Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 109185 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Y. Retno Utami
"Pembangunan di bidang kesehatan terlihat belum merupakan prioritas utama dalam pembangunan daerah Kabupaten Batanghari, hal ini dapat diketahui dari rendahnya alokasi pembiayaan bidang kesehatan dalam APBD Kabupaten Batanghari Tahun 2006 sebesar 6,50 % dan 08111111 2007 sebesar 6,22 % dari total APBD, dan mempakan urutan ke lima dalam alokasi anggaran sedangkan dalam dokumen perencanaan prioritas nomor dua dalam pcmbangunan daerah. Hal ini menunjukkan masih klmmgnya kesadaran para (aktor/Stakeholders) yang terlibat dalam penentuan alokasi anggaran kesehatan akan pentingnya ani pembangunan bidang kesehatan sedangkan masalah-masalah kesehatan di Kabupaten Batanghari masih sangat kompleks terlihat dari rcndahnya indikator derajat kesehatan masyarakat.
Tujuan dalam penclitian ini adalah diketahuinya tahapan proses penyusunan anggaran pembangunan bidang kcsehatan serta faktor-faktor yang mempengaruhi menetapkan alokasi anggazan bidang kesehatan yang bersumber dari APBD Kabupaten Batanghari. Pcnclitian dilakukan dengan menggunakan desain peneljtian kualitatif yang bertujuan untuk menggambarkan atau menguraikan tahapan proses penyusunan anggaran pembangunan bidang kesehatan dalam APBD dan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Dari hasil penelitian dikeiahui bahwa proscs pcnyusunan dan penetnpan APBD di Kabupaten Batanghari, proses perencanaan yang bersifat politik, teknokratik dan top-down lebih besar pcngamhnya dibanding proses partisipaiif dan bottom-up. Faktor-faktor aktor yang mempengaruhi adalah peran, komitmen, kekuatan/kekuasaan dan kepentingan. Tugas pokok dan iimgsi para aktor dalam proscs penyusunan anggaran ini kemudian rncrupakan dasar untuk mengetahui kekuatan dan kekuasaan dai alctor dalam mempengaruhi kebijakan alokasi anggaran kesehatan. Para aktor yang terlibat ini kcmudian dikelompokkan menjadi 3 kriteria, yakni sebagai penanggung jawab/ketua, sebagai anggota nm yang menglcoordinasikan, merumuskan dan mengevaluasi usulan kegiatan/program serta sebagai penyuslm perencanaan dan menyampaikan usulan rencana.
Komitmen para aktor yang terlibat dalam proses pcnyusunan anggaran terhadap sektor masih rendah. Pam aktor memiliki kepentingan dalam pembangunan kesehatan karena pembangunan kesehatan mcmiliki kerterkaitan yang erat dimana keberhasilan pcmbangzman keschatan adalnh juga merupakan keberhasilan program pembangunan lainnya.
Diharapkan nantinya dalam pelaksanaan proses penyusunan anggaran pembangunan kesehatan oleh dinas kesehatan selalu memperhaiikan kaidah-kaidah penyusunan perencanaan yang baik, perlunya peningkatan kualitas dan kuantitas para petugas perencanaan. Mengingat besarnya pengaruh para aktor dalam menentukan kebij akan alokasi biaya pembangunan kesehatan dalam APBD, malca perlu dilakukan advokasi secara intensif dan berkelanjutan kepada para aktor serta melakukan koordinasi yang baik dengan unit instansi yang terkait.
Mengingat APBD adalah mempakan penjabamn dari upaya-upaya program pembangunan yang sasarannya adalah kesejahteraan rakyat, untuk ilu dalam penyusunan anggaran agar selalu melibatkan unsur dad masyarakat. Pembangunan kcschatan adalah hak azasi manusia dan sekaligus investasi untuk keberhasilan pembangunan bangsa, untuk itu diharapkan Pemerintah Daerah memberi porsi yang lebih besar untuk pendanaan bidang kesehatan dalam APBD.

Development in the health field seems not to be the tirst priority in Batanghari Regency Development. It can be seen from the low budget allocation for the health field in Regional Budget of Batanghari Regency in 2006 6,50%, 2007 6,22% of Regional Budget. This is an indicator of low awareness of stakeholders on the importance of health sector, whereas health problems in Batanghari Regency are still complicated because of low quality of health service.
The objective of this research is to know the process stages of making planning and development budgeting in the health field and any factor that influence stakeholders to decide budget allocation for health tield in Regional Budget of Batanghari Regency. This research uses qualitative method design. This method objective is to describe or to explain the process stages of making planning and development budgeting in the health field in Regional Budget of Batanghari Regency and any influencing factors.
In this research found that the process stages of making planning and development budgeting in the health field in Regional Budget of Batanghari Regency do not yet meet standardized rules. Stakeholders who involved in making planning and development budgeting in the health in Regional Budget of Batanghari Regency are still dominated by the government (local government). The main task of tirnction of stakeholders in making and development budgeting in the health field can be classiiied into three groups.
The understanding about health of stakeholders who involved in making planning and budgeting is still general; stakeholders in the health field because health development has interweave relation, that is the success of health field is the success of other fields as well; most of the stakeholders point of view in the health field are neutral. They said that health building is the priority, but in other side, they said that other fields out of health field also became the priority.
Hopefully, in the coming future in making planning and development budgeting in the health field always consider standardized rules, quality and quantity improvement of planning makers, supporting of fund, facility, and means to support planning implementation. Because of the strong influence of stakeholders in deciding budget allocation for health development in Regional Budget, intensive and survival advocate is quite necessary for stakeholders and good coordination with other related institutions.
Regional Budgets is the breakdown of development planning and social welfare is the target. For that reason, in making planning and budgeting should involve society. Health development is as human rights and investment for the success of development. Thus, local govemment should allocation more budget for the health in Regional Budget.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T34408
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Margai, Florence M.
"Contents
Geographic foundations of environmental health hazards: the need for a place-based perspective -- Environmental health and disease indicators: valuation measures, transition frameworks and burden of disease estimates -- Population health disparities and social injustices: indicators and spatial patterns -- Conceptualization and measurement of race, ethnicity and class -- Environmental health data collection, analysis and visualization: an overview of geographic methodologies -- Global climate change and environmental degradation: place vulnerability and public health challenges -- A spatial analysis of emergent and re-emergent public health risks -- Toxic chemicals: disparate patterns of exposure and health outcomes -- Geographic principles of environmental justice and equity -- Global geographies, environmental injustice and health inequities -- Population disparities in water access, sanitation and health implications -- Food justice, nutritional security and paediatric health outcomes -- Poverty, race and place: a triple whammy hypothesis for minority health geographies -- Globalization, population mobility and immigrant health disparities -- Group disparities in access, quality and utilization of health resources -- Exploring pathways to environmental, health and social equity."
London, UK : Earthscan , 2010
362.1 MAR e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Irwansyah
"Dibandingkan dengan negara tetangga dilingkunganAsia Tenggara, pembiayaan kesehatan di Indonesia masih relative kecil. Sebelum krisis, biaya kesehatan adalah sekitar 2,5 % GDP atau sekitar $ 12.00 per kapita per tahun. Jumlah tersebut menurun drastis menjadi rata-rata dibawah $ 1.00 atau dibawah Rp.10.000; /capital tahun karena adanya krisis yang berkepanjangan ditambah dengan inflasi biaya kesehatan yang tinggi.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang peta pembiayaan sektor kesehatan melalui institusi pemerintah menurut sumber dan alokasinya di Kabupaten Lampung Selatan untuk periode tahun 2003. Ruang lingkup penelitian dilakukan di Kabupaten Lampung Selatan yang meliputi Dinas Kesehatan, RSU Kalianda, BKKBN, Dinas PU, Badan PMD, yang kesemuanya yang bersumber dari sektor publik dan memakai dasar alokasi. Pengumpulan data dilakukan dengan kajian dokumen dan melakukan wawancara mendalam dengan informan terpilih.
Studi ini menunjukkan bahwa alokasi anggaran pembiayaan sektor kesehatan adalah sebesar Rp. 41.857,38 atau US $ 4.87 per kapita per tahun. Angka dinilai cukup karena sudah memenuhi standard per kapita dari Bank Dunia sebesar Rp.41.174,-
Walaupun jumlahnya sudah besar, tetapi alokasi dana belum mengacu pada program prioritas, yakni zona pantai sehat, peningkatan mutu pelayanan kesehatan, dan peningkatan manajemen pelayanan. Hal ini terbukti dari minimnya alokasi dana untuk program-program tersebut, dibandingkan dengan program lain yang tidak menjadi prioritas. Disamping itu juga peruntukkan alokasi dana untuk program dimaksud kurang mendukung untuk keberhasilan suatu program. Lebih banyak ditemukan mata anggaran yang bersifat umum, belum spesifik untuk menjangkau sasaran program yang diharapkan.
Dari wawancara mendalam didapat informasi bahwa sektor kesehatan menjadi salah satu prioritas untuk mendapat prioritas perolehan dana-APBD. Sedangkan dari hasil perhitungan pembiayaan diperoleh bahwa sektor kesehatan mendapat alokasi dana 6,12% dari APBD, masih lebih rendah dari alokasi dana beberapa sektor lain.
Sebagai kesimpulan bahwa dari analisis kecukupan, alokasi dana sudah memadai karena sudah memenuhi standard Bank Dunia. Namun dari analisis terhadap program prioritas, alokasi anggarannya tidak sesuai dengan besarnya proporsi yang ditetapkan untuk suatu program prioritas.
Disarankan agar dalam menyusun perencanaan anggaran, menyesuaikan dengan program prioritas yang telah disusun, dengan cara meningkatkan alokasi pembiayaannya, disamping juga jenis kegiatan, sifat program, dan mata anggaran harus lebih menyentuh kepentingan rakyat.
Daftar bacaan : 32 (1977-2002)

Compared to neighbor countries within South East Asia, health financing in Indonesia is relatively still little. Prior to crisis, the GDP share for health is about 2.5% or about $ 12.00 per capita per year. This amount was drastically reduced to average below $ 1.00 or below Rp 10,000 per capita per year due to prolonging crisis and added by high inflation rate of health cost.
This research aims at getting a description of map of health financing of government institutions based on sources and its allocation in the District of Lampung Selatan for the period of 2003. The scope of research is including District Health Office, General Hospital Kalianda, Family Planning, Civil Work Office, and Community Empowerment Board; which is all fund are from public sector and is using allocation based method. Data collected by literature review and in-depth interview with selected informer.
This study shows that budget allocation for health sector is about Rp 41.857,38 or US$ 4.87 per capita per year. This figure is adequate and met with the standard per capita from the World Bank at Rp 41.174.
Although the amount of allocation is big, however the allocation is not line with program priority such as healthy beach zone, and improvement quality and management of health service. This evidence can be seen from the low amount of budget allocation compared to program, which is not a priority. Beside that, the purpose of allocated fund for program is not directly support the success of program. Mostly found that budget line is still using general category and not yet specifically to reach to the expected target program.
From in depth interview shows that health sector is priority to get government allocation fund. Meanwhile from computation shows that health sector get only 6.12% of total government allocation fund, and this figure is still below other sectors.
As conclusion, from the viewpoint of adequacy, budget allocation is met to the standard of the World Bank. However, from the viewpoint of program priority, budget allocation is not inline with the proportion of predetermined program priority.
Suggested that in the process of budget planning has to follow program priority that is predetermined before, increasing the allocation of budget, variety of activities, type of program, and budget lines has to fulfill the need of people.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12990
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Naniek Isnaini Lestari
"Pembiayaan kesehatan dalam era otonomi sangat tergantung pada komitmen daerah, khususnya pembiayaan yang bersumber dari pemerintah. Sistem pembiayaan kesehatan di daerah perlu dikembangkan agar isu pokok dalam pembiayaan kesehatan daerah, yaitu mobilisasi, alokasi dan efisiensi pembiayaan dapat terselenggara dengan baik sehingga menjamin pemerataan, mutu dan kesinambungan pembangunan kesehatan daerah.
Tersedianya data pembiayaan kesehatan menjadi sangat penting dengan adanya kebijakan desentralisasi pelayanan kesehatan yang diperlukan untuk penentuan kebijakan dan strategi pembiayaan program kesehatan di daerah.
Sampai saat ini belum pernah dilakukan analisis pembiayaan kesehatan bersumber pemerintah di Kabupaten Tangerang, oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui berapa besar alokasi biaya kesehatan dalam satu tahun, secara total maupun perkapita, sumber pembiayaan, bagaimana peruntukan dilihat dari jenis belanja, line item, mata anggaran dan antar program, serta diketahuinya resource gap dalam pembiayaan program prioritas.
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Tangerang pada Dinas Kesehatan dan instansi terkait yang menjadi Finance Intermediares pembiayaan kesehatan bersumber pemerintah. Studi ini menggunakan pendekatan District Health Account (DHA).
Analisis pembiayaan kesehatan menggunakan data alokasi tahun anggaran 2003, hasil analisis menunjukan bahwa total pembiayaan kesehatan bersumber pemerintah alokasi tahun anggaran 2003 adalah Rp. 80.960.838.900 dan 64.17% nya bersumber dari APBD, sedangkan pembiayaan kesehatan perkapita adalah Rp. 26.744/kapital tahun.
Dilihat dari peruntukannva, balk pembiayaan di Kabupaten, Dinas Kesehatan dan RSU, proporsi belanja publik lebih besar dari belanja aparatur dan sebagian besar dialokasikan untuk belanja operasional. Proporsi belanja investasi dan pemeliharaan di Kabupaten maupun di Dinas Kesehatan hampir berimbang, sedangkan di RSU alokasi belanja pemeliharaan sangat kecil, bahkan pemeliharaan gedung dan pelatihan tidak dianggarkan.
Dengan menggunakan angka estimasi Bank Dunia (biaya kesehatan Rp. 41.174/ kapital tahun) maka dibandingkan alokasi dana yang tersedia terdapat resource gap sebesar Rp. 43.683.563.300.
Disamping itu dari perhitungan input cost untuk 2 program prioritas, tidak didapatkan resource gap untuk P2TB Paru dan terdapat resource gap sebesar Rp. 11.180.000 untuk penanggulangan DBD (Demam Berdarah Dengue). Namun, bila biaya personel, gaji dan investasi dimasukkan dalam perhitungan, resource gap ternyata cukup tinggi. Kesulitan dalam perhitungan resource gap adalah dalam upaya mencocokkan Komponen Biaya dari dana yang tersedia dibandingkan kebutuhan dana.
Untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan kesehatan perkapita bagi penduduk Tangerang dan memperkecil resource gap perlu dipertimbangkan efisiensi internal, realokasi antar unit pengguna dan program atau mobilisasi dana dengan mekanisme penyesuaian tarif pelayanan di Instansi Pemerintah dengan melihat kemampuan masyarakat membayar (ATP).
Daftar Bacaan : 30 (1990 - 2003)

Analysis of The Government Expenditures for Health in Tangerang District, Fiscal Year 2003. (A District Health Account Approach)Health financing in the era of regional autonomy strongly depends on the commitment of regional governments, in particular the government resources. The regional health financing system needs to be evaluated and developed so that the main issues concerning regional health financing, such as mobilization of funds, allocation of funds, and financial efficiency, could be well implemented to ensure the equity, quality and sustainability of the region's health development.
The availability of health financing data becomes very important with the decentralization of health services, to facilitate the process of policy making and strategic planning of regional health financing.
The analysis of the government expenditures for Health in Tangerang District has never been analyzed before, this research is a mean to find out the budget allocation for Health in one fiscal year totally and per capita, the sources of funds, the proportion of uses of fund within health programs, uses of fund by type of expenditures and line items, and to identify the resource gaps in the financing of priority health programs.
This research is carried out in the District Health Office of Tangerang District and other related institution, as finance intermediaries for government contribution for health. This study used a District Health Account approach.
Analysis of health financing is carried out from the data of fiscal year 2003. Analysis shows that the total source of government health expenditure in fiscal year 2003 amounts to Rp. 80.960.838.900,- with 64.17 % originating from the regional budget of Tangerang District, whilst the per capita health expenditure is Rp. 26.744,-per capita per year.
As judged by the usage of funds allocated to the District Health Office and the Regional Public Hospital, the proportion of funds used for public service exceeds that used for staff needs, with the greatest proportion of funds allocated for operational expenses. The proportion of funds for investment and maintenance in the Regional Health Service is almost equal, whilst the allocation of funds for maintenance in the Regional Public Hospital is minimal, even funds for the maintenance of buildings and training programs are not allocated.
Compared to World Bank estimated figure (health expenditure should be Rp.41.174 per capita per year) there is a resource gap of Rp. 43.683.563.300 per year.
Besides, from the calculation of input cost of two priority programs, there is no resource gap for the Tuberculosis Eradication Program and Rp. 11.180.000 for the Control of Dengue Hemorrhagic Fever Program. However, if we include the investment and salary, the resource gap will be quite high. We found difficulties in matching the line item of the fund available (DHA) and fund needed (input cost).
To fulfill the total requirement of per capita health needs of the population of Tangerang District and to minimize the resource gaps, the author suggests the need to improve internal efficiency financing, inter-program reallocation of funds, the reassessment of health services costs and tariffs, and the improvement of health services quality.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12928
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tisa Harmana
"Kebijakan otonomi khususnya desentralisasi kesehatan menuntut adanya perbaikan sistem pembiayaan dan manajemen keuangan daerah dimana masalah pembiayaan kesehatan daerah selalu menjadi hambatan utama dalam mewujudkan perbangunan kesehatan. Pembiayaan kesehatan belum dapat memperbaiki indikator kesehatan masyarakat secara umum hal ini bisa disebabkan oleh pembiayaan yang tidak cukup dan kualitas dari pelayanan kesehatan selain itu masih banyak faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi pembiayaan kesehatan daerah.
Penelitian di bidang pembiayaan kesehatan telah banyak dilakukan, dimana penelitian tersebut menunjukkan bahwa sumber pembiayaan kesehatan daerah terbesar adalah dari dana APBD, namun penelitian yang mencoba mengungkapkan faktor-faktor yang mempengaruhi pembiayaan kesehatan daerah yang bersumber pada APBD masih sangat terhatas, sehingga penelitian ini menjadi penting untuk dilaksanakan. Penelitian ini menggunakan desain penelitian kualitatif dengan teknik wawancara mendalam untuk mendapatkan data primer dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan penelitian ditelaah dan dioiah menggunakan software komputer.
Penelitian ini menghasilkan faktor-faktor yang mempengaruhi pembiayaan kesehatan daerah Kabupaten Pontianak tahun 2006 antara lain: Komitmen Daerah, kemampuan Advokasi, kemampuan Perencanaan, Prioritas Masalah Kesehatan, pemilihan Intervensi Program, kemampuan Perencanaan, Dana Perimbangan. Lain-lain
Pendapatan yang Sah, Informasi Alur Pembiayaan, dan Keseimbangan antara Mata Anggaran, sedangkan PAD belum mempengaruhi pembiayaan kesehatan daerah Kabupaten Pontianak. Hasil penelitian dari telaahan dan olahan dokumen menunjukkan bahwa total anggaran untuk pembiayaan kesehatan bersumber pada APBD Kabupaten Pontianak lahun anggaran 2006 adalah Rp 47,542,542,000; atau 8,99% dari total APBD. Pembiayaan kesehatan per kapita per tahun di Kabupaten Pontianak tahun 2006 berdasarkan belanja publik adalah sebesar Rp. 34,579.60 per kapita per tahun, nilai ini masih jauh dari nilai standar yang ditetapkan oleh World Bank sebesar Rp. 51,000,- per kapita per tahun.
Pihak instansi pengusul baik Dinas Kesehatan Kabupaten Pontianak dan RSLTD dr.Rubini hendaknya dapat membuat informasi alur pembiayaan dengan menggunakan format dan pedoman DHA beserta analisisnya setiap tahun secara berkesinambungan, agar dapat dijadikan pedoman dan bahan advokasi kepada para pengambil kebijakan di daerah. Pemerintah Kabupaten Pontianak diharapkan tetap konsisten dalam memegang komitmennya terhadap sektor kesehatan yang merupakan salah satu prioritas pembangunan melalui peningkatan jumlah alokasi anggaran walaupun secara bertahap sehingga dapat mencapai 15% dari total APBD sesuai kesepakatan Bupati/ Walikota se-Indonesia. Penelitian lIanjutan dengan desain dan metode berbeda terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi pembiayaan kesehatan daerah sangat diperlukan untuk mengetahui apakah faktor-faktor tersebut juga bisa mempengaruhi pembiayaan kesehatan di tempat yang berbeda.

Autonomy policy especially health decentralization demand expenses system improvement and district finance management where district health expenses problem always become the major obstacle in creating health development. Health expense have not improve public health indicator. Generally, these things caused by insufficient cost and health service quality, beside there are still other factor that can affect district health expense.
Researches on health expense field have been done a lot, where these researches shows that the biggest of district health expense source is APBD fund, but the research that try to reveal factors which influence district health expense which based on APBD is still limited, therefore this research is important to be done. This research use qualitative research design with in depth interview technique to get primary data and documents which related to the research that been studied and processed by using computer software.
This research result factors which influence district health expense on Pontianak District year 2006, such as: Commitment from decision maker, Advocacy, Planning ability, Health problem Priority, choosing program intervention, allocation fund, other legal income, expense flow information and balancing foi budget alocation, while PAD have not influence district health expense on Pontianak District. Research result from document research and study shows that total budget for health finance which based on APED Pontianak District year 2006 is Rp.47.542.542.000,- or 8,99% from total APBD. I-lealth expense per capita per year, if it based on public services is Rp. 34.579,60 per capita per year. This value still lower from World Bank standart, the standart is Rp,51.000,- per capita per year.
Proposed institution especially Health Institution or Pontianak District and RSUD dr.Rubini should have ability to make information about expense flow by using DHA format and guideline with analysis continuously every year, thus it can be use as guideline and advocate material to policy maker on Pontianak District. Pontianak District government is expected to be consistence in holding its commitment on health sector which is one of development priority through increase of budget sum allocational though its gradually until it reach 15% from total APBD along with Agreement among Mayors in Indonesia. Afterward research conducted with different method and design toward factors which influence health expense at different place."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T 19019
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Irma Rosiani
"Penyelenggaraan ibadah haji diatur oleh Pemerintah dalam UU 13 Tahun 2008. Pada Tahun 2015 penyelenggaraan kesehatan haji diatur dalam Kepmenkes 442 Tahun 2009. Pemerintahan yang terdesentralisasi, menyebabkan tarik menarik kepentingan dalam penyelenggaraan kesehatan haji, antara pemerintah pusat dan daerah. Sehingga penyelenggaraan kesehatan haji yang dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/kota, seringkali tidak sejalan dan tidak memenuhi standar dan mutu pelayanan yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat. Tingginya morbiditas jemaah haji Indonesia disebabkan oleh tingginya jemaah risti dari Indonesia, yang disebabkan oleh kurang tajamnya penegakan diagnosis beberapa penyakit penyerta pada saat pemeriksaan awal di puskesmas, dan tidak dilakukan upaya pembinaan kesehatan terhadap jemaah haji sebelum berangkat ke Arab Saudi. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan desain penelitian Rapid Assesment Procedures RAP, pengumpulan data melalui wawancara mendalam dan telaah dokumen. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis implementasi kebijakan penyelenggaraan kesehatan haji di Embarkasi JKG Tahun 2015.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat beberapa masalah dalam penyelenggaraan kesehatan haji di Embarkasi JKG Tahun 2015 baik di implementor pusat maupun daerah, yaitu pada beberapa variabel seperti: NSPK, sumber daya, metode, dukungan, komunikasi, struktur birokrasi, kewenangan, anggaran, dan fasilitas. Beberapa saran direkomendasikan seperti revisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008, dan penggunaan Log Frame Analisis untuk implementor pusat serta saran rekomendasi untuk implementor daerah agar membentuk struktur birokrasi kesehatan haji di provinsi dan kabupaten/kota, sehingga penyelenggaraan kesehatan haji lebih baik lagi di masa yang akan datang.Kata kunci: Embarkasi JKG; Implemetasi Kebijakan; Kesehatan Haji.

The implementation of the pilgrimage organized by The Government under Law 13 of 2008. In 2015 the organization of the hajj health was set in The Kepmenkes 442 of 2009. Decentralized governance, lead to pull the interests in the organization of the Hajj health, between the central and local governments. So that the implementation of hajj health conducted by the district city governments, are often incompatible and doesn rsquo t meet the standards and quality of service that has been set by the central government. The high morbidity of Indonesian pilgrims caused by the high assembly of high risk from Indonesia, which is caused by a lack of sharpness diagnosis of multiple comorbidities at the time of the initial examination at puskesmas, and is not done for enhancing the health of the pilgrims before leaving for Saudi Arabia. This research used qualitative research study design Rapid Assessment Procedures RAP , collecting data through in depth interviews and review of documents. This research was aim to analyze the implementation of hajj health policy organizing at JKG embarkation 2015.
The results showed there were some problems in the implementation of hajj health organizing at JKG embarkation in 2015. Both central and local implementors, that on several variables such as NSPK, resources, methods, support, communications, bureaucratic structure, authority, budget, and facilities. Some suggestions are recommended for the central and local implementors such as the revision of Law Number 13 of 2008, and the implementation of Log Frame Analysis for central implementor as well as suggestions for local implementors to establish the bureaucratic structure of hajj health in provinces and districts city, so that the management of Hajj health better in the future.Keywords JKG Embarkation Hajj Health Policy Implementation.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
T48715
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wuri Noviyanti
"Anggaran kesehatan di Kota Bogor berasal dari usulan kepala seksi yang ada di Dinas Kesehatan dan musrenbang tingkat Kelurahan, Kecamatan, Kota serta reses anggota DPRD. Besarnya alokasi anggaran kesehatan Kota Bogor masih dibawah aturan UU No 36 Tahun 2009 pasal 171 yang menyebutkan anggaran kesehatan yang berasal dari APBD Provinsi, Kabupaten/Kota minimal 10%. Pada anggaran kesehatan Kota Bogor masih belum merupakan anggaran prioritas hanya sebagai faktor pendukung utama prioritas pembangunan Kota Bogor. Selain itu, anggaran kesehatan yang terdapat di Dinas Kesehatan lebih diutamakan pada pelayanan kuratif bukan pelayanan promotif dan preventif. Penelitian ini dilakukan pada instansi yang memiliki peran penting dalam proses perencanaan dan penganggaran. Desain penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Hasil penelitian menyarankan agar Dinas Kesehatan Kota Bogor dalam perencanaan anggaran lebih mengutamakan anggaran untuk pelayanan promotif dan preventif serta lebih sering melakukan konsolidasi kepada Bappeda, BPKAD dan DPRD.

The health budget in Bogor City comes from the section head exist in District Health Office and the community aspirations village level, district, city and member of legislative recess. The magnitude the health budget allocation of Bogor City still under the act no 37 of 2009 on health article 171 that mentions the health budget comes from APBD Province, Country/City is a minimum 10%. The health budget in Bogor City is still not a priority of the budget, but the main constituents of priority development of Bogor City. In addition, there are health budgets in health service preferred curative services rather than on promotif and preventive services. This research was conducted at establishments that have an important role in the planning and budgeting process. The design of this research is qualitative research. The results suggest that the health agency of Bogor City priorities budget for promotif and preventive services in budget planning and more often having consolidate with Bappeda, BPKAD and Legislative."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S53099
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Satria Panji Wijayanto
"ABSTRACT
Laboratorium merupakan salah satu temapt kerja yang memiliki potensi bahaya
dan risiko K3 yang cukup besar. Dengan digunakannya berbagai peralatan dan
bahan, para pengguna laboratorium, khususnya Laboratorium Fakultas Teknik
Universitas Indonesia (FT UI), terpajan berbagai jenis bahaya seperti bahaya
kesehatan dan keselamatan. Oleh karena itu dituntut penerapan metode
pengendalian guna mereduksi potensi bahaya dan risiko K3 tersebut. Pelatihan
adalah salah satu metode control yang dapat diterapkan di laboratorium FT,
bersamaan dengan metode pengendalian lain baik engineering, administratif, atau
dengan alat pelindung diri.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kebutuhan pelatihan K3 yang
diperlukan oleh pekerja laboratorium sehingga dapat dilakukan program pelatihan
yang efektif dan efisien untuk menjawab permasalahan K3 yang ada di
laboratorium.Penelitian ini menggunakan desain kualitatif dengan metode
wawancara mendalam kepada pekerja laboratorium dan observasi di laboratorium.
Proses analisis laboratorium atau tempat kerja meliputi analisis organisasi,
pekerjaan, dan personal.
Hasil dari analisis organisasi dapat melihat dukungan dari pihak manajemen
terkait pelaksanaan K3 di laboratorium, Hasil dari analisis pekerjaan dapat melihat
bahaya dan risiko dari pekerjaan di laboratorium, serta analisis personal melihat
pengetahuan dan data pelatihan dari pekerja di laboratorium sehingga
menghasilkan matriks pelatihan K3 untuk laboratorium FT UI. Pelatihan yang
lebih dibutuhkan untuk pekerja laboratorium yaitu bersifat konseptual dan
orientasi kepada perilaku K3 di laboratorium.

ABSTRACT
Laboratory is one of the potential workplace that has large hazards and risks of
Occupational Health and Safety (OHS). With the use of a variety of equipment
and materials, particularly Laboratory, Faculty of Engineering, University of
Indonesia (UI FT), laboratory users exposed to various types of hazards such as
health and safety hazards. Therefore, the application of control methods are
required in order to reduce potential hazards and risks of OHS. Training is one of
the control methods that can be applied in the laboratory, in conjunction with
other control methods either engineering, administrative, or personal protective
equipment.
This study aims to analyze the training needs of OHS, required by the laboratory
worker training program so that it can be done effectively and efficiently to
address the problems that exist in laboratorium. This research uses a qualitative
design with in-depth interviews and observation to laboratory workers in the
laboratory. The process of laboratory analysis or analysis covering workplace
organization, work, and personal.
The results of the analysis of the organization can see the support from
management regarding the conduct of OHS in the laboratory, results of job
analysis to see the dangers and risks of work in the laboratory, as well as the
analysis of knowledge and personal look at the data in the training of laboratory
workers resulting OHS training matrix for laboratory in FT UI. More orientation
training is needed for laboratory workers and conceptual to change the behavior of
OHS in the laboratory."
2014
S56065
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ary Hartono
"ABSTRAK
Berdasarkan kajian data profil kesehatan Kabupaten Purwakarta Tahun 2006. menunjukan adanya data cakupan keluarga sehat masih rendah dengan fenomena perilaku masyarakat yang tidak sehat. Rendahnya cakupan keluarga sehat di Kabupaten Purwakarta.diperkirakan akibat dari belum optimalnya Program PHBS.
Berdasarkan hasil identifikasi masalah dapat disimpulkan belum optimalnya
Program PHBS berkorelasi dengan faktor sosiodemografi keluarga faktor internal seperti pengetahuan dan sikap keluarga, serta faktor ekstemal seperti kontak media dan ketersediaan sarana PHBS. Berdasarkan hasil identifikasi dapat dirumuskan hipotesis penelitian. yaitu Adanya hubungan antara faktor sosiodemografi dengan praktek PHBS, adanya hubungan antara factor internal dengan PHBS dan adnya hubungan antara factor eksternal dengan praktek PHBS. Untuk membuktikan hipotesis tersebut diperlukan data dan informasi tentang pelaksanaan program PHBS di Kabupaten Purwakarta melalui penelitian. Metode penelitian yang digunakan Survei Cepat dengan jenis penelitian potong lintang (Cross Sectional), dimana variabel bebas dan variabel terikat dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan. Sebagai populasi adalah seluruh keluarga sejumlah 5989 kepala keluarga dengan jumlah sample 300 responden (KK).
Tujuan Umum dari penelitian ini untuk mengungkap dan menganalisa hubungan antara faktor sosiodemografi , faktor internal dan faktor eksternal dengan praktek PHBS di daerah industri Kabupaten Purwakarta. Tujuan Khusus hasil analisis hubungan antara faktor sosiodemografi ? faktor internal dan faktor eksternal dengan praktek PHBS ini guna dijadikan pertimbangan Dinas Kesehatan Kabupaten Purwakarta dalam menyusun intervensi Program PHBS.Hasil penelitian dengan analisis regresi logistik menunjukan bahwa: Yang berhubungan dengan praktek PHBS, yaitu faktor sosiodemografi adalah jumlah anak dan tingkat pendldikan sedangkan faktor internal adalah pengetahuan dan sikap. Dapat dlsimpulkan bahwa. jumlah anak, umur responden, tingkat pendidikan ,
tingkat pengetahuan dan sikap berhubungan dengan praktek PHBS. Variabel-variabel tersebut merupakan faktor penentu penyebab adanya cakupan keluarga sehat di daerah industri Kabupaten Purwakarta. Disarankan kepada Dinas Kesehatan dalam meningkatkan praktek PHBS keluarga diperlukan intervensi lebih intensif pada faktor-faktor yang berhubungan."
2007
T20916
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gisely Vionalita
"Provinsi Sumatera Barat masih memiliki banyak masyarakat hampir miskin yang belum memiliki jaminan kesehatan. Untuk mengatasi masalah itu, Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat mengupayakan suatu program inovasi, yang mengkombinasikan Sistem Jaminan Kesehatan Daerah dan Sistem Pelayanan Dokter Keluarga. Untuk mendukung pelaksanaan Program tersebut ditetapkan Peraturan Gubernur No. 40 dan No. 41 tahun 2007, serta dialokasikannya dana untuk bantuan subsidi premi sebesar Rp 9.041.520.000,- oleh Pemerintah Provinsi. Namun, pada kenyataannya dari dana yang telah dialokasikan tersebut hanya sebesar Rp 3.772.560.000,- yang direalisasikan atau sebesar 41,72%. Rendahnya tingkat realisasi dana tersebut akan mempengaruhi pencapai tujuan program. Oleh karena itu dilakukan penelitian mengenai analisis manajemen pelaksanaan Program Jamkesda di Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat tahun 2007.
Kerangka konsep penelitian menggunakan pendekatan sistem (input-proses-output), yakni sumber daya sebagai input, fungsi manajemen sebagai proses dan tingkat pencapaian sasaran sebagai output. Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif dan sumber data terdiri dari data primer (wawancara mendalam terhadap informan) dan data sekunder (telaah dokumen). Informan pada penelitian ini adalah Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat dan Kepala Seksi JPKM Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan dan tujuan Program Jamkesda telah diketahui oleh informan, namun penetapan Pergub dinilai terlambat. Sebagian besar dana berasal dari APBD yang menunjukkan kemandirian pendanaan dari Pemerintah Provinsi. Tenaga pelaksana Seksi JPKM masih terbatas dan belum ada prosedur dalam pembagian dan perizinan petugas dan sarana untuk melaksanakan program belum mencukupi. Pada proses didapatkan bahwa perencanaan didominasi oleh bottom-up planning berdasarkan usulan Kepala Seksi hal ini akan meningkatkan kinerja anggota, pengorganisasian pada pelaksanaan program masih tidak sesuai karena keterbatasan petugas. Penggerakkan program dilihat dari motivasi dan kepemimpinan masih kurang mendukung untuk meningkatkan kinerja dan pengawasan yang belum memiliki ketegasan yang jelas dalam pelaksanaannya. Pada output didapatkan bahwa tingkat pencapaian sasaran Program Jamkesda yang dilihat dari realisasi dana subsidi bantuan premi masih belum tercapai.
Oleh karena itu peneliti menyarankan beberapa upaya untuk meningkatkan output dilihat dari segi input dan proses, yakni menyempurnakan sistem dalam penetapan Peraturan Gubernur dan pencairan dana, membuat prosedur dalam pembagian tenaga pelaksana, penyediaan sarana untuk melaksanakan program, pemberian motivasi dan kepemimpinan yang mampu meningkatkan kinerja tenaga pelaksana serta ketagasan prosedur dalam pengawasan."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>