Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 162391 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
cover
cover
Enita Safitri
"Melalui penelitian kepustakaan dan metode perbandingan serta atas analisa Perundangan. Penulis hendak membahas kedudukan saksi dalam Perkawinan yang ditinjau dari segi Hukum Islam dan UU. NO. 1 Th. 1974 JO.PP. 9/1975. Menurut Hukum Islam setiap Perkawinan harus dihadiri oleh dua orang saksi yang telah memenuhi syarat, sebagai salah satu rukun Perkawinan. Suatu Perkawinan yang tidak dihadiri oleh dua orang saksi maka nikahnya dianggap tidak sah. Sedangkan menurut UU. NO. 1 Th. 1974 Perkawinan di-lakukan menurut masing-masing Agama dan Kepercayaan,tetapi-harus dilengkapi dengan dua orang saksi dan pegawai penca-tat sesuai dengan ketentuan Pasal 2 (1) UU NO.1 Th. 1974 JO.PP. 9/1975. Oleh karena itu jika terjadi Perkawinan tanpa dihadiri oleh saksi-saksi dapat dimintakan pembatalannya oleh Pihak yang berkepentingan kepada Pengadilan Agama bagi yang beragama Islam & yang beragama lain. (bukan beragama Islam) ke Pengadilan Negeri. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bobby Wardana
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1994
S20639
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyono Darmabrata
Depok: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1997
346.016 WAH t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyono Darmabrata
Jakarta: Rizkita, 2008
346.016 WAH t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Enno Soebardjo
"Untuk menuju pembangunan manusia seutuhnya, pembaharuan Undang-Undang diutamakan guna melestarikan ketertiban dan kedamaian dimasyarakat. Setiap manusia memiliki sesuatu yang dihargai, masing masing dalam jumlah yang relatif. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, yaitu Undang-Undang Perkawinan berdasarkan Pancasila, sepanjang belum ada atau tidak bertentangan dengan undang-undang tersebut, peraturan perundang-undangan perkawinan lainnya masih berlaku. Penelitian dilakukan melalui buku-buku bacaan dan instansi yang terkait. Arti perkawinan di Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1971 sesuai dengan falsafah bangsa Indonesia antara lain Ketuhanan Yang Maha Esa. Syarat-syarat perkawinan mengikuti keadaan masyarakat yaitu menurut agama dan kepercayaannya, akibat perkawinan terhadap harta hendak terjadi pemisahan harta tanpa ada perjanjian perkawinan, alasan perceraian untuk pegawai negeri berlaku Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, Peraturan Pemerintah nomor 9 Tahun 1975 serta peraturan pemerintah Nomor 10 Tahun 1983. Harta benda perkawinan peraturannya sesuai dengan nilai-nilai yang hidup di masyarakat, sejak perkawinan berlangsung ada harta yang ter pisah dan harta bersama. Kitab Undang-undang Hukum Perdata bukan warisan budaya bangsa Indonesia. Perjanjian perkawinan tidak banyak digunakan oleh bangsa Indonesia padahal calon suami isteri mendapat kebebasan mengatur harta benda nya, kalaupun itu ada biasanya terjadi antara calon suami atau isteri karena adanya perbedaan yang besar mengenai harta yang dimilikinya. Memuat perjanjian perkawinan berarti mereka akan menentukan harta bendanya atas persetujuannya, dengan memisahkan selain harta yang dibawa, warisan atau hadiah juga harta yang didapat selama perkawinan, meskipun Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 menyatakan harta bersama adalah harta yang di peroleh selama waktu perkawinan, dimiliki secara bersama tidak masing - masing, kecuali dari warisan atau hadiah. Perjanjian dibuat sebelum perkawinan dilangsungkan, waktu perkawinan akte perjanjian disyahkan oleh pegawai pencatat. Perjanjian perkawinan ini disaksikan oleh dua orang saksi, ditanda tangani oleh calon suami-isteri Notaris dan saksi- saksi. Selama perkawinan, perubahan perjanjian perkawinan tidak bisa walaupun dengan persetujuannya, berbeda dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. Mengenai hukum perkawinan pada umumnya dan harta benda calon suami-isteri termasuk perjanjian perkawinannya, sebagai warga negara Indonesia berlaku Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, Bab I-XIV, pasal 1-67, Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, Bab I-X, pasal 1-49 serta Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983, pasal 1-23. Calon suami-isteri, penghayatan hukum perkawinan menurut hukum agamanya dan kepercayaannya adalah perlu diperhatikan, karena Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dalam beberapa pasalnya menunjuk ketentuan hukum agamanya dan kepercayaannya."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1994
S20814
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Olviani Shahnara
"Masyarakat Indonesia terdiri dari masyarakat adat yang memiliki kepercayaan asli dari nenek moyang. Hingga dewasa ini, masih banyak masyarakat yang tetap memegang teguh kepercayaan asli tersebut dan mereka disebut Penghayat Kepercayaan. Namun, kepercayaan yang mereka yakini masih dipandang sebelah mata karena dianggap bukanlah suatu agama. Oleh karena itu, banyak kendala yang dihadapi oleh para Penghayat Kepercayaan terkait kedudukan status hukum mereka di mata negara, terutama mengenai masalah pencatatan perkawinan. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak mengatur tentang perkawinan Penghayat Kepercayaan. Akibatnya, pada saat itu para Penghayat Kepercayaan kerap mendapatkan penolakan pencatatan perkawinan dari Kantor Catatan Sipil setempat. Demi memenuhi rasa keadilan dan hak asasi setiap manusia, pemerintah Negara Republik Indonesia pada tahun 2006 kemudian memberlakukan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Undang-undang Administrasi Kependudukan tersebut yang kemudian dapat dijadikan landasan hukum mengenai pencatatan perkawinan Penghayat Kepercayaan. Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006, Penghayat Kepercayaan kini telah dapat mencatatkan perkawinan mereka pada Kantor Catatan Sipil. Adapun metodologi yang digunakan dalam melakukan penulisan ini adalah penelitian yuridis normatif melalui bahan-bahan kepustakaan, dokumen dan literatur.

Indonesian society comprises of a traditional society (with adat cultures and values) who preserves their ancestors? beliefs. Until recently, few people still maintain to deem these traditional beliefs and classified as 'Penghayat Kepercayaan'. Their beliefs, however, are still underestimated since these beliefs are not classified as religions. Obstacles are familiar to the people of "Penghayat Kepercayaan", in regards to the legal status according to Indonesian Law, especially relating to issues of marriage's registration. Indonesian Law No. 1 Year 1974 regarding Marriage does not regulate the marriage of "Penghayat Kepercayaan" people. As a result, people of "Penghayat Kepercayaan" received several rejections of marriage records from the local Civil Registry Office. In order to fulfill values of justice and human rights of the people, Government of Republic of Indonesia enacted Law No. 23 Year 2006 regarding Population Administration. That law could be used as the legal basis in regards to the marriage records for the 'Penghayat Kepercayaan 'people where they are able to file their marriage in the Civil Registry Office. As for the methodology used in conducting this study is a normative juridical research through literature materials, documents and literature."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S1189
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>