Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 70945 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Esti Purnami
"Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara yang salah satunya berasal dari tanah dan atau bangunan berupa Pajak Penghasilan atas pengalihan hak maupun atas sewa, Pajak Bumi dan Bangunan serta Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Pajak tersebut dikenakan dikarenakan adanya perbuatan hukum yang dilakukan oleh masyarakat yang selalu harus diikuti dengan pembuatan akta-akta yang diantara dibuat oleh Notaris.
Penulisan tesis ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami pengaturan paling mutakhir mengenai pelaksanaan pemungutan pajak yang dapat dikenakan terkait dengan akta yang dibuat oleh Notaris atas tanah dan atau bangunan dan mengetahui peran Notaris dalam pemungutan pajak serta hambatan yang ditemui oleh Notaris dalam pemungutan pajak tersebut sehingga dapat memberikan simpulan dan saran mengenai hal ini kepada dinas dan instansi terkait demi penyelenggaraan pungutan pajak yang lebih baik di masa mendatang. Penelitian ini menggunakan metode normatif empris dengan penelitian kepustakaan yang bersifat deskritif yang menggunakan data sekunder dan wawancara.
Berdasarkan hasil analisis dan wawancara dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan pemungutan pajak dilaksanakan secara berbeda-beda, seharusnya Notaris sebelum membuat akta harus menerima bukti pembayaran pajak dari para pihak. Selain itu, peran Notaris dalam pemungutan pajak sebagai perpanjangan tangan pemerintah sangat signifikan karena dari Notaris dapat diperoleh wajib pajak baru melalui pembuatan NPWP maupun data-data yang akurat mengenai adanya suatu perubahan yang terjadi terhadap Obyek Pajak melalui akta-akta yang dibuat Notaris.

Taxes are the main source of state revenues, one of which comes from the land and the building or in the form of income tax on the transfer of rights as well as the rent, taxes and Customs building as well as the acquisition of rights to land and buildings (BPHTB). These taxes are imposed owing to legal action undertaken by the community that should always be followed by the creation of the deed-a deed between created by notary public. The writing of Taxes are the main source of state revenues, one of which comes from the land and or building form of income tax on the transfer of rights or rent, Land and Building Tax and Customs Acquisition of The Rights Transfer of Land and Building (BPHTB). These taxes are imposed due to the legal actions undertaken by people who are always to be followed by the creation of the deeds among the Notary.
This thesis aims to know and understand the most current arrangements regarding the implementation of tax collection which can be associated with the act made by Notary on land and or building and know the Notary role in tax collection as well as obstacles encountered by notary in the tax collection so that it can provide a conclusion and advice on the matter to the relevant agencies for the service and maintenance of better tax collection in the future. This research is using an empirical normative methods of the literature which is a descriptive study using secondary data and interviews.
Based on the results of the analysis and interviews, it can be concluded that the implementation of tax collection are implemented diffrently and Notary must receive proof of tax payment from the party before making the deeds. In addition, the role of Notary is very significant in collecting taxes as a Government?s extension of power because Notary can obtain new taxpayer through creating NPWP or obtain an accurate data on the changes of Tax Object through deeds made by the Notary."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
T32553
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yulianus
"Dalam pengalihan hak-hak atas tanah dan/atau bangunan yang didahului dengan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dengan kuasa jual yang dibuat di hadapan notaris di Kotamadya Jakarta Utara terjadi pengelakan dalam pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan/atau Bangunan (BPHTB).
Metode penelitian yang dipakai adalah metode penelitian yuridis normatif yakni mengacu kepada norma-norma hukum dalam peraturan perundang-undangan. Berdasarkan penelitian, pengelakan terhadap pemungutan PPh dan BPHTB dalam pengalihan hak-hak atas tanah dan/atau bangunan dilakukan dengan membuat akta/surat kuasa jual, akta/surat kuasa jual tersebut dibuat secara terpisah dengan PPJB, dan dijadikan dasar untuk transaksi jual bell tanah dan/atau bangunan berikutnya dengan pihak lain.
Pengelakan diatasi dengan menandatangani surat pernyataan dan diketahui oleh Notaris yang berisi pernyataan bahwa kuasa menjual yang diberikan kepada penerima kuasa belum pernah dibatalkan/cabut dan masih tetap berlaku sampai dibuat dan ditandatanganinya Akta PPAT; bahwa antara pernberi dan penerima kuasa belum/tidak pernah membuat/melakukan/ melaksanakan PPJB di hadapan Notaris; dan bahwa pemilik dan pemegang hak atas tanah dan/atau bangunan bersedia dan sanggup bertanggung jawab sepenuhnya serta bersedia ditindak dan dituntut di hadapan pihak-pihak yang berwenang tanpa meliuatkan Kantor Pertanahan Kotamadya Jakarta Utara.
Penulis menyarankan perlunya penyadaran mengenai pentingnya pajak, diharapkan dengan tingginya kesadaran masyarakat, maka akan meminimalisasi pengelakan pajak; upaya yang telah dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional Kotamadya Jakarta Utara dapat diikuti oleh Badan Pertanahan Nasional Kotamadya lainnya; dan Notaris sebaiknya tidak membuatkan akta/surat kuasa yang dibuat secara terpisah dengan Perjanjian Pengikatan Jual Bell guna menghindari terjadinya pengelakan terhadap pemungutan PPh dan BPHTB.

In land or building sales that was made initiated by The Installment Sale Agreement (Perjanjian Pengikatan Jual Bell) with selling authorization that was made in front of North Jakarta Notary, there was evasion made on Income Tax (Pajak Penghasilan) and Land Tenure Income Tax (Bea Perolehan Hak Atas Tanah an/atau Bangunan) exaction.
The research method is juristic normative method that refers to legal norms in the prevailing laws and regulations. Based on the research, evasion towards PPh and BPHTB in land and/or building sales made with Authorization Selling Letter, it was made separately with PPJB, and was made as a base for the next land and/or building selling transaction with other parties.
Evasion was handled by signing a Statement Letter and known by the Notary that said about the statement that the selling authorization given to the appointed has never been nullified/erased and was still in effect until it is made and signed in front of the PPAT; that between the appointer and the appointed has never been made/done/performed a PPJB in front of the Notary; and that the owner and holder of land and/or building is willing and can be hold responsible and willing to be charged and punished by the authorities without involving the North Jakarta Land Registry Office.
The author advises about the awareness to the importance of tax, hoping for society's awareness, therefore minimizing the tax evasion; the effort made by the North Jakarta Land Registry Office can be followed by the other Land Registry Offices; and Notary should not made Letter of Authorization that was made separately with Installment Sale Agreement to avoid the evasion of PPh dan BPHTB exaction.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19645
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alisangihe, Amelia Sonja
"PPAT adalah Pejabat Umum yang bertugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu. Sebelum melaksanakan pembuatan akta mengenai perbuatan hukum tersebut, selain PPAT wajib terlebih dahulu melakukan pemeriksaan pada Kantor Pertanahan mengenai kesesuaian sertipikat hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun, maka PPAT hanya dapat membuat akta pemindahan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun setelah Wajib Pajak menyerahkan tembusan Surat Setoran Pajak Penghasilan (SSP) dan BPHTB (SSB). Pokok permasalahan yang diangkat penulis dalam penelitian ini adalah: Bagaimana prosedur pelaksanaan pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPTHB)? dan: Apakah hambatan dalam penagihan Pajak Penghasilan (PPh) atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) bagi Pejabat Pembuat Akta Tanah? Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif; data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh melalui bahan pustaka berupa studi dokumen, dimana tipologi dalam penelitian ini bersifat evaluatif yakni menganalisa mengenai prosedur pelaksanaan pembayaran PPh atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dan BPTHB serta hambatan dalam penagihan PPh dan BPHTB bagi PPAT. Dari penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa pembayaran PPh atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dan BPTHB hanya dapat melalui bank-bank tertentu yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak dan meminta validasi terhadap bukti pembayaran pajak berupa Surat Setoran Pajak Penghasilan atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dan Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ke Kantor Pelayanan Pajak yang telah ditunjuk membutuhkan waktu yang lama. Hal ini merupakan salah satu hambatan bagi PPAT untuk melakukan pendaftaran ke Kantor Pertanahan, sehingga PPAT menyerahkan dokumen-dokumen untuk pendaftaran terlebih dahulu ke Kantor Pertanahan, kemudian menyerahkan tembusan SSP dan SSB setelah mendapat validasi.

Land Deed Official is the General Official, who has duty to perform part of Land Registration Activities by iss uing deeds as legal proof of certain lawful acts conceming land and ownership rights on property, which will be used as Standard for land registration amendment resulting from such acts. Before issuing the deeds conceming such acts, official other than Land Deed Official, shall assess the actuality of the land and ownership rights certificate to the Land Office, afterwards Land Deed Official may issue the deed after the Taxpayer has submitted a copy of Tax Payment Slip (SSP) and Acquisition Duty of Right on Land and Building Payment Slip (SSB). The main issue that the writer desires to bring to this research is: what is the procedure of Income Tax Payment in respect of the Transfer of Right on Land and/or Building and Acquisition Duty of Right on Land and Building (BPHTB)? and: what is the barrier to land deed official in collecting income tax relating to such issue?. This research constitutes juridical normative research; using a secondary data obtained through materials such as documents. The typology in this research is evaluative, that is to analyze procedures of Income Tax Payment in respect of the Transfer of Right on Land and/or Building and Acquisition Duty of Right on Land and Building (BPHTB) and the barrier in collecting income tax by Land Deed Official relating thereto. By doing this research, it can be concluded that the payment of Income Tax in respect of the Transfer of Right on Land and/or Building and Acquisition Duty of Right on Land and Building (BPHTB) can only be made through certain banks appointed by the Directorate General of Taxation, and validation from the Tax Office generally takes a long period. This is one of the barriers to Land Deed Official in registering land to land Office, causing the copy of validation tax Payment Slip has to be submitted later after relating documents have been submitted."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T26450
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Diana Idola Hotmarito
"Notaris selaku PPAT selain tunduk pada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pembuat Akta Tanah, dalam hal melaksanakan sistem self assessment pemungutan pajak BPHTB tunduk pula pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang terbit sebagai akibat amanat perkembangan pengaturan otonomi daerah di Indonesia. Tesis ini memakai Metode Yuridis Empiris dan menggunakan Teknik Analisa Data Kualitatif, menganalisa secara teoritis apa saja perubahan yang timbul akibat berlakunya Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 18 Tahun 2010 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan bagi peran Notaris selaku PPAT dalam penerapan sistem self assessment pada pemungutan BPHTB terhadap transaksi jual beli hak atas tanah dan bangunan. Selanjutnya dilakukan wawancara terhadap pegawai Dinas Pendapatan Daerah Kotamadya Jakarta Utara dan Notaris selaku PPAT di wilayah kotamadya Jakarta Utara agar diketahui hambatan dan kesulitan yang ditemui pada tataran praktek.
Dari hasil analisa tersebut didapatkan simpulan bahwa peran Notaris selaku PPAT menjadi semakin serta banyak ditemui hambatan terutama masalah teknis pemungutan BPHTB oleh Pemerintah Daerah sehingga memperlambat kerja Notaris selaku PPAT dalam menerapkan sistem self assessment pada pemungutan BPHTB terhadap transaksi jual beli hak atas tanah dan bangunan. Saran yang dapat diberikan adalah agar Ikatan Notaris Indonesia dan Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah memberikan perhatian khusus mengenai masalah ini dengan memperjuangkan penghargaan materiil dan moril bagi peran Notaris selaku PPAT dalam hal pemungutan BPHTB ini bahkan jika perlu secara tegas menolak ketentuan yang memberatkan Notaris selaku PPAT namun tidak memberikan sedikit pun penghargaan kepada Notaris selaku PPAT. Pemerintah Daerah di sisi lain harus tanggap pula kepada keluhan Notaris selaku PPAT ini dan membenahi diri, mulai dari tataran peraturan daerah dengan memasukkan penghargaan kepada Notaris selaku PPAT dan juga pada tataran praktek dengan membenahi seluruh kinerja pelayanan pajak BPHTB kepada masyarakat.

Notary as PPAT besides subject to the Act No. 30 of 2004 concerning Notary and Government Regulation No. 37 of 1998 on Regulation of Land Title Deed makers, in terms of performing self-assessment system of BPHTB also subject to Law Number 28 Year 2009 on Local Taxes and Levies which appeared from the mandate of the development of regional autonomy arrangements in Indonesia. This thesis is using Juridical Empirical Methods and using the Qualitative Data Analysis Technique, theoretically identify changes resulting from the enactment of the Regional Province Rule of Jakarta Capital Special Region No. 18 of 2010 on Bea Acquisition Of Land and Buildings considering the role of Notary as PPAT to imply the self assessment when voting the BPHTB of buying and selling of land and buildings. Further, interviews were conducted against the North Jakarta Revenue Department officials and North Jakarta Municipal Notary PPAT to know the obstacles and difficulties encountered at the level of practice.
After analyzing the datas we can obtain conclusion that the role of the Notary as PPAT is heavier and found many barriers, especially in technical problems of BPHTB collection by the local government. Advice can be given is that the Indonesian Notaries Association and the Association of Land Deed Officer give special attention on this issue and fight for the respect in the material and moral form and support for the right of Notary as PPAT in this collection of BPHTB and if it is necesarry to be done, should be explicitly reject the burdensome provisions of Notary as a PPAT in this BPHTB matters because there is no award at all. Local Government, on the other side, must respond to these complaints and reorganize themselves, ranging from the level of local regulations by entering a tribute to the Notary as PPAT and also at the level of practice by fixed up the entire performance BPHTB tax services to the community.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T31395
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Jordie Giovani
"ABSTRAK
Notaris merupakan pejabat umum yang berwenang membuat akta autentik. Akta autentik yang dimaksud penulis disini adalah akta para pihak yaitu perjanjian pengikatan jual beli. Tujuan penulisan penulis yang menganalisa peran notaris dalam pembuatan perjanjian pengikatan jual beli adalah untuk mengemukakan sampai sejauh mana peran dan tanggung jawab yang dimiliki oleh seorang Notaris dalam pembuatan perjanjian pengikatan jual beli. Permasalahan yang penulis angkat yaitu bagaimana peran dan tanggung jawab notaris jika salah salah satu pihak tidak melaksanakan kewajiban dalam perjanjian pengikatan jual beli tersebut serta bagaimana pelaksanaan ketentuan pajak penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, dan perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan. Penelitian dilakukan dengan penelitian kepustakaan yang bersifat normatif, yaitu dengan cara pengumpulan data yang bersumber dari bahan-bahan kepustakaan, menganalisis data secara kualitatif dengan melakukan sistematika terhadap penerapan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Atas dasar demikian, penulis dapat membuat kesimpulan yaitu bahwa notaris dalam pembuatan perjanjian pengikatan jual beli memiliki peran yaitu akta tersebut dibuat harus sudah sesuai dengan prosedur atau peraturan yang berlaku dan tanggung jawab notaris dalam perjanjian pengikatan jual beli yang dibuatnya adalah tanggung jawab terhadap aktanya saja serta dalam pelaksanaan pajak penghasilan pada perjanjian pengikatan jual beli notaris memiliki peran sebatas memberitahukan tentang adanya atau mengingatkan. Notaris juga tidak berhak atau berwenang melakukan pembayaran pajak yang seharusnya dilakukan oleh wajib pajak sendiri.

ABSTRACT
Notary is a public official who is authorized to make an authentic deed. Authetic deed meant here is a writer the parties that is a binding agreement trading. The author rsquo s purpose of analyzing the role of notary in making a binding agreement trading is to make the degree to which the roles and responsibilities of owned by a notary in making a binding agreement trading. the Problems who writers lift which are how the roles and responsibilities of notary if either one of the parties did not carry out an obligation in a binding agreement selling the purchases and how the regulations income tax on income of transfer of title of land and or building , and a binding agreement trading of land and or building. The study was conduct by the research of normative literature, by collecting data from literature and analyzing data qualitatively by the systematic application of laws and regulations that applied. Based on these study, authors conclude that notary in making a binding agreement trading have an important role that is such deed made should be in accordance with the procedures or regulations and responsibilities of the notary in a binding agreement trading inflicted is responsibility to the deed course and in the implementation of income tax on a binding agreement trading notary has a role to notify of the or remind. Notary also does not have right or authority to carry the payment of tax which should be achieved by taxpayers own."
2017
T47251
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Santoso Suryadi
"Setiap transaksi pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan dikenakan Pajak Penghasilan, yang dihitung berdasarkan tarif final yang telah ditentukan dikalikan nilai transaksi sebagai dasar pengenaan pajaknya. Dengan demikian tanpa melihat apakah nilai pengalihan (jual) yang terjadi lebih tinggi atau lebih rendah daripada nilai perolehan (bali), tetap dikenakan pajak dengan tarif final yang telah ditetapkan, artinya yterhadap transaksi yang merugi (tidak mendapat tambahan kemampuan ekonomis), tetap harus terkena Pajak Penghasilan (PPh). Undang-undang Pajak Penghasilan. mengatur 'bahwa pajak dikenakan terhadap setiap tambahan kemampuan ekonomis (penghasilan), akan tetapi undang-undang itu sendiri mengatur pula bahwa terhadap penghasilan tertentu, yang antara lain adalah penghasilan dari transaksi pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan akan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Memenuhi ketentuan itu, pemerintah mengatur pengenaan Pajak Penghasilan atas transaksi pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan dengan Peraturan Pemerintah, yang berlaku saat ini dengan penerapan tarif final yang dihitung berdasarkan nilai transaksi (tidak dengan nilai tambahan kemampuan ekonomis/keuntungan/penghasilan) dari Wajib Pajak yang melakukan transaksi pengalihan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dari setiap transaksi pasti akan terkena pajak tanpa harus melihat apakah atas transaksi tersebut diperoleh keuntungan atau diderita kerugian. Asas kepastian hukum sebagai salah satu asas dalam pemungutan pajak yang harus diperhatikan, tidak terpenuhi oleh karena Peraturan Pemerintah yang mengatur hal ini jelas bertentangan dengan isi dari undang-undangnya sendiri, bahkan ketentuan undang-undang ternyata tidak memberi kepastian untuk diterapkan dalam pelaksanaan pemungutan pajak secara nyata. Selanjutnya jika tidak terjamin terlaksananya asas kepastian hukum, seyogianya terjamin terlaksananya asas keadilan yang tidak kalah pentingnya sebagai salah satu asas dalam pemungutan pajak oleh negara. Pajak memang perlu bagi negara, akan tetapi sebagai negara hukum, konsekuensinya adalah rakyat harus mendapatkan jaminan untuk memperoleh kepastian hukum serta keadilan.
Ketidakadilan dalam pelaksanaan pemungutan pajak atas penghasilan dari pengalihan hak-hak atas tanah dan atau bangunan itu dengan jelas dapat diketahui dari hal-hal sebagai berikut : (1) dasar pengenaan pajak yang menurut undang-undang seharusnya adalah tambahan kemampuan ekonomis atau penghasilan neto tidak diterapkan dalam pelaksanaan pemungutan pajak atas penghasilan dari pengalihan hak-hak atas tanah dan atau bangunan, (2) ukuran yang harus dipakai untuk ?ability-to-pay? adalah seluruh jumlah penghasilan neto (?the global amount of ability-to-pay?) juga tidak diterapkan dalam pengenaan pajak atas penghasilan dari pengalihan hak-hak atas tanah dan atau bangunan, (3) bagi semua wajib Pajak, biaya yang dikeluarkan Wajib Pajak untuk merealisasikan penghasilan yang dikenakan pajak, seharusnya diperkenankan untuk dikurangkan dalam menghitung penghasilan yang dikenakan -pajak, ternyata dalam kenyataannya ?tidak diperkenankan, (4) bagi Wajib Pajak orang pribadi yang mendapat penghasilan dari penjualan hak-hak atas tanah dan atau bangunan seharusnya menurut undang-undang diberikan pengurangan sejumlah penghasilan yang tidal( dikenakan pajak (PTKP), namun dalam sistem yang sekarang diterapkan, tidak diberikan pengurangan semacam itu, (5) menurut Undang-undang Pajak Penghasilan semua Wajib Pajak apapun jenis penghasilan yang diterima, apabila jumlah penghasilannya sama, seharusnya dikenakan pajak dengan tarif pajak yang sama, namun tidak diterapkan atas penghasilan dari transaksi hak-hak atas tanah dan atau bangunan, (6) Pasal 17 Undang-undang Pajak Penghasilan mengatur suatu struktur tarif pajak progresif, sehingga bagi Wajib Pajak yang berpenghasilan lebih tinggi dikenakan pajak dengan tarif yang lebih tinggi, sehingga terjadi redistribusi penghasilan untuk menciptakan pembagian penghasilan yang lebih adil, (7) besarnya tarif seharusnya digantungkan kepada jumlah total penghasilan neto yang diterima, sedang dalam sistem yang berlaku sekarang, besarnya tarif tetap saja, sehingga juga tidak ada keadilan vertikal."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
D1041
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tjipto Nugroho
"Dalam usaha pengamanan penerimaan negara dari sektor pajak pemerintah menetapkan suatu Peraturan Pemerintah tentang PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN ATAU BANGUNAN.
Dalam kenyataannya kebijakan perpajakan ini tidak saja bersubstansi sebagai kebijakan pelaksanaan dari Undang-undang Pajak Penghasilan tetapi lebih bersubstansi sebagai kebijakan yang memperkenalkan suatu pengenaan pajak penghasilan yang berbeda dari konsep dasarnya. Persoalannya ialah apakah pengenaan pajak seperti yang ditetapkan oleh kebijakan perpajakan dimaksud merupakan pengenaan pajak penghasilan yang memenuhi prinsip-prinsip keadilan.
Teori dasar perpajakan mendeskripsikan bahwa sistem pajak adil apabila pajak yang dirancang mencerminkan prinsip prinsip keadilan horizontal maupun keadilan vertikal, artinya bahwa pajak yang adil adalah pajak yang dipungut berdasarkan basis dasar pengenaan pajak dan basis struktur tarif yang ditentukan secara tepat. Dalam sistem pajak penghasilan prinsip keadilan horizontal dirumuskan oleh pengertian penghasilan kena pajak sedang prinsip keadilan vertikal dirumuskan oleh struktur tarif progresif yang bermakna bahwa bagi yang berpenghasilan yang lebih besar akan mempunyai kewajiban untuk membayar pajak yang lebih besar.
Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metodologi penelitian kualitatif berdasarkan pendekatan positivistik dengan metoda analisis teoritis dan analisis empiris terhadap kasus nyata mengenai pengenaan pajak yang dipungut berdasarkan kebijakan perpajakan yang diteliti.
Telaah teoritis mendeskripsikan bahwa pajak penghasilan yang didefinisikan oleh kebijakan perpajakan dimaksud tidak mencerminkan pajak penghasilan yang adil. Analisis empiris juga mendeskripsikan bahwa pajak penghasilan yang dipungut berdasarkan kebijakan perpajakan ini tidak adil berdasarkan kenyataan yang memperlihatkan kecenderungan beban pajak yang lebih besar dibandingkan beban pajak yang seharusnya. Pajak yang didefinisikan dalam kebijakan perpajakan ini lebih mengarah sebagai rancangan bagi suatu jenis pajak yang lain."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Hanif
"Skripsi ini membahas tentang Pemungutan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Persewaan Tanah dan/atau Bangunan yang dikaitkan dengan asas kepastian hukum. Skripsi ini di latarbelakangi dari pengaturan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2017 yang mengatur bahwa layanan penginapan beserta akomodasinya bukanlah merupakan suatu objek pajak pajak penghasilan final atas usaha persewaan tanah dan/atau bangunan .Penilitian ini dilakukan di kota Tangerang. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Hasil penilitian ini menemukan terdapat kendala dalam pemungutan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Persewaan Tanah dan/atau Bangunan dikarenakan sistem pemungutan pajak dengan self assessment system.

This thesis discusses the Collection of Income Tax on Income from Land and / or Building Rental Business which is associated with the principle of legal certainty. This thesis is based on the arrangement in Government Regulation Number 34 of 2017 which stipulates that lodging services and their accommodations are not an object of final income tax tax on land and / or building rental business This research was conducted in the city of Tangerang. This research is a qualitative research with descriptive design. The results of this study found that there were obstacles in collecting Income Tax on Income from Land and / or Building Rental Business due to the tax collection system with the self assessment system."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Giffari Yahya Muhammad
"Semenjak diundangkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, muncul ketentuan-ketentuan baru yang belum diatur sebelumnya. Salah satu ketentuan baru tersebut adalah mengenai hak atas tanah pada ruang atas dan ruang bawah tanah. Tesis ini akan membahas mengenai bagaimana implementasi dari ketentuan baru tersebut dan bagaimana peran dan tanggung jawab notaris dan pejabat pembuat akta tanah terhadap ketentuan baru tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan metode yuridis normatif. Berdasarkan hasil penelitian, ketentuan baru ini masih belum dapat diimplementasikan secara sempurna karena masih diperlukan penyesuaian peraturan perundang-undangan yang sudah ada dan juga Notaris dan PPAT memiliki peran yang penting berkaitan dengan hak atas tanah pada ruang atas tanah dan ruang bawah tanah namun beberapa peraturan saat ini masih belum memadai sehingga diperlukan perubahan peraturan.

Ever since the promulgation of the Law Number 11 of 2020 regarding Job Creation, there are new provisions that have never regulated before. One of the new provisions regarding land rights on underground space and overground space. This thesis is about how those new regulations can be implemented and how the notary and the official certifier of title deeds involved and what is their responsibilities. This research conducted using the normative method. Based on the result of this research, the new provisions regarding land rights on underground space and overground space for the time being can’t be properly implemented. If the new provisions about to be implemented, there are a few regulations that needed to be amended. The regulations concerning Notary and Official certifier of title deeds also needed to be amended to accommodate the new provisions regarding underground space and overground space"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adrie Suteja
"Penelitian ini membahas implementasi pemungutan BPHTB sebagai pajak daerah di Kota Bukitinggi dan upaya yang dilakukan DPKAD Kota Bukittinggi untuk mengatasi permasalahan terkait pemungutan BPHTB dalam rangka meningkatkan penerimaan BPHTB. Pokok permasalahan adalah penerimaan BPHTB di Kota Bukittinggi sempat mengalami penurunan saat baru dikelola oleh pemerintah daerah dibanding saat dikelola pemerintah pusat. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penurunan penerimaan BPHTB karena masih adanya transaksi yang harganya dibawah harga pasar, dimana masyarakat menjadikan NJOP PBB sebagai dasar pengenaan pajak BPHTB. Pemerintah Kota Bukittinggi telah melakukan upaya mengatasi permasalahan tersebut dengan menetapkan Zona Nilai Tanah.

This study discusses the implementation of BPHTB As local tax collection in the city of Bukittinggi and efforts made by DPKAD Bukittinggi to solving problems related to the collection of BPHTB in order to improve BPHTB income. The main problem is BPHTB Bukittinggi had decrease when managed by local government than when managed by central government. This study used a qualitative approach.
The results showed that the decrease of BPHTB because there are still any of transaction price is below the market price, which the people make NJOP PBB as BPHTB tax base. Bukittinggi City government make decision to overcome the problems by setting Land Values Zone.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>