Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 101829 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ratih Widayati
"Praktek pembebanan fiducia di Bank BNI berdasarkan tujuannya dapat dibagi atas 2 ( dua ) jenis yaitu: kredit kendaraan bermotor yang sifatnya produktif dan kredit kendaraan bermotor yang sifatnya konsumtif. Yang pertama disebut inilah yang menjadi obyek penelitian penulis. Di Bank BNI praktek pembebanan fiducia kendaraan bermotor jenis produktif tidak bisa berdiri sendiri, namun mensyaratkan adanya jaminan senilai 125%. Akta pembebanannya dibuat secara dibawah tangan atau tidak secara notariel apabila kredit yang diberikan jumlahnya kecil. Kewajiban dari debitur pada kredit dengan pembebanan yang disebutkan diatas hampir sama seperti debitur dalam perjanjian pinjam pakai. Pengawasan yang dilakukan pihak Bank BNI terhadap barang jaminan dapat berupa pengawasan langsung dan pengawasan tidak langsung. Untuk mempersulit diperjual belikannya kendaraan bermotor yang difiduciakan itu Bank BNI melakukan upaya yang ketat berupa BPKB di tahan pihak bank, dapat dikenakan tuntutan pidana atas penggelapan barang jaminan, kemudian pihak Bank BNI melakukan kerja sama dengan pihak kepolisian untuk melakukan pemblokiran atas kendaraan bermotor yang difiduciakan, serta adanya pasal yang bersifat larangan menyewakan, menjaminkan dan sebagainya dalam perjanjian fiducianya. Pada prinsipnya secara hukum kendaraan bermotor yang difiduciakan tidak dapat berpindah tangan dengan jual beli dibawah tangan. Resiko yang timbul atas kendaraan bermotor tersebut misalnya rusak, kecurian, hilang diantisipasi denga cara asuransi all risk, sedangkan resiko mengenai merosotnya nilai jaminan diantisipasi dengan jaminan tambahan. Apabila terjadi wanprestasi Bank BNI melakukan tindakan musyawarah lebih dulu kemudian dilakukan upaya penjualan secara dibawah tangan atas dasar kesepakatan bersama, apabila gagal Bank BNI melaksanakan tindakan sebagaimana diatur dalam pasal 1178 (2) KUHPerdata. Bank BNI menganut paham perjanjian fiducia melahirkan hak yang zakelijk apabila terjadi kepailitan. Perselisihan yang timbul banyak berasal dari kesalahan pihak debitur. Penyelesaian perselisihan mengenai wanprestasinya debitur melalui jalan musyawarah dan PUPN. Sedangkan penyelesaian perselisihan yang menyangkut perdata dan pidana adalah melalui peradilan apabila jalur musyawarah tidak dapat ditempuh."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1994
S20650
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Rahayu K
"Tujuannya adalah untuk memberi gambaran mengenai proses pembebanan fiducia atas barang-barang hasil produksi dalam prakteknya di Bank Negara Indonesia 1946 (BNI 1946). Jaminan fiducia atas barang-barang hasil produksi, merupakan alternatif bagi pengusaha yang tidak mempunyai barang-barang lain untuk di jaminkan kecuali barang hasil produksi yang merupakan barang dagangannya. Sebagaimana diketahui bank dalam memberikan kredit mensyaratkan adanya jaminan (pasal 24 ayat 1c UU No. 14/1967) tentunya akan memberatkan bagi pengusaha yang membutuhkan kredit tetapi hanya memiliki barang hasil produksi untuk dijaminkan. Dalam suatu pemberian kredit pada garis besarnya barang jaminan yang diikat sebagai jaminan dikelompokkan atas 2 golongan yaitu jaminan pokok dan jaminan tambahan. Jaminan fiducia di sini termasuk golongan jaminan pokok karena yang menjadi jaminan di sini adalah barang-barang yang dibiayai kredit yang dimohonkan. Sebagai jaminan pokok maka nilai jaminan ini harus sebesar 100% dari limit kredit yang diberikan oleh bank. Dan Juga faktor bonafiditas debitur akan mempengaruhi besarnya kredit yang diberikan oleh bank. Mengenai tata cara pembebanan fiducia atas barang-barang hasil produksi tersebut adalah melakukan perjanjian kredit baru kemudian mengadakan. perjanjian fiducia serta penyerahan barang-barang hasil produksi secara constitutum possessorium. Karena penyerahan dalam fiducia merupakan penyerahan hak yang sama milik secara kepercayaan, maka barang yang diikat fiducia pada saat tersebut diserahkan kembali kepada debitur sebagai peminjam pakai. Dalam fiducia barang-barang hasil produksi, debitur diberi kewenangan untuk menjual barang jaminan demi kelancaran usahanya. Hal ini di karenakan sifat dan tujuan barang tersebut adalah untuk diperdagangkan. Sebagai konskuensinya maka debitur di beri kewajiban seperti harus menyerahkan seluruh hasil penjualan barang tersebut kepada bank, harus membuat laporan transaksi jual beli barang jaminan tersebut setiap 1 bulan. Perjanjian barang fiducia merupakan perjanjian yang accessoir, yaitu tergantung pada adanya perjanjian (perjanjian kredit) pokok, perjanjian utang. Jadi jika perjanjian utang piutang piutang berakhir atau hutang nya telah dilunasi, maka perjanjian fiducia juga akan berakhir. Perjanjian fiducia sebagai perjanjian melahirkan yang accessoir, maka perjanjian fiducia juga hak-hak yang zakelijk sebagaimana halnya hipotik, gadai dan credietverband."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1991
S20500
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 1993
S20349
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Izzudin
"Berbicara tentang hukum jaminan, tanah merupakan jaminan yang paling disukai oleh kreditor. Oleh karenanya kehadiran perangkat hukum jaminan atas tanah yang dapat memenuhi perkembangan ekonomi dan kebutuhan masyarakat mutlak sangat diperlukan. Sejalan dengan hal tersebut maka lahirnya UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-benda yang berkaitan dengan tanah (UUHT) tiada lain merupakan perwujudan amanat Pasal 51 UUPA dan sekaligus merupakan usaha untuk menciptakan unifikasi hukum di bidang pertanahan nasional. Sebelum berlakunya UUHT, pembebanan jaminan dengan obyek hak atas tanah telah tejadi praktek yang kurang mendukung keberadaan lembaga jaminan yang kuat. Hal ini tercermin dari pelembagaan Surat Kuasa Memasang Hipotik(SKMH) sebagai jaminan. Sehubungan dengan hal tersebut, maka kehadiran UUHT mencoba untuk meluruskan persepsi yang kurang tepat pada masa lampau.
Membahas Hak Tanggungan, tidak terlepas dari pembahasan perkreditan modern. Artinya tidaklah mungkin suatu Hak Tanggungan timbul tanpa didahului dengan perjanjian utang piutang (dalam dunia perbankan lazim disebut Perjanjian Kredit). Sehingga perjanjian kredit dikonstruksikan sebagai perjanjian pokok, sedangkan perjanjian Hak Tanggungan sebagai perjanjian accessoir. Sebagaimana dinyatakan dalam Penjelasan Umum UUHT bahwa Hak Tanggungan merupakan jaminan kuat yang dicirikan mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya. Akan tetapi dalam praktek ternyata tidak semudah yang dibayangkan, terdapat kendala yang menghadang. Pertama, kurang berfungsinya hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri dikarenakan sikap Kantor Lelang Negara yang mensyaratkan adanya fiat eksekusi. Kedua, eksekusi berdasarkan "titel eksekutorial" tidak sesuai dengan harapan disebabkan karena adanya sikap debitur yang pada umumnya keberatan terhadap lelang eksekusi dengan mengajukan upaya hukum ke pengadilan (verzet, bantahan, sanggahan) yang bertujuan untuk membatalkan atau meminta agar eksekusi Hak Tanggungan yang akan dilaksanakan dinayatakan tidak sah."
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T36314
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Suryawan Budi
"Menurut pasal 1131 KUH.Perdata, segala kebendaan seseorang baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan. Pasal diatas ini adalah jaminan yang bersifat umum, artinya benda jaminan itu tidak ditunjuk secara khusus dan tidak diperuntukkan bagi kreditur, sedang hasil penjualan benda jaminan itu dibagi-bagi di antara para kreditur seimbang dengan piutangnya masing-masing. Para kreditur itu mempunyai kedudukan yang sama, tidak ada yang lebih didahulukan dalam pemenuhan piutangnya Jaminan ini pada prakteknya tidak memuaskan bagi kreditur, untuk itu oleh UU dimungkinkan adanya jaminan khusus. Jaminan khusus ini dapat ditemui dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata baik yang bersifat perorangan maupun kebendaan. Mengenai lembaga Fiducia (Fiducia Eigendom Overdracht) hingga kini belum ada peraturannya. Lembaga ini dikenal melalui praktek Yurisprudensi. Konstruksi Fiducia adalah penyerahan hak milik atas barang-barang bergerak kepunyaan debitur kepada kreditur, sedangkan penguasaan fisik atas barang-barang itu tetap pada debitur (constitutum possesorium); dengan syarat bahwa bila debitur melunasi hutangnya maka kreditur harus mengembalikan hak milik atas barang-barang itu kepada debitur. Jadi jika dilihat bahwa debitur tidak perlu menyerahkan barang jaminan secara fisik kepada kreditur, maka bentuk jaminan ini lebih menguntungkan bagi debitur, jika dibandingkan dengan lembaga gadai. Pada praktek Perbankan biasanya barang jaminan yang diFiduciakan itu disyaratkan untuk diasuransikan. Ini berdasarkan pertimbangan hukum, jika tidak diasuransikan terjadi sesuatu yang memusnahkan barang jaminan, maka musnah (hapus) pula hak didahulukan si berpiutang (Bank). bertujuan untuk mengganti barang Asuransi nilai itu, dari suatu hal yang memusnahkan. Bank biasanya mengasuransikan untuk menjaga terjaminnya pembayaran hutang dari debitur. Akan tetapi bila tertanggung dalam Asuransi adalah si debitur, maka yang akan mendapat pergantian adalah si debitur dan si kreditur akan kehilangan hak jaminan tersebut. Oleh karena dalam pasal 297 KUHD terdapat pengaturan mengenai pengalihan hak ganti rugi asuransi dari tertanggung kepada pemegang Hipotik. Alasan pembentuk undang-undang membuat pasal tersebut adalah untuk melindungi kepentingan si pemegang hak Hipotik. Namun pengaturan tentang Asuransi yang dibebani hak jaminan tersebut dalam KUHD hanya Hipotik saja. Sedangkan terhadap bentuk jaminan lain tidak ada. Apakah pasal 297 KUHD ini dapat diberlakukan juga pada benda yang dibebani Fiducia ? Secara analogi Pasal 297 KUHD dapat diterapkan pada Asuransi terhadap kendaraan bermotor yang dibebani Fiducia, karena terdapat persamaan antara peristiwa hipotik dan peristiwa fiducia yaitu kedua-duanya memberikan jaminan kebendaan. Dengan adanya janji menurut Pasal 297 KUHD, maka kreditur mendapat dua jaminan yaitu Fiducia dan gadai atas pembayaran uang ganti rugi dalam asuransi."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1992
S20430
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Massie, Marie S.M.
"Harta benda perkawinan terdiri dari harta bersama dan harta pribadi suami dan istri. Kedua macam harta tersebut dapat dijadikan agunan kredit. Seseorang dapat meminjam dana di bank dengan mengagunkan harta benda perkawinannya guna memperluas usaha ataupun untuk keperluan lainnya. Harta benda perkawinan dalam hal ini berupa benda tetap, yaitu tanah. Sebagai agunan kredit tanah mempunyai beberapa kelebihan, yaitu nilai ekonomis tanah cenderung meningkat dan tanah mudah dipindahtangankan. Selain itu, sebagai agunan, tanah mudah digunakan, karena hampir setiap orang/ nasabah peminjam mempunyai tanah dan dapat mengagunkannya untuk jaminan kreditnya. Apalagi dengan berlakunya Undang-Undang Hak Tanggungan, makin memudahkan orang untuk mendapatkan fasilitas kredit dengan jaminan tanah. Dalam pelaksanaan pembebanan hak tanggungan atas harta benda perkawinan sehari-harinya di dalam dunia perbankan, sering timbul masalah-masalah, terutama apabila kredit debitur menunjukkan gejala bermasalah, bahkan macet. Permasalahan tersebut timbul pada saat tanah agunan hendak dieksekusi. Berkenaan dengan persetujuan dari istri/suami debitur dan masalah yang timbul akibat putusnya perkawinan debitur, baik karena debitur bercerai maupun karena debitur meninggal dunia. Dalam menyelesaikan masalah-masalah tersebut, pihak bank terkadang mempunyai cara tersendiri."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1997
S20699
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi di masyarakat, maka kebutuhan akan mobilitas meningkat. Hal yang paling dipertukan untuk mobilitas adalah suatu sistem transportasi dimana kendaraan bermotor merupakan salah satu komponen utamanya. Dewasa ini kendaraan bermotor sedemikian banyaknya hingga kapasitas jalan yang tersedia di Jakarta sudah tidak bisa memenuhi semua kebutuhan pengguna jalan. Dampak samping akibat kendaraan bermotor adalah emisi gas buang yang mencemari kualitas udara. Saat ini sebagai penyumbang terbesar untuk pencemaran udara di Jakarta adalah sektor transportasi. Dan bila hal ini tidak ditangani secara serius maka kualitas udara di Jakarta akan semakin parah kerusakannya. Zat polutan yang disebabkan emisi gas buang kendaraan bermotor akan masuk ke tubuh manusia bersamaan dengan udara yang kita hirup. Analisa mengenai dampak pencemaran udara akibat kendaraan bermotor perlu dikaji. Analisa tersebut dibandingkan antara baku mutu lingkungan yang telah ditetapkan dengan konsentrasi udara dalam kondisi eksisting. Penelitian kualitas udara dilakukan di bundara hotel Indonesia Jakarta Pusat pada tanggal 21 dan 26 September 2003 untuk mendapatkan sebuah persamaan hubungan antara dampak pencemaran udara akibat emisi kendaraan bermotor. Konsentrasi pencemar polutan yang melebihi ambang baku mutu yang telah ditetapkan pemerintah adalah gas N02. Sedangkan gas pencemar lain yang ditinjau yaitu pencemar CO, SO2, dan PM10 masih dibawah ambang batas. Persamaan regresi linear hubungan antara jumlah kendaraan yang melintas (smp) dan konsentrasi pencemar yang terdapat dalam udara pada saat penelitian belangsung, persamaan tersebut menunjukkan bahwa jumlah smp kendaraan yang melintas mempengaruhi kadar pencemar yang terkandung dalam udara."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
S35121
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Ratnaningsih
"ABSTRAK
Kebutuhan setiap masyarakat pada setiap daerah itu berbeda beda. Pada daerah pedesaan yang sistem kehidupannya masah sederhana, maka kebutuhannya tidak begitu terlalu banyak. Namun pada kota-kota besar yang sistem kehidupannya sudah kompleks, contohnya Jakarta, maka kebutuhannya akan lebih banyak. Dalam hal in kendaraan bermotor adalah sudah merupakan kebutuhan masyarakat yang bersifat primer. Di dalam pemberian kredit kendaraan bermotor ini biasanya masyarakat lebih menyukai untuk membeli secara kredit. Dengan rasionya adalah tidak, akan memberatkan pihak yang membeli kreditur Kendaraan bermotor yang di inginkan, sebab pembayarannya dilakukan secara mengangsur. Dengan adanya pembelian kredit kendaraan hermotor secara kredit ini maka bank Universal sebagai suatu bank devisa swasta nasional tertarik untuk mendiversivikasikan atau menganekaragamkan usaha dalam hal pemberian fasiltas kredit. Salah satu diantara produknya adalah consumer loan. Consumer loan adalah kredit yang diherikan oleh bank kepada nasabah di mana kredit tersebut dipergunakan untuk membeli sesuatu barang yang dapat dipakai untuk kaperluan sehari hari."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1991
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Odi R. Soerodjo
"Penulisan skripsi ini bertujuan untuk mengetahui praktek pembebanan lembaga jaminan EEO dalam hal pemberian kredit ekspor. Yang dimaksudkan dengan kredit ekspor adalah kredit modal kerja yang diberikan kepada eksportir atau pemasok, yang sejak semula disediakan untuk membiayai kegiatan produksi, pengumpulan dan atau penyiapan barang dalam rangka ekspor. Sedangkan pengertian fiducia itu sendiri adalah penyerahan hak milik atas dasar kepercayaan. maksudnya di sini adalah barang yang dijadikan jaminan tetap berada dalam penguasaan pihak yang menyerahkan, jadi yang diserahkan hanya hak miliknya saja. Bentuk penyerahan yang demikian disebut "constitutum possessorium". Berdasarkan keputusan Yurisprudensi bahwa obyek fiducia hanya dapat dibebankan terhadap benda-benda bergerak saja. Sehubungan dengan hal tersebut di atas dalam kaitannya dengan pemberian kredit ekspor, penulis menemukan beberapa masalah dalam praktek perbankan di Bank Negara Indonesia 1946. Masalah-masalah tsb, yakni mengenai besarnya nilai jaminan yang harus disediakan oleh seorang nasabah untuk mendapatkan kredit ekspor, masalah mengenai dokumen-dokumen yang diperlukan dalam melakukan suatu transaksi ekspor dan terakhir mengenai resiko dalam hal kredit macet, Dari hasil penelitian yang dilakukan penulis diketahui upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasi ataupun mengurangi masalah-masalah tersebut, yaitu: dalam hal nilai jaminan yang tersedia ternyata tidak mencukupi sesuai dengan syarat yang ditentukan, maka pihak bank hanya mengabulkan permohonan kredit ekspor sesuai dengan nilai jaminan yang ada. Mengenai masalah dokumen, dalam praktek pelaksanaan ekspor diperlukan oleh pihak bank sebagai bentuk jaminan lain, selain jaminah yang diikat dengan FEO, Dokumen ini diperlukan demi kelancaran pengembalian kredit ekspor yang telah diberikan, Dokumen-dokumen itu antara lain: letter of credit, wesel dan konosemen. Dan terakhir mengenai resiko dalam hal kredit macet. Di sini pemerintah menyediakan sarana asuransi: Jaminan Kredit Ekspor dan Asuransi Ekspor untuk menghindari resiko kerugian pelunasan pembayaran, yang diselenggarakan oleh PT ASEI, (GDI P. S.)."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1990
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>