Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 181045 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sumiarsih Pujilaksani
"Peningkatan biaya pelayanan kesehatan merupakan permasalaban yang dihadapi oleh banyak negrua di belaban dunia. Di Indonesia, pada kurun waktu antara tahun 1995 1arnpai dengan tahun 2002, teloh teljadi kenaikan biaya pelayanan kesehatan yang !rastis. Biaya pelayanan kesehatan indonesia tahun 1995 tercatat 5.8 trilyun dan neningkat menjadi 41 ,8 tri1yun pada tahun 2002. Pengeluaran biaya pelayanan kesehatan li Amerika Serikat pada tahun 2011 nanti diperkirakan meneapai 2.8 trilyun usd, yang berarti naik dari 1.3 trilyun di tahun 2000.
Sehagai respons terhadap biaya pelayanan kesebatan yang terus meningkat, baik pemerintah ataupun perusahaan asuransi besar di berhagai negara mengembangkan berbagai upaya pengendalian biaya. Salah satu cara yang digunakan adalah dengan nengembangkan sistem pembayaran prospektif sebagni altematif sistem pembayaran jasa per pelayanan (JPP).
Di Indonesia sistem pembayaran prospektif telah direrapkan oleh beberapa pihak penyelenggara jaminan pemeliharaan kesehatan seperti PT. Jamsostek (persero) yang nenerapkan sistem pembayaran paket per hari (PPH) untuk kasus rawat inap, dan Dinas Cesehatan DKI Jakarta yang menerapkan sistem pemhayaran paket per diagnosis yang lisebut sebagai paket pelayanan kesebatan esensial (PPE).
Hasil yang diharapkan dari penerapan sistem pembayaran di atas adaloh biaya kasebatan menjadi lehih efisien ibandingkan dengan sistem JPP. Apakah sistem pembayaran tersebut efektif dalam 1engendalikan biaya rawat inap dibandingkan dengan sistem JPP l belum diketahui.
Penelitian ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan di atas. Rancangan penelitian ini ada.iah penelitian survey yang analisisnya dilakukan ecara kuantitatif. Data yang digunakan adalah data primer berupa basil penelusuran okurnen rumah sakil. Ruang lingkup penelitian dibatasi hanya illltuk kasus demam tphoid (tilus) dan demam berdarah denue (DBD) di kelas Ill RS X tahun 2005. Sampel enelitian adalah semua kasus tifus dan DBD yang dirawat di ke!as Ill yang tidak 1empunyai penyulit atau penyakit penyerta.
Penelitian ini melibatkan 437 kasus, yang terdiri dari 379 kasus DBD dan 54 asus tifus. Dari 437 kasus, ada sejumlah 298 merupakan jaminan Dinkes DKI, 92 kasus uninan PT. Jamsostek dan sisanya merupakan jaminan asuransi kesehatan atau erusahaan lain yang menerapkan sistem pembayaran JPP. Berdasarkan basil analisis cara univariat dan bivariat, didapatkan bahwa secara statistik ditemukan perbedaan ang signifikan antara lain hari rawat kasus DBD, pada kelompuk kasus yang dijumlah dengan sistem paket per hari dengan JPP. Berdasarkan hasil uji t independen antara kelompok sistem paket per diagnosis (PPE) dengan JPP, diperoleh basil adanya erbedaan yang signi:fikan antara rata-rata biaya rawat inap kelompok sistem PPE dengan PP. Hal ini berarti bahwa secara statistik terbukti sistem PPE yang diterapkan oleh tinkes DKI efektif untuk mengendalikan biaya rawat inap pada kasus tifus
Disarankan bagi universitas untuk beketjasama dengan organisasi profesi asuransi kesehatan, untuk melakukan penelitian serupa dengan ruang lingkup penelitian yang iperluas~ sebagai dasar pengembangan sistem pembayaran prospektif di Indonesia. Kepada Dinkes DKI Jakarta, disarankan agar seluruh tagihan rumah sakit dapat didokumentasikan secara lengkap dalam sistem data base sehingga dapat dimanfaatkan ntuk evaluas dan merubuat standar obat seperti yang dilaknkan oleh PT. Jamsostek sebagai tambahan usaha pengendalian biaya selain penerapan sistem pembayaran paket or diagnosis. Kepeda PT Iamsostek disarankan dapat meruperluas cakupan pelayanan kehatan dalam paket per hari, sehingga dapat lebih efektif. "
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T32463
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sugih Surjadi Wanasida
"Penelitian ini menganaHsis hubungan antara obesitas dan faktor-faktor Jain terhadap tingkat biaya kesehatan di Perusabaan Minyak dan Gas Bumi untuk mengetahui dampak finansial kualitatif yang perlu ditanggung perusabaau akibat pekerja yang obese. Penelitian menggunakan desain potong lintang pada 1450 obyek penelitian dengan menggunakan data sekunder dari 3 aplikasi database yaitu aplikasi database klinik, health benefit dan human resources pada tahun 2006.
Dari 1450 obyek penelitian, didapatkan prevalensi obesitas sebesar 46%. Obyek penelitian dengan obesitas (JMT ;:: 25) mempunyai risiko untuk teJjadi tingkat biaya kesebatan tinggi hampir 40% lebih tinggi dibandingkan dengan obyek penelitian dengan berat badan normal (OR~!,38 p~0,03 dan 95%CI~!,03- l,83). Peneliti menyaraakan agar perusahaan memperbaiki program kebugaran dan nutrisi pegawai agar dapat mengurangi prevalensi obesitas di lingkungan perusahaan.

This study is to analyze the association between obesity and other risk factors with level of health care cost in an Oil and Gas Company in order to estimate the financial burden to the company due to its obese employees. This study uses a cross sectional design with 1450 objects using 3 different database applications (medical, health benefit and human resources database) from 2006.
From total 1450 selected research objects, the result found a 46% prevalence rate of obesity. Objects within obese category (BMI ::: 25) has 40% higher risk in term of high level health care cost compared to those within normal body weight (OR=l,38 p=0,03 and 95%Cl=l,03-1,83). The researcher suggests that the company should improve their wellness and nutritional program to reduce the prevalence of employees with obesity.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
T32802
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Syafrian Naili
"Puskesmas dalam melaksanakan 18 program pokoknya saat ini, membutuhkan biaya opernsional yang cukup banyak, pembiayaan puskesmas selama ini sebagian besar berasal dari pemerintab pusat dan daerah, seperti diketahui bahwa dana pemerintah dirasakan tidak mencukupi, hal ini juga disebahkan oleh pihak puskesmas khususnya dan dinas kesehatan kota umumnya tidak mampu menghitung kebutuhan biaya normative untuk masing-masing program, kekurangan dana tersebut tidak dapat diketahu seberapa kebutuhannya karena tidak pernah dilakukan analisis.
Tingkat kecukupan pembiayaan kesehatan biasanya dinilai dengan Cost Recovery yaitu perbandingan antara kontriusi biaya oleh pengguna pelayanan kesehatan dengan biaya yang dikeluarkan untuk pelayanan tersebut. Informasi ini dirasakan semakin penting dengan salah satu persyaratan / kriteria puskesmas dijadikan unit swadana.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analisis dengan rancangan Cross Sectional."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T4968
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Almost all district public hospital already has their own formulary. The aims of study are to obtain percentage of noncompliance with the public hospital formulary, to obtain the average additional cost be paid by outpatients as a result of noncompliance with the hospital formulary, and to obtain the average of the outpatient?s
ability to pay for treatment. A cross sectional study has been carried out to 120 patients in RSU Kabupaten K and 100 patients in RSU Kabupaten B. Subjects of the study were adult outpatients
with TB, hypertension and diabetes. Data were collected by well-trained district public hospital staff in interviewing patients. The questioner was first tried out to patients at RSU Kota Jakarta Timur. Data were analyzed by cost analysis. Results of the study are
Difference in drug item with formulary in RSU Kabupaten K is 66,7% for TB, 96,6% for hypertension; where as in RSU Kabupaten B 44,8% for TB, 82,3% for hypertension and 76,7% for diabetes.Average additional cost that must be paid by outpatients per encounter in RSU
Kabupaten K is Rp 10.060 for TB, Rp 26.552 for hypertension; while in RSU Kabupaten B is Rp 5.818 for TB, Rp 8.956 for hypertension and Rp 15.218 for diabetes. The average outpatient?s ability to pay for treatment in RSU Kabupaten K is Rp 19.807 and in RSU Kabupaten B is Rp 15.301, which are both less than outpatient treatment cost per encounter."
[Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, Puslitbang Farmasi Badan Litbangkes Depkes RI], 2005
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Johanes Eko Kristiyadi
"Sakit merupakan suatu kejadian yang tidal: dapat diduga kapan akan menimpa seseorang. Biaya yang harus dikeluarkan juga cukup bcsar khususnya untulc rawat inap. Untuk rnengurangi beban biaya yang dilimbulkannya, salah satu cara untuk mcntransfer resiko biaya dengan memiliki asuxansi kesehatan. PT. Askes merupakan salah satu asuradur yang wajib dimiliki oleh pcgawai negeri sipil tetapi dalam pelaksanaannya, peserta masih harus mengeluarkan beban biaya sencliri (our ofpocket) karena adanya perbcdaan antara biaya sesuai tarif rumah sakit dengan tarif paket Askes. Beberapa penelitian membuktikan kondisi tersebut, sepeni di RS PMI Bogor, RSUD Kota Cilegon dan RS Persahabatan Jakarta. Sedangkan di RSUD dr. Achmad Diponegoro - Putussibau, Kabupatcn Kapuas Hulu - Kalimantan Barat belum pernah diteliti.
Studi ini dilakukan untuk mengetahui gambaran, faktor-faktor apa yang mempengaruhi dan faktor mana yang paling mempengaruhi serta model prcdiksi beban biaya sendiri (our of packcl) pasien rawat inap pegerla Askcs di RSUD dr. Achmad Diponegoro-Putussibau, Kabupatcn Kapuas Hulu, Propinsi Kalimantan Barat, tahun 2005.
Rancangan penelitian ini cross sectional dengan sampel sebesar 257 pasien rawat inap di RSUD dr. Achmad Diponegoro - Putussibau, Kabupaten Kapuas I-lulu - Kalimantan Barat tahun 2005. Rata-rata beban biaya sendiri (out of pocket) pasien rawat inap pcserta Askes di RSUD dr. Achmad Diponegoro sebesar Rp. 2l5,472,76 atau 20,84 % dari rata-rata pengeluaran biaya perawatan sesuai tariff RSUD. Bcban minimum sebesar Rp. 25.000,- penyakit penyulit, obat-obatan, pesertal (peserta), peserta3(isteri), pegawail(golongan I), interaksi antara lama hari rawat dengan penyakit penyulit dan interaksi antara penyakit penyulit dengan obat-obatan dimana interaksi antara lama hari rawa dengan penyakit penyulit merupakan faktor yang paling mempengaruhinya (nilai B yang tcrtinggi yakni sebesar 0,624). Setelah dilakukan uji asumsi dan uji interaksi, maka diperoleh model prediksi beban biaya sendiri = 5,743 + 0,3l3*|ama hari rawat - 0,785*tidak ada penyakit penyulit + 0,8l9*obat~obatan (Non DPHO) + 67,39'7*peserta1 + 0,179*peserta3 + l,489*pegawail + 0,26O*Interaksi penyakit penyulit dengan Obat-obatan + 37,353*Imeraksi Iama hari mwat dengan Penyakit Penyulit.
Diharapkan pihak manajemen RSUD dapat menghitung tarif RSUD sesuai kondisi riil sehingga dapat digunakan sebagai bahan masukkan ke Pemda Kabupaten Kapuas Hulu untuk menetapkan kebijakan tarif dan pcmberian subsidi ke RSUD khususnya untuk golongan 1, melakukan advokasi pada PT. Askes, menyarankan penggunaau obat-obatan DPI-10 dan diharapkan juga PT. Askes dapat mempenimbangkan untuk menyesuaikan pemberian manfaat kepada. pescrta khususnya untuk pcserta dengan status kepegawaian golongan 1 yaitu bcrupa penyesuaian tarif PT. Askes sesuai dengan situasi dan kondisi rumah sakit.

No ones could predict when they would get sick. There will be some significant amount of expenses to be paid during the time of being hospitalized. In order to reduce the amount of expenses a patient should pay, to minimalize risk of cost by having health insurance is a way of working it out. PT Askes is one of the health insurance providers which its membership is a mandatory for every public service officers in Indonesia. Yet, in the reality, a patient still have to cover some oi' his or her expenses hom his or her pocket, due to the differences between hospital fare and the expenses that is covered by Askes. Some researches bring forward eveidenoes regarding this issue, in example researched conducted in PMT hospital in Bogor, District Hospital of Cilcgon City, and Persahabatan hospital in Jakarta. While in Kapuas I-lulu District, dr. Achmad Diponegoro Hospital in Putussibau, West Kalimantan Province, such research has not been conducted yet.
This researched is to find out the influence factors, the most influence factor, and the prediction model of out of pocket of hospitalized patient with Askcs membership at dr. Achmad Diponegoro Hospital in Putussibau, Kapuas I-lulu District, West Kalimantan Province in 2005.
This researched design is cross sectional, using 257 sample of hospitalized patients in dr. Achmad Diponcgoro Hospital in Putusibau, Kapuas Ilulu District, West Kalimantan Province during the year of 2005.
The average amount of out of pocket self cost of each patient is Rp 215,472.76 or 20.84 % out of the total expenses in the district hospital. the minimum fare id Rp 25,000.- and the maximum one is Rp 2,784,000.-, depend on the number of days in hospitaL the kind of illness, medications, memberl (the person with the membership), mernber3 (the spouse), level 1 employee, thc interaction between long of stay with the type of illness, and the interaction between the complicated illness and the drugs are the most influence factor( the 6 value are the highest, which is 0,624). The assumption and interaction test, result the model of self expenses prediction model = 5,743 + 0,3 l3*long of stay - 0,785*no complicated illness + 0,8l9*drugs (Non DPHO) + 67,397*memberl + 0,179*member3 + l,489*employeel + 0,260*interaction between complicated illness and drugs + 0,260*Interaction between long of stay and complicated illness. It is necessary for the District Hospital management to calculate the fare according to the real expenses as an advocacy for the Kapuas Hulu District government for the titre and subsidiary to District Hospital policies making especially for the base level oflicer, advocacy to the PT Askes, awareness to use DPHO drugs and it's necessary for PT Askes to consider adjustment in providing the benefits for its members especially for the base level oflicer to be more in line with the current situation of the hospital.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T32092
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmi Dwi Kartika
"Obesitas sentral merupakan salah satu faktor risiko terjadinya berbagai masalah kesehatan seperti penyakit kardiovaskular. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor- faktor yang berhubungan dengan obesitas sentral. Penelitian ini menggunakan desain studi cross-sectional pada 83 orang karyawan laki- laki bagian produksi di PT. Semen Padang Sumatera Barat pada bulan April- Mei 2017. Pengambilan data dilakukan dengan pengukuran berat badan, tinggi badan, persen lemak tubuh, lingkar perut, dan pengisian kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan 50,6 responden mengalami obesitas sentral. Berdasarkan analisis bivariat diketahui bahwa terdapat hubungan bermakna antara IMT, persen lemak tubuh, aktivitas fisik, asupan energi, asupan protein, asupan lemak, dan asupan serat dengan obesitas sentral.

Abdominal obesity is one of the risk factors for various health problems such as cardiovascular disease. This study was conducted to assess the association of risk factors for abdominal obesity. This study used cross sectional study design on 83 male employees at PT. Semen Padang Sumatera Barat in April May 2017. Data collection was done by measuring body weight, height, percent body fat, abdominal circumference, and filling questionnaire. The results showed 50.6 of respondents had abdominal obesity. Based on bivariate analysis known that there were a significant relationship between BMI, percent body fat, physical activity, energy intake, protein intake, fat intake, and fiber intake with abdominal obesity."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
S66877
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutauruk, Susi Mariana
"Survey BPS menunjukkan ballwa secara nasional, rata~rata biaya perbulan yang dikeluarkan rumah tangga untuk rawat jalan adalah Rp l5.667,00.- dan propinsi yang memiliki rata-rata biaya rawat jalan perbulan tertinggi adalah DKl Jakarta (Rp36.506,00.-). Sebenarnya biaya-hiaya tersebut dapat dikurangi hila masyarakat memiliki perilaku yang menguntungkan kesehatan dirinya dan keluarganya misalnya dengan menyusui bayinya secara ASI eksidusif srunpai 6 bulan tanpa makanan dan minuman lain kecuali obat dan vitamin, Pemerintah menargetkan penggunaan ASI eksklusif menjadi 80% pada tahun 2000 namun keoyataannya data SDKJ menUI1iukkan bahwa pada tahun 2002 terdapat hanya 39~5% ibu yang menyusui bayinya secara eksklusif dan bayi Indonesia rata-rata hanya mendapat ASI eksklusif sampai usia I ,6 bulan saja. Bayi yang mendapat ASI eksklusif selama 4-5 bulan hanya 14%. Penelitian yang dilakukan Yayasan HeUen KeUer Intemasional tahun 2002 menunjukkan bahwa persentase Jama pemberian ASI ekslusif di Jakarta selama 4-5 bulan hanya 3%.
Penelitian ini merupakan evaluasi ekonomi yang bertujuan metlhat gambaran dan perbandingan biaya pemberian AS! eksklusif dan pemberian susu fonnuia pada bayi umur 4 bulan, perbandingan dan perbedaan biaya rawat jalan kedua kelompok tersebut temmsuk. pcrbt:daan frekuensi sakit, lama hari sakit, frekuensi rawat jalan antara kedua kclompok itu dan menghitung penghematan biaya rawar jalanflya. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan stud! cross~secOonal, dengan jumlah sampEL minimum masing-masing kelompok adalah 21 orang bayi berumur 4 bulan yang datang ke praktek dokter spesialis anak RB Alvernia RaWlU!Iangun Jakarta Timur bulan Maret April2007.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata biaya pemberian ASI eksldusif adalah Rp 2.164.219.- dan rata-rata biaya pemberian susu fonnula Rp 3.558.470.-. Sedangkan rata-rata biaya rawat jalan bayi dengan ASI eksklusif adalah Rp 98.720, dan rata-ratanya pada bayi dengan susu formula adalah Rp 165.857.- (rntio I : 1,7) Perhitungan cost saving adalah selisih antara cost without programe dan cost with programe yang besamya adalah Rp 1.461.388.-. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada perbadaan bermakna antam kedua biaya rawat jalan ini.
Rata-rata frekuensi sakit dan frekuensi rawat jalan pada bayi ASI eksldusif adalah 0,7 dan susu formula adalah 1,0. Sedangkan rata-rata lama bali sakit pada bayi dengan ASI eksklusif adalah 2 bali, dan susu formula adalab 4 bali. Hasil uji statistik menunjukkun tidak ada perbedaan bermakna frekuensi sakit, frekuensi rawat jalan dan lama hari sakit antara bayi dengan ASI eksklusif dan bayi dengun susu formula 0-4 bulan. Artinya semua perbedaan yang teljadi hanyalah by clumce atau faktor kebetulan belaka dan diduga disebabkan jurniah sampel yang kecil.
Akkirnya disarankan agar penelitian ini dapat diianjutkun oleh peneliti lain untuk menghitung cost benefit ASI eksklusif secara komperhensif baik rawat inap dan mwat jalan, dengan menggunakan opportunity cost yang sebenamya. Juga diharapkun penelitian ianjutan dengan sampel yang lebih besar dan variatif yang mungkin dapat rnenghasilkan uji statistik yang signifikan.

BPS survey shows that nationally, average month expenditure that domestic expend for outpatient is Rp. 15.667 .00.- and province that bas the highest average outpatient expenditure is DKI Jakarta (Rp. 36.506,00.-). Actually those costs could decreased if public has health benefit behavior and their family such as breast: feeding with exclusive ASI to 6 months without foods and other drinks except medication and vitamins, Government 1s targeting exclusive ASI to 80% in 2000 but apparently SDKI data shows that in 2002 there's only 39,5% mother who breastfeeding their children exclusively and averagely Indonesian baby only got exclusive ASI only until 1,6 months. Baby that got exclusive ASI for 4-5 months is only 14%. Research conducted International Hellen Keller Foundation year 2002 shows that exclusive ASI duration percentage in Jakarta for 4-5 months only 3%.
This research is an economical evaluation that aim to see description and equivalent cost of ASI exclusive t,-,}ver and giving formula milk to 4 months baby, equivalence and difference of outpatient cost those two groups include sick frequency difference. sick day duration. outpatient frequency between those two groups and calculating economize outpatient cost. Tills research conducted by using cross sectional study design, with minimal total sample from each groups are 21 babies with 4month ages that come to specialty doctor practice of children at RB Alvernia Rawamangun East Jakarta month March-April 2007.
Research result shows average exclusive ASI cost giver is Rp. 2.164.219 and average formula of milk giver is Rp. 3.558.470. While average outpatient cost of haby with exclusive ASI is Rp. 98.720, and average on baby with formula milk ir.Rp. 165.857 {ratio 1 : J, 7). Cost saving calculation is difference between costs without program and cost with program as much as Rp. l.46L388. Statistical test result shows that there is no significance difference between those two outpatient cost.
Average sick frequency and outpatient frequency on baby with exclusive ASI is 0,7 and formula milk is 1,0. While average sick duration on baby with exclusive ASI is 2 days, and formula milk is 4 days. Statistic test result shows that there is no significance difference of sick frequency~ outpatient frequency and sick duration between baby with exclusive ASI and baby with formula milk 0-4 months. It means all the difference that occurred is only by chance or completely coincidence and estimated cause by minor total samples.
Finally, suggested for other researcher continue this research to determine cost benefit of exclusive ASI comprehensively include inpatient and outpatient with using the real opportunity cost. Suggested too the continues research using a larger samples and more variative. so that maybe statistical test result become significant.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T32488
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ridha Syalli Adha
"Berat badan berlebih merupakan pintu gerbang berbagai penyakit dan angkanya terus meningkat. Penelitian ini membahas faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian berat badan berlebih pada pekerja Perusahaan minyak dan gas bumi di laut jawa tahun 2024. Desain penelitian ini adalah cross sectional dengan metode mixed method – sequencial explanatory design. Jumlah responden pada penelitian ini sebanyak 105 orang. Variabel dependen penelitian yaitu berat badan berlebih dan variabel independen terdiri atas jenis kelamin, usia, kondisi psikologis, akses informasi kesehatan, akses makanan/minuman sehat, akses makanan/minuman tidak sehat, pola makan, aktivitas fisik, waktu tidur, perilaku menetap, lokasi kerja, dan shift kerja. Hasil penelitian menyebutkan 63% pekerja mengalami kondisi berat badan berlebih dimana 17% nya obesitas. Berdasarkan hasil analisis, akses informasi kesehatan dan pola makan memiliki hubungan signifikan dengan berat badan berlebih, pola makan merupakan faktor risiko dominan penyebab berat badan berlebih dengan OR 9. Perusahaan diharapkan dapat menyusun program kesehatan untuk pekerja terutama untuk menangani kejadian berat badan berlebih. Penelitian selanjutnya dapat dilakukan untuk melihat variabel lain yang belum diteliti yang mungkin berhubungan dengan berat badan berlebih.

Overweight is a gateway to various diseases, and its prevalence continues to rise. This study examines the risk factors associated with the occurrence of overweight among oil and gas company workers in the Java Sea in 2024. The study employs a cross-sectional design with a mixed-method sequential explanatory approach. A total of 105 respondents participated in the study. The dependent variable is overweight, while the independent variables include gender, age, psychological condition, access to health information, access to healthy food/drinks, access to unhealthy food/drinks, eating patterns, physical activity, sleep duration, sedentary behavior, work location, and work shift. The results indicated that 63% of workers experienced excess weight, with 17% being obese. Analysis revealed that access to health information and eating patterns have a significant relationship with excess weight, with eating patterns being the dominant risk factor (OR 9). It is recommended that the company develop health programs for workers, particularly to address the issue of excess weight. Future research should explore other variables that may be related to excess weight."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ida Ayu Indira Dwika Lestari
"Industri migas erat kaitannya dengan bahan berbahaya, menggunakan proses yang berisiko tinggi, masih menggunakan banyak tenaga kerja, serta menggunakan konstruksi fasilitas peralatan yang besar dan kompleks menyebabkan aspek K3 sangat penting untuk diterapkan. Terlebih 87,7% kecelakaan pada Industri Migas disebabkan oleh kontraktor. Dalam studi ini, akan dikembangkan terkait indikator apa saja yang terkait dengan biaya dan manfaat implementasi K3 pada perusahaan mitra kerja KKKS hulu migas. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan melakukan studi kasus pada 10 perusahaan. Hasil penelitian menunjukkan Penelitian yang dilakukan pada perusahaan yang bergerak dalam bidang usaha manufactur, consultant, EPC, petrochemical, construction, general contractor, sub contarctor, inspection, F&B, clinic telah melakukan kegiatan implementasi K3. Implementasi yang dilakukan di 10 perusahaan kontraktor KKKS memberikan gambaran positif terkait uapaya implementasi K3 di tempat kerja. Dari hasil studi kasus yang menjadi prioritas dalam pelaksanaan Implementasi K3 adalah terkait indikator biaya pengukuran lingkungan kerja sebesar 60% dari perusahaan yang terlibat dalam penelitian ini. Prioritas berikutnya adalah biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk melakukan kegiatan emergency respond plan, pemenuhan APD, promosi K3, pelatihan K3, rekrutmen tenaga ahli, sertikasi, P3K, MCU. Terkait dengan pengeluaran yang akan dikeluarkan oleh perusahaan jika terjadi kecelakaan sebanyak 47 % perushaan yang menyatakan bahwa biaya terkait losstime akibat dari terhentinya pekerjaan ini menjadi biaya tertinggi yang harus dikeluarkan oleh perusahaan. Ketika kecelakaan/PAK ini dapat diatasi dan tidak terjadi, ini akan meberikan manfaat baik secara langsung maupun tidak tidak langsung. Dalam hal ini 38% perusahaan, menerima manfaat lansung yaitu pada penghematan biaya medis, penghematan biaya losstime serta penghematan biaya penggantian akibat kerusakan alat. Manfaat tidak langsung yang dirasakan oleh perusahaan terkait dengan implementasi K3 di tempat kerja ini adalah pada peningkatan produktivitas serta peningkatan citra perusahaan.

Oil and gas industry is closely related to hazardous materials, uses high-risk processes, still uses a lot of manpower, and uses large and complex construction of equipment facilities, causing the OHS aspect to be very important to implement. Moreover, 87.7% of accidents in the Oil and Gas Industry are caused by contractors. In this study, indicators will be developed related to the costs and benefits of implementing OHS in upstream oil and gas KKKS partner companies. This study uses a qualitative and quantitative approach by conducting case studies on 10 companies. The results show that research conducted on companies engaged in manufacturing, consultant, EPC, petrochemical, construction, general contractor, sub contractor, inspection, food and baverage, clinic. Overall business activities have carried out K3 implementation activities. The implementation carried out in 10 KKKS contractor companies gave a positive picture regarding efforts to implement K3 in the workplace. From the results of the case studies, the priority in the implementation of K3 implementation is related to the indicator of the cost of measuring the work environment by 60% of the companies involved in this research. The next priority is the costs incurred by the company to carry out emergency response plans, fulfillment of PPE, promotion of K3, K3 training, recruitment of experts, certification, first aid kit, MCU. Associated with expenses that will be incurred by the company in the event of an accident as many as 47% of companies stated that the costs related to losstime because of the cessation of this work were the highest costs to be incurred by the company. When this accident/PAK can be overcome and does not occur, this will provide benefits both directly and indirectly. In this case, 38% of companies receive direct benefits, namely savings in medical costs, savings in losstime costs and savings in replacement costs due to equipment damage. The indirect benefits felt by the company related to the implementation of K3 in the workplace are in increasing productivity and improving the company's image."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Neumann, Peter J.
"As healthcare costs rise in the United States, debate is ongoing over how to obtain better value for dollars spent. In this context, the use of cost-effectiveness analysis (CEA) is more compelling than ever. This book, written by the Second Panel on Cost-Effectiveness in Health and Medicine, reviews key concepts and analytic challenges in CEA. The authors endorse the original Panels concept of a reference case and support its recommendation that analysts take a broad societal perspective; in addition, they recommend a healthcare sector perspective for a second reference case, as well as an important new framework, the Impact Inventory, for detailing costs and effects. The revisions draw on advances in the field and include three new chapters that capture research on decision modeling, methods for evidence synthesis, and ethical considerations. The volume also includes two new worked examples (Appendix A and Appendix B) to illustrate ways to implement the authors recommendations."
Oxford: Oxford University Press, 2016
e20470461
eBooks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>