Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 133823 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yusmayanti
"Angka prevalensi diabetes melitus dari tahun ke tahun cendenmg meningkat. Data Departemen Kesehatan menyebutkan jumlah pasien dan kematian diabetes melitus rawat inap maupun rawat jalan di rumah sakit menempati urutan pertama dad selumh penyakit endokrin. Tahun 2004 pasien rawat inap diabetes melitus 42.000 kasus CFR 7,9%; dan tahun 2006 meningkat menjadi 49.364 kasms CFR 8,42%. Dari 4 (cmpat) tipc diabetes melitus, maka diabetes melitus tipe 2 yang paling banyak. Prevalensi diabetes melitus tipc 2, tahun 1992 sebesar 5,69%, tahun 1993 meningkat menjadi 5,'7% dan tahun 2005 mcnjadi l4,7%. Penyakit tersebut merupakan masalah kesehatan yang sangat serius, dimana komplikasinya menimbulkan angka kematian yang cukup tinggi, dan beban biaya kesehatan yang cukup mahal. Untuk itu diperlukan usaha untuk mencegahnya.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara obesitas sentral dengan kejadian diabetes melitus tipe 2 setelah dikontrol variabel kovariat. Beberapa faktor kovariat yang diduga meningkatkan jumlah penderita diabetes melitus tipe 2 antara Iain umur, jenis kelamin, pekerjaan, riwayat menderita DM, aktivitas fisik, konsumsi serat, konsumsi lemak, pola makan, konsumsi alkohol, dan merokok. Desain penelitian ini menggunakan rancangan kasus kontrol dengan jumlah responden 300 orang dimana masing-masing kasus dan kontrol sebanyak 150 responden. Analisis dilakukan secara bertahap mulai dan analisis univariat, bivariat, dan multivariat. Analisis multivariat menggunakan analisis regresi Iogistik ganda.
Hasil pcnclitian menunjukkan hubungan yang signiiikan antara obesitas sentral dengan kejadian diabetes melitus tipe 2 dimana obesitas sentral memiliki resiko untuk tcrkcna diabetes melitus tipe 2 sebesar 3,16 kali dibanding tanpa obesitas sentral, setelah dikcndalikan faktor riwayat DM dalam keluarga, aktiiitas fisik, dan kcbiasaan mcrokok.
Disarankan perlunya informasi mengenai faktor resiko diabetes melitus tipc 2 secara luas kepada masyarakat. Jika risiko DM dapat diketahui sedini mungkin, maka upaya pencegahan akan segera dapat dilakukan schingga prevalcnsi DM dapat ditekan.

Diabetes mellitus prevalence number of year goes to tend to increase. Health Depanmen data describes that the total of patient and diabetes melitus death, inpatient care and also outpatient care at hospital stays in the first range of all endocrine’s disease. On 2004 the diabetes melitus patient of inpatient care are 42,000 cases with CFR 7.9% and on 2006 become increase to 49,364 cases with CFR 8.42%. From 4 (four) diabetes melitus type, therefore diabetes melitus type 2 becomes most transmitted on patients. Diabetes melitus type 2 prevalence on 1992 as 5.69%, on 1993 increase becomes 5.7% and on 2005 becomes l4.7%. That disease was really serious health problem, where its complication caused high mortality and health charge which adequately expensive. For those reason required all effort to prevent it.
The purposed of this research to describes relationship among central obesity with diabetes melitus type 2 after controlled by covariate variable. Several preconceived covariate factor increases diabetes melitus type 2 patient for example age, gender, occupation, diabetes mellitus history, physical activity, Ebcr consumption, fat consumption, food habit, alcohol and smoking. This observational design utilize case control design with 300 person respondent where every cases and controls as 150 respondents. Analysis is performing in several phased from univariate analysis, bivariate, and multivariate analysis. Multivariate analysis using a multiple logistics regression.
The observational result indicated the significant relationship among central obesity and occurrence of diabetes melitus type 2 where central obesity has a risk and tend to strikes by diabetes mellitus type 2 as 3.16 times compared without central obesity, after controlled by diabetes mellitus history in family, physical activity and Smoking habitual.
Sugggested to publicized the sufficient and properly infomation conceming diabetes melitus type 2 to community. If diabetes melitus type 2 risk can be detected and known early, therefore prevention effort will be performed so diabetes melitus type 2 prevalence can be controlled.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T34407
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Syarifatul Anwar
"Diabetes melitus tipe 2 merupakan penyakit penyebab 1,6 juta kematian di dunia, prevalensi diabetes melitus meningkat signifikan diseluruh dunia dan di Indonesia. Obesitas sentral memiliki peranan penting dalam patofisiologi diabetes melitus tipe 2. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi diabetes melitus tipe 2, obesitas sentral dan hubungan antara obesitas sentral terhadap diabetes melitus tipe 2 pada kelompok umur ge; 45 tahun. Desain studi yang digunakan adalah potong lintang dengan regresi logistik untuk analisis multivariat. Sumber data yang dianalisis merupakan data surveilans faktor risiko penyakit tidak menular tahun 2015. Ada 2127 responden yang memenuhi kriteria yang dapat dianalisis. Hasil analisis menunjukan bahwa prevalensi DM tipe 2 sebesar 12,5% dan prevalensi obesitas sentral sebesar 39,6 . Hubungan obesitas sentral terhadap diabetes melitus tipe 2 dengan POR 2,14 (95% CI 1,62-2,81) artinya responden dengan obesitas sentral berisiko 2,14 kali lebih besar untuk menderita DM tipe 2 dibanding responden yang tidak obesitas sentral. Upaya untuk mencegah peningkatan kasus diabetes melitus tipe 2 yaitu penyuluhan secara terus menerus kepada masyarakat terhadap faktor risiko obesitas sentral dengan cara konseling pada individu yang berisiko maupun pada kelompok obesitas sentral.

Relationship of Central Obesity to Type 2 Diabetes Mellitus In Ages Group ge 45 years Analysis of Non Communicable Disease Surveillance Data of Jakarta Capital City Special Region 2015 . Diabetes mellitus type 2 is the leading cause of 1.6 million deaths worldwide, the prevalence of diabetes mellitus is increasing significantly throughout the world and in Indonesia. Central obesity has an important role in the pathophysiology of type 2 diabetes mellitus. This study aims to determine the prevalence of type 2 diabetes mellitus, central obesity and the relationship between central obesity to type 2 diabetes mellitus in the age group ge 45 years. The study design used was cross section with logistic regression for multivariate analysis. The data sources analyzed are non communicable disease risk factor surveillance data in 2015. There are 2127 respondents who meet the criteria that can be analyzed. The results showed that the prevalence of type 2 diabetes was 12.5% and the prevalence of central obesity was 39.6 . The relationship of central obesity to type 2 diabetes mellitus with POR 2.14 (95% CI 1.62 2.81) that means respondents with central obesity are 2.14 times more likely to develop type 2 DM than non obese central respondents. Efforts to prevent the increase in cases of type 2 diabetes mellitus is continuous education to the public against risk factor central obesity by counseling individuals at risk and in the central obesity group."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
T48346
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retia Rismawati
"Latar belakang: Diabetes melitus tipe 2 merupakan penyakit yang menjadi masalah kesehatan masyarakat tidak hanya di Indonesia, namun juga di dunia karena prevalensinya yang terus meningkat. Hipertensi yang juga merupakan faktor risiko diabetes melitus tipe 2 memiliki prevalensi yang sangat tinggi di Indonesia. Tidak hanya itu, prevalensi kedua penyakit tersebut meningkat seiring bertambahnya usia, dimulai dari usia ≥40 tahun. Tujuan: Untuk mengetahui hubungan hipertensi dengan kejadian diabetes melitus tipe 2 pada populasi berusia ≥40 tahun di Indonesia. Metode: Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan desain studi cross sectional. Sumber data yang digunakan berasal dari hasil Riskesdas 2018. Terdapat sebanyak 15.026 partisipan berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi penelitian. Hasil: Prevalensi diabetes melitus tipe 2 dan hipertensi pada populasi berusia ≥40 tahun di Indonesia masing-masing sebesar 21,3% dan 51,8%. Terdapat hubungan yang signifikan secara statistik antara hipertensi dengan diabetes melitus tipe 2 pada populasi berusia ≥40 tahun di Indonesia (PR = 1,64; 95%CI: 1,526 – 1,763). Efek gabungan antara hipertensi dengan obesitas sentral memiliki risiko sebesar 2,07 kali lebih besar terhadap kejadian diabetes melitus tipe 2 setelah dikontrol oleh jenis kelamin dan obesitas. Kesimpulan: Terdapat hubungan antara hipertensi dengan kejadian diabetes melitus tipe 2 pada populasi berusia ≥40 tahun di Indonesia. Risiko diabetes melitus tipe 2 yang lebih tinggi terjadi pada orang yang mengalami hipertensi dan obesitas sentral. Saran: Perlu dilakukan deteksi dini diabetes melitus tipe 2 dan hipertensi sedini mungkin, terutama bagi penduduk yang berusia ≥40 tahun dan mengalami obesitas sentral.

Background: Type 2 diabetes mellitus is a disease that is still a public health problem not only in Indonesia, but also in the world because of its increasing prevalence. Hypertension, which is also a risk factor for type 2 diabetes mellitus, has a very high prevalence in Indonesia. Not only that, the prevalence of both diseases also increases with age, starting from 40 years of age. Objective: To determine the relationship between hypertension and type 2 diabetes mellitus in a population aged ≥40 years in Indonesia. Methods: This study used a quantitative method with a cross sectional study design. The source of the data used comes from the results of Riskesdas 2018. There are 15.026 participants based on the inclusion and exclusion criteria of the study. Results: The prevalence of type 2 diabetes mellitus and hypertension in the population aged ≥40 years in Indonesia are 21,3% and 51,8%, respectively. There is a statistically significant relationship between hypertension and type 2 diabetes mellitus in the population aged ≥40 years in Indonesia (PR = 1,64; 95%CI: 1,526 – 1,763). The combined effect of hypertension and central obesity has a risk of 2,07 times greater for the type 2 diabetes mellitus after being controlled by gender and obesity. Conclusion: There is a relationship between hypertension and type 2 diabetes mellitus in the population aged ≥40 years in Indonesia. The risk of type 2 diabetes mellitus is higher in people with hypertension and central obesity. Suggestion: It is necessary to detect type 2 diabetes mellitus and hypertension as early as possible, especially for people aged ≥40 years and experiencing central obesity."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Masitah Sari Dewi
"Diabetes melitus merupakan penyakit tidak menular yang cendrung mengalami peningkatan. Data IDF Atlas 2015 menyebutkan, Prevalensi DM di Indonesia menduduki urutan ke 7 didunia. Di Indonesia data Riskesdas menunjukkan peningkatan prevalensi diabetes melitus dari 5,7 2007 meningkat menjadi 6,9 2013. Obesitas sentral adalah prediktor yang kuat untuk terjadinya diabetes melitus tipe 2. Prevalensi obesitas sentral berdasarkan data Riskesdas 2007 sebesar 18,8 meningkat menjadi 26,6 Riskesdas, 2013 Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan obesitas sentral terhadap diabetes melitus tipe 2 pada penduduk usia ge; 18 tahun di wilayah peluncuran GERMAS tahun 2016. Desain penelitian studi cross sectional, Analisis menggunakan uji Regresi Logistic. Hasil analisis diperoleh proporsi diabetes melitus tipe 2 sebesar 6,1 dan obesitas sentral sebesar 68,9. Selain itu hasil multivariat menunjukkan hubungan obesitas sentral dengan diabetes melitus tipe 2 didapatkan nilai POR 3,296 95 CI 2,344-4,636 artinya penduduk dengan obesitas sentral memiliki peluang sebesar 3,296 kali 95 CI 2,344-4,636 mengalami diabetes melitus tipe 2 dibandingkan dengan penduduk yang tidak obesitas sentral setelah dikendalikan oleh aktifitas fisik dan hipertensi. Kesimpulan dan saran agar masyarakat rutin tiap bulan melakukan pemeriksaan kesehatan di POSBINDU PTM, untuk melakukan deteksi dini obesitas sentral dan pemeriksaan kadar glukosa darah guna menjaring kasus diabetes melitus tipe 2 sedini mungkin.

Diabetes mellitus is a non communicable disease that tends to increase. IDF Atlas 2015 data says, DM prevalence in Indonesia ranked 7th in the world. In Indonesia, Riskesdas data showed an increased prevalence of diabetes mellitus from 5.7 2007 increased to 6.9 2013. Central obesity is a strong predictor for the occurrence of type 2 diabetes mellitus. The prevalence of central obesity based on Riskesdas 2007 data of 18.8 increased to 26.6 Riskesdas, 2013 The objective of the study was to investigate the relationship of central obesity to type 2 diabetes mellitus in the population age ge 18 years in GERMAS launching area in 2016. Study design cross sectional study, Analysis using logistic regression test. The analysis results obtained proportion of type 2 diabetes mellitus by 6.1 and central obesity of 68.9. In addition, multivariate results showed that the association of central obesity with diabetes mellitus type 2 was found to be POR 3,296 95 CI 2,344 4,636 meaning that people with central obesity had a chance of 3,296 times 95 CI 2,344 4,636 had diabetes mellitus type 2 compared with non obese residents after being controlled by physical activity and hipertension. Conclusions and suggestions for routine public health checks in POSBINDU PTM, to perform early detection of central obesity and blood glucose examination to capture cases of type 2 diabetes mellitus as early as possible.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T50279
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kwan Francesca Gunawan
"ABSTRAK
Diabetes melitus DM merupakan suatu epidemik global. Obesitas merupakan faktor risiko tersering pada terjadinya DM tipe 2. Salah satu komplikasi yang sering dialami oleh penderita DM ialah kaki diabetik. Pada pasien DM dengan obesitas dan kaki diabetik, terapi medik gizi penting untuk mencapai target berat badan, menjaga kadar glikemik, serta mencegah komplikasi DM. Selain itu pemberian nutrisi yang adekuat juga penting untuk mendukung penyembuhan luka. Pasien pada serial kasus ini berusia antara 41 ndash;59 tahun dengan dengan proporsi yang sama antara laki-laki dan perempuan. Keempat pasien memiliki status gizi obes dengan IMT sebesar 26-54,4 kg/m2. Awitan DM pada keempat pasien diketahui bervariasi antara 1-13 tahun. Terapi medik gizi diberikan sesuai dengan klinis, hasil laboratorium, dan asupan terakhir masing-masing pasien. Dari hasil pemantauan didapatkan bahwa dengan terapi nutrisi yang diberikan terjadi penurunan berat badan sebesar 3,2-4,8 kg 3,2-5,8 dan penurunan nilai HbA1c sebanyak 0,3-0,7. Selain itu juga didapatkan ukuran luka yang mengecil dan gejala neuropati berkurang. Pada pasien DM tipe 2 dengan obesitas dan kaki diabetik, terapi medik gizi yang adekuat berkaitan dengan penurunan berat badan, perbaikan kontrol glikemik, dan penyembuhan luka yang baik.

ABSTRACT<>br>
Diabetes mellitus is now a global epidemic. Obesity is a common risk factor in the occurrence of type 2 diabetes. One of the complications that are often experienced by people with diabetes is diabetic foot. In diabetic patients with obesity and diabetic foot, medical nutrition therapy is important to achieve targeted body weight, maintain glycemic levels, and prevent diabetes complications. Good nutrition is also essential for wound healing. This case series consists of four patients who are between 41-59 years old and obese with BMI of 26-54.4 kg/m2. The onset of DM in all four patients is known to vary between 1-13 years. Nutritional therapy is given in accordance with the clinical, laboratory outcomes, and patients' daily intake. It was found that medical nutrition therapy can lead to weight loss of 3.2-4.8 kg (3.2-5.8%) and decreased HbA1c by 0.3-0.7%. It was also observed that the wound size and neuropathy symptoms are reduced. Adequate medical nutrition therapy in type 2 DM patients with obesity and diabetic foot is associated with weight loss, improved glycemic control, and good wound healing."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Widia Wati
"Diabetes melitus merupakan penyakit kronik yang dapat menimbulkan stress. Relaksasi dengan terapi murotal Al-Qur?an merupakan terapi yang dapat mengatasi hiperglikemia. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan pengaruh terapi murotal Al-Qur?an terhadap kadar glukosa darah pada DM tipe 2. Desain penelitian ini adalah quasi eksperimen pre-post with control group. Jumlah sampel 39 orang dibagi dalam dua kelompok yaitu 20 orang dalam kelompok intervensi dan 19 orang pada kelompok kontrol, pemilihan responden purposive sampling. Uji statistik yang digunakan uji Anova repeated measure.
Hasil penelitian didapatkan ada pengaruh terapi murotal Al-Qur?an terhadap penurunan kadar glukosa darah sebesar 61 mg/dl (p=0,029, ∝= 0,05). Kesimpulan penelitian ini, terapi murotal Al-Qur?an efektif menurukan kadar glukosa darah pada pasien diabetes melitus tipe 2.

Diabetes mellitus is a chronic disease that can cause stress. Murotal Qur'an relaxation therapy is a therapy that suggested to reduce hyperglycemia. This study aimed to examine the effect of murotal Qur'an therapy on blood glucose levels. This study design was quasi-experimental pre-post with control group. Number of samples are 39 people who were divided into two groups: the intervention group consist of 20 people, and 19 people in the control group, the selection of participants with purposive sampling. Statistical tests were using repeated measure Anova test.
The results of this study found there was an effect of murotal Qur'an therapy to decrease blood glucose levels (p = 0.029, α = 0.05). In conclusion, murotal Qur'an therapy effectively to decrease blood glucose levels in patients with type 2 diabetes mellitus.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
T42332
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eko Arianto
"Diabetes melitus dan gizi kurang secara terpisah dikatakan dapat meningkatkan kejadian tuberkulosis. Studi potong lintang analitik ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara gizi kurang dengan prevalensi tuberkulosis paru (TBP) pada pasien diabetes melitus tipe 2 (DMT2). Dari keseluruhan 462 pasien DMT2, 125 pasien (27.1%) di antaranya menderita TBP. Total pasien DMT2 yang menderita gizi kurang sebesar 125 pasien (27.1%). Sementara itu, dari keseluruhan pasien DMT2 yang menderita TBP, 78 pasien (62.4%) juga menderita gizi kurang. Hasil uji chi-square menunjukkan adanya hubungan antara gizi kurang dengan prevalensi TBP yang bermakna secara statistik (p <0.000).

Diabetes mellitus and undernutrition separately were proved as risk factors of tuberculosis incidence. This analytical cross sectional study aimed to measure the prevalence of lung tuberculosis (TBP) among type 2 diabetes mellitus (DMT2) patients and its association with undernutrition. A total of 462 DMT2 patients were analyzed and the results showed that 125 patients (27.1%) had TBP and 125 patients (27.1%) were undernourished. Within DMT2 patients who had TBP, there were 78 undernourished patients (62.4%). We concluded there is a highly significant statistical association between undernutrition and prevalence of TBP among DMT2 patients (p <0.000)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lisa Felina
"Latar belakang: Gangguan fungsi ginjal pada tahap awal sangat jarang diketahui karena belum memunculkan tanda dan gejala. Saat gangguan fungsi ginjal berkembang progresif dan muncul penyakit ginjal terminal hingga hemodialisis akan menyebabkan status kesehatan jemaah haji menjadi risiko tinggi dan dapat menjadi tidak memenuhi syarat istithaah. Perlu dilakukan evaluasi lebih awal dengan mengetahui faktor risiko yang berhubungan dengan gangguan fungsi ginjal seperti obesitas sentral untuk mendapatkan upaya pencegahan dan intervensi yang lebih menguntungkan.
Tujuan: Mengetahui prevalensi gangguan fungsi ginjal dan hubungan obesitas sentral dengan gangguan gangguan fungsi ginjal pada jemaah haji penderita DM tipe 2.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain cross sectional terhadap 2.106 jemaah haji yang menderita DM tipe 2. Subyek diperoleh dari data sekunder Siskohatkes Shar'i Puskeshaji Kemenkes RI tahun 1438 H / 2017 M. Semua subyek dilakukan pemeriksaan kesehatan di puskesmas atau rumah sakit rujukan. Estimasi nilai LFG menggunakan persamaan CKD EPI untuk menentukan fungsi ginjal. Obesitas sentral ditentukan menggunakan indeks lemak visceral. Analisis menggunakan regresi logistik multivariat.
Hasil: Nilai rata-rata estimasi LFG 78,63 ml/menit/1,72 m2. Prevalensi gangguan fungsi ginjal pada jemaah haji yang menderita DM tipe 2 sebesar 39,55%. Prevalensi gangguan fungsi ginjal pada Jemaah haji penderita DM tipe 2 dengan obesitas sentral adalah 29,17%. Obesitas sentral berhubungan signifikan secara statistik dengan gangguan fungsi ginjal pada jemaah haji penderita DM tipe 2. Nilai adjusted OR sebesar 1,45 (95% CI 1,19-1,77).
Kesimpulan: Prevalensi gangguan fungsi ginjal pada jemaah haji yang menderita DM tipe 2 sebesar 39,55%. Obesitas sentral berhubungan secara signifikan dengan gangguan fungsi ginjal pada jemaah haji yang menderita DM tipe 2.

Background: Impaired renal function in the early stages often not raised signs and symptoms. End-stage renal disease with hemodialysis will cause Indonesian pilgrims in high risk health status and does not meet istithaah requirements. Early detection of risk factors such as central obesity might be directed to benefit prevention dan intervention.
Objective: to estimate the prevalence of renal function impairment in type 2 DM and the association of central obesity with renal function impairment among Indonesian pilgrim with type 2 DM based on Siskohatkes shar'i 1438 H / 2017 M.
Methods: This cross sectional studi consisted of 2.106 Indonesian pilgrims with type 2 DM. The data was obtained from Siskohatkes 2017 of Pilgrimage Health Center, Ministry of Health. The variable data analyzed were creatinin serum, anthropometric, age, gender, smoking, family history of end-stage renal disease, blood pressure, HDL, LDL, trigliserida and uric acid. Renal function impairment was defined according to Chronic Kidney Disease Epidemiology Collaboration (CKD-EPI) equation to estimate Glomerulus Filtration Rate (eGFR). Central obesity was determined using visceral adiposity index (VAI). Multivariable logistic regression was used to analyze the association of central obesity and renal function impairment.
Result: The prevalence of renal function impairment in Indonesia pilgrim with type 2 DM was 39,55%. The mean of eGFR was 78,63 ml/min/1,72 m2. Central obesity was associated with renal function impairment (adjusted OR = 1,45; 95% CI 1,19-1,77).
Conclusion: The prevalence of renal function impairment in Indonesia pilgrim with type 2 DM was 39,55%. Central obesity was associated with renal function impairment.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T50019
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Made Dewi Susilawati
"Kriteria utama obesitas menurut WHO adalah IMT namun obesitas sentral lebih berhubungan dengan risiko kesehatan dibanding obesitas umum Tujuan penelitian untuk mendapatkan cut off point dari ketiga indikator dalam mendeteksi terjadinya DMT2. Juga untuk mengetahui hubungan obesitas dengan indikator IMT, LP dan rasio LP-TB dengan terjadinya DMT2 dan menentukan indikator mana yang lebih baik dari ketiganya. Desain Cross Sectional. menggunakan data sekunder. Analisis menggunakan regresi logistic dan metode ROC.
Hasil : prevalensi DMT2 9,1% dan prevalensi obesitas berkisar 38,37 % - 41,98 % Nilai cut off obesitas umum IMT ≥ 25,72 kg/m2, LP laki-laki ≥ 80,65 cm perempuan ≥ 80,85 cm dan LP-TB laki-laki ≥ 0,51 perempuan ≥ 0,55.
Kesimpulan : orang dengan obesitas meningkatkan risiko terjadinya DMT2 setelah dikontrol faktor umur. Karena hasil ketiga indikator tidak jauh berbeda, maka penggunaanya tergantung keputusan praktisi kesehatan itu sendiri.

The WHO's major obesity criteria is BMI but central obesity is more associated to health risks than general obesity. The objective of the research is to define the cut off points of the three measurements in detecting the occurrence of T2DM. It is also aimed to examine the relationship of obesity indicators (BMI, WC, and WHtR) with T2DM and determine the best indicator of them. Design of Cross Sectional employs secondary data. Analysis apply logistic model and ROC method.
The result: prevalence of type 2 DM is about 9.1%, and obesity prevalence is about 38.37 % to 41.98 %. The cut off values of BMI general obesity, male WC, female WC, male WHtR, and female WHtR are ≥ 25.72 kg/m2, ≥ 80.65 cm, ≥ 80.85 cm, ≥ 0.5, and ≥ 0,55 respectively.
Conclusion: adjusted by age, obesity increases the risk of type 2 DM occurrence. Since there is no significantly different result, the use of obesity indicators depends on the health practitioner decisions.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T35028
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rola Oktorina N.E.
"Jumlah kejadian diabetes melitus semakin meningkat setiap tahunnya. Pasien diabetes melitus perlu mendapatkan informasi tentang diabetes melitus minimal setelah ditegakan diagnosa. Perawat sebagai edukator bisa memberikan edukasi terhadap pasien diabetes melitus agar terjadinya peningkatan pengetahuan dan merubah sikap pasien diabetes. Penyampaian edukasi melalui lisan perlu ditambahkan dengan modul, agar pasien dapat meninjau kembali materi yang telah diterima. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh edukasi dengan menggunakan self instructional module terhadap tingkat pengetahuan dan sikap tentang diabetes melitus pada pasien diabetes melitus tipe 2. Penelitian ini menggunakan desain quasi experimental dengan one group pretest postest dengan jumlah sampel 29 orang dengan diagnosa diabetes melitus tipe 2, pengumpulan data menggunakan kuesioner. Analisis statistik menggunakan wilcoxon test. Terdapat pengaruh edukasi kesehatan self instructional module terhadap pengetahuan dan sikap pasien diabetes melitus p

The number of diabetes mellitus cases have been increasing every year. Diabetes mellitus DM patient needs to get informed about their DM lately after the patient had been diagnosed. Nurse should give the education to enhance patient knowledge and improve their attitude. Health education using modified module has benefit to support the patient in perfoming self learning. This study aimed to test the impact of education using the self instructional module to a level of knowledge and attitude about diabetes mellitus to diabetes mellitus patient type 2. This research used quasi experimental with one group pretest postest design with 29 person samples identified with diabetes mellitus type 2 diagnosis. Data were collected using questionaires. Statistic analysis was done by using wilcoxon test. The research result showed that there were differences of knowledge before and after education by self instructional module p 0,001
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
T47691
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>