Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 86609 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Vivi Yunita Sari
"Di Indonesia jumlah penyandang cacat eukup besar dan menurut survei yang dilakukan oleh Departemen Sosial saat ini jumlahnya rnencapai sekitar 6,8 juta jiwa. Para penyandang cacat tersebut memiliki kebutuhan yang berbeda dengan orang nornal seperti kebutuhan akan mobilitas dan jalur khusus untuk penyandang cacat tubub yang menggunakan kursi roda atau tongkat penyangga (Speight dalam Dennis, Wes, Michael, Chigee, 1993). Di Indonesia fasilitas umum yang aksesibel bagi penyandang cacat baru tersedia I persen, walaupun telab ada Undang-Undang Nomor 4 tuhun 1997 tentang Penyandang Cacat namun dalam realisasinya belum terlaksana dengan baik. Budaya Indonesia juga masih belum berpihak pada penyandang cacat terutama pada penyandang tuna daksa. Penyandang tuna daksa dianggap tidak mampu memberikan kontribusi terhadap masyarakat dan stigma yang masih sangat kuat membuat penyandang tuna daksa semakin termarjinalkan (Utami, 2007). Aksesibilitas yang memadai bagi penyandang tuna daksa serta penerimaan masyarakat yang baik berarti memberikan kesempatan bagi individu untuk dapat lebih mandiri dalam menjalani hidupnya. Hal ini kemudian membuat kualitas hidup penyandang cacat tubuh menjadi lebih baik. Pengukuran kualitas hidup pada penelitian ini menggunakan alat ukur WHOQOL BREF yang dibagikan pada 10 orang partisipan. Dari 10 orang partisipan tersebut kemudian ditentukan 2 orang dan dilakukan wawancara Pemilihan kedua orang tersebut didasarkan pada gambaran kualitas hidup masing-masing partisipan yaitu partisipan yang mempersepsikan kualitas hidupnya baik dan partisipan yang mempersepsikan kualitas hidupnya buruk. Hasii wawancara menggambarkan dinamika, masalah, coping serta hal-hal lain yang mempengaruhi kualitas hidup penyandang tuna daksa.

In Indonesia people with disabilities have a large numbers and according to a survey conducted by the Ministry of Social Affairs the current numbers to approximately 6.8 million people. People with disabilities have different needs with a normal person like the need for mobility and a special line for people with disability who use wheelchairs or crutches (Speight on Dennis, Wes, Michael, Chigee, 1993). In Indonesia, public fucilities accessible for people with disabilities only available 1 percent, although there are Regulation No. 4 of 1997 on Persons with Disabilities, but in reality there has not implemented properly. Indonesian culture is still has leak supper! about people with disabilities, especially in the body. Disabilities body is considered incapable of contributing to society and stigma against people with disability is still very strong which makes more and more disabled people marginalized (Utami, 2007). Adequate accessibility for the physically disabled as well as good community acceptance means providing opportunities for individuals to be more independent in living his life. This then makes quality of life of persons with disabilities become better. Measurement of quality of life in this study using a measuring instrument WHOQOL·BREF which is distributed to the 10 participants. Of those 10 participants then they were determined only 2 people were interviewed. The selection of both person based on the picture quality of life of each participant who perceive the quality of life better and participants who perceive poor quality of life. The interviews describe the dynamics, problems, coping and other things that affect the quality of life for people with disability.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2009
T20913
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rizki Savitri
"Penyandang tuna daksa dapatan memiliki reaksi yang lebih negatif akibat disabilitas fisik mereka dibandingkan tuna daksa dari lahir karena mereka pernah mengalami hidup normal dan telah menyusun suatu rencana masa depan dengan keadaan normal. Reaksi tersebut adalah simtom Posttraumatic Stress Disorder (PTSD) dan dampak-dampak psikologis lainnya. Untuk mengatasi dampak tersebut, penyandang tuna daksa dapatan disarankan untuk menjalani serangkaian program rehabilitasi, yaitu rehabilitasi medis, vokasional dan sosial. Akan tetapi, ketiga rehabilitasi ini dipandang tetap perlu mengikutsertakan rehabilitasi psikis dalam program rehabilitasi tersebut. Hal ini dikarenakan sesuai dengan model biopsikososial yaitu semua yang terjadi pada tubuh manusia, akan berdampak pada aspek psikologis dan sosial dari manusia tersebut, dan akan berpengaruh terhadap keseluruhan tingkah laku dari manusia itu. Saat ini, rehabilitasi psikis berupa pemberian intervensi psikologis makin berkembang ke arah peningkatan keberfungsian diri para penyandang tuna daksa, salah satunya adalah Posttraumatic Growth Path (PTGP). PTGP bermanfaat untuk meningkatkan Posttraumatic Growth (PTG) atau pertumbuhan pasca trauma. Penelitian ini bertujuan untuk melihat efektivitas Posttraumatic Growth Path (PTGP) dalam meningkatkan Posttraumatic Growth (PTG) pada penyandang tuna daksa dapatan di usia dewasa muda. Pengukuran terhadap PTG menggunakan Posttraumatic Growth Inventory (PTGI) dan metode wawancara dan observasi terhadap partisipan. Setelah menjalankan intervensi dengan menggunakan PTGP, ketiga partisipan mengalami peningkatan PTG, diketahui dari peningkatan skor Posttraumatic Growth Inventory (PTGI) dan evaluasi kualitatif, seperti tahapan penyesuaian diri dari kecacatan permanen, simtom-simtom PTSD, dan dampak psikologis lainnya. PTGP dapat meningkatkan PTG pada penyandang tuna daksa dapatan di usia dewasa muda melalui intervensi dalam 4 sesi dan memunculkan perubahan yang lebih baik dalam kelima domain PTG pada ketiga partisipan.

People with acquired physical disability have more negative reactions due to their physical disability than people with physical disability from their birth because they had experienced a normal life and have devised a plan the future with a normal state. The reaction is a symptom of Posttraumatic Stress Disorder (PTSD) and other psychological impacts. To address these impacts, People with acquired physical disability are advised to undergo a series of rehabilitation programs, namely medical rehabilitation, vocational and social. However, three rehabilitation programs are considered permanent rehabilitation need to include psychological rehabilitation in the rehabilitation program. This is because according to the biopsychosocial model that is all that happens in the human body, will have an impact on the psychological and social aspects of the human being, and will affect the overall behavior of the human being. Currently, psychological rehabilitation is growing toward selfimprovement of the functioning of people with physical disability, one of which is the Posttraumatic Growth Path (PTGP). PTGP useful to improve Posttraumatic Growth (PTG). Posttraumatic Growth Path (PTGP) in improving the Posttraumatic Growth (PTG) in people with acquired physical disability in early adulthood. Measurement of PTG using Posttraumatic Growth Inventory (PTGI) and methods of interviews and observation. After running the intervention by using PTGP, three participants experienced an increase in PTG, known from an increase in score Posttraumatic Growth Inventory (PTGI) and a qualitative evaluation, such as the adjustment state of permanent disability, the symptoms of PTSD and other psychological effects. PTGP can increase PTG in people with acquired physical disability in early adulthood through intervention in 4 sessions and bring change for the better in the fifth domain of PTG in the all participants."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
T35439
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anastasia Tannudjaja
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara kualitas hidup dan perceived social support dari penumpang dan lawan bicara di telepon pada pengemudi yang melakukan komuter ke Jakarta setiap hari kerja. Dalam penelitian ini, 43 partisipan yang tinggal di Tangerang dan mengemudi ke Jakarta melalui tol Karang Tengah mengisi alat ukur WHOQOL-BREF dan Social Provisions Scale (SPS).
Dari penelitian, ditemukan bahwa seluruh domain dari kualitas hidup memiliki korelasi yang positif dengan perceived social support. Namun, tidak ada perbedaan yang signifikan dalam kualitas hidup maupun perceived social support antara pengemudi yang didampingi penumpang dan pengemudi yang berbicara dengan orang lain melalui telepon.

The study was conducted to establish the relationship between quality of life and perceived social support from passenger and telephone conversation partner in drivers who commute to Jakarta on work days. A total of 43 participants, who lived in Tangerang and drove to Jakarta through Karang Tengah tollway, completed the WHOQOL-BREF and the SPS.
The study found that all quality of life domains were positively correlated with perceived social support. However, there was no significant difference in quality of life and in perceived social support between drivers who were accompanied by passenger and those who talked to telephone conversation partner.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Angela Wulan Deborah
"Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara kualitas hidup dan psychological ownership pengemudi mobil pribadi yang melakukan komuter ke Jakarta. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan alat ukur WHOQOL-BREF dari WHO dan alat ukur psychological ownership. Dalam penelitian ini, peneliti meneliti 60 partisipan yang mengemudi mobil pribadi usia dewasa muda yang melewati jalan tol Karang Tengah ke arah Jakarta setiap hari kerja. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan secara signifikan antara tiga domain kualitas hidup, yaitu domain physical, social relations, dan environment dan psychological ownership, namun tidak terdapat korelasi secara signifikan antara domain psychological dan psychological ownership pada pengemudi mobil pribadi yang melakukan komuter ke Jakarta.

The aim of this study was to examine the relationship between quality of life and psychological ownership on young adult drivers who commute to Jakarta. 60 participants who drove their own car, and traveled to Jakarta through Karang Tengah toll way on work days were asked to complete the Quality of Life instruments (WHOQOL-BREF) developed by WHO and Psychological Ownership Scale. The study found significant positive relationships between three domains of quality of life, namely physical, social relations, and environment and psychological ownership. There was no significant relationship between psychological domain and psychological ownership on young adult car driver who commute to Jakarta.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nurhayati Fajar M. Nofitri
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran kualitas hidup penduduk dewasa pada lima wilayah di Jakarta. Responden penelitian adalah 255 orang penduduk dewasa yang tinggal di Jakarta dengan rentang usia 18 hingga 55 tahun. Peneliti menggunakan alat ukur SEIQoL-DW yang telah diadaptasi. Hasil penghitungan statistik deskriptif mendapatkan mean skor global quality of life sebesar 77,12 (dari rentang 1-100), menandakan bahwa sebagian besar penduduk dewasa di Jakarta memiliki kualitas hidup yang baik. Selain itu, ditemukan lima aspek kehidupan paling penting bagi sebagian besar penduduk dewasa di Jakarta dalam kaitannya dengan kualitas hidup, yaitu aspek keluarga, aspek spiritual/ agama, aspek kesehatan, aspek keuangan/ ekonomi, dan aspek hubungan sosial.

The purpose of this study is to descript the quality of life among adult citizen in five area of Jakarta. The participants of this research are 255 adult citizen who live in Jakarta, with age ranging from 18 to 55 years old. The instrument used in this study is adapted SEIQoL-DW. Descriptive statistic computation resulting a global quality of life mean score 77,12, indicating that most of adult citizen in Jakarta have a good quality of life. Meanwhile, the five most important life aspects according to adult citizen in Jakarta are family aspect, spirituality/ religion aspect, health aspect, monetary/ economic aspect, and social relationship aspect.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2009
155.92 NOF g
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Kania Dwi Oktaryani
"Individu yang sakit akan merasakan gejala dari penyakitnya, akan mempengaruhi proses tidur yang merupakan kebutuhan dasar manusia. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi gambaran kualitas tidur pada penderita ISPA di Puskesmas Kecamatan Beji Kota Depok pada kelompok usia dewasa muda. Metode penelitian adalah studi deskriptif dengan metode kuantitatif dan pendekatan cross sectional yang menggunakan teknik convenience sampling. Penelitian ini menggunakan kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) sebanyak 100 sampel. Hasil analisis menunjukkan 78% memiliki kualitas tidur yang buruk (skor >5), yang tiap komponen didapatkan hasil kualitas tidur subjektif cukup buruk (44%), latensi tidur 31-60 menit (32%), durasi tidur 5-5,9 jam (33%), efisiensi tidur >85% (76%), gangguan tidur ringan (51%), penggunaan obat tidur tidak pernah (80%), dan disfungsi siang hari ringan (39%). Selain itu, didapatkan data demografi penderita, rata-rata usia 28 tahun, mayoritas berjenis kelamin perempuan (80%), tidak memiliki penyakit komorbid (80%) dan tidak memiliki riwayat merokok (76%), riwayat pendidikan tinggi (47%), rata-rata durasi timbul gejala 4 hari, satu rumah dihuni 3–4 orang, rata-rata penghasilan satu keluarga 7,35 juta, dan luas rata-rata tempat tinggal 99,6 m². Dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa penderita ISPA memiliki kualitas tidur yang buruk akibat gejala yang timbul. Sehingga perlu adanya edukasi dari tenaga kesehatan untuk membantu penderita ISPA mengurangi ketidaknyamanan atas gejala yang timbul agar tetap mendapatkan kualitas tidur yang baik untuk membantu memulihkan diri.

Individuals who are sick will feel the symptoms of their illness, will affect the sleep process which is a basic human need. This study aims to identify the description of sleep quality in patients with ARI at the Beji District Health Center, Depok City in the young adult age group. The research method is a descriptive study with quantitative methods and a cross-sectional approach that uses convenience sampling techniques. This study used the Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) questionnaire as many as 100 samples. The results of the analysis showed 78% had poor sleep quality (score >5), of which each component obtained the results of poor subjective sleep quality (44%), sleep latency 31-60 minutes (32%), sleep duration 5-5.9 hours (33%), sleep efficiency >85% (76%), mild sleep disturbance (51%), never use of sleeping pills (80%), and mild daytime dysfunction (39%). In addition, the demographic data of sufferers were obtained, the average age was 28 years, the majority were female (80%), did not have comorbid diseases (80%) and did not have a history of smoking (76%), a history of higher education (47%), the average duration of symptoms was 4 days, one house was inhabited by 3-4 people, the average family income was 7.35 million, and the average living area was 99.6 m². From this study, it can be concluded that people with ARI have poor sleep quality due to the symptoms that arise. So it is necessary to have education from health workers to help people with ARI reduce the discomfort of the symptoms that arise in order to continue to get good quality sleep to help recover."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dimas Sayyid Mahfuzh
"Penelitian bertujuan untuk melihat hubungan antara driving anger dan kualitas hidup pada pengemudi di DKI Jakarta. Penelitian ini menggunakan metode kuatitatif dengan desain korelasional. Partisipan penelitian ini adalah 124 pengemudi dewasa muda yang tinggal di DKI Jakarta dengan pengalaman mengemudi minimal enam bulan dan mengemudi kendaraan pribadi. Penelitian ini menggunakan dua alat ukur yaitu World Health Organization Quality of Life (WHOQOL-BREF) dan Driving Anger Scale. Hasil penelitian ini adalah dimensi kesehatan fisik merupakan dimensi dengan skor kualitas hidup paling tinggi pada pengemudi dewasa muda di DKI Jakarta. Selain itu, hasil penghitungan driving anger menghasilnya rentang skor antara 50 hingga 117. Berdasarkan hasil uji korelasi antara driving anger dengan kualitas hidup, terlihat hubungan yang signifikan antara driving anger dengan dimensi kesehatan fisik, dengan r = -0,206 pada level 0,05 dan dimensi kesejahteraan psikologis dengan r = -0,258 pada level 0,01 dan dimensi lingkungan dengan r= -0.188. Oleh sebab itu, terdapat hubungan negatif yang signifikan antara driving anger dengan kualitas hidup pada pengemudi dewasa muda di DKI Jakarta.

The main aim of this research is to investigate the relationship between driving anger and quality of life of young adulthood in DKI Jakarta. Quantitative methods and correlational research design was used in this study. It involved participants of 124 young adulthood drivers who live in DKI Jakarta with a criteria of minimum six months driving experience and usign private car. Two instument was used, World Health Organization Quality of Life (WHOQOL-BREF) from WHO and Driving Anger Scale by Deffenbacher, Oetting and Lynch (1994). The result of this research found that physical health dimension have the highest quality of life score in young adulthood drivers in DKI Jakarta. In addition, based on the driving anger scale the range of score varies between 50 to 117. Moreover, the result of correlation test between driving anger and quality of life indicated significant correlation between driving anger and physical health dimension with, r = -0,206 and significant at l.o.s 0.05, psychological dimension with, r = -0,258 and significant at l.o.s 0.01 and r= -0.188 and significant at l.o.s 0.05. Therefore, this study found that there is a negative correlation between driving anger and quality of life."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Sofia Etty Adistambha
"Penelitian ini berfokus pada gambaran penerimaan diri pada penyandang tuna netra yang berusia dewasa muda dimana secara lebih lanjut ingin melihat mengenai dinamika seorang penyandang tuna netra dalam melalui tahapan penerimaan diri, karakteristik penerimaan diri yang dimiliki oleh seorang penyandang tuna netra serta faktor yang mempengaruhi penerimaan diri pada seorang penyandang tuna netra. Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif dengan desain deskriptif.
Subyek dalam penelitian ini terdiri dari 3 orang laki-laki penyandang tuna netra yang berada dalam rentang usia dewasa muda. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam, sedangkan analisis dilakukan dengan mereduksi data dan transformasi data mentah yang muncul dari catatan tertulis maupun rekaman di lapangan serta penarikan kesimpulan dari data mentah.
Dari analisis terhadap hasil wawancara, disimpulkan bahwa : 1) Dua orang subyek sudah berhasil mencapai tahap syukur, sedangkan satu orang subyek masih berada dalam tahap tawar menawar (bargaining) 2) Dua orang subyek memiliki karakteristik yang menunjang penerimaan diri dan kecacatannya, sedangkan satu orang subyek belum memiliki karakteristik yang menunjang penerimaan dirinya. 3) Dua orang subyek memiliki faktor-faktor yang menunjang penerimaan diri, sedangkan satu orang subyek tidak memiliki faktor yang menunjang penerimaan diri.
Penelitian selanjutnya disarankan untuk lebih memperhatikan formulasi pertanyaan agar lebih mudah dipahami oleh subyek, terutama untuk pertanyaan yang bersifat konseptual. Selain itu, disarankan pula untuk membedakan antara penyandang tuna netra sejak lahir dengan penyandang tuna netra dalam peijalanan hidupnya."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2007
T37863
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yunisa Putri Syahriani
"Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai perbedaan kualitas hubungan romantis berdasarkan tipe-tipe adult attachment pada dewasa muda yang berpacaran. Pengukuran adult attachment dilakukan menggunakan alat ukur The Experiences in Close Relationships-Short form (Wei et. al., 2007) dengan koefisien reliabilitas Cronbach Alpha sebesar 0.710. Pengukuran kualitas hubungan romantis dilakukan menggunakan alat ukur Partner Behaviours as Social Context dan Self Behaviours as Social Context (Ducat, 2009) dengan masing-masing koefisien reliabilitas Cronbach Alpha sebesar 0.904 dan 0.734. Responden penelitian ini berjumlah 205 orang, terdiri atas 86 laki-laki dan 119 perempuan. Responden adalah dewasa muda berusia 20-40 tahun dan sedang berpacaran.
Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat perbedaan kualitas hubungan romantis berdasarkan tipe secure attachment (p = .730), preoccupied attachment (p = .892), fearful attachment (p = .260), dan dismissing attachment (p = .627). Hasil tersebut menunjukkan bahwa persepsi individu terhadap kualitas hubungan romantisnya tidak dibedakan dan tidak dipengaruhi oleh tipe-tipe adult attachment, yaitu secure, preoccupied, fearful, dan dismissing. Hasil analisis tambahan menunjukkan bahwa kualitas hubungan romantis memiliki hubungan yang signifikan negatif dengan tipe secure attachment (r = -.382, p < 0.01), namun tidak memiliki hubungan yang dengan tipe preoccupied, fearful, dan dismissing attachment.

This study aimed to find differences in romantic relationship quality based on adult attachment styles among young adults in dating relationships. Level of adult attachment was measured by using Experiences in Close Relationships Scale-Short Form Inventory (Wei et. al., 2007) and romantic relationship quality was measured by using Partner Behaviours as Social Context and Self Behaviours as Social Context (Ducat, 2009). Number of subjects in this research was 205 respondents with 86 males and 119 females. Respondents are young adults aged 20-40 years old and in an dating relationship.
The result of this study showed that there was no differences in romantic relationship quality compared to secure attachment style (p = .730), preoccupied attachment style(p = .892), fearful attachment style (p = .260), and dismissing attachment style (p = .627). This result shows that romantic relationship quality isn’t determined by adult attachment styles. The additional anaylisis shows that romantic relationship quality has a negative significant correlation with secure attachment style (r = -.382, p < 0.01), but has no correlation with preoccupied, fearful, and dismissing attachment style.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
S63551
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>