Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 178947 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Pengaruh AHA (asam laktat) terhadap penetrasi kafein sebagai
antiselulit dalam sediaan krim, gel, dan salep secara in vitro telah diteliti.
Pada penelitian ini dibuat formula krim, gel, dan salep kafein yang
mengandung AHA dan tanpa AHA. Semua formula dievaluasi stabilitas fisik
selama delapan minggu pada suhu ±29ºC, ±40ºC, dan ±4ºC, meliputi
pengamatan organoleptis, pH, diameter globul, viskositas, konsistensi, uji
pemisahan fase dengan metode freeze thaw dan uji mekanik. Penetrasi
kafein secara in vitro dari krim, gel, dan salep dievaluasi menggunakan sel
difusi Franz melalui kulit tikus. Semua formula menunjukkan stabilitas yang
baik pada organoleptis, pH, diameter globul, viskositas, konsistensi, dan
metode freeze thaw. Namun, krim kafein yang mengandung AHA (krim A1),
serta salep kafein yang mengandung AHA (salep C1) dan tanpa AHA (salep
C2) menunjukkan pemisahan fase setelah uji mekanik. Studi penetrasi kafein
secara in vitro menunjukkan nilai fluks kafein pada jam ke-8 dari krim, gel,
dan salep yang mengandung AHA berturut-turut adalah 264,93±1,55 μg cm-2
jam-1, 455,83±1,43 μg cm-2 jam-1, dan 89,65±0,30 μg cm-2 jam-1. Nilai fluks
kafein pada jam ke-8 dari krim, gel, dan salep yang tidak mengandung AHA
berturut-turut adalah 126,42±0,77 μg cm-2 jam-1, 310,64±4,58 μg cm-2 jam-1,
dan 61,80±0,53 μg cm-2 jam-1. Dapat disimpulkan bahwa AHA meningkatkan penetrasi kafein secara in vitro dan menunjukkan nilai fluks kafein tertinggi
dari bentuk sediaan gel."
Lengkap +
Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reny Novitasari
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2008
S32740
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hadyanti
"Banyak sediaan antiselulit yang beredar di pasaran dengan beragam zat aktif dan bentuk sediaan. Akan tetapi, belum diketahui bentuk sediaan dan zat aktif yang memberikan penetrasi yang lebih baik. Zat aktif yang digunakan umumnya golongan metilxantin, yaitu kafein dan aminofilin. Ada sediaan antiselulit yang menggunakan derivat vitamin A. Derivat vitamin A, tretinoin, selama ini secara topikal lazim digunakan sebagai antijerawat. Dalam penelitian ini ingin diketahui pengaruh tretinoin terhadap penetrasi kafein dan aminofilin secara in vitro menggunakan sel difusi Franz dengan kulit tikus sebagai membran. Tahapan yang dilakukan adalah pembuatan dan evaluasi sediaan, serta uji penetrasi. Sediaan dibuat adalah krim, gel dan salep, mengandung kafein 3% atau aminofilin 2%, dengan atau tanpa tretinoin 0,05% pada krim dan salep serta tretinoin 0,01% pada gel. Fluks (μg.cm-2.jam-1) kafein yang terpenetrasi pada jam ke-8 dari sediaan krim, gel dan salep berturut-turut sebesar 70,10 ± 0,75; 444,67 ± 0,97 dan 55,39 ± 5,86 serta dengan adanya tretinoin berturut-turut sebesar 121,33 ± 1,55; 555,47 ± 4,27; dan 63,77 ± 1,04. Fluks (μg.cm-2.jam-1) aminofilin yang terpenetrasi pada jam ke-8 dari sediaan krim, gel dan salep berturut-turut sebesar 86,20 ± 0,32; 240,20 ± 3,00; dan 22,54 ± 1,25 serta dengan adanya tretinoin berturut-turut sebesar 140,33 ± 2,77; 379,45 ± 3,15; dan 27,05 ± 0,78. Hasil ini menunjukkan bahwa kafein dan aminofilin dengan tretinoin dapat digunakan untuk mengembangkan formula baru dengan penetrasi kafein dan aminofilin yang lebih baik.

There are many kinds of anti-cellulite products with various dosage forms and active ingredients. On the other hand, there is not enough information about dosage forms and active ingredients which give the best skin penetration. Subtances properly used in anti-cellulite products are methylxanthines, i.e caffeine and aminophylline. There are anti-cellulite products containing vitamin A derivatives but no informations enough describing its function as an anti-cellulite. So far, vitamin A derivate, tretinoin, in topical dosage forms is widely used as anti-acne agent. In this research, the effects of tretinoin on in vitro skin penetration of caffeine and aminophylline was investigated through rat skin as membrane using Franz diffusion cell. The steps of this research were formulating and evaluating dosage forms, and testing skin penetration. Formulas were made in three dosage forms, i.e cream, gel and ointment, containing 3% caffeine or 2% aminophylline, with 0,05% tretinoin in creams and ointments, and 0,01% tretinoin in gels. All investigations were compared to caffeine or aminophylline cream, gel, and ointment without tretinoin. Eighth-hour flux (μg.cm-2.hr-1) of penetrating caffeine from cream, gel, and ointment without tretinoin were 70,10 ± 0,75; 444,67 ± 0,97 and 55,39 ± 5,86; and with tretinoin became 121,33 ± 1,55; 555,47 ± 4,27; and 63,77 ± 1,04. Eighth-hour flux (μg.cm-2.hr-1) of penetrating aminophylline from cream, gel, and ointment without tretinoin were 86,20 ± 0,32; 240,20 ± 3,00; and 22,54 ± 1,25 and with tretinoin became 140,33 ± 2,77; 379,45 ± 3,15; dan 27,05 ± 0,78.. These results indicated that caffeine and aminophylline combined with tretinoin may be developed into a new formula to improve caffeine or aminophylline skin penetration.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2008
S32772
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Citra Ayu Anggraeni
"Aminofilin merupakan salah satu derivat metilxantin yang dapat digunakan sebagai antiselulit pada sediaan topikal. Untuk membandingkan perbedaan jumlah aminofilin yang terpenetrasi pada sediaan topikal dibuat tiga sediaan yaitu dalam bentuk krim, gel, dan salep kemudian penetrasinya diuji secara in vitro dengan alat sel difusi franz menggunakan membran abdomen tikus galur Sprague-Dawley. Uji penetrasi dilakukan selama 8 jam dengan 11 kali pengambilan sampel dan masing-masing diukur serapannya dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 272,5 nm. Jumlah aminofilin yang terpenetrasi sebanyak 3779,51 ± 25,96 μg/cm2 untuk sediaan gel, 2104,13 ± 17,00 μg/cm2 untuk sediaan krim, dan 518,24 ± 21,22 μg/cm2 untuk sediaan salep. Persentase jumlah aminofilin yang terpenetrasi dari sediaan gel adalah 26,25 ± 0,18%, dari sediaan krim 14,62 ± 0,12%, dan dari sediaan salep 3,60 ± 0,15%. Kecepatan penetrasi aminofilin yang paling besar diperoleh dari sediaan gel, kemudian krim, dan terakhir salep, yaitu masing-masing sebesar 472,44 ± 3,24 μgcm-2jam-1, 263,02 ± 2,13 μgcm-2jam-1, dan 64,78 ± 2,65 μgcm-2jam-1.

Aminophyllin is one of the methylxanthine derivate used as an anticellulite in a topical dosage form. To measure the diffusion of aminophyllin from topical dossage form, three kinds of preparation were made as cream, gel, and ointment, and then the penetration through skin were examined by in vitro Franz diffusion cell test using Sprague-Dawley rat abdomen skin as membrane diffusion. The test was done for 8 hours with 11 times samples withdrawn, and the absorption of each sample was measured by spectrophotometer UV-Vis at wavelength 272.5 nm. The diffusion of aminophyllin measured from gel preparation was 3779.51 ± 25.96 μg/cm2, from cream preparation was 2104.13 ± 17.00 μg/cm2, and from ointment preparation was 518.24 ± 21.22 μg/cm2. The percentage of diffused aminophyllin from gel preparation was 26.25 ± 0.18%, from cream preparation was 14.62 ± 0.12%, and from ointment preparation was 3.60 ± 0.15%. The highest flux of aminophyllin was from gel 472.44 ± 3.24 μgcm-2hour-1, followed by cream 263.02 ± 2.13 μgcm-2hour-1, and the last one was from ointment 64.78 ± 2.65 μgcm-2hour-1.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2008
S32732
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Haniefah
"Kafein merupakan derivat metilxantin yang dapat digunakan sebagai anti selulit pada sediaan topikal. Untuk melihat perbandingan jumlah kafein yang terdifusi pada sediaan topikal dibuat 3 sediaan dalam bentuk krim, gel, dan salep. Penetrasi kafein melalui kulit diuji secara in vitro dengan alat sel difusi Franz menggunakan membran abdomen tikus galur Sprague-Dawley. Uji difusi dilakukan selama 360 menit dengan 9 kali pengambilan sampel dan masing-masing sampel diukur serapannya menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 273,60 nm. Jumlah kafein yang terdifusi sebanyak 964,94 ± 41,46 μg/cm2 untuk sediaan gel, 736,32 ± 39,96 μg/cm2 untuk sediaan krim dan 159,52 ± 4,68 μg/cm2 untuk sediaan salep. Kecepatan penetrasi kafein yang paling besar diperoleh dari sediaan gel, kemudian krim, dan terakhir salep, yaitu masing-masing sebesar 160,82 ± 6,91 μgcm-2jam-1; 122,72 ± 6,66 μgcm-2jam-1; 26,59 ± 0,78 μgcm-2jam-1."
Lengkap +
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2007
S32895
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saidah
"ABSTRAK
Metode sederhana untuk mensintesis turunan lawson 2-Hidroksi-1,4-naftoquinon dari sinamaldehida telah berhasil dilakukan menggunakan nanokatalis CuFe2O4. Nanokatalis CuFe2O4 diperoleh dengan metode kopresipitasi dan dikarakterisasi menggunakan XRD, TEM, dan PSA. Hasil TEM menunjukkan nanokatalis CuFe2O4 yang memiliki ukuran 15-36 nm. Nanokatalis CuFe2O4 mampu mengkatalis pembentukan senyawa turunan lawson 2-Hidroksi-1,4-naftoquinon dan dapat digunakan sampai 5 kali pengulangan reaksi dengan recovery yang baik. Senyawa turunan lawson yang diperoleh dikarakterisasi melalui Spektrofotometer UV-Vis, Spektroskopi IR, dan GCMS. Produk yang dihasilkan memiliki yield sebesar 48,62 hingga 81,52 dan memiliki aktivitas antioksidan dengan nilai IC50 sebesar 8 ppm, 50 ppm dan 77 ppm.

ABSTRACT
A simple method for synthesis of derivates lawsone 2 hydroxy 1,4 nafttoquinone from cinnamaldehyde has been successfully synthesis used nanocatalyst CuFe2O4. Nanocatalyst CuFe2O4 were obtained from co precipitation methode and characterized by XRD, TEM and PSA. The result of TEM show that CuFe2O4 nanocatalyst that were 15 36 nm. Nanocatalyst CuFe2O4 was able catalyzed the formation of the lawsone derivatives 2 hydroxy 1,4 naftoquinone and can be used up to 5 times in the same reaction procedure with good recovery. The compounds obtained were characterized by Spectrofotometry UV Vis, Spectroscopy IR and GCMS. The product is obtained in fairly high yield from 48,62 to 81,52 and has antioxidant activity with IC50 value 8 ppm, 50 ppm and 77 ppm."
Lengkap +
2017
T48440
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zuraida Syafara Dzuhro
"Meningkatkan penetrasi mencapai lapisan subkutan. Natrium hialuronat (NaHA), bentuk garam asam hialuronat, merupakan polimer hidrofilik derivat polisakarida. NaHA memiliki kemampuan meningkatkan penetrasi perkutan dengan mengubah susunan sel-sel stratum korneum yang tersusun rapat menjadi lebih renggang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh NaHA terhadap penetrasi kofein sebagai zat aktif antiselulit dalam sediaan hidrogel, hidroalkoholik gel, dan emulsi gel. Masing-masing sediaan mengandung kofein 1,5% dan terbagi atas 3 formula. Formula 1 mengandung basis gel HPMC 2%; formula 2 mengandung basis gel HPMC 2% dan NaHA 0,5%; formula 3 mengandung NaHA 2% sebagai basis gel.
Uji penetrasi dilakukan secara in vitro menggunakan sel difusi Franz dengan kulit tikus sebagai membran selama 8 jam. Persentase kofein terpenetrasi sediaan hidrogel formula 1, 2, 3 secara berturut-turut adalah 9,41 ± 0,01%; 11,74 ± 0,13%; 16,32 ± 0,03%. Persentase kofein terpenetrasi sediaan hidroalkoholik gel formula 1, 2, 3 secara berturut-turut adalah 19,54 ± 0,02%; 22,99 ± 0,23%; 7,42 ± 0,08%. Persentase kofein terpenetrasi sediaan emulgel formula 1, 2, 3 secara berturut-turut adalah 10,47 ± 0,19%; 13,41 ± 0,12%; 18,42 ± 0,06%. Hasil menunjukkan NaHA meningkatkan penetrasi kofein perkutan berbagai sediaan gel, kecuali hidroalkoholik gel formula 3.

Penetration enhancer to reach subcutaneous layer. Sodium hyaluronate (NaHA), the sodium salt of hyaluronic acid, is a hydrophilic polysaccharide derivative polymer. It has ability to enhance percutaneous penetration by loosening the dense of the compact substance stratum corneum. The aim of this research was to observe the effects of NaHA on caffeine penetration as anticellulite active agent in three types of gel preparation: hydrogel, hydroalcoholic gel, and gel emulsion. Each gel type contained caffeine 1,5% and was varied into three formulas. Formula 1 contained HPMC 2% as gel basis; formula 2 contained HPMC 2% and NaHA 0,5%; formula 3 contained NaHA 2% as gel basis.
Caffeine penetration properties were analyzed by Franz diffusion cell in vitro test using rat skin as membrane. Percent caffeine penetration of hydrogel formula 1, 2, 3 were 9,41 ± 0,01%; 11,74 ± 0,13%; 16,32 ± 0,03%, respectively. Percent caffeine penetration of hydroalcoholic gel formula 1, 2, 3 were 19,54 ± 0,02%; 22,99 ± 0,23%; 7,42 ± 0,08%, respectively. Percent caffeine penetration of gel emulsion formula 1, 2, 3 were 10,47 ± 0,19%; 13,41 ± 0,12%; 18,42 ± 0,06%, respectively. The result showed that NaHA enhanced the caffeine percutaneous penetration properties in various gel preparations, except hidroalkoholic gel formula 3.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2011
S1147
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Angeline Agustin
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2008
S32651
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Marista Gilang Mauldina
"Penelitian mengenai aktivitas antidiabetes pada tanaman salah satunya adalah melalui uji penghambatan alfa glukosidase. Tanaman Buni (Antidesma bunius (L.) Spreng) telah diketahui dapat menghambat alfa glukosidase dengan nilai IC50 pada fraksi etil asetat dari kulit batang sebesar 5,73 ppm. Penelitian ini dilakukan untuk mengisolasi dan mengelusidasi senyawa yang berasal dari fraksi kulit batang Buni yang dapat menghambat alfa glukosidase secara in vitro dibandingkan dengan standar akarbose dan miglitol. Uji in vitro menunjukkan nilai IC50 akarbose dan miglitol sebesar 5,75 dan 59,76 ppm, sedangkan fraksi etil asetat dinyatakan sebagai fraksi teraktif dengan nilai IC50 19,33 ppm. Fraksi tersebut menghasilkan 3 isolat yang dielusidasi menggunakan spektrofotometer IR, MS, 1H-NMR, 13C-NMR, dan 2D-NMR. Struktur kimia isolat ditentukan melalui spektrum yang diperoleh dan dibandingkan dengan literatur, sehingga disimpulkan bahwa isolat 1, 2, dan 3 adalah friedelin, β-sitosterol, dan asam betulinat. Uji penghambatan enzim secara in vitro menunjukkan nilai IC50 isolat 1, 2, dan 3 masing-masing sebesar 19,51; 49,85; dan 18,49 ppm. Isolat 3 sebagai isolat teraktif dikonfirmasi aktivitasnya secara in silico dengan penambatan molekuler menggunakan program AutoDock4.2 sehingga diperoleh nilai ∆G sebesar -7,98 kkal/mol dan Ki sebesar 2,13 mM.

Antidiabetic activity from plants can be figured by the inhibitory activity of alpha-glucosidase assay. Buni (Antidesma bunius (L.) Spreng) has been found as inhibitor alpha-glucosidase with IC50 values ​​in the ethyl acetate fraction of the stem barks 5.73 ppm. This study aimed to isolate and elucidate the chemical compounds from the bark of Buni which inhibit alpha-glucosidase by in vitro methode with acarbose and miglitol as standards. In vitro assay showed IC50 values ​​of acarbose and miglitol are 5.75 and 59.76 ppm, while the IC50 value of ethyl acetate fraction is 19.33 ppm. Three isolates were elucidated by IR, MS, 1H-NMR, 13C-NMR, and 2D-NMR. The chemical structures of the isolates were identified by the spectrum then compared with literatures which concluded that isolate 1, 2, and 3 are friedelin, β-sitosterol, and betulinic acid. In vitro assay showed IC50 values ​​of isolate 1, 2, and 3 are 19.51; 49.85; and 18.49 ppm, respectively. Isolate 3 as the most active isolate confirmed its activity with in silico methode by molecular tethering using AutoDock4.2 program, which obtain the value of ΔG -7.98 kcal/mol and Ki 2.13 mM."
Lengkap +
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2014
T42239
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abiyyu Ghulam
"New Psychoactive Substance (NPS) merupakan senyawa psikoaktif baru yang memiliki kemungkinan untuk disalahgunakan. Senyawa tersebut belum masuk ke dalam perundang-undangan. NPS dapat berinteraksi dengan berbagai reseptor yang berada di sistem saraf pusat, salah satu reseptornya adalah reseptor alfa 2A adrenergik. NPS yang berinteraksi dengan reseptor alfa 2A adrenergik yang berada di sistem saraf pusat dapat menghasilkan efek psikoaktif seperti euphoria. Efek samping yang dapat muncul dari reseptor alfa 2A adrenergik adalah ansietas, depresi, mudah tersinggung, dan paranoia. Penelitian ini melihat interaksi antara NPS dengan reseptor alfa 2A adrenergik yang dapat memberikan informasi untuk digunakan sebagai data pendukung dalam penyusunan peraturan terkait pelarangan NPS. Metode penelitian yang digunakan untuk melihat interaksi yang terjadi antara NPS dengan reseptor alfa 2A adrenergik adalah penambatan molekuler. Penambatan molekuler dilakukan dengan menggunakan program AutoDock dan AutoDock vina yang dibantu dengan PyRx. Parameter optimal yang digunakan untuk penambatan molekuler NPS dengan reseptor alfa 2A adrenergik, yaitu grid box dengan ukuran 78x78x78 pts (spasi 0,375 Å) dan waktu komputasi short. Hasil penambatan molekul didapatkan golongan yang memiliki frekuensi terbanyak senyawa dengan energi ikatan -5,00 sampai -7,49 kkal/mol adalah aminoindanes, fenetilamin, fensiklidin dan ketamin, katinon sintetik, piperazin, triptamin, dan barbiturat, sedangkan golongan yang memiliki frekuensi terbanyak senyawa dengan energi ikatan -7,5 sampai -10,00 kkal/mol adalah kanabinoid sintetik, other substance, plant based, benzodiazepin, fentanil, dan opioid. Berdasarkan hasil yang didapatkan, semua golongan NPS menghasilkan afinitas jika berinteraksi dengan reseptor alfa 2A adrenergik.

New Psychoactive Substance (NPS) is a new psychoactive compound that has the possibility to be abused. These compounds have not yet entered into legislation. NPS can interact with various receptors in the central nervous system, one of which is the alpha 2A adrenergic receptor. NPS that interact with alpha 2A adrenergic receptors located in the central nervous system can produce psychoactive effects such as euphoria. Side effects that can appear from alpha 2A adrenergic receptors are anxiety, depression, irritability, and paranoia. This study aims to look the interaction between NPS and alpha 2A adrenergic receptors which can provide information to be used as supporting data in drafting regulations related to the prohibition of NPS. The research method used to see the interactions that occur between NPS and alpha 2A adrenergic receptors is molecular docking. Molecular docking was carried out using the AutoDock and AutoDock vina assisted by PyRx. The optimal parameter used for molecular docking of NPS with alpha 2A adrenergic receptors was a grid box with a size of 78x78x78 pts (space 0.375 Å) and short computational time. The results of molecular docking showed that the groups that had the highest frequency of compounds with bond energies of -5.00 to -7.49 kcal/mol are aminoindanes, phenethylamine, phenyclidine and ketamine, synthetic cathinones, piperazine, tryptamine, and barbiturates, while the group with the highest frequency compounds with bond energies of -7.5 to -10.00 kcal/mol are synthetic cannabinoids, other substances, plant based, benzodiazepines, fentanyl, and opioids. Based on the results obtained, all groups of NPS produce affinity when interacting with alpha 2A adrenergic receptors. "
Lengkap +
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>