulla varteri and eigth (8) people were diagnosed pancreatic tumor. In preprocedure, the mean of TNF-Alpha concentration was 4.81 (2.91) pg/mL, the mean of IL-6 concentration was 7.79 (1.57) pg/mL and the mean of bilirubin concentration was 15.5 mg%. In postprocedure, the mean of TNF-Alpha concentration was 8.05 (6.7) pg/mL, there was significant increase in TNF-Alpha concentration (p:0.02). However, the mean of IL-6 concentration was 7.75 (1.76) pg/mL, there was not any significant chance in IL-6 concentration (p:0.52). The mean of bilirubin concentration was 11.3 mg%.
Conclusions: On one hand, there was significant increase in mean concentration value of TNF-Alpha after biliary drainage procedure. On the other hand there was not any significant decrease in mean concentration value of IL-6 after biliary drainage procedure."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Patricia Budi Hartanti Liman
"

Carborxymethyl lysine dalam makanan (dCML), CML plasma (pCML), dan tumor necrosis alpha plasma (pTNF-α) mungkin dapat memengaruhi obesitas. Namun database kandungan CML makanan di Indonesia dan penelitian tentang pengaruh asupan CML terhadap obesitas pada wanita Asia belum pernah dilaporkan sebelumnya.

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan database CML makanan Indonesia dan menilai efek mediator dCML, pCML, dan pTNF-α terhadap lingkar pinggang (WC), rasio lingkar pinggang terhadap tinggi badan (WHtR), dan indeks masa tubuh (IMT).

Penelitian potong lintang dilakukan terhadap 235 wanita sehat berusia 19-50 tahun, yang bertempat tinggal di daerah pesisir pantai dan pegunungan di Sumatra Barat dan Jawa Barat. Database CML dibuat berdasarkan estimasi dari database CML yang telah dipublikasi dan pemeriksaan secara langsung pada makanan yang diambil dari kedua provinsi tersebut, dengan menggunakan metode liquid chromatography-tandem mass spectrometry. Asupan CML, pCML, dan pTNF-α didapatkan berturut-turut dari 2x24 jam recalls, ultra-performance liquid chromatography-tandem mass spectrometry, and enzyme-linked immunosorbent assay. Perbedaan di antara kelompok dianalisis dengan menggunakan Chi-square atau t-test tidak berpasangan, efek mediator dianalisis dengan structural equation modelling, dan untuk perilaku makan dilakukan dengan wawancara mendalam dan observasi.

Terdapat 161 dari 252 jenis makanan dalam database CML yang telah diidentifikasi kandungan CMLnya secara langsung. Kelompok daging dan kacang-kacangan memiliki nilai rerata kandungan CML tertinggi pertama dan kedua. Geometric means ± SD dari dCML, pCML, dan pTNF-α berturut-turut sebesar 1.7±0.8 mgCML/hari, 22.3±7.9 ng/mL, dan 0.68 ± 0.38 IU/mL. Asupan CML berhubungan langsung dan positif terhadap pCML (β= 0.99 [95%CI: 0.53, 1.78]) demikian pula pCML terhadap pTNF-α (β= 0.12 [95%CI: 0.28, 0.49]). Plasma CML dan pTNF-α berhubungan secara langsung dan positif terhadap WC (β= 0.21 [95%CI: 0.08, 0.33] dengan β= 0.23 [95%CI: 0.11, 0.35]) dan juga terhadap WHtR (β= 0.18 [95%CI: 0.06, 0.31] dengan β= 0.23 [95%CI: 0.11, 0.35]). Pada wawancara mendalam didapatkan bahwa kelompok suku Sunda lebih banyak mengosumsi makanan yang diproses seperti ikan peda goreng, ikan asin goreng dan bakso dibandingkan kelompok suku Minangkabau.

Simpulan: Asupan CML, pCML, dan pTNF-α tampaknya lebih berperan sebagai mediator terhadap WC dan WHtR, dibandingkan terhadap BMI. Pembatasan asupan CML diperlukan untuk menurunkan risiko obesitas sentral pada populasi ini.


Carborxymethyl lysine in foods (dCML), plasma CML (pCML), and plasma tumor necrosis alpha (pTNF-α) may have an influence on obesity. However, there have been no reports on databases of CML content in Indonesian foods and on studies of the influence of CML intake on obesity in Asian women.

This study aims to develop a database of CML content in Minangkabau and Sundanese foods and to evaluate the mediator effects of dCML, pCML, and pTNF-α on waist circumference (WC), waist to height ratio (WHtR), and body mass index (BMI).

A cross-sectional study was conducted in 235 healthy women aged 19-50 years, who resided in coastal and mountainous areas of West Sumatra and West Java. The CML database was developed based on an estimate from published database and direct measurement of foods obtained from these two provinces, using liquid chromatography-tandem mass spectrometry. The dCML, pCML, and pTNF-α concentrations were obtained from 2x24 hour recalls, ultra-performance liquid chromatography-tandem mass spectrometry, and enzyme-linked immunosorbent assay, respectively. Between-group differences were analyzed by chi-square test or unpaired t-test, the mediator effects by structural equation modelling, and eating behavior by in-depth interviews and observations.

There were 161 of 252 food items of which the CML content was determined. The group of meats and the group of legumes had the highest and second highest mean CML content, respectively. The Geometric means ± SD of dCML, pCML, and pTNF-α were 1.7±0.8 mgCML/day, 22.3±7.9 ng/mL, and 0.68 ± 0.38 IU/mL, respectively. There was a direct positive association between dCML and pCML (β= 0.99 [95%CI: 0.53, 1.78]) and between pCML and pTNF-α (β= 0.12 [95%CI: 0.28, 0.49]). Plasma CML and pTNF-α were directly and positively associated with WC (β= 0.21 [95%CI: 0.08, 0.33] and β= 0.23 [95%CI: 0.11, 0.35]) and WHtR (β= 0.18 [95%CI: 0.06, 0.31] and β= 0.23 [95%CI: 0.11, 0.35]). In eating behavior, it was seen that the Sundanese women consumed more CML from processed foods such as fried fermented fish (ikan peda goreng), fried salted fish (ikan asin goreng) and meatballs (bakso) than Minangkabau women.

Conclusion: Dietary CML, pCML, and pTNF-α apparently had a greater role as mediators in the path from ethnicity to WC and WHtR, than in the path from ethnicity to BMI. Limitation of CML intake is necessary to reduce the risk of central obesity in this population

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Latar belakang: Kolesteatoma merupakan penyakit yang menyebabkan destruksi tulang dan komplikasi yang berbahaya. Tumor Necrosis Factor Alpha (TNF-∝) merupakan sitokin utama yang terlibat dalam proses tersebut. Tujuan: Mengetahui hubungan ekpresi TNF-a dengan destruksi tulang akibat kolesteatoma pada penderita Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) tipe bahaya. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan menggunakan cross sectional design. Pemeriksaan imunohistokimia dilakukan untuk menilai ekspresi TNF-∝ pada kolesteatoma. Hasil: Ekspresi TNF-a yang positif/overexpressionlebihbanyakpada kelompok destruksi tulang derajat sedang yaitu sebanyak 57,9%. Terdapat hubungan yang bermakna antara ekspresi TNF-∝ dengan derajat destruksi tulang (p=0,001).Kesimpulan: Terdapat hubungan antara ekspresi TNF-∝ dengan destruksi tulang akibat kolesteatoma pada penderita OMSK tipe bahaya."
ORLI 45:1 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Agita Pramustika
"Fase awal pergerakan gigi ortodontik diawali dengan respon inflamasi akut. Proses ini menimbulkan respon dari sel paradental dan sel pertahanan tubuh dengan mensintesis dan melepaskan berbagai biomolekul seperti sitokin. Tumor necrosis factor-a TNF-? merupakan sitokin pro-inflamasi penting yang meregulasi respon awal inflamasi pada pergerakan gigi ortodontik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis ekspresi TNF-? dengan membandingkan konsentrasinya pada gingival crevicular fluid GCF antara sistem self-ligating SL dan preadjusted edgewise appliance PEA pada tahap awal perawatan.
Metode: Delapan belas pasien usia 15-35 tahun yang berpartisipasi dalam penelitian ini dibagi menjadi dua kelompok eksperimental PEA dan SL dan satu kelompok kontrol tanpa perawatan ortodontik. Pasien dipilih berdasarkan kriteria inklusi: indeks iregularitas Little sebesar 4-9 mm pada anterior maksila dengan indikasi perawatan non-ekstrakasi serta tanpa karies aktif, penyakit periodontal, dan penyakit sistemik terkait kerusakan tulang. Cairan krevikular gingiva subjek diambil pada lima titik di anterior maksila sebelum perawatan dan pada: 1, 24, dan 168 jam setelah aplikasi gaya ortodontik. Konsentrasi TNF-? pada sampel GCF diperiksa menggunakan metode enzyme-linked immunoabsorbent assay ELISA.
Hasil: Konsentrasi TNF-? meningkat pada 1 jam dan 24 jam setelah aplikasi gaya ortodontik pada kedua sistem baik pada kelompok SL dan PEA. Konsentrasi TNF-? menurun signifikan pada 168 jam setelah aplikasi gaya ortodontik pada kelompok PEA. Sementara itu, pada kelompok SL konsentrasi TNF-? pada 168 jam tetap meningkat walaupun secara statistik tidak signifikan.
Kesimpulan: Konsentrasi TNF-? meningkat pada 1 jam dan 24 jam setelah aplikasi gaya ortodontik pada kelompok PEA dan SL. Pada kelopok PEA, konsentrasi TNF-? menurun signifikaan pada 168 jam, sedangkan pada kelompok SL konsentrasi TNF-? tetap meningkat. Perbedaan konsentrasi TNF-? antara kelompok PEA dan SL mungkin disebabkan oleh perbedaan braket, kawat, dan sistem ligasi yang digunakan antara kedua sistem tersebut.

The early phase of orthodontic tooth movement begins with acute inflammation response. This processes engender a response on the part of paradental cells and migrating inflammatory cells from periodontal ligament capillaries via the synthesis and release of various biomolecules such as cytokines. Tumor necrosis factor a TNF is an important pro inflammatory cytokine that regulates the early phase of inflammation reaction during orthodontic tooth movement. The aim of the present study was to analyze TNF expression by comparing its concentrations in the gingival crevicular fluid GCF between self ligating SL and preadjusted edgewise appliance PEA systems during the early levelling stage of orthodontic treatment.
Methods: Eighteen patients aged 15 35 years who participated in this study were divided into two experimental groups PEA and SL and control group without orthodontic treatment. Patients were selected according to the inclusion criteria Little irregularity index on maxillary anterior teeth ranging from 4 9 mm non extraction orthodontic treatment for the experimental group no active dental caries, periodontitis, and medical history of bone disorder. The GCF was taken at five sites in the maxilla anterior teeth from each subject just before bracket bonding and at 1, 24, and 168 hours after orthodontic force application. TNF levels in GCF were determined by enzyme linked immunoabsorbent assay ELISA.
Results: The concentration of TNF was significantly higher in the experimental groups than in the control group at 24 hours after force application. TNF levels were significantly decreased at 168 hours after force application in the PEA group. Meanwhile, in the SL group, the level of TNF at 168 hours was still increased, although there was no statistically significant difference.
Conclusion: TNF concentration was increased at 1 hour and 24 hours after orthodontic force application in both the PEA and SL groups. In the PEA group, TNF concentration was significantly decreased at 168 hours, meanwhile in the SL group, this value remained increased at this time point. The differences in TNF concentration between the PEA and SL groups may be caused by their different types of brackets, wires, and ligation methods.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chikih
"Latar Belakang : Terjadinya peningkatan biomarker inflamasi akibat penyelaman dekompresi merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit dekompresi, hal ini telah dibuktikan dengan terjadinya peningkatan ekspresi TNF? akibat penyelaman dekompresi tunggal. Pencegahan peningkatan biomarker inflamasi dapat dilakukan dengan memberikan perlakuan sebelum penyelaman dekompresi, sesuai dengan preconditioning theory, yang salah satunya adalah pemberian latihan fisik sebelum penyelaman yang dapat mengurangi ukuran dan jumlah gas bubble akibat penyelaman. Pengaruh latihan fisik sebelum penyelaman terhadap kadar biomarker inflamasi TNF? sesudah penyelaman belum pernah diteliti. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa latihan fisik sebelum penyelaman dekompresi dapat mencegah terjadinya peningkatan kadar biomarker inflamasi TNF?.
Metode : Penelitian ini menggunakan desain studi eksperimental murni dengan seluruh subjek penelitian adalah penyelam laki-laki terlatih, terbagi secara random kedalam dua kelompok, yaitu perlakuan dan kontrol, di mana kelompok perlakuan mendapatkan latihan fisik submaksimal dengan intensitas 70 frekuensi jantung maksimal menggunakan cycle ergometer dengan 60 kayuhan permenit, 24 jam sebelum penyelaman dekompresi 280 kPa bottom time 80 menit, pada kelompok kontrol tidak diberikan latihan fisik submaksimal. Ekspresi biomarker diperiksa sebanyak tiga kali, awal penelitian, sebelum penyelaman dan sesudah penyelaman.
Hasil : Pada kelompok perlakuan tidak terjadi peningkatan, bahkan terjadi penurunan eskpresi TNF? yang tidak bermakna, dari 7.06 1.85 pg/ml menjadi 6,75 1,81 pg/ml, sedangkan kelompok kontrol mengalami peningkatan ekspresi TNF? yang bermakna, dari 8,22 1,45-13,11 pg/ml menjadi 8,39 1,73-12,18 pg/ml, dan terdapat perbedaan selisih rerata yang signifikan antara kelompok yang mendapatkan latihan fisik sebelum penyelaman dan kelompok yang tidak mendapatkan latihan fisik sebelum penyelaman dengan perbedaan rerata -024 -2.74 - 1.67 pg/ml dan 0.45 -0.94 ndash; 0.95 pg/ml.
Kesimpulan dan Saran : Latihan fisik submaksimal akut dapat mencegah terjadinya peningkatan kadar TNF? akibat penyelaman dekompresi tunggal.

Background : The increase of Inflammatory biomarkers due to decompression dive is one of the factors that could cause decompression sickness, which has been proven by the increased expression of TNF due to a single decompression dive. According to the preconditioning theory, physical exercise before the dive, can reduce the size and the amount of gas bubble caused by the dive, but no research has been done on the influence of physical exercise before diving to the expression of inflammatory biomarkers like TNF. This study aims to prove that physical exercise before diving can prevent increase of the inflammatory biomarker TNF.
Methods : This study used an experimental study design with trained male divers as a subjects, who are divided randomly into two groups, treatment and control. The treatment group got submaximal physical exercise with 70 maximal cardia rate intensity, using cycle ergometer 24 hours before decompression diving 280 kPa bottom time 80 minute, whereas the control group did not get physical exercise. Biomarker expression was checked three times, at beginning of the study, before the dive and after the dive.
Results : In the treatment group there was no increase in TNF expression, and even showed an insignificant decrease, from 7.06 1.85 pg ml to 6.75 1.81 pg ml, whereas the control group showed a significant increased TNF concentration, from 8.22 1.45 to 13.11 pg ml to 8.39 1.73 to 12.18 pg ml, and significant difference was found between the mean difference of treatment and control groups from 0.24 2.74 ndash 1.67 pg ml and 0.45 0.94 ndash 0.95 pg ml.
Conclusions and Recommendations : It can be concluded that acute submaximal physical exercise prevent an increase in the expression of TNF after single dive decompression.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T55644
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jonathan Hartanto
"Pendahuluan: Saat ini, dunia secara global termasuk Indonesia tengah mengalami tren pesat peningkatan populasi lansia. Hal ini dapat menjadi tantangan kesehatan besar karena penuaan meningkatkan kerentanan terjadinya penyakit degeneratif. Sayangnya, agen antipenuaan seperti suplemen vitamin masih sulit terjangkau secara biaya atau diperoleh secara luas. Centella asiatica L. (CA) adalah tanaman herbal tradisional yang dilaporkan memiliki efek antiinflamasi dan antioksidan poten dalam banyak studi. Namun, studi yang meneliti efek CA dalam konteks penuaan masih sangat terbatas. Tujuan: Studi ini meneliti efek pemberian ekstrak etanol CA terhadap kadar TNF-α pada jantung dan ginjal tikus Sprague-Dawley tua Metode: Tikus Sprague Dawley jantan usia 8-12 minggu dan 20-24 bulan dibagi menjadi empat kelompok uji: kontrol positif (vitamin E 6 IU), kontrol negatif (air ad libitum), CA 300 (CA 300 mg/kgBB), dan kontrol muda (tikus usia 8-12 minggu dengan air ad libitum). Setelah 28 hari perlakuan, tikus diterminasi. Organ jantung dan ginjal setiap tikus diambil dan melewati pengukuran kadar TNF-α dengan metode enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA). Hasil: Pada kelompok CA 300, terdapat penurunan kadar TNF-α jantung secara signifikan (p = 0,023) disertai penurunan kadar TNF-α ginjal secara tidak signifikan (p = 0,574). Namun, kadar TNF-α ginjal pada kelompok yang diberikan CA tetap paling rendah dibandingkan kelompok lainnya. Kesimpulan: Pemberian ekstrak etanol CA menurunkan kadar TNF- α jantung secara signifikan pada tikus Sprague-Dawley tua namun tidak berpengaruh terhadap kadar TNF-α ginjal. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menyelidiki efek CA sebagai agen antipenuaan.

Introduction: Currently, the world including Indonesia are experiencing a trend of rapid growth in aging population. This poses a major challenge to healthcare due to increasing incidence of degenerative diseases. In spite of this, preventive antiaging agents such as vitamin supplements are not widely available nor affordable. Centella asiatica L. (CA), a traditional herbal plant native to Southeast Asia, has been widely studied and demonstrated potent anti-inflammatory and antioxidant effects in clinical studies. However, studies examining effects of CA in aging population are very limited. Objective: This study investigates effects of CA treatment on aged Sprague-Dawley rats. Methods: Male Sprague-Dawley rats aged 8-12 weeks and 20-24 months were split into four experimental groups: positive control (vitamin E 6 IU), negative control (water ad libitum), CA 300 (CA 300 mg/kgBW), and young control (young rats given water ad libitum). After 28 days of treatment, the rats underwent termination with kidneys and hearts harvested. TNF-α concentration were determined using enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) method. Results: In the CA 300 group, there was a significant decrease in heart TNF-α levels (p = 0,023) accompanied by an insignificant decrease in kidney TNF-α levels (p = 0,574). However, renal TNF-α levels in the group given with CA is still the lowest among all groups. Conclusion: The administration of CA ethanolic extract on aged Sprague-Dawley rats significantly reduced heart TNF-α level and had no effect on the kidney TNF-α level. Further research and exploration needs to be made to investigate the effects of CA as an antiaging agent"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Tahta Kurniawan
"ABSTRAK
Pajanan particulate matter 2.5 kepada manusia dapat menyebabkan terjadinya inflamasi akut dan kronik hingga menimbulkan terjadinya perubahan sel yang abnormal. Inflamasi terjadi akibat adanya respon tubuh terhadap dengan melepaskan Tumor Necrosis Factor ? Alpha sebagai protein stimulus inflamasi di dalam tubuh. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan dengan kadar di Pusat Pengujian Kendaraan Bermotor (PKB) Ujung Menteng dan Pulogadung, penelitian ini juga menganalisis status merokok, kategori obesitas, dan umur pada pekerja, dengan menggunakan Uji ? T independen (T ? test). Sampel penelitian sejumlah 42 pekerja di PKB Ujung Menteng dan Pulogadung sebagai kelompok terpajan dan 27 pekerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) sebagai kelompok kontrol. Analisis nilai kadar dalam darah dilakukan di laboratorium dengan teknik quantitative sandwich enzyme immune assay / ELISA dengan Human / TNFSF1A HS (R&D Systems). Jenis penelitian ini menggunakan metode analitik kuantitatif dengan membandingkan nilai kadar pada variabel kelompok terpajan dengan kelompok kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pajanan berhubungan dengan nilai kadar dalam darah karakteristik pekerja yang merokok dan obesitas tidak berhubungan nilai kadar dalam darah Selain itu, hubungan umur dengan nilai kadar berhubungan sangat lemah Pajanan pada pekerja secara kronis menimbulkan inflamasi kronik dengan menghasilkan dalam darah melalui proses oxidative stress di dalam tubuh hingga menimbulkan gangguan pada sistem pernapasan dan sistem kardiovaskuler di dalam tubuh.

ABSTRAK
The exposure of particulate matter 2.5 (PM25) to human can provoke the occurrence of acute and chronic inflammatory that can potentially lead to abnormal cell change. Inflammation occurs due to body response to PM25 by discharging Tumor Necrosis Factor ? Alpha ) as protein inflammatory stimulus inside the body. This research aims to analyze the correlation between PM2.5 exposure concentration with level at Pengujian Kendaraan Bermotor (PKB) center Ujung Menteng and Pulogadung, also to analyze smoking status, obese category, and age of workers, by using independent T ? Test. Research samples of 42 workers at PKB Ujung Menteng and Pulogadung as exposed group and 27 workers of Faculty of Public Health Universitas Indonesia (FKM UI) as control group. Analysis of level in the blood is conducted at laboratory with quantitative sandwich enzyme immune assay / ELISA technique with Human / TNFSF1A HS (R&D Systems). This research is performed with quantitative analytical method by comparing level score on exposed group variable and control group variable. The research result showed that exposure correlated with level score in the blood characteristics on workers who smoke and obese are not correlated with level score in the blood. Other than that, the correlation between workers? age and level score is proven weak exposure on workers chronically inflicts chronic inflammatory by producing in the blood through oxidative stress process in the body causing disruption of respiratory and cardiovascular system in the body."
2016
S36318
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Brama Ihsan Sazli
"ABSTRAK
Latar Belakang: Puasa selama bulan Ramadhan adalah perubahan dalam gaya hidup untuk periode sebulan penuh yang rutin tiap tahunnya. Sejumlah penelitian menunjukkan terjadinya perubahan biokimia tubuh saat berpuasa baik pada pasien diabetes dan juga nondiabetes yang dapat mempengaruhi metabolisme glukosa dan sensitivitas insulin.
Tujuan: Menilai pengaruh berpuasa selama Ramadhan terhadap perubahan kontrol glikemia, kadar Fetuin A, dan TNF-α dibandingkan sebelum dan sesudah puasa Ramadhan
Metode: Penelitian prospektif terhadap dua kelompok (diabetes dan non diabetes). Parameter kontrol glikemik, Fetuin A, dan TNF-α diukur 2-4 minggu sebelum berpuasa Ramadhan, minimal 14 hari puasa Ramadhan dan 4 minggu setelah puasa Ramadhan.
Hasil: Puasa Ramadhan menurunkan glukosa darah puasa (GDP) secara signifikan pada kelompok Diabetes (D) (p=0,013) dan pada kelompok Non Diabetes (ND) (p=0,047), sedangkan serum Fetuin A turun tidak signifikan pada kelompok D (p=0,217) dan secara signifikan pada kelompok ND (p=0,009). Dan tidak ada perubahan yang signifikan kadar TNF-α pada kedua kelompok dibandingkan sebelum puasa Ramadhan (p=0,248, p=0,789). Pada 4 minggu setelah puasa Ramadhan,GDP kembali ke nilai yang tidak berbeda dari nilai dasar pada kedua kelompok, sementara Fetuin A secara signifikan lebih rendah pada kelompok diabetes (p=0,039) dan TNF-α lebih rendah secara signifikan pada kelompok ND (p=0,042) dari dari nilai dasar.
Kesimpulan: Puasa selama Ramadahan memperbaiki kontrol glikemia pada kedua kelompok. Puasa Ramadhan juga mampu menurunkan nilai Fetuin A pada kedua kelompok, dan TNF-α pada kelompok ND

ABSTRACT
Background: Fasting during Ramadan is a anually change in lifestyle for the period of a lunar month. Numerous studies have mentioned the biochemical alterations while fasting among both in nondiabetic patients and diabetic patients which can affect glucose metabolism and insulin sensitivity.
Objective: to assess the impact of fasting during Ramadan on glycemic control, Fetuin A l, and TNF-a compared to before and after Ramadhan fasting
Methods: Prospective Study of diabetic patients (D group) and non-diabetic subjects (ND group). Parameters of glycemic control, Fetuin A, and TNF-a were measured 2-4 weeks before Ramadan fasting, at least 14 days of Ramadan fasting and 4 weeks after Ramadan fasting.
Results: Ramadan fasting reduced fasting blood glucose (FBG) significantly in D groups (p=0,013) and in the (ND) groups (p=0,047) , respectively, serum Fetuin A were lowered insignificantly in D groups (p=0,217) dan significantly in ND groups (p=0,009). And no significant differences of TNF-α level ini both group compared to before Ramadhan fasting (p=0,248, p=0,789). At 4 weeks post-Ramadhan fasting FBG returned to levels indistinguishable from their baseline values in both groups, while Fetuin A was maintained significantly lower in D groups (p=0,039) and TNF-α significantly lower in ND groups (p=0,042) from their baseline.
Conclusions: Fasting during Ramadan improves glycemic control in both groups, Ramadan fasting was also able to reduce Fetuin A level in both groups, and TNF-α in the ND group."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>