Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 140873 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Infeksi Saluran Kemih (ISK) merupakan reaksi inflamasi dari urotelium karena masuknya mikroorganisme ke dalam saluran kemih. ISK dapat menyerang segala usia mulai tanpa gejala hingga gejala yang cukup berat. Penanggulangannya cukup dengan pemberian antibiotika, walaupun seringkali memberikan hasil resistensi terutama terhadap bakteri Gram negatif. Dilakukan isolasi bakteri sampel urin pasien
dari Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Sampel urin berjumlah 50, dari 50 sampel tersebut berhasil diisolasi 23 isolat bakteri. Teridentifikasi 2 jenis spesies bakteri, yaitu bakteri Gram positif dan Gram negatif. Hasil monitoring kepekaan bakteri dengan metode difusi cakram terhadap Ofloksazin
memperlihatkan bahwa efektivitasnya terhadap bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif sangat rendah. Sebagian besar isolat bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif resisten terhadap antibiotik ini. Amoksisilin menunjukkan efikasi yang mulai menurun terhadap hampir semua isolat bakteri. Fosfomisin dan Sefepim masih efektif
terhadap bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif. Berdasarkan data-data hasil penelitian ini, diketahui bahwa bakteri hasil isolasi menunjukkan pola kepekaan dan resistensi yang berbeda terhadap berbagai antibiotika.

Abstract
Urinary tract infections (UTI) was an inflammatory response of the urethra when attacked by microorganisms. This disease can happen to people at all ages beginning with asymptomatic to moderately symptomatic infections. Thus far, antibiotic treatment was the best for curing the UTI although the chances for being resistance to
the antibiotics were also high. Resistance to gram negative bacteri,a in particular, often occur with the antibiotics treatment. Our study at the Faculty of Medicine, University of Indonesia (UI), Bacterial isolation from patient urine sample was performed in the microbiology laboratory of UI. A total of 50 urine samples were collected from X patients volunteered in our study for bacterial isolation, however,
only 23 bacterial isolates were successfully obtained. Study was carried out to monitor the susceptibility of bacterial isolate towards several types of antibiotics (ofloksazim, amoxyicillin, fosfomisin and sefepim) using Cakram disffusion method. Study results
demonstrated that susceptibility of oflokazim to both gram positive and negative bacteria was very low while amoxycillin showed desecding trend of efficacy towards all types of bacteria. Fosfomisin and sefepim, on the other hand, demonstrated strong susceptibility to both gram positive and negative bacteria found in the isolates. Furthermore, it is very interesting to observe ofloksazim was resistant to gram postivie and negative bacteria. Collectively, these research findings strongly illustrated the susceptibility patten and resistance scale of baterial isolates towards various antibiotic tested in the study."
[Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, Universitas Pancasila. Fakultas Farmasi], 2009
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Yulianto
"Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan istilah umum yang menunjukkan adanya mikroorganisme dalam urin dan menjadi sangat berbahaya jika tidak diterapi dengan benar. Amoksilin, sulbenisilin dan tikarsilin merupakan merupakan beberapa antibiotik lini pertama yang dapat digunakan untuk pengobatan ISK dan menurunnya sensitifitas obat tersebut menjadi salah satu kendala dalam penanggulangan ISK di Indonesia. Penelitian ini bertujuan menentukan pola kepekaan bakteri Gram negatif yaitu Escherchia coli, Enterobacter aerogenes, Klebsiella pneumonia, Proteus mirabilis, dan Pseudomonas aeruginosa terhadap amoksilin, sulbenisilin dan tikarsilin serta pertumbuhan pola kepekaan kuman terhadap antibiotik tersebut pada tahun 2001-2005. Penelitian ini dilakukan dengan menganalisis data sekunder sebanyak 1313 sampel dengan kultur positif dari Laboratorium Mikrobiologi Klinik FKUI dari Januari 2001 sampai Desember 2005 dan telah menjalani pemeriksaan resistensi sesuai dengan NCCLS. Dari hasil analisis didapatkan bahwa rata-rata kepekaan Escherichia coli terhadap amoksilin, sulbenisilin dan tikarsilin adalah 9,7%, 21% dan 16%; Enterobacter aerogenes terhadap amoksilin, sulbenisilin dan tikarsilin adalah 3,23%, 25 % dan 18,97%; Klebsiella pneumoniae terhadap amoksilin, sulbenisilin dan tikarsilin adalah 2,51%, 20,77% dan 6,89%; Proteus mirabilis terhadap amoksilin, sulbenisilin dan tikarsilin adalah 47,9%, 79,8% dan 59,07%; Pseudomonas aeruginosa terhadap amoksilin, sulbenisilin dan tikarsilin adalah 3,14 %, 57,95% dan 31,06%. Berdasarkan hasil analisis di atas dapat disimpulkan bahwa dari tahun 2001-2005 bakteri Gram negatif terhadap amoksilin cenderung telah resisten kecuali terhadap Proteus mirabilis, sedangkan terhadap sulbenisilin dan tikarsilin cenderung telah resisten kecuali terhadap bakteri Proteus mirabilis dan Pseudomonas aeruginosa.

Urinary tract infection (UTI) is a general term for the presence of microorganism in the urine that can very dangerous if it is not treated properly. Amoxicillin, sulbenicillin, and ticarcillin are among the first line therapy for the treatment of UTI. Decreasing sensitivity of these drugs is one of the obstacles in the management of UTI in Indonesia. This research is purposed to investigate the sensitivity patterns of the gram negative bacteria such as Escherichia coli, Enterobacter aerogenes, Klebsiella pneuomoniae, Proteus mirabilis, and Pseudomonas aeruginosa to amoxicillin, sulbenicillin, and ticarcillin. Another purpose of this study is to investigate the progress of sensitivity patterns of the microorganisms to the antibiotics from year of 2001 to 2005. This study was conducted by analyzing a secondary data of 1313 samples with positive cultures from Laboratory of Clinical Microbiology Faculty of Medicine University of Indonesia (FMUI) since January 2001 to December 2005. These samples had been checked for their resistance based on the guideline from NCCLS. Result of the analysis indicates that sensitivity patterns of Escherichia coli to amoxicillin, sulbenicillin, and ticarcillin are 9,7%, 21%, and 16%, respectively; Enterobacter aerogenes to amoxicillin, sulbenicillin, and ticarcillin are 3,23%, 25% and 18,97%; Klebsiella pneumonia sp to amoxicillin, sulbenicillin, and ticarcillin are 2,51%, 20,77%, and 6,89%; Proteus mirabilis to amoxicillin, sulbenicillin, and ticarcillin are 47,9%, 79,8% and 59,07%; Pseudomonas aeruginosa to amoxicillin, sulbenicillin, and ticarcillin are 3,14 %, 57,95% and 31,06%. Based on that analysis, it can be concluded that from 2001-2005, negative Gram bacteria tend to resistant to Amoxicillin except to Proteus mirabilis, meanwhile to sulbenicillin, and ticarcillin are resistant except to Proteus mirabilis and Pseudomonas aeruginosa."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
S-pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Firdaus Nurdin
"Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan penyakit infeksi yang cukup sering terjadi di masyarakat. Dari berbagai penelitian di Indonesia dan di luar negeri, telah menunjukkan penurunan kepekaan bakteri penyebab ISK terhadap antibiotik golongan fluorokuinolon. Hal ini dikhawatirkan menjadi kendala dalam penanggulangan ISK di Indonesia.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola kepekaan bakteri Gram negatif yaitu Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas aeuroginosa Enterobacter aerogenes, dan Proteus mirabilis dari penderita infeksi saluran kemih terhadap siprofloksasin, gatifloksasin, ofloksasin, dan moksifloksasin.
Penelitian ini dilakukan dengan cara menganalisis data sekunder sebanyak 3268 isolat urin dengan kultur positif dari Laboratorium Mikrobiologi Klinik FKUI pada Januari 2001 sampai Desember 2005 dan telah dilakukan uji resistensi sesuai dengan NCCLS.
Dari hasil analisis didapatkan angka kepekaan Escherichia coli terhadap siprofloksasin, ofloksasin, gatifloksasin dan moksifloksasin adalah 54.5%, 59.4%, 54.5%, dan 38.0%; kepekaan Klebsiella pneumoniae terhadap siprofloksasin, ofloksasin, gatifloksasin dan moksifloksasin adalah 46.0%, 54.2%, 48.1%, dan 34.9%; kepekaan Pseudomonas aeruginosa terhadap siprofloksasin, ofloksasin, gatifloksasin dan moksifloksasin adalah 43.9%, 43.9%, 44.9%, dan 38.1%; kepekaan Enterobacter aerogenes terhadap siprofloksasin, ofloksasin, dan gatifloksasin adalah 58.7%, 63.8%, dan 65.5%; kepekaan Proteus mirabilis terhadap siprofloksasin, ofloksasin, dan gatifloksasin adalah 80.5%, 83.9%, dan 70.0%.

Urinary tract infection (UTI) is a common infectious disease in the community practice. Studies in Indonesia and overseas showed the decrease of sensitivity of bacteria causing UTI to fluoroquinolone. This problem is potentially leading to difficulty in the treatment of UTI in Indonesia.
This study objective was to investigate the sensitivity pattern of Gram negative bacteria such as Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas aeuroginosa, Enterobacter aerogenes, and Proteus mirabilis taken from UTI patient to ciprofloxacin, gatifloxacin, ofloxacin, and moxifloxacin.
This study was conducted by analyzing secondary data of 3268 isolated urine with positive culture from Clinical Microbiology Laboratory of FMUI since January 2001 to December 2005. Resistance test had been performed in guidance of NCCLS.
Results of the analysis indicate that sensitivity patterns of Escherichia coli to ciprofloxacin, ofloxacin, gatifloxacin, moxifloxacin were 54.5%, 59.4%, 54.5%, and 38.0%, respectively; Klebsiella pneumoniae to ciprofloxacin, ofloxacin, gatifloxacin, and moxifloxacin were 46.0%, 54.2%, 48.1%, and 34.9%; Pseudomonas aeruginosa to ciprofloxacin, ofloxacin, gatifloxacin, and moxifloxacin were 43.9%, 43.9%, 44.9%, and 38.1%; Enterobacter aerogenes to ciprofloxacin, ofloxacin, and gatifloxacin were 58.7%, 63.8%, and 65.5%; Proteus mirabilis to ciprofloxacin, ofloxacin, and gatifloxacin were 80.5%, 83.9%, and 70.0%.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Asep Komara
"Sebagian besar bakteri penyebab Infeksi saluran kemih (ISK) adalah bakteri gram negatif. Bakteri Gram negatif banyak yang telah resisten terhadap berbagai macam antibiotik, salah satunya terhadap antibiotik gentamisin dan kotrimoksazol. Kedua antibiotik ini termasuk antibiotik yang digunakan untuk mengatasi ISK akibat bakteri gram negatif. Menurunnya kepekaan obat ini menjadi salah satu kendala dalam penanggulangan ISK di Indonesia. Penelitian ini bertujuan menentukan pola kepekaan bakteri Gram negatif terhadap antibiotik gentamisin dan kotrimoksazol dari tahun 2001-2005. Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan disain cross-sectional. Penelitian ini dilakukan dengan menganalisis data sekunder sebanyak 1522 sampel yang diteliti dengan kultur positif di Laboratorium Mikrobiologi Klinik FKUI dari Januari 2001 sampai Desember 2005 dan telah menjalani pemeriksaan resistensi berdasarkan National Committee for Clinical Laboratory Standards (NCCLS), terdiri dari: Escherichia coli 567 sampel, Enterobacter 153 sampel, Klebsiella pneumonia 407 sampel, Proteus mirabilis 137 sampel dan Pseudomonas aeruginosa 256 sampel. Hasil analisis menunjukan bahwa nilai rata-rata kepekaan Escherichia coli terhadap gentamisin 78,4% dan kotrimoksazol 34%; nilai rata-rata kepekaan Enterobacter terhadap gentamisin 71,7% dan kotrimoksazol 36,3%; nilai rata-rata kepekaan Klebsiella pneumonia terhadap gentamisin 70% dan kotrimoksazol 50,6%; nilai rata-rata kepekaan Proteus mirabilis terhadap gentamisin 94,7% dan kotrimoksazol 43%; nilai rata-rata kepekaan Pseudomonas aeruginosa terhadap gentamisin 44,8% dan kotrimoksazol 29%. Berdasarkan hasil analisis di atas dapat disimpulkan bahwa dari tahun 2001-2005 bakteri Gram negatif terhadap antibiotik kotrimoksazol cenderung telah resisten, sedangkan terhadap antibiotik gentamisin cenderung masih sensitif kecuali terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa yang telah resisten.

Most of the bacteria causing urinary tract infection (UTI) is negative gram bacteria. Some of these bacteria are resistant to several antibiotics, including gentamycin and cotrimoxazole. Both of these antibiotics are used for treating UTI caused by negative gram bacteria. Decreasing sensitivity of these drugs being the obstacle in the management of UTI in Indonesia. This research is aimed to investigate the sensitivity pattern of the gram negative bacteria to gentamycin and cotrimoxazole from 2001 to 2005. The disain of this study was cross-sectional descriptive. This study was conducted by analyzing secondary data with 1522 positive culture samples from Clinical Microbiology Laboratory Faculty of Medicine University of Indonesia since January 2001 to December 2005 and had been checked for their resistance based on the National Committee for Clinical Laboratory Standards (NCCLS) including 256 samples of Eschericia coli, 153 samples of Enterobacter, 407 samples of Klebsiella pneumonia, 137 samples of Proteus mirabilis, and 258 samples of Pseudomonas aeruginosa. Results of the analysis showed that sensitivity of Escherichia coli to gentamicin and cotrimoxazol were 78.4% and 34% respectively; sensitivity of Enterobacter to gentamicin and cotrimoxazol were 71.7% and 36.3% respectively; sensitivity of Klebsiella pneumonia to gentamicin and cotrimoxazol were 70% and 50.6% respectively; sensitivity of Proteus mirabilis to gentamicin and cotrimoxazol were 94.7% and 43% respectively; sensitivity of Pseudomonas aeruginosa to gentamicin and cotrimoxazol were 44.8% and 29% respectively. Based on that analysis, it can be concluded that from 2001-2005, negative Gram bacteria tend to resistant to be cotrimoxazole, meanwhile to gentamycin, it’s still effective, except to resistant Pseudomonas aeruginosa."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
S-pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Daffa Hakim Alaina Nugroho
"Hidrokarbon Aromatik Polisiklik atau HAP merupakan salah satu golongan pencemar yang terdapat pada pengolahan minyak bumi. Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi dan mengkarakterisasi bakteri Gram positif yang mampu mendegradasi naftalena. Pengambilan sampel dilakukan di pantai Samudera Baru, Karawang. Isolasi bakteri dilakukan dengan metode pengayaan menggunakan medium Bushnell-Haas yang ditambah minyak diesel 1%. Dua isolat diperoleh yaitu SB 1.2.1 (Gram positif) dan SB 1.2.2 (Gram negatif). Isolat SB 1.2.1 dikarakterisasi secara biokimia. Isolat SB 1.2.1 tidak memiliki kompleks sitokrom C oksidase, menghasilkan enzim katalase, memetabolisme glukosa dengan cara selain oksidasi-fermentasi, serta tidak dapat memfermentasi glukosa. Isolat SB 1.2.1 ditumbuhkan dalam medium Bushnell-Haas dengan tambahan naftalena 0,02% dan yeast extract 0,5% dengan penurunan jumlah sel (dari 3,42 x 107 CFU/mL menjadi 1,97 x 107 CFU/mL pada batch pertama dan dari 7,05 x 107 CFU/mL menjadi 6,84 x 107 CFU/mL pada batch kedua) setelah 48 jam. Hasil pengukuran konsentrasi naftalena menggunakan HPLC menunjukkan bahwa terjadi penurunan konsentrasi naftalena sebanyak 29,13% setelah 48 jam inkubasi dibandingkan dengan kontrol tanpa ditemukan senyawa lain saat HPLC.

Polycyclic Aromatic Hydrocarbons or PAHs are a class of pollutants found in petroleum processing. This study aims to isolate and characterize Gram-positive bacteria capable of degrading naphthalene. Sampling was carried out on the coast of Samudera Baru, Karawang. Isolation of bacteria was done by enrichment of Bushnell-Haas medium with the addition of 1% diesel oil. Two isolates were obtained, namely SB 1.2.1 (Gram positive) and SB 1.2.2 (Gram negative). The SB 1.2.1 isolate was further characterized biochemically. The SB 1.2.1 isolate does not have a cytochrome C oxidase complex, produces catalase enzymes, metabolizes glucose in a way other than oxidation-fermentation, and cannot ferment glucose. The SB 1.2.1 isolate was then grown in Bushnell-Haas medium with the addition of 0.02% naphthalene and 0.5% yeast extract for 48 hours. There was a decrease in the total number of cells (from 3.42 x 107 CFU/mL to 1.97 x 107 CFU/mL on the first batch and form 7.05 x 107 CFU/mL to 6.84 x 107 CFU/mL on the second batch) after 48 hours. Analysis of naphthalene concentration using HPLC showed that there was a decrease in naphthalene concentrations of 29.13% after 48 hours of incubation compared to controls without other compounds found during HPLC.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Carlos Daniel
"Isolat bakteri SB 1.2.1 merupakan bakteri Gram positif yang diisolasi dari sampel pasir di Pantai Samudera Baru, Karawang. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan biodegradasi naftalena oleh isolat SB 1.2.1 yang ditumbuhkan dalam medium Bushnell-Haas dengan penambahan naftalena 0,02% (b/v) dan glukosa 0,5% (b/v). Pertumbuhan isolat SB 1.2.1 diukur menggunakan metode total plate count (TPC) dan spektrofotometer panjang gelombang 600nm. Pengurangan konsentrasi senyawa naftalena diukur menggunakan High Performance Liquid Chromatography (HPLC) dengan panjang gelombang 254 nm, 276 nm, 278 nm, 304 nm, dan 339 nm. Hasil pengukuran pertumbuhan menunjukkan peningkatan jumlah sel (6,78 x 106 menjadi 1,18 x 107 CFU/mL pada batch pertama dan 1,09 x 107 menjadi 1,28 x 107 CFU/mL pada batch kedua) pada inkubasi 24 jam dan pengurangan jumlah sel menjadi (3,92 x 106 CFU/mL pada batch pertama dan 3,21 x 106 CFU/mL pada batch kedua) pada inkubasi 48 jam. Hasil pengukuran konsentrasi senyawa naftalena setelah inkubasi 48 jam menunjukkan ada pengurangan konsentrasi naftalena sebesar 14,26%.

Bacterial isolate SB 1.2.1 is a Gram-positive bacteria isolated from Samudera Baru beach in Karawang. This study aims to determine the capability of bacterial isolate SB 1.2.1 to degrade naphthalene. The isolate was grown in Bushnell-Haas medium with addition of 0.02% (w/v) napthalene and 0.5% glucose (w/v). Bacterial growth was measured using TPC (Total Plate Count) method and absorbance measurement used spectrophotometer at 600 nm. The decrease of napthalene concentration was measured using High Performance Liquid Chromatography (HPLC) at 254 nm, 276 nm, 278 nm, 304 nm, and 339 nm wavelengths. Bacterial isolate SB 1.2.1 showed an increase in cell numbers after 24 hours of incubation (from 6.78 x 106 into 1.18 x 107 CFU/mL on the 1st batch dan 1.09 x 107 into 1.28 x 107 CFU/mL on the 2nd batch) and decrease in the number of isolate (into 3.92 x 106  CFU/mL on the 1st batch dan 3.21 x 106 CFU/mL on the 2nd batch) after 48 hours of incubation. There was a 14.26% decrease in naphthalene concentration after 48 hour.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Susilowati
"Pendahuluan: Infeksi Saluran Kemih (ISK) merupakan infeksi yang diakibatkan adanya mikroorganisme yang mencederai sistem perkemihan termasuk ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. ISK dapat terjadi pada perawat dan menjadi penyumbang terbesar kasus tenaga kesehatan yang mengalami ISK. Kebiasaan menahan BAK (BAK), kurang minum air putih, hygiene, penggunaan celana dalam bukan berbahan katun, dan bekerja long shift perawat dapat menyebabkan munculnya gejala ISK pada perawat. Tujuan: Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan gejala ISK pada perawat. Metode: Desain penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan metode cross sectional. Sampel penelitian sebanyak 271 perawat yang berdinas di ruang rawat inap dan rawat jalan, diambil dengan teknik simple random sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan pengisian kuesioner data sosiodemografi, dan kuesioner faktor-faktor yang memengaruhi gejala ISK. Analisis statistik dilakukan dengan uji chi square dan uji regresi logistik biner. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan pada 95% CI tidak ada hubungan usia (p=0,171), jenis kelamin (p=0,056), kebiasaan menahan BAK (p=0,077), kurang minum air putih (p=0,869), hygiene (p=0,780), penggunaan celana dalam bukan berbahan katun (p=0,224), bekerja long shift (p=0,178) dengan gejala ISK. Sedangkan variabel pendidikan ada hubungan dengan gejala ISK (0,018). Hasil analisis multivariat menunjukkan faktor yang paling berpengaruh adalah pendidikan memiliki nilai signifikasi (p=0,008). Simpulan: Terdapat hubungan antara pendidikan dengan gejala ISK. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan pengetahuan dan meningkatkan kemampuan perawat dalam pencegahan terkait ISK.

Introduction: Urinary Tract Infection (UTI) is an infection caused by microorganisms injuring the urinary system including the kidneys, ureters, bladder and urethra. UTIs can occur in nurses and are the largest contributor to health workers experiencing UTIs. The habit of holding in urination (BAK), not drinking enough water, hygiene, using non-cotton underwear, and working nursing shifts can cause UTI symptoms in nurses. Objective: To analyze the factors associated with symptoms of UTI in nurses. Method: The research design is quantitative research with cross sectional study. The sampling technique is simple random sampling, involved 271 nurses who have been working in inpatient and outpatient wards. Data collection is carried out by filling out a sociodemographic data questionnaire and a questionnaire of factors that influence UTI symptoms. Statistical analysis was conducted using chi square and binary logistic regression test. Result: The results of the study showed that at 95% CI there was no association of age (p=0.171), gender (p=0.056), habit of holding urin (p=0.077), lack of drinking water (p=0.869), hygiene (p=0.780) , use of non-cotton underwear (p=0.224), working long shifts (p=0.178) with symptoms of UTI. Meanwhile, education appears to be associated with UTI symptoms (0.018). The results of the multivariate analysis show that the most influential factor is education, the interaction was significant (p=0.008). Conclusion: There is a relationship between education and UTI symptoms. It is hoped that this research can provide knowledge and improve nurses' abilities in preventing UTI."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Usman Chatib Warsa
"Siprofloksasin adalah antibiotika kuinolon generasi ketiga yang dianggap sangat poten membunuh bakteri Gramnegatif dan Gram-positif. Penelitian multisenter telah dilakukan untuk pertama kalinya di Indonesia dengan tujuan melihat potensi Siprofloksasin, yaitu di 12 laboratorium mikrobiologi klinik se-Indonesia: Banda Aceh, Padang, Jakarta Bandung, Semarang, Yogyakarta, Solo, Surabaya, Malang, Denpasar dan Manado. Spesimen dari penderita penyakit infeksi yang sudah terseleksi kualitasnya diambil sebagai bahan penelitian. Spesimen tersebut berasal dari darah, cairan tubuh lain, bilasan bronkhus, sputum, usap tenggorok, usap hidung, usap telinga, cairan mata, usap urethra, usap vagina, pus, cairan luka, urin dan feses. Dengan metode cakram antibiotika Siprofloksasin, diperoleh hasil 72-98 % bakteri masih sensitif, sedangkan hanya 61 % dari 22 spesies Acinetobacteri spp. dan 40 % dari 19 spesies Neisseria gonorrhoeae yang masih sensitif. Dengan metode dilusi agar, uji KHM (Konsentrasi Hambat Minimal) menunjukkan 69 ? 98 % bakteri sensitif terhadap Siprofloksasin dan dengan metode E-test antara 78 ? 100 % sensitif. Untuk kuman Acinetobacteri spp. sensitivitasnya berkisar antara 61 ? 70 %, dan untuk Neisseria gonorrhoeae sensitivitasnya antara 89 ? 92 %.

Invitro activity of . Ciprofloxacin against Gram-negative bacteria isolated from infected patients in Indonesia. Ciprofloxacin the third generation of the quinolone family was claimed very potent against Gram-negative and Grampositive pathogens compared to former generations. The first in-vitro multi centre study has been conducted in Indonesia including 12 clinical microbiology laboratories as follows: Banda Aceh, Padang, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Solo, Surabaya, Malang, Denpasar and Manado. Selected specimens from infected persons were chosen to be included in this study such as from blood, body fluids, bronchial washing, sputum, throat, nose, ear, eye, urethra, vagina, pus, wound, urine and feces. The results of ciprofloxacin disk test technique to all 1457 Gramnegative pathogens showed that between 72 ?98 % were susceptible, while against 22 Acinetobacter sp, only 61 % and againt 19 Neiserria gonorrhoeae only 40 % were susceptible. Results of the agar dilution MIC (Minimum Inhibitory Concentrtion) test were between 69 ?98 % susceptible and the E test technique were between 78 ? 100 % susceptible, while against the Acinetobacter were between 61 % and 70 % respectively. N. gonorrhoeae strains was susceptible between 89 % and 92 %."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Riki Alkamdani
"Latar belakang: Infeksi saluran kemih ISK merupakan salah satu penyakit infeksi yang paling sering pada anak usia 2 bulan ndash; 2 tahun. Infeksi saluran kemih sulit dideteksi karena gejalanya yang tidak khas. Diagnosis pasti dengan biakan urin membutuhkan waktu yang lama, sedangkan pemeriksaan urinalisis sulit mendeteksi ISK karena pengosongan kandung kemih yang cepat. Pewarnaan Gram urin lebih mudah dilakukan, cepat, dan murah sehingga diajukan sebagai metode diagnosis alternatif.
Tujuan: Mengetahui kesesuaian pemeriksaan pewarnaan Gram urin dibandingkan dengan biakan urin dalam mendiagnosis ISK pada anak usia 2 bulan - 2 tahun.
Metode: Studi potong lintang, di RSCM Jakarta, bulan Mei hingga Desember 2016. Penelitian melibatkan 59 anak usia 2 bulan ndash; 2 tahun dengan klinis tersangka ISK. Urin diambil dengan teknik kateterisasi peruretra. Sampel urin diperiksakan pewarnaan Gram, biakan urin dan urinalisis. Biakan urin sebagai baku emas pemeriksaan, dinyatakan sebagai ISK apabila tumbuh kuman dengan koloni >50.000 cfu/mL. Pewarnaan Gram dinyatakan positif ISK apabila ditemukan satu jenis bakteri per lapang pandang besar.
Hasil: Prevalens ISK pada penelitian ini sebesar 38,9. Sensitivitas pewarnaan Gram urin sebesar 47,8 IK 95 26,8-69,4, spesifisitas 97,2 IK 95 85,5-99,9, NDP 91,7 IK 95 60,3-98,8, NDN 74,5 IK 95 60,3-98,8, LR 17,2 IK 95 2,4-124,6, LR - 0,54 IK 95 0,36-0,8, akurasi 78.
Simpulan: Terdapat kesesuaian antara pemeriksaan pewarnaan Gram urin dengan biakan urin dalam mendiagnosis ISK. Terapi antibiotik dapat segera diberikan apabila hasil pemeriksaan Gram urin positif menunjukkan hasil positif. Pemberian antibiotik dapat ditunda menunggu hasil biakan urin, apabila gejala klinis ISK tidak terlalu khas dan tidak ditemukan bakteri dari pewarnaan Gram urin.

Background: Urinary tract infection UTI one of the most common disease in children age 2 months 2 years. Urinary tract infection in children is often difficult to diagnose because of the atypical symptoms. The definitive diagnosis with urine culture has its limitations because it takes a long time to get results, while it is difficult to detect UTI using urinalysis due to the rapid bladder emptying. Gram staining of urine is thought to be easier, faster, and cheaper, therefore it is proposed as an alternative method for early diagnosis of UTI.
Objective: To compare the diagnostic accuracy of urine Gram staining with urine culture to diagnose UTI in children aged 2 months to 2 years.
Methods: A cross sectional study was conducted at Cipto Mangunkusumo Hospital from May to December 2016. The study involved 59 children aged 2 months 2 years drawn through consecutive sampling method with clinically suspected UTI. Urine sample was taken with per urethra catheterization techniques. Urine samples were examined by Gram staining, urine culture and urinalysis. Urine culture as a gold standard examination is expressed as UTI when colonies of bacterias grow 50,000 cfu mL. Gram stain tested positive for UTI if one type of bacteria is found per high power field.
Results: The prevalence of UTI in this study is 38.9. The sensitivity of urine Gram staining is 47.8 95 CI 26.8 to 69.4, specificity of 97.2 95 CI 85.5 to 99.9, NDP 91.7 CI 95 from 60.3 to 98.8, NDN 74.5 95 CI 60.3 to 98.8, LR 17.2 95 CI 2.4 to 124.6, LR 0.54 95 CI 0.36 to 0.8, and accuracy of 78.
Conclusion There is a correlation between the urine Gram staining with urine culture in diagnosing UTI in children aged 2 months 2 years. Antibiotics may be administered immediately when urine Gram staining shows positive result. Antibiotics for UTI may be delayed until the results of urine culture, if clinical symptoms of UTI is not very distinctive and urine Gram staining shows negative result.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arief Indra Sanjaya
"Sepsis adalah gejala klinis akibat infeksi disertai respon sistemik yang dapat berupa hipotermia, hipertermia, takikardia, hiperventilasi atau letargi. Sepsis neonatorum adalah sepsis yang teijadi pads neonates, dan pada biakan darah didapatkan basil positif. Pada sepsis neonatorum sering disertai infeksi saluran kemih (ISK). ISK ini dapat menyebabkan kerusakan ginjal dan memperberat sepsis. Untuk menegakkan diagnosis ISK sebagai standar adalah hitting koloni kuman pada biakan urin. Pewarnaan Gram urin merupakan pemeriksaan yang cepat, dapat rnengetahui morfologi dan jumlah kuman dalam hari pertama, serta dapat mendeteksi adanya ISK. Dengan melihat basil pewarnaan Gram urin maka pemberian terapi antibiotika secara empiris dapat lebih terarah. Tujuan penelitian ini ialah mendapatkam metode yang cepat dan mudah untuk mendeteksi ISK pada sepsis neonatorum. Penelitian ini juga bertujuan mendapatkan data proporsi ISK, pola kuman penyebab ISK dan antibiogramnya pada sepsis neonatorum.
Subjek penelitian adalah 100 bayi secara klinis menderita sepsis neonatorum yang dirawat di bangsal Perinatologi dan NICU Bagian IKA RSCM. Bahan berupa darah vena dan urin kateterisasi, diperiksa di Bagian Patologi Klinik RSCM. Pemeriksaan yang dilakukan adalah pewamaan Gram urin langsung dan urin sitospin, biakan min, dan biakan darah. Dinilai tingkat sensitivitas dan spesifisitas pewarnaan Gram urin terhadap biakan urin.
Pada penelitian ini didapatkan proporsi ISK pada sepsis neonatorum sebesar 8%. Pola kuman penyebab ISK terbanyak pada sepsis neonatorum adalah Pseudomonas sp dan Staphylococcus epidermidis. Tes sensitivitas antibiotika Pseudomonas sp resisten terhadap antibiotika yang diujikan. Staphylococcus epidermidis sensitif terhadap antibiotik Ampicillinsulbactam, Vancomycin, Meropenem, Imipenem, dan Oxacillin. Pada penelitian ini didapatkan tingkat sensitivitas pewarnaan Gram urin langsung 75% dan spesifisitas 100%, sedangkan pewarnaan Gram urin sitospin didapatkan sensitivitas 100% dan spesifisitas 98,9%. Pada kurva receiver operator curve (ROC) didapatkan sensitivitas dan spesitifitas terbaik pewamaan Gram urin sitospin untuk diagnosis ISK bila cut off point > 3 kuman per lapangan pandang imersi (pembesarkan 1000x). Pewarnaan Gram urin sitospin merupakan pemeriksaan yang dianjurkan untuk mendiagnosis ISK pada sepsis neonatorum secara rutin."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T58460
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>