Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 74398 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yusran
"Tesis ini bertujuan menjelaskan strategi Amerika menghentikan program pengembangan nuklir Iran pada masa pemerintahan presiden George Walker Bush. Peneiitian ini menggunakan metode kualitatif dan tingkat analisa individu. Kerangka teori yang digunakan adalah teori pengamhilan keputusan Model I, dan didukung oleh teori strategi. Dalam penelitlan ini ditemukan bahwa program pengembangan nuklir Iran dapat mengancam kepentingan nasional Amerika seperti militer, ekonomi, dan hegemoninya. Alasan itulah yang membuat Amerika berkeinginan keras untuk menghentikan program nuklir Iran tersebut. Amerika sebcnarnya dapat menggunakan strategi unilateral rnelalui impelemtasi doktrin prepentif, tetapi Amerika justru memilih altematif lain, yakni dengan menggunakan strategi-strategi multilateral melalui diplomasi. Inilah yang membuat paradoksal dalam politik luar negeri Amerika. Strategi diplomasi yang ditempuh Amerika berisikan opsi-opsi dan tindakan-tindakan yang target utamanya untuk menarik simpati dan menggalang dukungan masyarakat intemasional terhadap Amerika. Dengan strategi multilateral itu Amerika berhas1I memperoleh dukungan dati elemen-elemen penting aktor intemasional dan membuat OK PBB menjatuhkan sanksi resoiusi yang sangat mempersullt Iran untuk meJanjutkan perogram pengembangan nuklimya. Jadi, pilihan strategi multilateral yang dijalankan Arnerika teJah berhasil mempersempit dan mempersulit pos1s1 [ran untuk melanjutkan program pengembangan nuklirnya.

The purpose of this Thesis to explain American's strategy to stoping Iran's Nuclear Programs during George Walker Bush government. This thesis use qualitative method, and individual level analysis. Decision Making Model I and strategy theory used to analyse this thesis. This research found that Iran's Nuclear Programs potential to threat American's national interests, such as ma!itary, economy, and hegemony. So that, America want to end that program. American foreign policy to Iran's Nuclear Programs to catch sight of paradox. In fact, America can use preemptive military strike doctrine implementation (unilateral strategy) to stoping Iran's Nuclear Programs. But. with rationabie judgement. America prever to use diplomacy (multilateral strategy). With diplomacy strategy. America sucsess to get international community support to stoping Iran's nuclear programs."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2010
T33541
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Merdisyam
"Tesis ini mengenai sistem pengamanan Pusat Reaktor Serba Guna G.A Siwabessy yang berada di kawasan Puspiptek Serpong Tangerang. Instalasi nuklir Pusat Reaktor Serba Guna G.A Siwabessy merupakan suatu objek vital nasional yang dimiliki bangsa Indonesia, sebagai instalasi nuklir sektor keamanan merupakan hal yang sangat menjadi prioritas dan penting, didalamnya terdapat fasilitas reaktor nuklir dan menyimpan bahan berbahaya mengandung radiasi dan bahan radioaktif.
Kawasan instalasi nuklir sangatlah rentan terhadap timbulnya berbagai masalah yang berkaitan dengan keselamatan, bahaya kerawanan dan ancaman keamanan, baik yang ditimbulkan dari dalam maupun dari luar. Saat ini ancaman terorisme juga semakin sering terjadi, tidak menutup kemungkinan tempat seperti Pusat Penelitian Tenaga Nuklir (PPTN) Serpong menjadi salah satu target sasaran teroris. Untuk itu diperlukan suatu sistem pengamanan yang dapat menjawab segala ancaman yang datang.
Sasaran dari suatu kegiatan pengamanan meliputi pengamanan personil, pengamanan fisik, dan pengamanan informasi. Dalam penelitian ini pembahasan lebih difokuskan kepada Manajemen Pengamanan Fisik (Physical Security Management} berupa sistem pengamanan instalasi dan material nuklir, sedangkan mengenai pengamanan personil dan informasi dalam penelitian ini penulis hanya membatasi secara garis besarnya saja.
Pengamanan suatu kawasan objek vital nasional mengacu kepada Keppres RI Nomor 63 Tahun 2004 tentang Pedoman Sistem Pengamanan Objek Vital Nasional, dimana tugas dan tanggung jawab pengamanan berada di tangan Polri. Sebagai penjabaran Keppres tersebut Kapolri telah mengeluarkan Surat Keputusan tentang Pedoman Pengamanan Objek Vital sesuai Skep Kapolri No.Pol Skep738/X/2005 tanggal 13 Oktober 2005.
Pengamanan Pusat Reaktor dilaksanakan oleh Satuan Unit Pengamanan Nuklir Pusat Reaktor BATAN Serpong berpedoman pada ketentuan seperti Standar Penyelenggaraan Sistem Proteksi Fisik Bahan dan Fasilitas Nuklir serta peraturan regulasi instalasi nuklir dari BATAN dan IAEA (International Atomic Energy Agency) yang merupakan standar pengamanan internasional untuk pengamanan objek vital fasilitas nuklir di dunia. Namun sebagai suatu Objek Vital Nasional maka pengeloia keamanan Pusat Reaktor Serba Guna GA Siwabessy juga harus berpedoman kepada ketentuan Pedoman Sistem Pengamanan Objek Vital Nasional yang telah dikeluarkan Mabes Polri.
Berdasarkan latar belakang tersebut, yang dijadikan masalah penelitian dalam kajian tesis ini adalah bagaimana sistem pengamanan di Pusat Reaktor tersebut dilaksanakan. Penulis ingin mengetahui bagaimana pengamanan fisik suatu instalasi nuklir dilaksanakan. Apakah penerapan sistem pengamanan yang ada sudah sesuai dengan pedoman dan ketentuan yang berlaku. Dan apakah Polri telah menjalankan tugasnya dalam mengamankan suatu kawasan objek vital sesuai dengan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Path dan Keputusan Presiden RI Nomor 63 Tahun 2004 tentang Pedoman Pengamanan Objek Vital Nasional.
Kondisi yang ada saat ini pihak pengelola keamanan Pusat Reaktor Serba Guna GA Siwabessy baru berpedoman kepada ketentuan secara internal dari BATAN dan IAEA raja, dan belum mengacu kepada Pedoman Sistem Pengamanan Objek Vital Nasional sehingga membuat penyelenggaraan pengamanan di kawasan tersebut belum terselanggara dengan baik.
Unit Pengamanan Nuklir PRSG-GAS sebagai pelaksana pengamanan di Pusat Reaktor bertanggung jawab kepada Kepala Pusat Reaktor tentunya harus melakukan koordinasi kepada Polri sebagai pengemban fungsi koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap pengamanan swakarsa sebagaimana dijelaskan dalam pasal 14 Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI.
Ruang lingkup masalah penelitian ini meliputi struktur organisasi dan penjabaran tugas dari satuan pengamanan yang ada, pola pengamanan dan cars bertindak petugas satuan pengamanan jika timbul suatu kerawanan dan bahaya serta ancaman keamanan, kegiatan dari satuan pengamanan, bentuk kerawanan dan bahaya serta ancaman keamanan yang terjadi, faktor-faktor yg mempengaruhi terjadinya kerawanan dan bahaya serta ancaman keamanan di Pusat Reaktor Serba Guna G.A Siwabessy, sarana dan prasarana keamanan yang sesuai dengan fasilitas instalasi nuklir, pengawasan dan pengendalian yang dilaksanakan.
Dari hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa pelaksanaan sistem pengamanan di Pusat Reaktor Serba Guna GA Siwabessy (PRSG-GAS) dilaksanakan rnelalui sistem pengamanan yang kurang baik karena hanya berpedoman kepada Pedoman Pengamanan Instalasi Nuklir yang dikeluarkan oleh BATAN dan IAEA saja, tidak berpedoman dengan Pedoman Sistem Pengamanan Objek Vital Nasional yang dikeluarkan Polri sebagai penjabaran Keputusan Presiders RI nomor 63 tahun 2004 tentang Pengamanan Objek Vital Nasional Selain itu penyelenggaraan pengamanan masih bersifat parsial sendiri-sendiri dan fungsi koordinasi antar satuan pengamanan yang ada tidak berjalan dengan baik."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T17755
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rajagukguk, Hosianna Rugun Anggreni
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai kebijakan luar negeri yang diambil Indonesia terkait isu nuklir Iran. Indonesia yang bergabung menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB pada tahun 2007 turut mendukung resolusi nomor 1747 tahun 2007 tentang penjatuhan sanksi terhadap Iran untuk pengembangan nuklir Iran. Kebijakan luar negeri Indonesia ini mengundang perhatian di dalam negeri terutama dari pihak DPR RI yang berujung pada pengajuan hak interpelasi. Dalam Resolusi DK PBB nomor 1803 tahun 2008, Indonesia memilih untuk abstain.
Penelitian ini ingin melihat apakah dan bagaimanakah sikap DPR turut menjadi faktor domestik yang menjadi pertimbangan Pemerintah Indonesia dalam memilih kebijakan luar negerinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa DPR RI pasca reformasi memiliki wewenang untuk turut mempengaruhi kebijakan luar negeri dan hubungan luar negeri Indonesia. Dalam kasus kebijakan luar negeri Indonesia mengenai isu nuklir Iran, DPR telah menunjukkan perannya untuk terlibat di dalam proses yang turut mempengaruhi kebijakan luar negeri Indonesia (KLNI) pada tahap tertentu, namun demikian faktor diplomasi bilateral yang dilakukan antara pemerintah Indonesia- Iran tetap menjadi faktor kunci.

ABSTRACT
This thesis discusses Indonesian foreign policy on Iranian nuclear issue. Indonesia who was a non-permanent member of the United Nations Security Council in 2007 voted in favor for resolution number 1747 year 2007, imposing sanctions against Iran for its nuclear development. This has in turn triggered criticism, particularly from the Indonesian House of Representative (DPR RI) that resulted in interpellation. In the United Nations Security Council Resolution number 1803 year 2008, Indonesia decided to abstain.
This research looks into whether and how the Parliament is constituting the so called domestic factors for the Government of Indonesia in determining its foreign policy. The research shows that the DPR RI post-reform era holds the power to influence Indonesian foreign policy and its international relations. In the case of Indonesian foregin policy on Iranian nuclear issue, DPR RI has shown its ever expanding role to be involved in the process of influencing Indonesian foreign policy to a certain extent. Nevertheles, bilateral diplomacy between the Government of Indonesia and Iran plays pivotal role."
2009
T26672
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tide Aji Pratama
"Tesis ini membahas mengenai Iran Sebagai salah satu negara yang menandatangani dan meratifikasi NPT (Non Proliferation Treaty). Melalui program nuklir damainya, Iran berencana untuk menjadi mandiri (self sufficient) dalam hal pengembangan teknologi dan melepaskan ketergantungan terhadap sumber energi konservatif (minyak dan gas). Iran memiliki hak yang sah dibawah NPT untuk mengembangkan teknologi nuklir sipil. Namun demikian, upaya Pemerintah Iran ini mengalami hambatan. Negara-negara Barat seperti Amerika Serikat dan UE3 (Inggris, Perancis dan Jerman) memiliki kecurigaan bahwa Iran berencana untuk mengembangkan senjata nuklir. Terlepas berbagai kecaman dan tekanan dari Amerika Serikat dan sekutunya, Iran tetap melanjutkan program nuklirnya sebagai bagian dari kepentingan nasionalnya.
Dalam penelitian dengan topik Kebijakan Nuklir Iran khususnya dalam menghadapi respon Barat ini, tujuan dari penelitian adalah Menelaah signifikansi program nuklir Iran sebagai kepentingan nasional yang dijalankan secara konsisten dan berkelanjutan oleh Pemerintah Iran. Menganalisa program nuklir Iran sesuai kerangka NPT dan program pengawasan IAEA, serta bagaimana Iran menjalankan diplomasinya ditengah kecaman Amerika Serikat dan sekutunya yang berargumen bahwa program nuklir tersebut memiliki tujuan militer. Serta menelaah bagaimana negara-negara Barat khususnya Amerika Serikat merespon program nuklir Iran dan upaya-upaya diplomasi yang dilakukan Iran.

This thesis explains about Iran?s peaceful nuclear program intentions to support self sufficiency in terms of technology improvement and to be less dependence in conservative source of energy such as oil and gas. This intention was made clear as Iran became one of the first countries to sign and ratified the Non Proliferation Treaty (NPT). The Treaty provides legal and legitimate basis for Iran to develop such nuclear program. Western Countries, mainly United States and major European Countries like Britain, France and Germany, has long been suspecting Iran for developing nuclear weapons, and continues to press on Iran to stop the program. This condition does not prevent Iran to continue the development of its nuclear program as national interests.
In this research entitled Iran?s Nuclear Policy in Regards to West Response, the objectives are to studies significances of Iran?s nuclear program as a national interest that have been carried out consistently by the government of the Islamic Republic. To analyze Iran?s nuclear program within NPT framework and surveillance control mechanism of the IAEA. How Iran conducts its diplomacy, under United States and its European Allies pressure and perception that Iran nuclear purpose was to make a weapons of mass destruction. Further, to see how west particularly the United States responds to Iran?s diplomatic efforts in carrying its nuclear program."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
T25107
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Erika Damayanti
"

Penelitian ini bertujuan untuk menjawab bagaimana terjadinya perubahan kebijakan luar negeri Amerika Serikat terhadap program nuklir Iran pada periode pemerintahan Obama. Amerika Serikat lebih terbuka untuk berdiplomasi dengan Iran, tetapi masih mempertahankan pendekatan koersifnya. Guna memahami perubahan tersebut, penelitian ini menggunakan konsep perubahan kebijakan luar negeri oleh Jakob Gustavsson. Metodologi yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan analisis deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat tujuh perubahan kebijakan luar negeri yang merupakan konsekuensi dari empat hal. Pertama, pelemahan power militer Amerika Serikat dan perubahan fokus wilayah Amerika Serikat ke Asia. Kedua, polarisasi politik domestik dan penguatan perekonomian Amerika Serikat. Ketiga, keinginan Obama untuk membatasi penggunaan militer di luar negeri dan menyelesaikan isu nuklir Iran melalui diplomasi. Keempat, dinamika pengambilan keputusan di Gedung Putih. Maka dari itu, penelitian ini menyimpulkan bahwa keempat faktor ini berkontribusi terhadap tujuh perubahan kebijakan luar negeri Amerika Serikat terhadap program nuklir Iran pada periode pemerintahan Obama. 


This research aims to answer how United States foreign policy towards Irans Nuclear Program change during the Obamas administration. United States is more open to diplomacy with Iran yet still maintain its coercive postures. In order to understand this problem, this research uses the concept of foreign policy change by Jakob Gustavsson. The methodology used on this research is a qualitative approach with descriptive analysis. This research shows there are seven foreign policy changes that are the results of four factors. First, United States declining military power and the shift of United States regional focus to Asia. Second, the polarized domestic politic situation and United States strengthening economic power. Third, Obamas personal preference in limiting the use of United States military power abroad and solve the Iran nuclear issue through diplomacy. Fourth, the decision-making process at the White House. Therefore, this research concludes that these four factors contribute to the seven changes of United States foreign policy towards Irans nuclear program. 

"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdulkadir Jailani
"Penulis sengaja memilih topik "Pembentukan Kawasan Bebas Senjata Nuklir di Asia Tenggara" (KBSN-AT) sebagai suatu upaya melindungi lingkungan hidup mengingat selama ini belum ada satu penelitian hukum yang secara khusus membahas masalah ini.
Tujuan penulisan adalah menjelaskan seluruh permasalahan yang timbul melalui sebuah, penelitian hukum guna menemukan prinsip-prinsip hukum yang ada dan berlaku dalam KBSN-AT. Selain itu, Penulisan ini dimaksudkan guna menganalisa seluruh ketentuanketentuan yang terdapat dalam Traktat KBSN-AT serta kompleksitas hukum yang mungkin timbul dan penerapan ketentuan-ketentuan dimaksud.
Penulisan ini didasarkan pada sebuah penelitian yang menggunakan perencanaan experimental design. Disini Penulis menganalisa serta memberikan penjelasan lebih jauh mengenai ketentuan-ketentuan yang ada dalam Traktat KBSN-AT dengan tujuan mengidentifikasi permasalahan-permasalahan yang mungkin timbul serta antisipasi penyelesaiannya. Selain itu, Penulisan ini diharapkan dapat memberikan penjelasan lebih jauh tentang pembentukan KBSN-AT sebagai suatu fenomena politik internasional.
Selain tujuan secara umum yaitu mendorong penghapusan senjata nuklir secara menyeluruh dalam kerangka global, secara khusus pembentukan KBSN-AT dimaksudkan untuk:
1. Melarang negara-negara Asia Tenggara untuk memiliki, mengembangkan, melakukan uji coba, menempatkan, atau menggunakan senjata nuklir;
2. Menegaskan kembali hak-hak negara Asia Tenggara untuk memanfaatkan energi nuklir guna maksud-maksud damai;
3. Mengupayakan jaminan dari Negara Bersenjata Nuklir bahwa mereka tidak akan menyerang atau mengancam menyerang negara-negara Asia Tenggara dengan senjata nuklir.
Guna memastikan efektifitasnya, KBSN-AT disertai pula sebuah Protokol yang isinya merupakan jaminan dari semua Negara Bersenjata Nuklir untuk menghormati ketentuanketentuan yang ada dalam Traktat serta memberikan "jaminan keamanan negate (negative security assurance). Namun sejauh ini belum ada satupun Negara Bersenjata Nuklir yang menandatangani Protokol Traktat KBSN-AT."
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nissani, Moti
Wakefield, New Hampshire: Hollowbrook Pub., 1992
355.02 NIS l
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Listia Tyara Devi
"Sinergi antara program Keluarga Berencana (KB) dengan Program Keluarga Harapan (PKH) merupakan salah satu fokus Kementerian Sosial RI dalam pelaksanaan PKH pada tahun 2020. Dengan menggunakan data Survei Pelayanan Kesehatan dan Pendidikan (SPKP) tahun 2007 dan 2013, studi ini membahas pengaruh PKH, baik berupa status partisipasi PKH maupun jumlah bantuan PKH, terhadap kelahiran anak di Indonesia. Hasil pada studi ini menemukan bahwa status partisipasi PKH tidak signifikan memengaruhi jumlah kelahiran anak dan probabilitas wanita untuk memutuskan melahirkan anak. Selain itu, studi ini menemukan bahwa sebanyak 32,32% wanita dari keseluruhan sampel penerima PKH belum menggunakan kontrasepsi. Padahal, penerima PKH wajib mengikuti program KB. Hal ini menunjukkan adanya peristiwa moral hazard sehingga sinergi antara program KB dan PKH belum terwujud. Studi ini juga menemukan bahwa peningkatan jumlah bantuan PKH signifikan memengaruhi jumlah kelahiran anak dan probabilitas wanita untuk memutuskan melahirkan anak. Selanjutnya, ketika dilakukan simulasi menggunakan jumlah bantuan PKH pada tahun 2019 dan 2020, peningkatan jumlah bantuan PKH signifikan memengaruhi kelahiran anak di Indonesia. Akan tetapi, dampak yang ditimbulkan lebih kecil jika dibandingkan dengan jumlah bantuan PKH pada tahun 2012. Hal tersebut diakibatkan oleh adanya batasan bantuan komponen pada tahun 2019 dan 2020. Akan tetapi, studi ini belum dapat melihat adanya dampak PKH terhadap kelahiran anak pada wanita berusia di bawah 16 tahun. Padahal, menurut Susenas pada tahun 2013 masih banyak wanita di Indonesia yang menikah di bawah usia 16 tahun yakni sebesar 4,78% (BPS, 2017). Maka dari itu, diperlukan jangkauan data yang lebih luas untuk mendapatkan hasil penelitian dengan lebih komprehensif.

One of the objectives of the Indonesian Ministry of Social Affairs in implementing PKH in 2020 is to maximize the synergy between the Family Hope Program (PKH) and the Family Planning Program (KB). This study examines the effects of PKH on birth in Indonesia, taking into account both participation status and the amount of PKH assistance, using data from the Health and Education Service Survey (SPKP) 2007 and 2013. According to this study’s findings, PKH participation status did not significantly affect the number of births and a woman’s probability of deciding to have children. In addition, this study found that 32.32% of the total sample of PKH recipients had not used contraception. PKH recipients are required to follow the family planning program. This shows that there is a moral hazard so the synergy between the family planning program and PKH has not been realized. The study also found that an increase in PKH assistance significantly affected the number of births and a woman’s probability of deciding to have children. Furthermore, when a simulation was carried out using the amount of PKH assistance in 2019 and 2020, the increase in the number of net PKH assistance significantly affected births in Indonesia. In contrast to the amount of PKH aid in 2012, the effect is less significant. This is because component support will be limited in 2019 and 2020. However, this study has not been able to see the impact of PKH on birth for women under 16 years of age. In fact, according to Susenas in 2013, there were still many women in Indonesia who married under the age of 16, which was 4.78% (BPS, 2017). Therefore, a wider range of data is needed to obtain more comprehensive research results."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vina Alvionita
"Banjir di DKI Jakarta telah menjadi momok meresahkan bagi masyarakat DKI Jakarta itu sendiri dan sekelilingnya. Menanggapi hal tersebut, Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022 mengusung konsep baru dalam pengendalian banjir, yaitu naturalisasi sebagai antitesis normalisasi yang dianggap lebih baik. Naturalisasi menjanjikan tidak adanya penggusuran, meskipun secara teknis naturalisasi tetap membutuhkan pembebasan lahan. Akhirnya, realisasi naturalisasi pun terkesan sulit berprogres. Berdasarkan hal tersebut, skripsi ini bertujuan untuk menganalisis dan menggambarkan implementasi kebijakan pengendali banjir melalui program naturalisasi di Provinsi DKI Jakarta menggunakan model konflik-ambiguitas kebijakan Matland (1995). Pendekatan penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah post-positivist dengan tujuan deskriptif melalui teknik pengumpulan data wawancara mendalam dan studi literatur. Hasilnya adalah implementasi kebijakan pengendalian banjir melalui naturalisasi tergolong implementasi simbolik. Hal tersebut ditandai dengan konflik vertikal antara Kementerian PUPR dan Pemerintah DKI karena perbedaan preferensi, konflik horizontal terkait alokasi antara zona hijau dan zona biru, serta adanya potensi konflik yang besar antara Pemerintah DKI Jakarta dan masyarakat terkait penggusuran. Di sisi lain, ambiguitas kebijakan ditunjukkan dengan ketidakmampuan pembuat kebijakan dalam mengawasi berjalannya kebijakan dalam mencapai tujuan pengendalian banjir karena target bersifat bottom-up dan berorientasi output, tidak secara spesifik menentukan outcome dari naturalisasi, serta tidak adanya standar baku dalam pembangunan infrastruktur pengendali banjir melalui naturalisasi. Ambiguitas ini menyebabkan output tidak dapat diprediksi, seperti pembangunan yang akhirnya lebih kepada beautifikasi daripada naturalisasi.

Floods in DKI Jakarta have become a troubling specter for the people of DKI Jakarta itself and its surroundings. In response to this, the Governor of DKI Jakarta for the 2017-2022 period brought up a new concept in flood control, namely naturalization as the antithesis of normalization which is considered better. Naturalization promises no eviction, although technically naturalization still requires land acquisition. Finally, the realization of naturalization seems difficult to progress. Based on this, this thesis aims to analyze and describe the implementation of flood control policies through the naturalization program in the DKI Jakarta Province using the conflict-ambiguity model of the Matland policy (1995). The research approach used in this study is postpositivist with descriptive objectives through in-depth interview data collection techniques and literature study. The result is that the implementation of flood control policies through naturalization is classified as a symbolic implementation. This is marked by vertical conflicts between the Ministry of of Public Works and Housing and the DKI Government due to differences in preferences, horizontal conflicts related to the allocation between the green and blue zones, and the potential for large conflicts between the DKI Jakarta Government and the community regarding evictions. On the other hand, policy ambiguity is indicated by the inability of policy makers to oversee the implementation of policies in achieving flood control goals because the targets are bottomup and output-oriented, do not specifically determine the outcome of naturalization, and the absence of standardized standards in the development of flood control infrastructure through naturalization. This ambiguity leads to unpredictable output, such as development which ultimately leads to beautification rather than naturalization."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurlia Anggraini
"Penemuan teknologi pemisahan atom menjadi nuklir tetap menjadi sumber inspirasi dan juga kekhawatiran, karena penemuan teknologi nuklir ini di satu sisi dapat memberikan solusi ke banyak negara untuk dijadikan sumber energi, namun disisi lain teknologi nuklir ini dapat dijadikan senjata nuklir yang sangat mematikan. Di bulan Juli 2005, Presiden George W. Bush Jr. dan Perdana Menteri Manmohan Singh melakukan pertemuan bilateral yang mencapai kesepakatan bahwa kedua negara menyetujui untuk bekerjasama dalam mengembangkan program teknologi energi nuklir. Kesepakatan antara Amerika dan India tersebut menunjukkan adanya perubahan kebijakan di bawah pemerintahan Presiden Bush, dimana sebelumnya pada masa pemerintahan Presiden Bill Clinton, pemerintah Amerika Serikat telah menjatuhkan sanksi ekonomi kepada India ketika negara tersebut melakukan uji coba senjata nuklir di tahun 1998. Sanksi ekonomi tersebut sendiri telah dicabut setelah serangan 911 karena India mendukung kebijakan luar negeri Presiden Bush, namun demikian pemerintah Amerika tetap tidak bisa memberikan bantuan dalam hal teknologi nuklir yang bertujuan damai karena terbentur oleh undang-undang Amerika yang tidak membolehkan memberi bantuan program nuklir kepada negara yang tidak menandatangani Perjanjian Non Proliferasi Nuklir. Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan ini bersifat deskriptif yang menggambarkan bagaimana perubahan politik luar negeri Amerika Serikat. terhadap program nuklir yang dimiliki oleh India.

The discovery of atom fission technology into nuclear has become an inspiration yet at the same time the source of worry, since nuclear could be a source of energy and a lethal weapon. On July 2005, President George W. Bush Jr. met Prime Minister Manmohan Singh on a bilateral meeting and they agreed to a cooperation between two countries which include nuclear cooperation. These cooperation showed a change on American foreign policy under the presidency of George Bush, Jr, where previously under the Clinton administration, American government dropped sanctions to India when they did nuclear tests in 1998. These sanctions had been lifted after the 911 event, since India has been fully supported on President Bush Jr?s foreign policy. Even so American government still could not give aid to India regarding nuclear program because of the American law that prohibit aid to countries who are not a signatory parties to the Non Proliferation Treaty. This is a descriptive research that try to describe how the change of united states? foreign policy under the presidency of George W. Bush Jr. toward Indian nuclear program."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T19226
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>