Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 167505 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Syarifah Dewi
"Tujuan: Menganalisis ekspresi gen manganese superoxide dismutase (MnSOD) pada jaringan jantung, otak dan darah tikus yang diinduksi hipoksia sistemik.
Desain: penelitian eksperimental in vivo dengan menggunakan hewan coba.
Metode: Sampe! penelitizm ini adalah 25 ekor tikus jantan strain Sprague Dawley (Rarms novergicus L), yang dibagi menjadi 5 kelompok: kelompok I tikus tanpa perlakuan hipoksia sebagai kontrol, kelompok II, III, IV dan V adalah kelompok tikus dengan perlakuan hipoksia 10% O2 selama 1, 7, 14 dan 21 hari. Setelah perlakuan tikus dimaiikan, kemudian darah, otak dan jantung tikus diambil untuk diperiksa tingkat ekspresi mRNA dengan menggunakan real time RT PCR dengan pewamaan SYBR green, serta diukur aktivitas spesifik MnSOD dengan menggunakan kit RanSOD® dengan ditambahkan NaCN untuk menghambat aktivitas CuZn SOD.
Hasil: Pada hipoksia awa] (1 hari) ekspresi relatif mRNA MnSOD dan aktivitas spesifik MnSOD menunjukkan penurunan di darah dan jantung, sedangkan pada otak tidak te1jadi penurunan. Hal ini menunjukkan bahwa dalam keadaan hipoksia sistemik perlindungan antioksidan pada otak terjadi lebih awal dibandingkan jantung dan darah. Pada hipoksia awal di jantung dan darah, mulai terjadi peningkatan ROS sehingga aktivitas spesink MnSOD menurun, namun belum dapat menstimulasi peningkatan eksprsi mRNA-nya_ Pada hipoksia I-I4 hari baik ekspresi mRNA maupun aktivitas spesiiik MnSOD pada ketiga jaringan tersebut mengalami peningkatan sejalan dengan lamanya hipoksia. Pada hipoksia lanjut (21 hari) terjadi korelasi negatif antara ekspresi relatif mRNA dngan aktivitas spesiiik MnSOD di jantung dan darah. Hal ini mnmgkin disebabkan karena produksi ROS yang sangat masif, sehingga ekspresi MRNA terus ditingkatkan namun stres oksidatif belum dapat diatasi, sedangkan pada otak fenomena tersebut tidak terjadi. Hal ini diduga karena peningkatan ROS pada hipoksia lanjut masih dapat diatasi dengan aktivitas enzim MnSOD yang tersedia tanpa harus meningkatkan ekspresi mRNA-nya. Hasil ini menunjukkan bahwa otak cenderung lebih dilindungi dalam keadaan hipoksia sistemik dibandingkan janrung dan darah. Hasil analisis uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa perubahan ekspresi relatif MRNA dan aktivitas spesifik MnSOD pada induksi hipoksia sistemik pada darah sejalan dengan perubahannya pada jantung dan otak.
Kesimpulan: Setiap jaringan mempunyai pola ekspresi gen MnSOD dan aktivitas MnSOD yang berbeda-beda pada kondisi hipoksia. Terdapat perbedaan regulasi ekspresi gen MnSOD antara hipoksia sistemik awal dan lanjut. Pengukuran ekspresi MnSOD (mRNA dan aktivitas spesifik) pada darah dapat sekaligus menggambarkan ekspresi tersebut pada jantung dan otak.

Background: The aim of this study is to determine the gene expression of manganese supenoxide dismutase (MnSOD) in rat?s heart, brain and blood induced by systemic hypoxia.
Design: This study is an in vivo experimental study.
Method: This study was conducted on 25 male Sprague Dawley rats (Rattus no1°e:~_gicn.s~ L) which were divided into 5 groups and subjected to systemic hypoxia by placing them in hypoxic chamber supplied by 10% O3 for O, l, 7. I4, 2.1 days. respectively. Rats were sacrified after treatment, and the blood. heart and brain were used for measurement of relative mRNA level ofMnSOD with real time RT PCR and measurement of spesitic activity of MnSOD enzyme using RanSOD® kit.
Result: Determination of gene expression of MnSOD (relative mRNA expression and specific activity) in rat blood and heart cells under early hypoxic induction (1 day) resulted in the lower levels compared to the level in control group. After l day of hypoxic induction the gene expression level was then increased and again decreased under very late hypoxic condition (21 days) compared to the control. This suggests that the blood and heart cells at early hypoxia have not enough time to provide more MnSOD enzyme through gene expression to eliminate the sudden accumulation of ROS. In contrast to the results in heart and blood cells. the gene expression of MnSOD in brain cells were demonstrated to be increased since early systemic hypoxia (day I) up to day l4_ and tends to decrease under late hypoxic condition (day 21) although the level still slightly higher compared to the level in control group. Under late hypoxic condition (21 days). the capacity of1VlnSOD to eliminate the accumulated ROS has been saturated as found in brain cells, or even reduced to the lower level than in normal condition as found in blood and heart cells. This study could demonstrate that brain cells have different pattern of gene expression of MnSOD compared to blood and heart cells during several time points of hypoxic induction, particularly at early stage. It should also be considered that the levels of gene expression of MnSOD in each tissue were distinct although measured under the same condition. Analysis of Pearson correlation test shows that pattern of gene expression ot`MnSOD in blood cells is appropriate with the pattern in heart and brain cells under hypoxic condition.
Conclusion: Every tissue has the different pattern of gene expression of MnSOD (relative mRNA expression and specific activity) under hypoxic condition There is different regulation of MnSOD gene expression at early and late hypoxia Analysis gene expression of MnSOD in blood cells could represent the analysis of gene expression of MnSOD in heart and brain cells under hypoxia condition.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008
T32890
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sharon Hanmy Angel
"Latar Belakang: Penelitian sel induk sekarang ini telah banyak dieksplorasi untuk nilai kuratif yang menjanjikan dalam dunia medis. Minat di bidang ini dilatarbelakangi oleh kemampuan pembaharuan diri dan diferensiasi yang memberi sel induk potensi yang dapat diterapkan secara terapeutik. Sel induk embrionik sampai hari ini masih kontroversial karena masalah etika dan penghalang kekebalannya, yang mengarahkan kepada eksplorasi sumber sel induk dari sumber lainnya termasuk jaringan adiposit dan jaringan tali pusar. Sel induk berada di microenvironment yang kompleks dan berbagai penelitian telah membuktikan bahwa tingkat oksigen terbatas diperlukan untuk pemeliharaan kapasitas proliferasi dan pluripotency. Hipoksia adalah salah satu kekuatan pendorong paling berpengaruh untuk angiogenesis yang memungkinkan kelangsungan hidup sel induk melalui adaptasi metabolik dan ekspresi gen pro-survival hidup seperti Hypoxia-inducible Factors (HIFs). HIF2α mengatur ekspresi SOX2 dan NANOG dalam kondisi hipoksia, mempertahankan kapasitas proliferasi dan pluripotency sel punca. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis ekspresi relatif HIF2α pada sel induk dari jaringan tali pusar dan jaringan adiposit untuk menentukan tingkat kapasitas proliferasi.
Metode: Sel punca diekstraksi dari jaringan adiposit dan jaringan tali pusar. RNA diisolasi dan VarioskanTM Flash multimode Reader digunakan untuk mengkonfirmasi kemurnian sampel. One-Step qRT-PCR digunakan untuk mengukur ekspresi relatif gen HIF2α. Produk PCR lalu diproses dengan elektroforesis gel untuk mengkonfirmasi keakuratan amplifikasi gen.
Hasil: Gen HIF2α dinyatakan lebih tinggi di UCSC dibandingkan dengan ADSC.
Kesimpulan: Hasilnya menunjukkan bahwa dalam kondisi normal, UCSC memiliki pluripotency yang lebih tinggi daripada ADSC. Perluasan penelitian harus dilakukan untuk mengkonfirmasi ekspresi relatif HIF2α dalam kondisi hipoksia.

Background: Current stem cell research has been explored for promising curative value in the medical world. Interest in this field is motivated by the ability of self-renewal and differentiation that gives potential stem cells that can be applied therapeutically. Embryonic stem cells to this day are controversial because of ethical issues and their immune barriers, which lead to exploration of stem cell sources from other sources including adipocyte tissue and umbilical cord tissue. Stem cells are in a complex microenvironment and various studies have proven that limited oxygen levels are needed for maintenance of proliferation and pluripotency capacity. Hypoxia is one of the most influential driving forces for angiogenesis that allows continuity stem cell life through metabolic adaptation and expression of pro-survival living genes such as Hypoxia-inducible Factors (HIFs). HIF2α regulates the expression of SOX2 and NANOG in hypoxic conditions, maintaining the proliferation capacity and pluripotency of stem cells. This study aims to analyze the relative expression of HIF2α in stem cells from umbilical cord tissue and adipocyte tissue to determine the level of proliferation capacity.
Method: Stem cells are extracted from adipocyte tissue and umbilical cord tissue. RNA isolated and Vari PostingTM Flash multimode Reader is used to confirm sample purity. One-step qRT-PCR is used to measure the relative expression of the HIF2α gene. The PCR product is then processed with gel electrophoresis to confirm the accuracy of gene amplification.
Results: The HIF2α gene was expressed higher at UCSC compared to ADSC.
Conclusion: The results show that under normal conditions, UCSC has higher pluripotency than ADSC. Extensive research must be carried out to confirm the relative expression of HIF2α in hypoxic conditions.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitorus, Risayogi Wicaksana Asaf Huntal
"Prosedur Trombektomi Mekanik (MT) pada stroke iskemik akut telah dilakukan sejak tahun 2017 di RSUPN Dr. Cipto Mngunkusumo. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan ahli radiologi dan hasil klinis MT pada stroke iskemik akut dan faktor terkait lainnya. Studi observasional retrospektif memperoleh pasien telah menjalani MT pada Mei 2017-Desember 2020. Analisis univariat dan multivariat dilakukan untuk mengevaluasi hubungan antara demografi pasien, skor NIHSS pra trombektomi dan hasil seperti pasca trombektomi, skor mTICI pasca trombektomi, dan skor MRS pasca aksi. Dalam pemodelan multivariat p<0,05 digunakan untuk signifikansi statistik. Sebanyak 33 pasien dimasukkan. Pada analisis univariat demografi dan gambaran klinis didominasi oleh laki-laki, dengan rata-rata usia 55,8 tahun, GCS pra tindakan 11,9 hemiparesis, pra tindakan NIHSS 14,52, skor ASPECT 7,36, lokasi oklusi MCA, pemberian alteplase, MRS (90-day modified ranking scale: 3 sampai 6), onset rekanalisasi > 6 jam, MTICI post thrombectomy 2B-3 SICH, dan 39,4% meninggal dunia. Hubungan yang signifikan antara keberhasilan rekanalisasi dan mortalitas, dan waktu onset ke rekanalisasi secara rumit. Trombektomi mekanik di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo selama 2 tahun terakhir masih memberikan hasil luaran yang buruk.

The Procedure of Mechanical Trombectomy (MT) in acute ischemic stroke has been done since 2017 in RSUPN Dr. Cipto Mngunkusumo. The aim of this study are to detemining radiologist and clinical  outcome MT in the acute ischemic stroke and the other related factors. The retrospective observational study acquiring patient’s had undergone MT in May 2017-December 2020. Univariate and multivariate analysis were conducted to evaluate the relationship between patient’s demography, NIHSS score pre trombectomy and the outcomes such as post trombectomy, mTICI score post trombectomy, and MRS score post action. In multivariate modelling p<0.05 was used for statistical significance.  A total of 33 patients were included. On univariate analysis demography and clinical description were dominated by men, with 55.8 years age average, GCS pre action 11,9 hemiparesis, NIHSS pre action 14.52, ASPECT score 7.36, MCA occlusion location, given alteplase, MRS (90-day modified rank of scale: 3 to 6), onset to recanalization> 6 hours, MTICI post thrombectomy 2B-3 SICH, and 39.4% passed away. The significance association between recanalization success and mortality, and onset-to-recanalisation time complicationally. Mechanical thrombectomy in RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo for in the recent past 2 year still giving the poor outcomes result. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Masagus Zainuri
"Penelitian ini bertujuan menganalisis aktivitas spesifik enzim MnSOD, katalase dan OPT pada sel hati tikus yang diinduksi hipoksia sistemik dan hubungannya dangan stres oksidatif. Sampel penelitian ini adalah jaringan had tikus jantan strain Sprague Dawley (Rattus novergieus L), yang diinduksi hipoksia sistemik kmnik 1,7,14 dan 21 hari. Pada homogenat hati tikus dilakuksn beberapa pomeriksaan, yaitu pemeriksaan aktivitas spesifik MnSOD, aktivitas spesifik katalase, aktivitas spesifik enzim OPT, kadar MDA dan pemeriksaan senyawa karbonil.
Dari penelitian ini didapatkan hasil tidak adanya perubahan bennakna pada aktivitas spesifik MnSOD, OPT, dan kadar karbonil. Pada hipoksia 7 dan 21 hari terjadi penurunan bermakna aktivitas spesifik katalase, dan kadar MDA menurun bertuakna peda bipoksia 21 hati.
Dari hasil analisis didapat bubungan negatif antara MnSOD dan katalase dengan kerusakan oksidatif, disimpulkan bahwa MnSOD dan kstalase berperan dalam mencegah kerusakan oksidatif. Analisis hubungan aktivitas spesifik OPT dengan kerusakan oksidatif didapat hubungan negatif. Hal ini mengindikasikan bahwa penurunan OPT di hati dapat dipaksi sebagai indikator kerusakan oksidatif.
Dari basil penelitian ini disimpulkan bahwa jaringan hari memiliki sistem pertahanan antioksidan yang adekuat, sehingga sel hati cukup tahan terhadap terjadinya kerusaknn oksidalif.

The aim of this study was to analyze the specific activities of MoSOD, catalase and GPT in rat liver cells induced by systemic hypoxia related to oxidative stress. The samples were obtained from liver tissue of Spmgue Dawley rats at days I, 7, 14, and 21 of citronic systemic hypoxia and were used to measure specific activity ofMnSOD, catalase, GPT, and the levels ofMDA, and protein carbonyis.
Results showed that there were not significant alteration of specific activity ofMnSOD, ofGPT, and levels of carbonyls. At days 7 and 21 of hypoxic induction there were significant decrease of catalase specific activity. Levels of MDA significant decreased at days 21.
Based on correlation analyzing it can be concluded that MnSOD and catalase had a role in prevent oxidative damage. Correlation analyzing of OPT specific activity and oxidative damage showed negative correlation. This means that decreased of GPT specfic activity in liver could be used as oxidative damage indicator.
It is concluded that liver tissue provided with adequate antioxidant defense mechanism which makes Uver cells survive during hypoxic oxidative insult.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010
T32819
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nia Yuliatri
"ABSTRAK
Tujuan
Tindakan bedah saraf, diduga dapat mengentikan atau memperlambat cedera otak sekunder, yang berhubungan dengan proses neuroinflamasi. Peneliti bertujuan untuk mengetahui peranan neuroinflamasi (Il-6) terhadap prognosis pasien cedera otak dan untuk mengetahui hubungan tindakan operasi dengan kondisi neuroinflamasi.
Metode
Penelitian ini bersifat prospektif observasional dengan desain cross sectional. Dari 40 pasien cedera otak yang dilakukan tindakan operasi, dilakukan pemeriksaan kadar Il-6 sebelum operasi dan 1 hari pasca tindakan operasi. GCS dinilai saat di UGD (GCS awal) dan sesudah tindakan operasi (GCS hari ke-7). GOS dinilai setelah bulan ke-1 dan bulan ke-3 pasca trauma. Kadar IL-6 sebelum operasi dan 1 hari pasca tindakan operasi dihubungkan dengan nilai GCS awal, GCS hari ke-7, GOS bulan ke-1 dan GOS bulan ke-3 untuk mengetahui hubungan tindakan operasi dengan proses neuroinflamasi dan nilai prognostiknya terhadap pasien cedera otak.
GCS awal. GCS hari ke-7 dikelompokkan menjadi GCS <=8 dan GCS >8. GOS bulan ke-1 dan bulan ke-3 dikelompokkan menjadi GOS favorable (>3) dan unfavorable <=3.
Hasil
Kadar Il-6 awal berhubungan bermakna dengan GCS awal (p: 0.001) dengan OR 11.4 --> pasien dengan kadar Il-6 >100 pg/ml memiliki peluang 11.4 kali mendapatkan nilai GCS <=8. Terdapat perbedaan nilai median kadar Il-6 pasca operasi dibandingkan dengan pre operasi, dengan kecenderungan kadar Il-6 pasca operasi (median=35.55 pg/ml) lebih rendah daripada kadar Il-6 awal (median=76.74 pg/ml)
Kadar Il-6 pasca operasi berhubungan bermakna dengan GCS hari ke-7 (p=0.006), dengan OR 24 --> pasien dengan Il-6 pre op <= 100 pg/ml memiliki peluang 24 kali memperoleh nilai GCS hari ke-7 >8. Kadar Il-6 pasca operasi berhubungan bermakna dengan GOS bulan ke-3 (nilai p= 0.016) dengan OR 11.6 --> pasien dengan kadar Il-6 <=100 pg/ml memiliki peluang sebesar 11.6 kali mencapai GOS bulan ke-3 favorable.
Simpulan
Proses neuroinflamasi memiliki nilai prognostik pada pasien cedera otak, di mana maikin tinggi kadar Il-6 serum awal, makin buruk GCS awal pasien.Tindakan bedah saraf dapat menurunkan proses neuroinflamasi dan berhubungan dengan outcome GCS hari ke-7 (status kesadaran) pasca operasi dan GOS bulan ke-3 (kualitas hidup) yang lebih baik.

ABSTRACT
Objectives
Neurosurgical procedures are performed to stop or slow down the secondary brain injury. This study is aimed to determine the association of neuroinflammation with the prosnosis of brain injury patients and the association of neurosurgical procedure with the neuroinflammation.
Method
The study design is a prospective observation of 40 brain injuty patients who were operated. Examination were carried out top measured Il-6 serum level of pre and one day post operation on brain injury patients, and to analize therir association with GCS,GOS and neurosurgical procedures.
Results
The Il-6 serum level pre surgery was significantly associated with initial GCS (p value=0.001 and OR 11.4). There was significant median difference of Il-6 post surgery compared with pre surgery, with a downward trend of Il-6 post surgery.
The post operative Il-6 level was significantly associated with GCS 7 days post surgery (p=0.006), with OR 24, meaning that patients with post surgery level of Il-6 <= 100 pg/ml had 24 times chance of getting GCS 7 days post trauma >8. The post operative Il-6 serum was significantly associated with GCA 3 months post trauma (p value= 0.016) with OR 11.6, meaning that the patients with post operative Il-6 level <= 100 pg/ml has 11.6 times as much chance of reaching the 3 months post trauma GOS favorable.
Conclusion
Neuroinflammation may have prognostic values in brain injured patients. Neurosurgical procedures can decrease the neuroinflammation process and was associated with better conciousness state (GCS) and neurological outcome (GOS)."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eny Nurhayati
"Latar belakang: Pentoksifilin belum memberikan hasil yang konsisten pada pasien stroke iskemik akut sehingga pada penelitian ini dipakai suatu penanda spesifik untuk melihat efektifitas terapi yaitu adanya hiperviskositas darah.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian uji klinis acak tersamar tunggal. Pasien stroke iskemik akut onset kurang dari 72 jam yang mengalami hiperviskositas darah diacak menjadi kelompok perlakuan n=22 dan kontrol n=22 . Terapi standar stroke akut diberikan pada semua subyek. Kelompok perlakuan mendapat terapi tambahan berupa pentoksifilin 1.200mg/hari intravena selama lima hari dan dilanjutkan dosis oral 2x400mg per hari selama 23 hari setelahnya. Pemeriksaan viskositas darah dan interleukin-6 dilakukan pada hari pertama dan ketujuh perawatan. Luaran klinis dinilai dengan menggunakan national institute of health stroke scale NIHSS , modified rankin score mRS dan indeks barthel pada hari ketujuh dan juga pada hari ke-30.
Hasil: Kadar viskositas darah seluruh subyek mengalami penurunan pada hari ketujuh dan ketiga puluh. Pada kelompok perlakuan, rerata penurunan viskositas darah memiliki perbedaan bermakna pada subyek dengan faktor risiko merokok dan dislipidemia. Tidak didapatkan penurunan kadar interleukin-6 pada kedua kelompok. Kelompok perlakuan memiliki perbaikan defisit neurologis sebesar 32 risiko relatif [RR]1,00; 95 interval kepercayaan [IK] 0,421-3,556; p = 1,00 . Disabilitas dan kemandirian fungsional yang baik didapatkan pada 67 kelompok perlakuan RR 1,026; 95 IK 0,656-1,605; p = 0,9 . Pada kelompok perlakuan, luaran klinis berbeda bermakna pada subyek yang memiliki sakit jantung dan diabetes melitus.
Kesimpulan: Setelah pemberian pentoksifilin didapatkan penurunan kadar viskositas dan perbaikan luaran klinis. Studi lanjutan dibutuhkan dengan kriteria yang lebih spesifik dan jumlah sampel yang lebih besar.

Background: The role of pentoxifylline in acute ischemic stroke lacks objective markers of its efficacy. Therefore, we used blood viscosity to determine the efficacy of pentoxifylline.
Method: This was a randomized single blind, controlled trial. Acute ischemic stroke patients with blood hyperviscosity within 3 day onset were randomly allocated to the study n 22 or control n 22 group. All subjects received a standard treatment for acute ischemic stroke. The study group was administered with intravenous pentoxifylline 1,200 mg day for five consecutive days and continued with oral 800 mg in two divided doses for next twenty three days. Blood viscosity and interleukin 6 IL 6 were evaluated at the first and seventh day. Clinical outcomes were measured using the National Institutes of Health Stroke Scale NIHSS, modified Rankin Scale mRS, and barthel index BI at the seventh and thirtieth day.
Result: The level of blood viscosity of all subjects tends to be decreased on the seventh and thirtieth day. In study group, the decrement of blood viscosity was significant for smoking and dyslipidemic subject. There was no decrement of the IL 6 on both group. The improvement of NIHSS in study group was 32 relative risk RR 1,00 95 CI 0,421 3,556 p 1,00 . At 1 month follow up, 67 of study group had a good functional outcome RR 1,026 95 CI 0,656 1,605 p 0,9 and the good functional outcome was statistically significant for diabetes mellitus and heart disease subject.
Conclusion The decrement of blood viscosity and the improvement of clinical outcome were seen after pentoxifylline administration.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ani Oktarina
"Stroke atau cerebrovascular accident(CVA) merupakan penyebab kematian nomor tiga di Amerika Serikat dan salah satu penyebab kematian dan kecacatan neurologis yang utama di Indonesia. Stroke merupakan penyakit kronis yang bersifat menetap dan tidak dapat pulih secara total yang disebabkan oleh adanya gangguan peredaran darah otak (GPDO) (Mansjoer et al, 2000; Taylor, 1999). Efek yang ditimbulkan dari CVA beragarn, tergantung pada daerah otak yang terganggu. Selain kelumpuhan, kesulitan berbicara, dan memori yang terganggu, gangguan yang sering rnuncul adalah afasia yaitu gangguan pada kemampuan menggunakan kata-kata (Davison & Neale, 1996).
Gangguan bahasa (Afasia) merupakan salah satu akibat dari kerusakan hemisfer kiri pada pasien stroke yang kinan. Salah satu alat diagnostik untuk melakukan pengukuran dalam bidang neuropsikologi yaitu TADIR (Tes afasia, diagnosa, inforrnasi, dan rehabilitasi). Melalui TADIR dapat dilihat sindrom afasia yang diderita oleh pasien. Pembagian sindrom-sindrom afasia dalam TADIR menggunakan klasiiikasi Boston yang dibuat oleh Goodglass dan Kaplan. Atas dasar aspek-aspek penamaan, kelancaran, peniruan dan pernahaman auditif, maka
Goodglass 3: Kaplan (dalam Dharmaperwira-Prins, 2002) menyusun klasifikasi sindrom-sindrom afasia. Setiap sindrom afasia dihubungkan dengan suatu tempat kerusakan tertentu di otak. Salah satu tujuan pemeriksaan ialah menenlukan letak kerusakan. Penelitian yang dilakukan oleh Kertesz (dalam Dharmaperwira-Prius, 2002) dengan menggunakan CT-scan, secara garis besar membenarkan lokalisasi sindrom afasia klasifikasi Boston (Dharmaperwira-Pnns, 2002).
Sementara itu dibidang kedokteran, khusuanya secara neurologis, untuk diagnostik lebih lanjut yang menunjukkan tempat kerusakan di otak dapat dimanfaatkan teknologi tertentu seperti penggunaan CT-scan dan MRI.
Hasil penelitian yang telah dilakukan di luar negeri dengan menggunakan CT-scan, secara garis besar telah membenarkan lokalisasi sindrom afasia yang klasifikasi Boston. Sedangkan pembagian sindrom-sindrom afasia dalam TADIR menggunakan klasifikasi Boston yang dibuat oleh Goodglass dan Kaplan. Hal ini yang membuat peneliti tertarik untuk meneliti kembali hasil penelitian itu, terutama di Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara hasil CT-scan/MRI tentang lokasi kerusakan di otak dengan
sindrom afasia yang diderita pasien berdasarkan hasil tes TADIR.
Di dalam penelitian ini digunakan data sekunder dari bagian Fungsi Luhur, Neurologi RSCM selama tahun 2003. Untuk menghitung korelasi antara hasil CT-scan/MRI tentang lokasi kerusakan di otak dengan sindrom afasia yang diderita pasien berdasarkan hasil tes TADIR, digunakan teknik Cramer Coejicient C dan diolah dengan menggunakan program SPSS 10.0 for Windows.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara hasil CT-scan/MRI tentang lokasi kerusakan di otalc dengan sindrom afasia yang diderita pasien berdasarlcan hasil tes TADIR. Dengan demikian hasil penelitian ini akan memperkuat teori klasifikasi Boston yang dibuat oleh Goodglass & Kaplan (dalam Dharmapenvira-Prius, 2002) yang menyusun klasifikasi sindrom-sindrom afasia dimana tiap sindrom afasia dihubungkan
dengan suatu tempat kerusakan tertentu di otak. Selain itu hasil penelitian ini juga
mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan Kertesz (dalam Dharmaperwira-Prins, 2002) dengan menggunakan CT-scan yang secara garis besar membenarkan lokalisasi sindrom afasia berdasarkan klasifikasi Boston.
Sebagai penutup, diberikan saran-saran untuk penelitian selanjutnya. Untuk penelitian lanjutan dapat memperbanyak sampel, hal ini terkait dengan generalisaai hasil pada populasi. Selain itu secara statistik, dengan sampel besar diharapkan agar semua kategori dalam perhitungan dapat diolah dan tidak ada kategori yang hilang. Perlunya penelitian lanjutan akan afasia terkait dengan aspek psikososial yang ditimbulkannya, dimana seseorang yang terkena afasia akan mempunyai kesulitan besar atau kecil dalam penggunaan bahasanya. Dampak dari perubahan itu tidak hanya dirasakan oleh pasien tetapi juga keluarga dan lingkungan sekitarnya. Perlunya kerjasama lebih lanjut antara bidang neurologi, psikologi, logopedi dan Iinguistik dalam menangani gangguan bahasa atau afasia. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan informasi bagi para dokter, perawat, psikolog, terapis wicara, dan pihak lain yang terkait bahwa selain CT-scan dan MRI, tes TADIR dapat digunakan untuk mendeteksi lokasi kerusakan di otak, serta merupakan salah satu pilihan dari alat diagnostik gangguan bahasa (Afasia) dengan biaya yang relatif tenjangkau dan pelaksanaannya tidak memakan banyak waktu."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T38382
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Taufiq Rahmadi
"Tujuan pembuatan laporan serial kasus adalah diketahuinya peran tatalaksana nutrisi pada pasien stroke iskemik (SI). Kasus berupa empat pasien SI perempuan yang dirawat di ruang rawat inap divisi cerebrovascular disease (CVD) Departemen Neurologi RSUPNCM Jakarta yang mendapat tatalaksana dan pemantauan asupan nutrisi selama minimal lima hari. Data yang diambil meliputi usia, status gizi, faktor risiko/penyebab, hasil laboratorium, asupan nutrisi (makro dan mikronutrien), serta kapasitas fungsional (skor indeks Bartel). Karakteristik pasien dengan rentang usia 50-60 tahun, status gizi awal berdasarkan indeks massa tubuh/IMT pada 50% pasien termasuk kategori status gizi lebih, 25% status gizi obes dan 25% status gizi kurang (KEP 1). Asupan kebutuhan energi basal (KEB) berkisar 1200-1500 kkal (20-25 kkal/kgBB) dalam bentuk makanan cair per NGT dan kebutuuhan energi total (KET) 1700-2000kkal (27-32 kkal/kgBB) dengan pencapaian asupan oral sekitar 80-90%. Asupan protein antara 0,7-1,5 kg/kgBB, dengan komposisi lipid 25-30% dan KH 55-62% KET. Mikronutrien yang diberikan antara lain vitamin B (B1, B6, B12), asam folat, vitamin C serta mineral tablet CaCO3. Perbaikan kapasitas fungsional berdasarkan indeks Bartel terjadi sesuai peningkatan asupan nutrisi.

The purpose of case series report were to know the role of nutritional management for patients with ischemic stroke. The caseswere four female ischemic stroke patients treated in Division of cerebrovascular disease (CVD) Department of Neurology RSUPNCM Jakarta who received treatment and monitoring of nutrition for a minimum of five days. Data taken included age, nutritional status, risk factors, causes, laboratory results, intake of nutrients (macro and micronutrients), and functional capacity (Bartel index scores). Characteristics of patients was age 50-60 years, with nutritional status 50% of patients overweight, 25% obes and 25% underweight/malnutrition based on body mass index / BMI. The basal energy requiment range were 1200-1500 kcal (20-25 kcal / kg) in the form of liquid food per NGT and the total energy requiment 1700-2000kcal (27-32 kcal / kg) by oral intake of achieved 80-90%. Protein intake between 0.7 to 1.5 kg / kg, the lipid proportion 25-30% and carbohydrate 5-62% of total energy. The micronutruients which were administered including vitamin B (B1, B6, B12), folic acid, vitamin C and minerals tablet CaCO3. The improvement of functional capacity by Bartel index occurred in conjunction with increased nutrients intake.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Isti Nurul Afifah
"Pasien yang dirawat inap dengan stroke iskemik perlu mendapat perhatian khusus karena komorbiditas dan polifarmasi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis masalah terkait obat dengan domain efektivitas terapi dan reaksi obat yang tidak diinginkan di bawah Jaringan Perawatan Farmasi Eropa. Metode penelitian ini adalah cross sectional berdasarkan data rekam medis, resep, dan catatan perawat. Sampel dari penelitian ini adalah pasien dengan diagnosis primer stroke iskemik dan pasien berusia lebih dari sama dengan 23 tahun. Analisis dilakukan pada 115 sampel penelitian. Masalah terkait obat yang paling umum adalah masalah efektivitas pengobatan (65,00%) dengan efek sub domain dari pengobatan obat tidak optimal (29,58%) sebagai sub domain yang paling parah. Masalah terkait narkoba lainnya adalah masalah reaksi merugikan memiliki prosentase (35,00%) dengan subtitusi kejadian obat merugikan (tidak alergi) sebesar (34,58%) sebagai sub domain tertinggi. Penyebab tertinggi dari masalah yang diidentifikasi dalam penelitian ini adalah bahwa kombinasi obat, atau obat, dan makanan yang tidak tepat yaitu (56,04%).

Patients who are hospitalized with ischemic stroke need special attention due to comorbidity and polypharmacy. This study aims to analyze drug-related problems with the domain of therapeutic effectiveness and unwanted drug reactions under the European Pharmaceutical Care Network. This research method is cross sectional based on medical records, prescriptions, and nurses' records. Samples from this study were patients with a primary diagnosis of ischemic stroke and patients aged more than equal to 23 years. Analysis was conducted on 115 study samples. The most common drug-related problem is the problem of treatment effectiveness (65.00%) with the sub-domain effect of suboptimal drug treatment (29.58%) being the most severe sub-domain. Another drug related problem is the problem of adverse reactions having a percentage (35.00%) with the substitution of adverse drug events (not allergic) of (34.58%) as the highest sub domain. The highest cause of the problems identified in this study was that the combination of drugs, or drugs, and food were not appropriate (56.04%)."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Suleha
"Stroke merupakan salah satu masalah kesehatan yang terjadi di daerah perkotaan. Klasifikasi stroke yang sering terjadi adalah stroke iskemik. Jika iskemik terjadi di basal ganglia, salah satu masalah keperawatan yang muncul adalah hambatan mobilitas fisik. Hambatan mobilitas fisik dapat mengakibatkan penurunan kekuatan otot.
Tujuan penulisan ini adalah untuk melakukan analisis evidence based mengenai latihan range of motion (ROM) dalam mengatasi hambatan mobilitas fisik pada klien stroke iskemik.
Hasil dari latihan ROM terbukti efektif dalam meningkatkan fungsi otot. Untuk itu diperlukan secara mandiri dan/atau kolaborasi kepada klien stroke iskemik untuk menanggani penurunan kekuatan otot setelah fase krisis.

Stroke is one of the health problems that occur in urban areas. Classification often occur of stroke is ischemic stroke. If ischemia occurs in the basal ganglia, one of the nursing problems is impaired physical mobility. Impaired physical mobility can lead to decreased muscle strength.
The purpose of this paper is to analyze the evidence based on the exercise range of motion (ROM) in overcoming barriers to physical mobility client ischemic stroke.
Results of ROM exercises proven to be effective in improving muscle function. It is necessary to independently and / or collaboration to clients ischemic stroke to handle the decline in muscle strength after the crisis phase.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
PS-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>