Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 162025 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Martinus Siswanto Prajogo
"Timor Timur menjadi salah satu arena bagi penerapan kebijakan luar negeri Amerika Serikat. Hal ini tampak pada saat Indonesia mulai mengintegrasikan wilayah tersebut ke NKRI, pemerintah AS memberikan dukungan penuh, baik politis maupun security assistance. Namun ketika tokoh komunis Ramos Horta - yang didukung oleh East Timor Action Network (ETAN) yang berbasis di AS - memperjuangkan kemerdekaan Timor Timur, pemerintah AS memberi peluang yang sangat luas bagi lepasnya Timor Timur dari NKR1. Hal ini disebabkan oleh adanya perubahan kebiiakan AS dalam menghadapi ancaman dan tantangan global yang berorientasi pada keamanan nasionalnya.

East Timor is one of the arenas for U.S. foreign policy implementation. This matter seemed when Indonesia began to integrate the territorial to Republic of Indonesia, the U.S. Government fully supported both politically and security assistance. But when Ramos Horta - who supported by East Timor Action Network (ETAN) that based in the USA - struggle for East Timor independence, the U.S. Government gave widely oppornmities for the released of East Timor iiom Republic of Indonesia. This situation occurred due to there was a changing on U.S. foreign policy in dealing with global threat and challenging which oriented to its national security."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T34248
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ririn Qunuri
"Penelitian ini akan menjelaskan perubahan kebijakan pertahanan Australia dari yang bergantung pada sekutunya, Inggris dan AS, namun beralih untuk mengandalkan kemampuannya sendiri dan menjalin kerjasama dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara. Kebijakan pertahanan Australia dikenal sebagai strategi “pertahanan jauh ke depan” (forward defence) menjadi “pertahanan mandiri” (self-reliant defence). Kedua strategi pertahanan tersebut merupakan bagian dari “sistem keamanan kolektif” yang meliputi area Asia Tenggara hingga Pasifik, namun perbedaannya terletak dari aliansinya. Jika forward defence mengandalkan aliansi Australia dengan AS, namun dalam self-reliant defence, Australia menekankan ikatan keamanan regional dan kerjasama multidimensional di untuk menjaga stabilitas keamanan di kawasan Asia-Pasifik. Penelitian ini menggunakan pendekatan geopolitik dan keamanan dalam merumuskan kebijakan luar negeri Australia terhadap Indonesia terkait masalah Timor Timur. Letak geografis Indonesia yang berada di bagian utara Australia memiliki arti penting bagi Australia. Posisi Indonesia telah menciptakan konsekuensi-konsekuensi penting terhadap keamanan Australia. Sehingga, Australia berupaya menjalin kerjasama dengan Indonesia, khususnya dalam masalah keamanan. Namun, persoalan Timor Timur di tahun 1975, membuat Australia membuat kebijakan luar negeri dwifungsional terhadap Indonesia, yaitu tetap menekan Indonesia untuk melaksanakan self-determination di Timor Timur, namun menyetujui kerjasama Australia dan Indonesia dalam “Perundingan Celah Timor” tahun 1989 yang secara de jure perjanjian tersebut berdampak pada pengakuan Australia terhadap kedaulatan Indonesia atas Timor Timur.

This research will explain the shifting Australia's defense policy from its allies, the United Kingdom and the United States, to relying on its own capabilities and forming alliances with Southeast Asian countries. The tactic of "forward defense" (forward defense) to "self-defense" is Australia's defense policy (self-reliant defense). In formulating Australia's foreign policy toward Indonesia on the East Timor issue, this study takes a geopolitical and security approach. The geographical location of Indonesia, which is in the northern part of Australia, is important for Australia. The role of Indonesia has had significant implications for Australia's stability. As a result, Australia is attempting to develop cooperation with Indonesia, particularly in the area of security. In order to deal with the East Timor problem, Australia adopted a two-pronged foreign policy toward Indonesia. Australia will continue to put pressure on Indonesia to give East Timor self-determination, but only under the terms of the 1989 "Timor Gap Agreement." As a result, Australia's acceptance of Indonesia's jurisdiction over East Timor will be affected de jure by the agreement. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Catharine Chelsea Patricia
"ABSTRAK
Permasalahan yang dibahas dalam penelitian kualitatif ini adalah untuk melihat peran kelompok kepentingan di dalam pembuatan kebijakan luar negeri Amerika Serikat terhadap pemerintahan sosialis Kuba. Selama lebih dari 30 tahun, sejak tahun 1960, Amerika Serikat telah menetapkan embargo ekonomi di negara tersebut. Melihat kejatuhan komunisme di Uni Soviet diikuti kejatuhan ekonomi di Kuba, Amerika Serikat mengeluarkan kebijakan pengetatan embargo melalui pembentukan Torricelli Act atau lebih dikenal sebagai Cuban Democracy Act tahun 1992. Dengan memperketat perdagangan luar negeri terhadap perusahaan Amerika Serikat sekaligus menekan negara-negara lain untuk berdagang dengan Kuba, undang-undang ini bertujuan untuk meningkatkan level ekonomi dan sosial Kuba dengan menekankan reformasi politik yang demokratis. Dalam proses pembentukan kebijakan Amerika Serikat ini terdapat kelompok kepentingan yang terlibat. Penelitian ini akan mengeksplorasi peran dari Cuban American National Foundation dalam proses pembentukan Cuban Democracy Act dengan menggunakan konsep taktik kelompok kepentingan dan lobi.

ABSTRACT
The problem dealt within this qualitative research is to know the role of interest groups in American foreign policy towards the socialist government of Cuba. For more than thirty years, since 1960, the United States has maintained an economic embargo against the country. In light of the fall of communism in Soviet Union and the fall of Cuban economy, the United States decided to tighten the embargo through the creation of the Torricelli Act or also known as Cuban Democracy Act CDA of 1992. By restricting U.S. companies and pressuring foreign countries from trading with Cuba, the law aims to increase the level of economic and social that would cause the Cubans to demand democratic political reform. In order to know the role of interest groups in American foreign policy, this research seeks the role of Cuban American National Foundation in the creation of Cuban Democracy Act, using its tactics and lobbying strategy as the case to be explored."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ani Nigeriawati
"Penulisan tesis ini berangkat dari Iatar belakang bahwa skema forum kerjasama inter-regional Asia-Europe Meeting (ASEM) - dengan kompleksitas dan keragaman yang ada di dalamnya - memiliki sejumiah permasalahan. Permasalahan yang timbul dalam hubungan kerjasama kelompok Eropa (yang cliwakili oleh 15 negara ariggota UE) dan kelompok Asia (yang diwakili oieh 10 negara Asia Timur) dalam ASEM, bermula dari adanya perbedaan konsep kebijakan iuar negeri yang diterapkan oleh kedua kelompok tersebut, yaitu kebijakan kelompok nsgara-negara anggota UE di daiam ASEM yang cenderung menerapkau konsep-konsep sebagaimana terkandung dalam kebijakan luar negeri UE dan kebijakan luar negeri kelompok negara-negara Asia Timur yang cenderu ng menerapkan nilai-nilai Asia atau yang dikenal sebagai Asian vafues.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis implikasi dari perbedaan kebijakan luar negeri UE dan kebijakan luar negeri Asia Timur terhadap permasalahan hubungan kerjasama UE dan Asia Timur dalam ASEM. Sedangkan asumsi peneiitian adalah bahwa perbedaan kebijakan luar negeri UE dan kebijakan luar Asia Timur memiliki implikasi tertentu terhadap timbulnya permasalahan hubungan kerjasama UE dan Asia Timur da lam ASEM.
Kerangka pemikiran yang digunakan adalah teori pendekatan realisme dan teori kerjasama (cooperarion) dari Robert O. Keohane. Di dalam teorinya tersebut, Keohane menjelaskan bahwasanya suatu bentuk kerjasama tidalc akan lepas dari timbulnya konflik. Sedangkan penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif-analitis. Teknik pengumpulan data penelitian adalah melalui Studi puslaka dan Studi dokumentasi.
Hasil yang diperoleh dari peneiitian ini adalah memang terdapat sejumlah permasaiahan dalam hubungari kerjasama UE dan Asia Timur di ASEM, yaitu (1) masalah perluasan keanggotaan ASEM yang mencakup kontroversi rencana keanggotaan Myanmar, Laos dan Kamboja ke dalam ASEM dan kriteria-kriteria keanggotaan ASEM (2) agenda dialog politic, dan (3) agenda yang berkaitan dengan WTO-related issues. Setelah penelitian dilakukan, dapat dijelaslcan bahwa permasalahan hubungan kerjasama yang dihadapi oleh UE dan Asia Timur di dalarn ASEM disebabkan oleh perbedaan kebijakan Iuar negeri yang dibawa oleh kelompok UE dan kelompok Asia Timur.
Berdasarkan hal-hal tersbut di atas, kiranya secara sederhana dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara penerapan kebijakan luar negeri UE dan kebijakan Iuar negeri Asia Timur pada forum ASEM dengan timbulnya permasalahan hpbungan kerjasama kedua kelompok tersebut dalam ASEM."
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T4919
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ihsan
"Penelitian tesis ini menejelaskan bagaimana kebijakan luar negeri yang dijalankan oleh Aljazair dalam mendukung kemerdekaan Sahara Barat khususnya melalui hak menentukan nasib sendiri yang digelar melalui United Nation Mission for Referendum in Western Sahara (UN MINURSO) tahun 2007 ? 2015. Kolonisasi negara-negara Eropa pada abad ke-18 ternyata masih menyisakan beberapa permasalahan di Afrika Utara sampai saat ini. Maroko dan Sahara Barat merupakan negara yang dijajah Spanyol pada saat itu. Negara-negara di Afrika Utara yang dijajah oleh Eropa akhirnya berhasil melepaskan diri dan merdeka kecuali Sahara Barat. Permasalahan pun muncul saat Sahara Barat yang memiliki status sebagai non - self-governing diklaim sebagai wilayah otoritas Maroko. Penolakan atas klaim Maroko ini pun datang dari rakyat Sahara Barat dan juga negara tetangganya, Aljazair. Menghindari konflik yang lebih parah, rakyat Sahara Barat banyak yang pindak ke wilayah Aljazair bernama Tindouf. Untuk menganalisa permasalahan tersebut, penelitian ini akan menggunakan teori Kebijakan Luar Negeri, Konsep Geostrategi dan Konsep Kekuatan Regional. Penelitian ini menghasilkan beberapa pendapat bahwa ada beberapa kepentingan yang dijalankan Aljazair melalui kebijakan luar negerinya untuk terus mendukung Sahara Barat mendapatkan kemerdekaannya. Diantaranya lokasi strategis Sahara Barat bagi Aljazair. Kedua yakni potensi Aljazair untuk menjadi pusat kekuataan baru di wilayah Afrika Utara.

This research explain comprehensively how is the foreign policy of Algeria in Western Sahara?s freedom especially through Self Determination that held in United Nation Mission for Referendum in Western Sahara in 2007 until 2015. Colonization of European states over Africa in eighteen century remains several problems in North Africa until now. Morocco and Western Sahara territory was colonized by Spain at that time. Most of states in Africa continent which were colonized by European states declared their independences except Western Sahara. The problem started when Western Sahara claimed by Morocco as a part of territory of Morocco based on the document from Spain. The ignorance of Morocco?s claim was coming up from Western Sahara people (Sahrawi) and also Algeria as a neighbor state of Morocco and Western Sahara. To escape worsening violence, Sahrawis move to Tindouf under region and full assistance of Algeria. In analyzing the issue, this research uses Foreign Policy, Geostrategic Concept and also Regional Power Concept to argue that there are some several reasons why Algeria?s Foreign Policy still continues to support the freedom of Western Sahara people through self determination."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Jason Emmanuel Partahi
"Dalam studi Hubungan Internasional, Valerie Hudson berpendapat bahwa perlu adanya alternatif dari penulisan yang mayoritas memandang perumusan kebijakan luar negeri dilaksanakan oleh aktor kesatuan yaitu negara. Diperlukan adanya level penulisan yang mengesampingkan gagasan pandangan negara sebagai suatu black box, melainkan analisis tersebut dapat berkutat pada individu pemimpin negara yang berpengaruh pada terciptanya kebijakan. Salah satu individu yang menjadi menarik untuk dilaksanakan analisis adalah Nayib Bukele yang berperan sebagai Presiden El Salvador. Pada kepemimpinannya, El Salvador pada 2021 menjadi negara pertama di dunia yang menggunakan Bitcoin sebagai mata uang nasional di negara mereka. Kebijakan tersebut mendapatkan berbagai kritikan dan kontroversial dari pihak domestik El Salvador dan juga pihak internasional seperti media berita dan institusi internasional seperti International Monetary Fund (IMF). Dalam menjawab anomali tersebut, tulisan ini akan menggunakan analisis pada level individu dengan penggunaan konsep Anamnesis yang ditulis oleh Jerrold Post. Penulis berargumen bahwa faktor kepribadian dengan menggunakan konsep Anamnesis terhadap Nayib Bukele merupakan faktor yang berpengaruh dalam terciptanya kebijakan Bitcoin sebagai mata uang nasional di El Salvador

In the field of International Relations, Valerie Hudson argues that there is a need for alternatives to research that predominantly views the formulation of foreign policy as carried out by unitary actors, namely states. It is necessary to conduct research that goes beyond the idea of the state as a black box and instead focuses on the analysis of individual leaders who influence policy-making. One interesting individual for analysis is Nayib Bukele, who serves as the President of El Salvador. Under his leadership, El Salvador became the first country in the world to adopt Bitcoin as its national currency in 2021. This policy has received criticism and controversy from domestic stakeholders in El Salvador as well as international actors such as the news media and international institutions like the International Monetary Fund (IMF). In addressing this anomaly, this paper will employ an analysis at the individual level using the concept of Anamnesis as described by Jerrold Post. The researcher argues that the personality factor, analyzed through Anamnesis, plays a significant role in the creation of the policy of adopting Bitcoin as the national currency in El Salvador."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Sjaiful S. Doeana
"ABSTRAK
Skripsi ini menelaah tentang kebijaksanaan politik luar negeri Australia terhadap Pasifik Selatan dengan I. periode yang dibatasi hingga tahun 1985. Dewasa itu, Australia berhasil memperoleh persetujuan dari negara-negara anggota Forum Pasifik Selatan bagi rancangan pembentukan suatu wilayah Bebas nuklir di kawasan tersebut. Tujuan penulisan skripsi ini ialah untuk memperoleh gambaran dan untuk mengetahui lebih banyak mengenai tindakan yang diambil oleh Australia dalam menghadapi perkembangan yang terjadi di Kawasan Pasifik Selatan. Perkembangan ini berkisar pada masalah denuklirisasi, dekolonisasi dan pemberlakuan zona ekonomi ekslusif di kawasan tersebut. Pasifik Selatan sebagai wilayah yang berdekatan dengan Australia merupakan kawasan yang tidak terlepas dari perhatian pejabat pemerintahan di Canberra. Perkembangan & ataupun persoalan yang timbul dikawasan tersebut, baik dalam bidang ekonomi, politik dan sosial dipandang sebagai sesuatu yang dapat mengancam kepentingan Australia dan sekutu utamanya, yakni Amerika Serikat, dikawasan tersebut. Penelaahan dalam tulisan ini berpatokan pada teori perimbangan kekuatan. Usaha-usaha untuk mempertahankan dan mengurangi pengaruh suatu negara dalam suatu kawasan lingkup pengaruh dan cara-cara yang digunakan dalam mencapai tujuan diatas menjadi sorotan dalam penulisan ini."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farhan Ali Azhar
"Artikel ini membahas mengenai sikap politik luar negeri Amerika Serikat dalam menghadapi sengketa perbatasan Alaska dan British Columbia yang saat itu bersamaan dengan terjadinya Demam Emas Klondike. Pembelian Alaska dari Rusia oleh Amerika Serikat pada tahun 1867 dan bergabungnya British Columbia menjadi salah satu provinsi Kanada pada tahun 1871 menyebabkan Alaska berbatasan langsung dengan wilayah Kanada. Pada tahun 1896, ditemukan emas di wilayah Sungai Klondike di Teritori Yukon dan terjadi demam emas hingga beberapa tahun berikutnya yang berdampak positif pada ekonomi Amerika Serikat dan Kanada. Dampak ekonomi dari demam emas ditambah dengan ketidakjelasan perbatasan menyebabkan Kanada mengklaim sebagian wilayah Alaska yang di mana Amerika menganggap bahwa klaim tersebut tidak sesuai perjanjian perbatasan yang telah diwariskan Inggris dan Rusia pada 1825. Artikel ini disusun dengan menggunakan metode sejarah berupa heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan historiografi, dengan menggunakan berbagai sumber primer dan sekunder yang relevan. Penelitian terdahulu mengenai topik ini lebih berfokus membahas penyebab dan proses penyelesaian sengketa dari sudut pandang politik, tanpa membahas peristiwa Demam Emas Klondike yang sebenarnya merupakan faktor penting dalam eskalasi sengketa ini. Artikel ini menunjukkan bahwa sikap politik luar negeri Amerika Serikat dalam kasus ini dipengaruhi oleh bangkitnya imperialisme Amerika Serikat pada akhir abad ke-19. Diharapkan bahwa penelitian ini dapat meningkatkan pemahaman mengenai geopolitik di Amerika Utara pada akhir abad ke-19.
This article discusses the foreign policy stance of the United States in dealing with the Alaska and British Columbia boundary dispute which at that time coincided with the Klondike Gold Rush. The purchase of Alaska from Russia by the United States in 1867 and the incorporation of British Columbia into a province of Canada in 1871 caused Alaska to border directly with Canadian territory. In 1896, gold was discovered in the Klondike River region in the Yukon Territory and a gold rush occurred over the next few years which had a positive impact on the economies of the United States and Canada. The economic impact of the gold rush coupled with unclear boundary lines caused Canada to claim part of Alaska, which America considered that this claim was not in accordance with the boundary agreement inherited by the United Kingdom and Russia in 1825. This article was prepared using historical methods in the form of heuristics, source criticism, interpretation, and historiography, using a variety of relevant primary and secondary sources. Previous research on this topic focused more on discussing the causes and process of dispute resolution from a political perspective, without discussing the Klondike Gold Rush which was an important factor in the escalation of this dispute. This article shows that the foreign policy stance of the United States in this case was influenced by the rise of American imperialism at the end of the 19th century. It is hoped that this research will improve understanding of geopolitics in North America in the late 19th century."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2025
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>