Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 125857 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aries Kristianto
"Teknik interpolasi spasial untuk estimasi curah hujan secara konvensional menggunakan teknik seperti Thiessen Polygon, metode isohyet, dan metode IDW, tetapi teknik tersebut tidak selalu handal digunakan untuk wilayah bergelombang dengan variasi topografi komplek. Metode tersebut hanya dapat digunakan jika distribusi alat pengukur hujan cukup memadai atau permukaan (terrain) dianggap sama rata. Keterbatasan jaringan alat pengukur curah hujan dan penggunaan informasi topografi dalam interpolasi, maka digunakanlah metode geostatistik untuk estimasi curah hujan dan mengetahui distribusi variasi spasialnya, dalam penelitian ini dikaji di wilayah Jawa Barat. Aplikasi metode geostatistik yang digunakan adalah kombinasi kriging multivariate dan univariate, dengan teknik Ordinary Cokriging (OCK) dan Ordinary Kriging (OK), dimana sebagai variabel primer digunakan data curah hujan dari 44 stasiun/pos hujan, dan variabel sekunder digunakan informasi elevasi hasil ekstraksi dari Digital Elevation Model (DEM).
Hasil aplikasi metode geostatistik tersebut menunjukkan keakuratan yang baik dan dapat diterima (nilai R dan R2 dari analisis crossvalidation dengan semivariogram tiap bulannya mencapai 0.9, mean error mendekati 0 dan nilai RMSE berkisar 4.3 mm - 8.2 mm). Verifikasi curah hujan estimasi dan curah hujan observasi pos hujan (baik terhadap 44 stasiun/pos hujan yang termasuk dalam perhitungan geostatistik maupun dengan 22 stasiun/pos hujan yang tidak diperhitungkan) mencapai 100 % (selisih curah hujan < 5 mm), sedangan dengan selisih curah hujan < 10 mm verifikasi mencapai > 70,5 % (44 pos hujan) dan lebih besar 62,5 % (22 pos hujan). Distribusi spasial curah hujan di wilayah Jawa Barat bervariasi dari curah hujan terendah terjadi di sekitar pantai utara Jawa Barat (daerah dataran rendah) dan makin tinggi menuju ke arah bagian tengah dan selatan di daerah pegunungan (dataran tinggi dengan ketinggian 1000-1500 m dan diatas 1500 m), dimana bulan Januari merupakan puncak curah hujan, dan terendah pada bulan Juli - Agustus.

Spatial interpolating tehnique for estimating rainfall using some conventionally technique, such as Thiessen Polygon, isohyet and IDW's method, but those techniques not reliable for undulating terrain (complex topography), and only can use if raingauge's distribution is quite representative and the condition of terrain's surface is flat. The restrictiveness of raingauge?s network and incoorporating topographic's information for interpolating, then geostatical method is used to estimated rainfall and for knowing distribution of spatial variability, in this case over West Java Region. Combination of kriging multivariale and kriging univariate is applied for geostatistical application, using Ordinary Cokriging (OCK) and Ordinary Kriging (OK) Techniques, which 44 of rainfall data from raingauge's points used as primary variable, and secondary variable used elevation's information as extraction from Digital Elevation Model (DEM).
Result of geostatistical application indicated that the accuration is good and can be accepted (coeflisient R and R2 from crossvalidationk analysis using semivariogram is 0.9 for all months, mean error also close to zero 0 and RMSE 4.3 mm - 8.2 mm). Verification of estimated rainfall and observed rainfall (both used 44 rain stations or 22 rain stations not calculated on geostatical method) reached 100 % (with rainfall?s difference < 5 mm), and with rainfall?s difference <10 mm veritication reached > 70.5 % (used 44 rain stations), and > 62.5 % (used 22 rain stations). Distribution of spasial rainfall over West Java is varied, with minimum rainfall occurred along coastal northern part of West Java (at low land area), and higher toward to middle and to the south around mountain?s region (at plateau with elevation 1000- 1500 in and over 1500 m). Rainfall Distribution over West Jawa shows that peak of rainfall occurred on Januari and minimum ones on July - August.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
T33349
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sasqia Fathaya Syahar
"

Kabupaten Majalengka merupakan salah satu kabupaten dengan bahaya tanah longsor yang tinggi di Provinsi Jawa Barat. Sebagian besar dipengaruhi curah hujan lebat atau hujan berkepanjangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengelompokkan kejadian tanah longsor pada tahun 2018-2019 berdasarkan faktor fisik yang terdiri dari lereng, jenis tanah, litologi, penggunaan lahan, dan kerapatan vegetasi dengan menggunakan metode analisis K-Means Clustering. Untuk menganalisis karakteristik curah hujan yang memicu kejadian longsor pada tahun 2018-2019 dengan metode poligon Thiessen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelompokan kejadian tanah longsor pada tahun 2018-2019 di Kabupaten Majalengka terbentuk lima klaster dengan memiliki rata–rata curah hujan saat terjadinya kejadian tanah longsor (CH H) tertinggi berada pada klaster 5 yaitu sebesar 49 mm/hari, rata-rata curah hujan kumulatif tiga hari sebelum tanah longsor (CH H-3) tertinggi berada pada klaster 4 yaitu sebesar 80 mm/hari, rata-rata curah hujan kumulatif lima hari sebelum tanah longsor (CH H-5) tertinggi berada pada klaster 3 yaitu sebesar 112 mm/hari, serta rata-rata curah hujan kumulatif sepuluh hari sebelum tanah longsor (CH H-10) tertinggi berada pada klaster 1 yaitu sebesar 174 mm/hari.


Majalengka Regency is one of the districts with a high landslide hazard in West Java Province. They are mostly affected by heavy rainfall or prolonged rain. This study aims to classify landslide events in 2018-2019 based on physical factors consisting of slopes, soil types, lithology, land use, and vegetation density using the K-Means Clustering analysis method. To analyze the characteristics of rainfall that triggered landslides in 2018-2019 using the Thiessen polygon method. The results showed that the clustering of landslide events in 2018-2019 in Majalengka Regency was formed five clusters with the highest rainfall on the D-Day average in cluster  5, which is 49 mm/day. The highest average cumulative rainfall 3 days before the landslide events was in cluster 4, which is 80 mm/day. The highest average cumulative rainfall 5 days before the landslide events was in cluster 3 is 112 mm/day. The highest average cumulative rainfall 10 days before the landslide events was in cluster 1, which is 174 mm/day.

"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Gian Gardian Sudarman
"Variabilitas curah hujan diuji dengan metode Mann-Kendall untuk mengetahui signifikansi tren curah hujan dan metode Sen's Slope Estimator untuk mengetahui besarnya nilai tren tersebut. Secara spasial wilayah pegunungan di Jawa Barat menunjukan peningkatan curah hujan seperti di Gunung Mas, Bogor sebesar 72,3 mm/tahun dan wilayah pesisir mengalami penurunan curah hujan seperti di Ciwangi, Cianjur bagian selatan sebesar 31,8 mm/tahun. Penurunan curah hujan sebesar 51,3 mm/tahun terjadi di wilayah pesisir pada saat musim hujan. Musim kemarau di propinsi Jawa Barat juga terindikasi bertambah panjang diikuti dengan jumlah hari hujan yang semakin berkurang utamanya di wilayah pesisir. Menurut uji korelasi dan regreasi variabilitas curah hujan tidak memberikan pengaruh secara langsung terhadap produksi padi, namun secara tidak langsung variabilitas curah hujan tetap memberikan pengaruhnya. Hal ini disebabkan oleh teknik pengairan yang semakin modern melalui irigasi teknis, varietas unggul dan teknologi budidaya yang semakin maju dan adaptif terhadap iklim.

Rainfall variability is tested by the Mann-Kendall method to determine the significance of rainfall trends and by Sen's Slope Estimator method to determine the value of the trend. Spatially, mountainous region in the West Java indicate an increasing of precipitation such as in Gunung Mas, Bogor for 72,3 mm / year and in coastal areas indicate decreasing of rainfall such as in Ciwangi and Southern Cianjur for 31.8 mm / year. Rainfall decreasing for 51,3 mm / year occur in coastal areas during the rainy season. Lenght of dry season in West Java province also indicated increased, followed by the number of rainy days which are decrease mainly in coastal areas. According regression and correlation methods, rainfall variability is not directly contribute on rice production, but indirectly it still give an effect. This is caused by the more modern irrigation techniques through technical irrigation, improved varieties and cultivation technology which more advance and adaptive to climate."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
T43293
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadil Ramadhani Darmastowo
"Daerah ekuator memiliki curah hujan yang tinggi karena terletak di dekat garis khatulistiwa, dimana matahari menghasilkan energi yang sangat tinggi sepanjang tahun. Ini berdampak pada habitat biologis, siklus air global, dan kehidupan sehari- hari manusia. Informasi curah hujan yang akurat penting untuk mitigasi bencana, pengelolaan sumber daya udara, dan pemodelan iklim. Pengukuran terhadap curah hujan dalapat dilakukan dengan berbagai metode, salah satunya dengan menggunakan metode jarak jauh yaitu radar (Radio Detecting and Ranging). Pada studi ini, dilakukan perhitungan radar cuara dengan menggunakan machine learning untuk mengkaji keakuratan perhitungan data radar cuaca terhadap nilai estimasi curah hujan di Pontianak. Produk dari radar cuaca merupakan data reflektifitas (Z). Penggunaan machine learning ini diterapkan pada data reflektifitas radar cuaca dimana data yang digunakan adalah C-MAX atau Column Maximum. Data curah hujan pada periode Desember 2021 sampai Februari 2022 di Pontianak diolah dengan metode perbandingan menggunakan empat algoritma tree-based machine learning: Decision Tree, Random Forest, Adaptive Boosting, dan Gradient Boosting. Perbandingan ini bertujuan untuk mendapatkan nilai estimasi curah hujan. Algoritma Decision Tree menghasilkan nilai akurasi RMSE sebesar 0,693 dan korelasi R2 sebesar 0,449; Random Forest menghasilkan RMSE 0,642 dan R2 0,527; Adaptive Boosting menghasilkan RMSE sebesar 0,725 dan R2 sebesar 0,395, serta Gradient Boosting menghasilkan RMSE sebesar 0,561 dan R2 sebesar 0,638. Disimpulkan bahwa algoritma Gradient Boosting dapat memberikan estimasi curah hujan terbaik di Pontianak, Kalimantan Barat, Indonesia.

Equatorial regions have high rainfall because they are located near the equator, where the sun produces very high energy throughout the year. This impacts biological habitats, the global water cycle, and people's daily lives. Accurate rainfall information is vital for disaster mitigation, air resource management, and climate modeling. Rainfall can be measured using various methods, one of which is a long- range method, namely radar (Radio Detecting and Ranging). In this study, weather radar calculations were carried out using machine learning to assess the accuracy of weather radar data calculations on estimated rainfall values in Pontianak. The product of weather radar is reflectivity data (Z). Machine learning is applied to weather radar reflectivity data where the data used is C-MAX or Column Maximum. Rainfall data from December 2021 to February 2022 in Pontianak was processed utilizing a comparative method using four tree-based machine learning algorithms: Decision Tree, Random Forest, Adaptive Boosting, and Gradient Boosting. This comparison aims to obtain estimated rainfall values. The Decision Tree algorithm produces an RMSE accuracy value of 0.693 and an R2 correlation of 0.449; Random Forest produces an RMSE of 0.642 and R2 0.527; Adaptive Boosting produces an RMSE of 0.725 and R2 of 0.395, and Gradient Boosting has an RMSE of 0.561 and an R2 of 0.638. It was concluded that the Gradient Boosting algorithm can provide the best rainfall estimates in Pontianak, West Kalimantan, Indonesia."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sebayang, William Kukuh
"Metode seismik refleksi merupakan metode yang biasa digunakan untuk memetakan kondisi bawah permukaan bumi, terutama dalam keperluan eksplorasi hidrokarbon. Reservoir dapat dievaluasi menggunakan metode seismik inversi, yaitu salah satu metode yang mampu mengolah data seismik hingga menghasilkan nilai Acoustic Impedance (AI) dan Shear Impedance (SI) pada batuan di bawah permukaan bumi. Namun, metode seismik inversi terkadang menghasilkan respon yang tidak unik dan dapat menghasilkan respon yang beragam, sehingga diperlukannya ada analisis lebih lanjut. Secara geostatistik, metode inversi dilakukan dengan metode stokastik yang mampu memberikan hasil dengan tingkat akurasi dan korelasi tinggi. Hasil inversi stokastik yang dilakukan akan menghasilkan parameter fisis Acoustic Impedance (AI) dan Shear Impedance (SI), yang bisa digunakan juga untuk mendapatkan nilai VP/VS Ratio. Sebaran hidrokarbon dianalisis berdasarkan kombinasi hasil inversi geostatistik AI dan SI yang dianalisis dalam bentuk model dan peta. Nilai AI tinggi (20000 - 25000 g/cc m/s) dan Vp/Vs tinggi (2,8 – 3,2) berasosiasi dengan keberadaan hidrokarbon dalam reservoir dengan porositas antara 0.25-0.35.

The seismic reflection method is a method commonly used to map subsurface conditions, especially for hydrocarbon exploration purposes. Reservoirs can be evaluated using the inversion seismic method, which is a method capable of processing seismic data to produce Acoustic Impedance (AI) and Shear Impedance (SI) values in rocks below the earth's surface. However, the inversion seismic method sometimes produces a response that is not unique and can produce multiple responses, so that further analysis is needed. Geostatistically, the inversion method is carried out with the stochastic method which is able to provide results with high levels of accuracy and correlation. The results of the stochastic inversion will produce physical parameters of Acoustic Impedance (AI) and Shear Impedance (SI), which can also be used to obtain the VP / VS Ratio value. The distribution of hydrocarbons is analyzed based on the combination of AI and SI geostatistical inversion results that are analyzed in the form of models and maps. High AI values (20000 - 25000 g / cc m / s) and high Vp / Vs (2.8 - 3.2) are associated with the presence of hydrocarbons in the reservoir with porosity between 0.25-0.35."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lira Adiyani
"ABSTRAK
Pola iklim baru akibat perubahan iklim yang diperburuk dengan adanya degradasi Daerah Aliran Sungai (DAS), telah meningkatkan frekuensi dan intensitas bencana banjir di Indonesia. Hal ini berdampak pada kondisi hidrologi, pertanian dan sosial-ekonomi yang semakin memburuk sehingga diperlukan suatu perhitungan banjir rencana. Perhitungan debit banjir rencana dilakukan berdasarkan besaran hujan rencana melalui analisis frekuensi. Estimasi parameter hasil analisis frekuensi selanjutnya digunakan untuk menghitung faktor pertumbuhan, yaitu faktor yang jika dikalikan dengan median seri data hujan harian maksimum tahunan dapat menghasilkan besaran hujan T-tahun. Tujuan dari studi ini adalah menghitung faktor pertumbuhan untuk estimasi hujan rencana pada beberapa periode ulang. Data hujan harian maksimum tahunan pada 2.611 pos di Pulau Jawa tahun 1916-2013 dan beberapa metode statistik seperti uji pencilan, trend, stasioneritas, ketidaktergantungan, uji diskordansi dalam penyaringan data, L-moment dalam analisis frekuensi, dan analisis komponen utama untuk analisis pengelompokkan digunakan dalam tulisan ini. Diketahui bahwa berdasarkan karakteristik spasial, Pulau Jawa dapat dikelompokkan ke dalam 3 tipe (setiap tipe terdiri dari 2 kelas). Faktor pertumbuhan pada tipe 1 untuk periode ulang 2, 5, 10, 25, 50, 100, 200, 500, dan 1000 tahun berkisar antara 0,997-2,089. Untuk tipe 2 dan tipe 3 berturut-turut adalah 0,996 -3,451 dan 0,988-3,634. Tidak ada indikasi bahwa perubahan iklim mempengaruhi nilai faktor pertumbuhan pada suatu periode ulang. Besaran hujan rencana yang dihitung dari faktor pertumbuhan ini selanjutnya dapat digunakan untuk kepentingan estimasi banjir rencana dan dimanfaatkan untuk membantu pembuat keputusan dan perencana dalam menentukan desain bangunan air."
Bandung : Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, 2019
551 JSDA 15:1 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Siska Adriyani
"ABSTRAK
Lingkungan merupakan salah satu faktor yang sangat berperan dalam
terjadinya dan penyebaran penyakit chikungunya, baik lingkungan fisik maupun
biologis. Perubahan iklim dapat berpengaruh terhadap pola penyakit infeksi dan
akan meningkatkan risiko penularan. Penyebaran penyakit ini biasanya terjadi
pada daerah endemis Demam Berdarah. Sekalipun tidak menimbulkan kematian,
namun akibat yang ditimbulkan dari aspek kesehatan masyarakat cukup
merugikan, apalagi jika sampai penderita mengalami kelumpuhan dan
berlangsung selama berminggu-minggu hingga berbulan-bulan, produktivitas
kerja dan akvititas sehari-hari praktis terhenti. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui hubungan antara faktor iklim dengan kejadian penyakit chikungunya
di wilayah Jawa Barat tahun 2002-2010. Rancangan penelitian yang digunakan
adalah studi ekologi menurut waktu. Data yang digunakan adalah data sekunder
dari hasil rekapitulasi jumlah penderita chikungunya perbulan selama 2002-2010
di Jawa Barat. Hasil penelitian hubungan prevalensi chikungunya dari tahun
2002-2010 dengan iklim di wilayah Jawa Barat ini menunjukkan hubungan yang
signifikan dengan kecepatan angin (p=0,018) dan tidak mempunyai hubungan
yang signifikan dengan suhu udara (p=0,828), curah hujan (p=0,507) dan
kelembaban udara (p=0,778). Saran yang dapat diberikan adalah diperlukan
tindakan preventif dari semua lapisan masyarakat dalam mengantisipasi kejadian
penyakit chikungunya tentang pentingnya menjaga kebersihan, terutama program
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN). Upaya pencegahan dititikberatkan pada
pemberantasan nyamuk penular, dengan membasmi jentik nyamuk penular di
tempat perindukannya. Salah satu cara untuk memutus rantai penularan nyamuk
Aedes aegypti sebagai penyebar penyakit. Upaya ini dapat dilakukan dengan cara
kimiawi, biologis, fisik dan perlindungan diri.

Abstract
Environment is one of the most important factor in occurance and
distribution of chikungunya, both of phisycs and biologic environment. Climate
change can influence to infection disease pattern and will increase spreading risk.
The spread of this disease usually occurs in endemic areas of dengue fever. Even
if no cause of death, but the impact of public health aspects quite detrimental,
especially when it comes to people with paralysis and lasts for weeks to months,
work productivity and daily activity practically stopped. The objective of this
research is to know correlation chikungunya cases and climate factors in west java
2002-2010. This research uses the design of ecological time trend study. Data was
used secondary data from result of summary of amount chikungunya patient
during year 2002-2010 in west java. Number of chikungunya prevalance were
used the results indicate that chikungunya prevalance have significant related to
wind?s speed (p=0,018) and didn?t have significant related to temperature
(p=0,828), precipitation (p=0,507) and humidity (p=0,778). Advice can be given
preventive action is required from all walks of life in anticipation of the incidence
of chikungunya disease on the importance of maintaining cleanliness, especially
the mosquito nest eradication program (PSN). Prevention efforts focused on the
eradication of mosquito-borne, to eradicate the mosquito-borne larvae in breeding.
One way to break the chain of transmission of the mosquito Aedes aegypti as a
spreader of disease. These efforts can be done by means of chemical, biological,
physical and self-protection."
2012
T31605
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Sri Puji Rahayu
"Dipol Samudera Hindia atau disebut Dipole Mode (DM) merupakan fenomena alam
yang terjadi di Samudera Hindia akibat ketidakseimbangan suhu permukaan laut antara
kutub barat (WTIO) dan kutub timur (SETIO). Anomali suhu permukaan laut (ASPL) di
perairan SETIO berpengaruh langsung terhadap curah hujan di wilayah Indonesia.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dan pengaruh aktivitas DM positif,
netral maupun negatif terhadap peningkatan/penurunan curah hujan di Sumatera
bagian selatan dan Jawa bagian barat.
Untuk menjelaskan kondisi fisis dan dinamis atmosfer permukaan digunakan metode
analisis komposit secara spasial dan temporal, sedangkan untuk mengetahui
ketersediaan uap air dilakukan dengan analisis profil vertikal.atmosfer di atas SETIO.
Analisis uji korelasi dan determinasi digunakan untuk menjelaskan hubungan dan
pengaruh nilai Dipole Mode Index (DMI) terhadap curah hujan di wilayah kajian.
Hasil analisis korelasi antara DM positif dan DM negatif terhadap curah hujan di
Sumatera bagian selatan dan Jawa bagian barat menunjukkan angka yang cukup
signifikan, sedangkan pada DM netral kurang bisa dijelaskan. Pada DMI lebih besar atau
sama dengan 2 oC menyebabkan rata-rata penurunan curah hujan di Sumatera bagian
selatan sebesar 71,68 % dan di Jawa bagian barat sebesar 76,73%, sedangkan pada DMI
lebih kecil atau sama dengan -2 oC akan meningkatkan curah hujan rata-rata sebesar
36,75 % dan 86,44 %.

Abstract
Indian Ocean Dipole usually called Dipole Mode (DM) is a natural phenomenon that
occurs in the Indian Ocean due to an imbalance of Sea Surface Temperature (SST)
between Western Tropical Indian Ocean (WTIO) and Southeastern Tropical Indian Ocean
(SETIO). Sea surface temperature anomalies (SSTA) in SETIO directly affects rainfall in
Indonesia. This study aims to determine the relationship and the influence of DM
activity which is positive neutral or negative toward an increasing or decreasing rainfall
in Southern part of Sumatra and Western part of Java.
To explain the physical and dynamic condition of the surface atmosphere the
composites analysis methods is used in spatial and temporal, while to quantification the
availability of water vapor in atmosphere above SETIO the vertikal profile analysis is
carried out. Analysis of Correlation test and determination is used to describe the
relationship and influence of the Dipole Mode Index (DMI) to rainfall variability in the
study area.
The results of correlation analysis between DM positive and negative to rainfall in
southern part of Sumatra and western part of Java show a significant level, whereas the
neutral DM can not be explained. If Dipole Mode Index (DMI) is greater than or equal to
2 oC leads to an average decrease in rainfall in southern part of Sumatra at 71.68% and
in the western part of Java for 76.73%, while the DMI is less than or equal to -2 oC will
increase the average rainfall about 36.75% and 86.44%."
2012
T31384
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>