Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 232966 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Miftakhul Ikhsan
"Tesis ini membahas tingkah laku para pelaku usaha sebagai terlapor dalam perkara kartel oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha yang merupakan salah satu bentuk persaingan usaha yang tidak sehat di Indonesia; terutama pasca reformasi. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif dilengkapi dengan analisis kuantitatif (statistik) sederhana. Hasii penelitian ini memperlihatkan bahwa terdapat resistensi atau ketidakkooperatitan para terlapor selama proses pemeriksaan di KPPU. Olelx karena itu, mengingat KPPU memiliki keterbatasan kewenangan, maka diperlukan penguatan keiembagaan, khususnya dengan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dan Pengadilan.

This thesis describes the conduct of businesses as reported in a cartel case by the Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), which is one form of unfair business competition in Indonesia, especially after reformasi. The study was a descriptive qualitative research design equipped with simple quantitative analysis (statistics). The result of this study show that there is resistance of uncooperativeness the defendant during the examination process at KPPU. Therefore, given KPPU has limited authority, the necessary institutional strengthening, especially with Kepolisian Republik Indonesia (Pohi) and Pengadilan."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2011
T33414
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Akbar Hariyadi
"Thesis ini membahas tentang kewenangan komisi pengawas persaingan usaha (KPPU). Terutama kewenangannya sebagai regulator atau pembuat peraturan perundangan. Sebagai Lembaga Negara Non Struktural KPPU hanyalah sebagai pembantu atau pelengkap dari Lembaga Negara Utama. Selain itu, komisi ini dapat disebut sebagai lembaga yang berfungsi semi-peradilan atau sebagai lembaga quasi peradilan. Lembaga ini bersifat independen dan dalam menjalankan tugas pokoknya berdasarkan undang-undang tidak dapat dicampuri oleh pemerintah dan pihak lain. Srebagai lembaga independen, KPPU tidak mempunyai fungsi regulasi sehingga tidak dapat disebut sebagai “independent self-regulatory body”. KPPU dalam UU Anti Monopoli tidak secara tegas diberi kewenangan sebagai regulator oleh pembuat undang-undang, maka KPPU juga sebaiknya tidak membuat peraturan untuk mengatur pelaksanaan tugasnya berdasarkan undang-undang. Dalam menjalankan kegiatannya, KPPU dapat menyusun dan menetapkan pedoman kerja sesuai tugas KPPU yang terdapat dalam Pasal 35 (f) UU Anti Monopoli. Kewenangan KPPU untuk menyusun pedoman kerja itu, tidak dapat disamakan dengan kewenangan regulasi, karena di dalam pedoman bersifat sebagai peraturan kebijakan yang tidak termasuk dalam pengertian peraturan perundang-undangan. Jika materi pedoman tersebut berisi norma hukum baru, maka norma hukum yang demikian dapat diabaikan daya ikatnya. Norma hukum yang demikian tidak dapat dipaksakan daya berlakunya.

This thesis discusses the authority of the commission for the supervision business competition (Commission). Especially his authority as a regulator or regulatory makers. As the State Institutions Non-structural Commission merely as an auxiliary or supplementary of the Main State Institutions. In addition, the commission may be called as an institution that serves as a semi-judicial or quasi-judicial agency. These institutions are independent and the principal duties under the law can not be interfered with by the government and other parties. Srebagai independent agency, the Commission does not have regulatory functions that can not be referred to as "independent self-regulatory body". The Commission on Anti-Monopoly Law does not expressly authorized by the regulator as lawmakers, the Commission also should not make rules to regulate the performance of its duties under the law. In carrying out its activities, the Commission may prepare and establish guidelines for appropriate work assignments Commission contained in Article 35 (f) Anti-Monopoly Law. The authority of the Commission to develop guidelines for the work, can not be equated with the regulatory authority, as in the guidelines as regulatory policies that are not included within the meaning of the legislation. If the guidance material containing new legal norms, the rule of law that such power can be ignored strapped him. Such legal norms can not be coerced into force of power."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Akbar Syailendra Adi Buwono
"Putusan MK No. 85/PUU-XIV/2016 memperluas pengertian persekongkolan menjadi tidak hanya sebatas terhadap pelaku usaha lain saja, tetapi juga pihak yang berkaitan dengan pelaku usaha lain. Tak hanya itu, putusan tersebut juga membatasi kewenangan penyelidikan yang dimiliki KPPU menjadi hanya sebatas pengumpulan alat bukti sebagai bahan pemeriksaan. Jepang sebagai salah satu contoh negara yang telah memiliki hukum persaingan usaha sejak lama, telah memberikan definisi persekongkolan sebatas perilaku antarpelaku usaha. Disamping itu, hukum persaingan usaha di Jepang telah memberikan kewenangan yang cukup besar untuk melakukan penyelidikan kepada Japan Fair Trade Commission JFTC sebagaimana diatur dalam Act on Prohibition of Private Monopolization and Maintenance of Fair Trade Antimonopoly Act. Perbandingan kedua poin diatas akan memperlihatkan perbedaan-perbedaan yang terdapat diantara kedua negara. Penelitian ini dilakukan dengan metode yuridis normatif. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa penafsiran pihak lain yang juga mencakup pihak yang berkaitan dengan pelaku usaha lain merupakan suatu hal yang tidak tepat. Selain itu, KPPU juga masih belum diberikan dengan jelas tindakan apa saja yang dapat dilakukan dalam melakukan penyelidikan oleh UU No. 5 Tahun 1999. Oleh karena itu, diperlukan perbaikan dari UU No. 5 Tahun 1999 dalam rumusan pasal persekongkolan dan kewenangan yang dimiliki oleh KPPU secara tegas dan jelas untuk memberikan kepastian hukum bagi KPPU untuk menjalankan kewenangannya.

Constitutional courts verdict No. 85 PUU XIV 2016 extends the definition of bid rigging is not only limited to other business actors, but also parties related to other business actors. Furthermore, the decision also restraints KPPUs investigation authority as long as collecting evidence for examination. Japan, as one example of a country that has had long standing business competition law, has given the definition of bid rigging only to the behavior among business actors. In addition, Japan rsquo s law of business competition also gives a lot investigation authority to Japan Fair Trade Commission JFTC as provided in Act on Prohibition of Private Monopolization and Maintenance of Fair Trade Antimonopoly Act. The comparison of these two points will show the differences between both countries. This research was conducted by normative juridical method. The results of the study show that the interpretation of other parties that also includes parties related to other business actors is an imprecise thing. In addition, KPPU also still has not given clear what action can be done in conducting investigation by Law no. 5 of 1999. Therefore, the refinement of Law No. 5 Year of 1999 is required, regarding on formulation of bid rigging and KPPUs authority should be clear to give legal certainty for KPPU to exercise its authority."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Komisi Pengawas Persaingan Usah, 2011
337 JPU 5 (2011)
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
Katrina Marcellina
"Pembuktian kartel tidak dapat dipisahkan dari penggunaan analisa ekonomi untuk membuktikan adanya perjanjian tertulis di antar para pelaku usaha yang dicurigai melakukan kartel. Namun di satu sisi, penggunaan bukti ekonomi (tidak langsung) masih menjadi perdebatan di Indonesia, karena selain mengandung ambigu, penggunaannya belum diatur secara tegas dalam sistem hukum Indonesia. Penelitian ini akan menjabarkan penggunaan analisa ekonomi yang digunakan oleh KPPU untuk membuktikan dugaan-dugaan kartel yang ada selama tahun 2009-2010 serta menganalisa validitas penggunaan analisa ekonomi berdasarkan hukum nasional. Penelitian ini merupakan penelitan hukum normatif yang menggunakan analisa kualitatif. Ketelitian dan ketepatan dalam melakukan penghitungan serta analisa ekonomi adalah suatu hal yang masih harus ditingkatkan oleh KPPU demi perwujudan penegakan hukum persaingan usaha yang ideal.

The use of economic analyis to prove the existence of a gentlement agreement among the alleged cartel members is unseparable from the processs of cartel verification itself. However, on the other hand, the use of economic analysis (which is an indirect evidence), still remains as a controversy, not only because of its ambiguity, but also its method has not yet clearly been regulated under Indonesian law. This research is to elaborate the use of economic analysis employed by the Commission For the Supervision of Business Competition (KPPU) to prove the alleged cartels cases within the year of 2009-2010 and also to examine the validity of the use of economic analysis according to the national law system. This research is a normative legal research with qualitative analysis. Meticulous economic calculation and accuracy in analysis are of something that KPPU should improve for the fulfillment of an ideal competition law enforcement. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S444
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Vito Natanael
"Pelaku usaha merupakan orang perorangan atau badan usaha yang melakukan perjanjian dan penyelenggaraan kegiatan usaha bidang ekonomi di Indonesia. Kehadiran pelaku usaha turut diatur hak dan kewajibannya, melalui hukum persaingan usaha dan ditegakkan melalui kehadiran lembaga penegak hukum persaingan usaha, yaitu Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). KPPU hadir membantu mencegah adanya pelanggaran persaingan usaha. Namun, terdapat hambatan KPPU dalam penegakkan tersebut, yaitu tidak dijalankannya eksekusi putusan oleh pelaku usaha yang diputus KPPU. Salah satu penyebabnya adalah kehadiran pelaku usaha yang jatuh pailit. Kendati demikian, penulisan ini ditujukan untuk meneliti bagaimana proses eksekusi putusan dan kedudukan KPPU sebagai kreditur saat terdapat pelaku usaha yang jatuh pailit setelah putusan denda pelanggaran persaingan usaha. Melalui penerapan penelitian doktrinal dengan metode kualitatif dan pendekatan deskriptif-analitis, Penulis melihat adanya kekurangan dalam penegasan hukum terkait pelaksanaan eksekusi putusan oleh KPPU dan kedudukan KPPU sebagai kreditur dalam hal pelaku usaha jatuh pailit setelah putusan denda pelanggaran persaingan usaha. Pertama, tulisan ini akan menjabarkan hukum persaingan usaha di Indonesia dan KPPU sebagai lembaga penunjangnya. Selanjutnya, Penulis menjelaskan bagaimana eksekusi putusan yang dapat dilakukan oleh KPPU berdasarkan hukum acara perdata, UU No. 5 Tahun 1999, dan peraturan lainnya. Selain itu, Penulis menjelaskan bagaimana mekanisme pelaksanaan eksekusi putusan KPPU secara praktis terhadap pelaku usaha yang berperkara. Kedua, Penulis akan memberikan analisis terkait kedudukan KPPU sebagai kreditur dalam hal terdapat pelaku usaha yang jatuh pailit setelah putusan pelanggaran persaingan usaha disertai penjelasan teori kepailitan dan hukum acara kepailitan. Penulis berkesimpulan bahwa secara praktis, eksekusi putusan dapat berjalan, walaupun kurang diatur secara tegas dalam UU No. 5 Tahun 1999 dan KPPU mendapatkan kedudukan sebagai kreditur preferen saat hendak melakukan eksekusi putusan terhadap pelaku usaha yang jatuh pailit setelah putusan denda pelanggaran persaingan usaha sehingga perlu amandemen kedua UU No. 5 Tahun 1999 dan pedoman khusus terkait permasalahan ini.

Business actors are individuals or business entities that enter into agreements and conduct business activities in the economic sector in Indonesia. The rights and obligations of these business actors are regulated through competition law and enforced by the Business Competition Supervisory Commission (KPPU). The KPPU plays a role in preventing business competition violations. However, the KPPU faces challenges in this enforcement, particularly when businesses sanctioned by the KPPU fail to execute the rulings. One reason for this is when business actors declare bankruptcy. Nevertheless, this paper aims to examine the execution process of such rulings and the status of the KPPU as a creditor when a business actor goes bankrupt after the imposition of a fine for competition law violations. By applying doctrinal research using qualitative methods and a descriptive-analytical approach, the author identifies shortcomings in the legal framework regarding the execution of KPPU rulings and the KPPU’s status as a creditor when a business actor goes bankrupt after a fine is imposed for competition law violations. First, this paper will describe the competition law in Indonesia and the KPPU as its supporting institution. Next, the author explains how the execution of KPPU rulings can be carried out based on civil procedural law, Law No. 5 of 1999, and other regulations. Additionally, the author discusses the practical mechanism for executing KPPU rulings against businesses involved in disputes. Second, the author provides an analysis of the KPPU’s status as a creditor when a business actor goes bankrupt following the issuance of a competition law violation ruling, including an explanation of bankruptcy theory and bankruptcy procedural law. The author concludes that, in practice, the execution of rulings can still proceed, although it is not explicitly regulated in Law No. 5 of 1999. Furthermore, the KPPU obtains preferential creditor status when executing rulings against business actors who declare bankruptcy after the imposition of fines for competition law violations. Therefore, an amendment to Law No. 5 of 1999 and specific guidelines on this issue are necessary."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Auliya Rahmania
"Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 memberikan kewenangan kepada KPPU untuk memberikan sanksi berupa denda administratif kepada pelaku usaha. Saat ini, pedoman bagi KPPU untuk menetapan besaran denda administratif diatur dalam Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 4 Tahun 2009, namun pada praktiknya KPPU tidak melakukan keseluruhan langkah-langkah sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 4 Tahun 2009 untuk menetapkan besaran denda administratif. Skripsi ini akan membandingkan beberapa Putusan KPPU dalam menetapkan besaran denda administratif pada kasus keterlambatan pelaporan pengambilalihan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif yaitu penelitian kepustakaan yang dilakukan terhadap aturan-aturan hukum tertulis, selain itu dapat pula dikatakan sebagai penelitian berfokus masalah yaitu melihat teori dengan praktiknya. Hasil dari penelitian tersebut adalah KPPU dalam menetapkan besaran denda administratif tidak mendasarkan pada nilai penjualan, namun didasarkan pada nilai maksimal denda, sehingga hal ini tidak sesuai dengan Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 4 Tahun 2009.

Law Number 5 of 1999 gives KPPU the authority to impose sanctions in the form of administrative fines. KPPU Regulation No 4 of 2009 is a guideline for the KPPU to assess the amount of administrative fines. In practice, KPPU doesn’t take all the steps as stipulated in the KPPU Regulation Number 4 of 2009 to determine the number of the administrative fines. This research will compare KPPU decisions in determining the number of administrative fines in cases of late acquisition reporting. This research uses a juridicial- normative research method, named library research conducted on written legal rules, also this research used problem focused research, named seeing theory with practice. The result of this research is KPPU in determining the number of administrative fines is not based on the sales value, but is based on the maximum value of the fines, it’s not in accordance with the KPPU Regulation Number 4 of 2009."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rachmadi Usman
Jakarta : Sinar Grafika, 2013
343.072 RAC h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Oshie Bimantara
"ABSTRAK Penyelenggaraan sarana dan prasarana perkeretaapian umum dilakukan oleh Badan Usaha sebagai penyelenggara, baik secara sendiri-sendiri maupun melalui kerja sama. Artinya adalah perusahaan swasta juga memiliki kesempatan yang sama seperti PT KAI dalam penyelenggaraan sarana dan prasarana kereta api. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana penyelenggaraan prasarana dan sarana perkeretaapian di Indonesia? Bagaimana penyelenggaraan perkeretaapian umum di Negara Amerika Serikat dan Negara Inggris serta perbandingannya dengan Negara Indonesia? Bagaimana upaya mewujudkan persaingan usaha yang sehat dalam penyelenggaraan prasarana dan sarana perkeretaapian umum oleh pihak swasta di Indonesia?

Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, dengan menggunakan data sekunder dan menggunakan metode analisis data kualitatif, karena data yang diperoleh bersifat kualitas.

Hasil penelitian menyatakan pemerintah menugaskan pihak swasta hanya untuk membangun prasarana perkeretaapian saja, sedangkan untuk penyelenggaraan sarana dan prasarana telah ditunjuk PT. Kereta Api Indonesia sebagaimana dalam Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2011 dan Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2016. Hal tersebut menunjukkan ketidakadilan bagi badan hukum seperti Perseroan Terbatas yang dikelola swasta untuk dapat pula melakukan penyelenggaraan sarana dan prasarana perkeretaapian umum. Oleh karena itu, dalam upaya mewujudkan keadilan dalam penyelenggaraan prasarana perkeretaapian umum oleh pihak swasta di Indonesia adalah dalam setiap pengadaan dan penyelenggaraan sarana dan prasarana perkeretaapian umum, maka penunjukan harus melalui prosedur lelang.


ABSTRACT The operation of public railway facilities and infrastructure is carried out by the Business Entity as an organizer, both individually and through cooperation. This means that private companies also have the same opportunities as PT KAI in the operation of railroad facilities and infrastructure. The problem in this study is how to implement railroad infrastructure and facilities in Indonesia? How is the implementation of public railways in the United States and the United Kingdom and its comparison with Indonesia? What are the efforts to realize healthy business competition in the implementation of public railway infrastructure and facilities by the private sector in Indonesia?

This study uses a normative juridical method, using secondary data and using qualitative data analysis methods, because the data obtained are of a quality nature.

The results of the study stated that the government assigned the private sector only to build railway infrastructure only, while for the implementation of facilities and infrastructure PT. Indonesian Railways as in Presidential Regulation Number 83 of 2011 and Presidential Regulation Number 55 of 2016. This shows injustice for legal entities such as limited liability companies managed by the private sector to also be able to carry out public rail infrastructure and facilities. Therefore, in the effort to realize justice in the implementation of public railway infrastructure by the private sector in Indonesia, in every procurement and operation of public railroad facilities and infrastructure, the appointment must be through an auction procedure.

 

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T51844
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Donald Hamonangan
"Tulisan ini menganalisis bagaimana Peran KPPU dalam mengatasi permasalahan Penggunaan Pricing Algorithm dalam Multi-sided Platform, Pembuktian Penggunaan Pricing Algorithm dalam Multi-sided Platform yang menyebabkan persaingan usaha tidak sehat di Indonesia serta pengaturan Penggunaan Pricing Algorithm dalam Multi- sided Platform Pada Persaingan Usaha di Indonesia. Tulisan ini disusun dengan menggunakan metode penelitian Doktrinal. Pricing Algorithm adalah metode atau strategi penentuan harga yang digunakan oleh perusahaan untuk menentukan harga produk atau layanan mereka didasarkan pada analisis data dan perhitungan matematis untuk menentukan harga. Multi Sided Platform dapat dianggap sebagai sebuah pasar digital yang menghubungkan penjual dan pembeli untuk melakukan transaksi jual beli secara online. Penggunaan pricing algorithm dalam multi-sided platform sebenarnya menguntungkan bagi konsumen, sebagaimana dapat memberikan penentuan harga yang adil secara real-time. Tetapi Penggunaan pricing algorithm dalam multi-sided platform dapat juga membuat persaingan usaha tidak sehat, hal ini perlu diukur melalui ukuran reasonableness yang benar-benar mengancam ekosistem persaingan usaha di Indonesia. Pada Persaingan usaha di era digital ini KPPU perlu lebih memperluas pengaturan untuk menjaga iklim persaingan usaha di Indonesia menjadi tetap stabil dan sehat.

This paper analyzes how the Role of the KPPU in overcoming the problem of the Use of Pricing Algorithm in Multi-sided Platform, Proof of the Use of Pricing Algorithm in Multi-sided Platform that causes unfair business competition in Indonesia and the regulation of the Use of Pricing Algorithm in Multi-sided Platform on Business Competition in Indonesia. This paper is prepared by using Doctrinal research method. Pricing Algorithm is a pricing method or strategy used by companies to determine the price of their products or services based on data analysis and mathematical calculations to determine the price. Multi Sided Platform can be considered as a digital marketplace that connects sellers and buyers to conduct online buying and selling transactions. The use of pricing algorithms in multi-sided platforms is actually beneficial for consumers, as it can provide fair pricing in real-time. However, the use of pricing algorithms in multi-sided platforms can also create unfair business competition, this needs to be measured through a measure of reasonableness that really threatens the business competition ecosystem in Indonesia. In business competition in this digital era, KPPU needs to further expand regulations to maintain a stable and healthy business competition climate in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>