Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 134454 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: Depkeu, 2009
352.4 IND k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Zainal Sutarto
Jakarta: Depkeu, 2010
352.4 ZAI k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Jakarta: Depkeu, 2011
352.4 IND k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Kemkeu RI, 2016
352.4 IND k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Mahyudi
"Mengingat kota Banjarmasin sangat rentan terhadap bencana kebakaran dengan frekuensi dan jumlah kerugian yang tinggi sedangkan pemerintah kota Banjarmasin kurang mampu melindungi warganya terhadap bencana kebakaran tersebut maka masyarakat kota bersama-sama fihak swasta berinisiatif untuk melindungi diri sendiri terhadap bencana kebakaran tersebut dengan menyediakan sendiri secara swadaya barang publik pemadam kebakaran yang disediakan untuk kepentingan umum dengan pendanaan yang dikelola sendiri baik secara mandiri maupun dengan sumbangan dari donatur dengan peralatan dan sumber daya manusia yang masih jauh dari memadai. Jumlah perusahaan/barisan pemadam kebakaran tumbuh dengan sangat pesat bahkan sudah kebanyakan sehingga menyulitkan koordinasi antar barisan pemadam kebakaran tersebut.
Adanya kegiatan tersebut membuat pemerintah kota Banjarmasin mengambil kebijakan untuk mengurangi biaya pengadaan barang publik pemadam kebakaran dengan mengurangi peran pemerintah dalam operasional pemadam kebakaran. Banyak aset mobil-mobil pemadam kebakaran (fire fighting truck) milik pemerintah kota yang diserahkan pengelolaannya kepada pemadam kebakaran swasta/swadaya masyarakat yang dinilai mampu dengan status dipinjam pakaikan dan pemerintah kota Banjarmasin hanya bertindak sebagai koordinator saja.
Perlindungan masyarakat kota Banjarmasin sangat penting untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat karena banyak warga kota Banjarmasin yang berprofesi sebagai pedagang dan tata kota Banjarmasin yang rentan terhadap bahaya kebakaran, disamping itu keberadaan pemadam kebakaran swasta/swadaya masyarakat itu untuk jangka panjang diragukan kemampuannya untuk tetap eksis, mengingat mahalnya biaya pengadaan dan operasional barang publik pemadam kebakaran dan perlu sumber daya manusia yang terampil serta perlu adanya koordinasi dengan instansi-instansi lainnya seperti PLN, PT. Telkom. PRAM dan Kepolisian/DLLAJ, penulis merasa perlu untuk mengadakan penelitian mengenai kebijakan pemerintah kota Banjarmasin tersebut apakah sudah tepat ataukah tidak tepat.
Menurut pemikiran penulis dan berdasarkan teori-teori ekonomi mikro tentang barang publik, barang publik pemadam kebakaran terutama fungsinya untuk memadamkan kebakaran merupakan barang publik murni, oleh karena itu tidak bisa dijadikan barang swasta karena sulitnya menentukan tarif karena kebakaran itu bersifat insidentil, frekuensinva tidak tentu, bersifat non rivalry dan non excludable, karenanya akan sulit/mahal dan kurang bermoral untuk membatasi hanya meraka yang membayar yang berhak mendapatkan pelayanan. Oleh karena itu barang publik pemadam kebakaran harus disediakan oleh pemerintah dengan dibiayai oleh anggaran dari pajak, sehingga menghindari adanya free rider. Bila hal itu dipaksakan dikelola oleh masyarakat sendiri seperti di Banjarmasin akan terjadi efek-efek negatif seperti in efisiensi alokasi sumber daya, free rider, kurangnya koordinasi dan kurangnya kualitas baik peralatan maupun sumber daya manusia sehingga efektivitas pemadam kebakaran menjadi rendah.
Penelitian ini dilakukan dengan analisis data baik secara kuantitatif maupun kualitatif dengan lebih banvak bersifat kualitatif, dimana untuk mengetahui bagaimana kualitas pemadam kebakaran yang ada di Banjarmasin baik yang disediakan oleh swasta/swadaya masyarakat maupun pemerintah beserta permasalahannya, penulis menggunakan analisis studi kasus dari tulisan dan berita yang ada di media masa mengenai kasus kebakaran di Banjarmasin dan tulisan mengenai pemadam kebakaran beserta penmasalahannya serta di dukung dengan wawancara terhadap beberapa responden korban kebakaran sebagai pendukung. Untuk menganalisa apakah kebijakan pemerintah kota Banjarmasin mengurangi perannya dalam perlindungan masyarakat terhadap bencana kebakaran apakah sudah tepat atau kurang tepat, penulis menggunakan alat analisis kebijakan publik berupa rasio efektivitas, rasio efektivitas-biaya/biaya efektivitas dan rasio biaya-manfaat untuk menguji asumsi yang ada. Kemudian di bandingkan dengan standar pemadam kebakaran yang ada di Indonesia sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum Republik Indonesia No.11/IKPTS/2000 serta membandingkannya dengan pemadam kebakaran yang dikelola oleh pemerintah yaitu pemadam kebakaran kota Bogor.
Untuk menganalisis kebijakan yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah kota Banjarmasin penulis menggunakan pendekatan manajemen strategik dengan membuat daftar pertanyaan terbuka yang digabung dengan kuesioner SWOT yang ditujukan pada 10 responden yang terdiri dari, Pejabat/Staf PNS di lingkungan Pemerintah Kota Banjarmasin terutama Dinas Kesbang & Linmas, Dinas Sosial Pemuda dan Olah Raga Kota Banjarmasin, Dinas Pemukiman dan Prasarana Kota Banjarmasin, Bappeko Banjarmasin, Bagian Kuangan Sekretariat Kota Banjarmasin, dan Bagian Humas Sekretariat Kota Banjarmasin. Untuk responden di luar pemerintah kota Banjarmasin berjumlah 66 responden yang terdiri dari : Anggota DPRD tingkat 11 Kota Banjarmasin dan anggota Parpol. Pengurus/anggota Barisan Pemadam Kebakaran Swasta/Swadaya Masyarakat, tokoh masyarakat, masyarakat profesional seperti pengacara, Polisi, Persatuan Wartawan Indonesia, Pengajar Akademis di Perguruan Tinggi Negeri/Swasta di Banjarmasin, pengusaha, pegawai BUMN/BUMD (PLN, PDAM dan SUCOFINDO), dan masyarakat korban kebakaran. Jumlah keseluruhan responden adalah 76 orang. Analisis SWOT digunakan untuk menentukan rencana kebijakan yang berupa grand strategy pemerintah kota Banjarmasin dengan 10 responden internal pemerintah kota dan analisis TOWS digunakan untuk hal yang sama dengan 66 responden eksternal pemerintah kota, baik jangka pendek maupun jangka panjang di masa yang akan datang.
Lokasi penelitian dilakukan di kota Banjarmasin Kalimantan Selatan pada Dinas Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat Kota Banjarmasin yang menangani masalah bencana kebakaran, Dinas Sosial Pemuda & Olah Raga Kota Banjarmasin, Barisan Pemadam Kebakaran Swasta/Swadaya Masyarakat di Banjarmasin dan pada UPTD Kebakaran Kota Bogor sebagai pembanding dengan didukung data kuantitatif dari BPS baik Pusat Propinsi maupun Kota.
Dari penelitian yang dilakukan terdapat temuan-temuan sebagai berikut :
- Banyaknya tumbuh pemadam kebakaran swasta/swsadaya masyarakat di kota Banjarmasin karena jumlah armada pemadam kebakaran pemerintah kota Banjarmasin (sisi penawaran) tidak bisa memenuhi kebutuhan armada pemadam kebakaran di kota Banjarmasin (sisi permintaan) akibatnya masyarakat dan swasta berswadaya menyediakan sendiri kebutuhannya akan pemadam kebakaran.
- Barisan Pemadam Kebakaran yang disediakan oleh swasta/swadaya masyarakat di Banjarmasin dari segi kuantitas baik dari jumlah perusahaannya maupun jumlah anggotanya sudah sangat banyak, tetapi dari segi kualitas baik manajemen maupun dana masih sangat kurang, begitu juga sarana karena menggunakan peralatan rakitan yang sudah lama atau bekas pakai, jumlah yang terbanyak adalah pompa portabel dan trayler gandeng rakitan bukan unit fire fighting truck sesuai standar, sehingga malah banyak menimbulkan kemacetan, kurang koordinasi baik dengan sesama pemadam kebakaran maupun dengan instansi terkait lainnya dan kurang mempunyai keterampilan yang diperlukan/kurang terlatih, terutama untuk penyelamatan korban kebakaran dengan peralatannya seperti baju tahan api, masker oksigen dan lainnya tidak mereka miliki.
- Dibandingkan dengan standar pemadam kebakaran dari Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum Republik Indonesia No.11/KPTS/2000 dan pemadam kebakaran kota Bogor, pemadam kebakaran kota Banjarmasin dari segi rasio efektivitas biaya/biaya efektivitas, dan rasio biaya-manfaat lebih rendah. Kecuali untuk rasioefektivitas pemadam kebakaran kota Banjarmasin dan Bogor dari segi jumlah Fire Fighting Truck sama tetapi sama-sama di bawah standar Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum RI No.11/KPTS/2000.
- Kebijakan pemerintah kota Banjarmasin untuk mengurangi peran pemerintah dalam operasional pemadam kebakaran dan hanya berfungsi sebagai koordinator saja menurut rata-rata jawaban responden kurang tepat. Seharusnya pemerintah kota tetap mempunyai barisan pemadam kebakaran sebagai komando bagi pemadam kebakaran swasta/swadaya masyarakat di lapangan untuk melengkapi kekurangan yang ada di barisan pemadam kebakaran swasta/swadaya masyarakat dan untuk mengantisipasi kebutuhan peralatan pemadam kebakaran di masa yang akan datang. Keberadaan pemadam kebakaran swasta/swadaya masyarakat masih sangat diperlukan oleh karenanya pola kemitraan antara pemerintah, swasta dan masyarakat adalah kebijakan yang paling tepat.
- Untuk melindungi masyarakat terhadap bencana kebakaran di kota Banjarmasin, pemerintah kota dalam kebijakan jangka pendek harus mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur perlindungan masyarakat terhadap bencana kebakaran di perkotaan yang mengacu pada Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum Republik Indonesia No. 11/KPTS/2000, mengatur keberadaan pemadam kebakaran swasta/swadaya masyarakat serta meningkatkan kemampuan mereka dan membuat Perda mengenai persyaratan pengamanan bangunan umum terhadap bahaya kebakaran dan retribusi atas pemeriksaan fasilitas pencegahan kebakaran di bangunan umum tersebut. Untuk kebijakan jangka panjang pemerintah harus menambah sarana dan prasarana pemadam kebakaran yang ada di Banjarmasin."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T4475
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Learnika Mutiara
"Sektor keuangan dikenal sebagai sektor yang secara tradisional didominasi oleh laki-laki, sehingga muncul anggapan di masyarakat bahwa perempuan tidak cocok untuk menjalankan karir di sektor tersebut yang tercermin dari rendahnya persentase perempuan pada sektor. Keberadaan Sri Mulyani Indrawati (SMI), sebagai perempuan yang memegang jabatan politis tertinggi dalam sektor keuangan diharapkan dapat menghilangkan persepsi negatif terkait posisi perempuan dalam sektor tersebut. SMI mendapat sorotan luas di media massa, yang berperan penting dalam kehidupan masyarakat sebagai sumber pengetahuan, sikap, dan ideologi (Van Dijk, 2000). Namun demikian, belum ada riset yang secara sistematis memeriksa bagaimana media mengkonstruksikan kepemimpinan SMI. Penelitian ini mengeksplorasi konstruksi yang dibangun oleh media terhadap SMI. Penelitian bertujuan untuk mengeksplorasi makna dari konstruksi tersebut dan mengevaluasi posisi pemimpin perempuan di masyarakat melalui makna yang dihasilkan. Penelitian dilakukan dengan melakukan analisis secara tematik terhadap 268 artikel yang dikumpulkan lewat database Factiva dan new media podcast. Hasil penelitian menunjukkan representasi media terhadap pemimpin perempuan belum sepenuhnya layak karena masih terdapat stereotip gender dalam membangun konstruksi tersebut, walaupun sudah terdapat pengakuan atas hal-hal yang relevan terkait kepemimpinan. Selain itu, temuan analisis menunjukkan bahwa konstruksi kepemimpinan SMI juga tidak dapat dilepaskan dari konsep Orientalisme: kepemimpinan yang superior adalah yang berafiliasi dengan institusi Barat.

The financial sector is known as a male-dominated sector. Assumptions in the society arise, defining that a career in finance isn’t exactly made for women, which is reflected in the low percentage of women in the sector. The existence of Sri Mulyani Indrawati (SMI), as a woman who holds the highest political position in the financial industry, is expected to eliminate this negative perception towards the position of women in the financial sector. SMI receives wide attention in the media, which plays an important role in people's lives as a source of knowledge, attitudes, and ideology (Van Dijk, 2000). However, no research is found that has systematically examined how the media construct SMI leadership. This study explores the construction made by the media towards SMI. The research aims to explore the meaning of these constructions through the meanings generated. The research is conducted through a thematic analysis of 268 articles collected through the Factiva database and new media podcasts. The result of the study shows there are still gaps in the representation of women leaders and men leaders in the media, due to gender stereotypes found in the representation, although recognition of relevant matters related to leadership has already been made. Furthermore, findings also show that the construction of SMI leadership is influenced by the concept of Orientalism: that superior leadership is affiliated with Western institutions. "
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indinesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>