Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 192146 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Benny Arief Widjaja
"Untuk mempertahankan tingkat produksi, daya saing dan kontinuitas pekerjaan maka di era sekafang banyak perusahaan atau pabrik-pabrik yang memberlakukan pekesjaan shi# bagi karyawannya. Ada yang memberlakukan 2 atau 3 shi# tergantung dari pada kebutuhan perusahaan. Pada populasi pekeria dinegara berkembang 20 - 30 % memberlakukan kerja shim sehingga kelja shift menjadi hal yang biasa. Pada penelilian Simon Folkard dan Philip tahun 2002 (shitiwork safely and productivity) rnenyimpulkan bahwa produktifltas dan keselamatan kerja akan berkuranglmenurun pada waktu karyawan beraktilitas di malam hari. Pengurangan inl didasari oleh berbagai faktor antara lain: gangguan kesehatan, terganggunya kehidupan sosial, gangguan tidur (memendeknya waktu tldur) dan gangguan irama Sirkadlan.
Dalam tesis ini ingin ditelili dampak kerja malam terhadap perubahan tekanan darah sistolik, diastolik dan denyut jantung pada Operator Pmduction perusahaan Migas X. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitalif dengan desain penelitian kuasi eksperimental, menggunakan alat ukur berupa kuesioner dan pengukuran langsung tekanan darah slstolik, diastol0< dan denyut jantung pada 77 Operator Production perusahaan Migas X pada saat shi# non malam dan malam. Setelah diukur kemudian dibandingkan apakah ada perbedaan hasil pengukuran antara yang shit! non malam dengan malam pada seorang pekerja.
Hasil penetitian dengan analisis bivariat menunjukkan terjadinya perbedaan bermakna tekanan sistotik dan diastolik antara pekerja shift non maiam dengan shift malam (p< 0,05). Untuk tekanan sistolik oenderung mengalami penumnan pada saat shit? malam, sedangkan untuk tekanan diastolik mengalami kenaikan pada saat shift malam. Kenaikan dan penurunannya masih dalam batas yang tidak mengganggu kesehatan. Untuk tekanan denyut jantung oenderung tidak mengalami perubahan antara yang bekerja pada shift non malam maupun shit? malam. Analisa multivariat menunjukkan bahwa faktor Olah Raga dan Kopl merupakan faktor dominan dalam perubahan tekanan darah dan denyut jantung.

To maintain productivity level, competition among and continuity of workers, most company or production apply shift working among their employee. There are 2 or 3 shifts applied based on the company?s need. In the developing countries' population. 20-30% ofthe country apply working shift, which make it as a common thing. ln the research done by Simon Folkard and Philip 2002 (Shift Working Safety and Productivity) concluded that productivity and work safely will decrease during night shift This decrease is due to several factors, such as health, social, sleep (decrease in the quantity time of sleep), and circadian rhythm disorder.
This thesis would like to know the effect of night shift on systolic, diastolyc blood pressure and heart beat among pmducfion operators in X Indonesia Company. This is a quantitative research with Quasy experimental design using queslonnaire and direct blood pressure measurement (systolic and diastolic) and heart beat as the research tools on 77 production operators during night and non-night shift in X Indonesia Company. After being measured, we compare the difference ofthe result among workers who work on night and non-night shift.
This research shows that there is a difference on systolic and diastolic among night shift and non-night shift workers (p < 0,05). Systolic pressure tends to decrease during night shift, while for diastolic pressure tends to increase during the same shift. Both the increase and decrease are within normal limit which does not effect their health. Heart beat tends not to change between these workers. Sport and coffee are the dominant factors to influence blood pressure and heart beat by multivariate analysis.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T34494
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Asti Werdhani
"Penelitian ini bertujuan untuk melakukan evaluasi program latihan Klub Jantung Sehat Pondalisa sekaligus mengetahui hubungan frekuensi dan keteraturan senam terhadap penurunan tekanan darah. Dengan demikian diharapkan akan didapatkan tekanan darah yang terkendali pada anggota KJS Pondalisa khususnya dan masyarakat usia dewasa tua umumnya.
Studi kohort retrospektif dilakukan dengan menggunakan data yang terdapat pada buku anggota KJS Pondalisa. Digunakan pendekatan analisis Cox Regression untuk melihat efek frekuensi dan keteraturan senam yang telah dilakukan oleh para anggota KJS Pondalisa selama 1 tahun pertama keanggotaan terhadap penurunan tekanan darah. HR (hazard ratio) digunakan sebagai estimasi RR (risiko relatif) efek frekuensi dan keteraturan senam terhadap penurunan tekanan darah. Anatisis multivariat digunakan untuk mengendalikan variabel-variabel perancu.
Sebanyak 132 data anggota K7S Pondalisa dianalisis dalam penelitian ini. Dalam 1 tahun pertama keanggotaan terdapat 11,36% anggota yang melakukan senam 2x1minggu, 39,39 % anggota yang melakukan senam > 8 minggu (9-15 minggu) berturut-turut, dan 11,36% anggota yang melakukan senam 2xlminggu selama > 8 minggu (9-15 minggu) berturut-turut. Tidak ada anggota yang melakukan senam 3xlminggu sesuai program dan tidak ada anggota yang melakukan senam 2x1minggu selama < 8 minggu berturut-turut_ Keteraturan senam anggota maksimum selama 15 minggu. Didapatkan penurunan tekanan darah pada 32,58 % anggota dengan rata-rata penurunan tekanan darah sistolikldiastolik sebesar 6 mmHg/4 mmHg yang dapat dipertahankan minimal selama 1 bulan. Besarnya penurunan TD ini diharapkan dapat bermanfaat dalam menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat hipertensi; sedikitnya dapat memperlambat perjalanan penyakit hipertensi serta bermanfaat dalam pencegahan primer.
Efek frekuensi senam 2xlminggu terhadap penurunan tekanan darah meningkat sebesar 1 Va dibandingkan dengan frekuensi senam < 2xlminggu [RR 1,01;95%CI [0,43-2,38]. Efek senam teratur 9-15 minggu berturut-turut terhadap penurunan tekanan darah meningkat sebesar 36 % dibandingkan dengan senam teratur < 8 minggu berturut-turut [RR 1,36;95%CI [0,63-2,93]. Senam yang dilakukan 2xlminggu selama 9-15 minggu berturut-tunrt memberikan manfaat penurunan tekanan darah sebesar 34 % dibandingkan dengan senam <2xlminggu selama 8 minggu berturut-turut [RR 1,34;95% CI [0,50-3,60]. Tidak ada perbedaan manfaat penurunan tekanan darah antara senarn < 2xlminggu selama 9-15 minggu berturut-turut dengan senam < 2xlminggu selama < 8 minggu berturut-turut [RR 0,99;95% CI [0,42-2,32].
Dan basil penelitian ini disimpulkan bahwa efek frekuensi senam 2xlminggu terhadap penurunan tekanan darah tidak berbeda dengan efek frekuensi senam < 2xlminggu. Efek keteraturan senam 9-15 minggu berturut-turut terhadap penurunan tekanan darah lebih besar dibandingkan efek frekuensi senam 2xlminggu. Hal ini menunjukkan pentingnya mempertahankan keteraturan senam untuk mendapatkan basil penurunan tekanan darah yang lebih baik. Manfaat penurunan tekanan darah pada frekuensi senam 2xlminggu didapatkan bila dilakukan selama 9-15 minggu berturut-turut. Walaupun senam sudah dilakukan secara teratur sarnpai dengan 15 minggu berturut-turut, bila dilakukan dengan frekuensi < 2x1minggu tidak didapatkan manfaat penurunan tekanan darah.
Masih adanya faktor-faktor yang belum diperhitungkan seperti durasi dan intensitas latihan, peran obat anti hipertensi, dan adaltidaknya penyakit lain, serta masih lebar dan tidak konsistennya rentang interval kepercayaan yang dihasilkan, menyebabkan basil penelitian ini belum sepenuhnya menunjukkan efek frekuensi dan keteraturan senam terhadap penurunan tekanan darah yang sebenarnya pada populasi. Oleh karena itu, masih diperlukan penelitian lanjutan menggunakan berbagai nilai frekuensi dan keteraturan senam, dengan memperhitungkan berbagai faktor di atas dan jumlah sampel yang lebih besar, untuk memperoleh manfaat penurunan tekanan darah yang sebenarnya dan presisi yang lebih akurat.

The aim of this research is to evaluate the performance of `Klub Jantung Sehat Pondalisa' as well as the association of frequency and regularity of exercise with blood pressure reduction. The long-term benefit achieved will be adequate control of blood pressure among members of the club and adults as a whole.
Retrospective cohort study was conducted, using data found on the member's logbook. Cox Regression analysis approach was used to find the benefit of blood pressure reduction through exercise's frequency and regularity which have been done by all member of KJS Pondalisa during the first year of membership. HR (hazard ratio) was used to estimate the RR (relative risk) of both exercise's frequency and regularity to reduce blood pressure. Confounders were adjusted by multivariate analysis.
There were 132 members analyzed in this research. In the first year of membership, there were 11.36% members doing exercise twice weekly, 39.39 % members doing exercise > 8 weeks (9-15 weeks) regularly, and 11.36% members doing exercise twice weekly in > 8 weeks (9-15 weeks) regularly. There were no member doing exercise thrice weekly as programmed. There were no member doing exercise twice weekly in < 8 weeks regularly. The maximum exercise's regularity was 15 weeks. There were 32.58 % blood pressure reduction among members. The mean systolic/diastolic reduction which can be maintained for at least I month were 6 mmHg/4 mmHg, This amount of BP reduction might reduce morbidity and mortality among hypertensives; at least might retard the natural history of hypertension and give benefit to primary prevention.
The effect of twice weekly's exercise on blood pressure reduction increase 1 % as compared to less than twice weekly's exercise [RR 1,01;95%CI [0,43-2,38]. Effect of doing 9-15 weeks regular exercise on blood pressure reduction increase 36 % as compared to members doing 8 weeks regular exercise [RR 1,36;95%CI [ 0,63-2,93]. Members doing exercise twice weekly in 9-15 weeks regularly get benefit on blood pressure reduction 34 % more as compared to members doing exercise less than twice weekly in < 8 weeks regularly [RR 1,34;95% CI [0,50-3,60]. There were no difference in blood pressure reduction between members doing exercise less than twice weekly in 9-15 weeks regularly and members doing exercise less than twice weekly in < 8 weeks [RR 0,99;95% CI [ 0,42-2,32].
From this research, we conclude that there was no different effect of blood pressure reduction between twice weekly's exercise and less than twice weekly's exercise. The effect of exercise in 9-15 weeks regularly toward blood pressure reduction is bigger compared with effect of twice weekly's exercise. This fording shows the importance of maintaining exercise's regularity to get benefit of reducing blood pressure. The benefit of twice weekly's exercise for blood pressure reduction will be achieved when it is conducted in 9-15 weeks regularly. Although exercise has been conducted regularly up to 15 weeks, if done less than twice weekly, it will not yield the benefit of blood pressure reduction.
There are still many factors which have not been considered such as the duration and intensity of exercise, the role of anti hypertensive drugs, and the presence of other diseases. All of those factors together with the wide range and inconsistent of confidence interval, make the results of this study fail to show the maximal effect of exercise's frequency and regularity to reduce blood pressure in population. Therefore, further research is needed using several degrees of exercise's frequency and regularity, considering also the above mentioned related factors and bigger number of sample size, to obtain the true benefit of blood pressure reduction and more accurate precision.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2006
T19090
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Jusuf Susanto
"Pada setiap kerja otot akan terjadi kenaikan tekanan darah, baik itu kerja isotonik ataupun kerja isometrik. Kenaikan tekanan darah sewaktu kerja isometrik lebih tinggi daripada sewaktu kerja isotonik. Yang dimaksud dengan kerja isotonik atau kerja dinamis adalah kerja dimana terjadi pemendekan otot yang sedang berkontraksi. Sedangkan pada kerja isometrik atau statis tidak terjadi pemendekan otot.
Gerak otot-otot tubuh kita dalam kehidupan sehari-hari tidak ada yang bersifat murni isotonik atau isometrik. Pergerakan tubuh biasanya merupakan gabungan dari keduanya. Tergantung kerja yang dilakukan maka dapat lebih bersifat isotonik atau isometrik. Olahraga lari dan renang mempunyai lebih banyak komponen isotonik, sedangkan angkat besi dan push-up lebih banyak komponen isometrik.
Penyelidikan mengenai respons kardiovaskuler sewaktu kerja dinamis telah banyak dilakukan, tetapi penyelidikan mengenai respons tersebut sewaktu kerja statis belum cukup banyak. Dalam kehidupan kita sehari-hari kadang-kadang kita melakukan berbagai kerja isometrik yang bervariasi beratnya seperti mengangkat atau membawa barang yang berat, mendorong perabotan rumah tangga atau membuka pintu atau jendela yang sulit dibuka. Semuanya itu kita lakukan tanpa menyadari bahwa kerja itu dapat merupakan beban yang berat bagi jantung dan pembuluh darah terutama pada orang tua atau mereka yang berpenyakit jantung.
Di negara-negara yang mengalami musim salju seringkali dilaporkan adanya orang yang meninggal dunia segera sesudah membersihkan jalan atau halaman dari salju dengan sekop. Mereka tidak mengira bahwa bila mereka menyekop salju basah dengan kecepatan 10 x semenit selama 1 menit, energi yang dibutuhkan sama dengan naik tangga sampai lantai ke tujuh selama 1 menit. Membawa koper seberat 20 kg selama 2 menit dapat menaikkan tekanan sistolik sampai 45 mmHg dan tekanan diastolik sampai 30 mmHg.
Penggunaan alat-alat olah raga yang banyak memerlukan kerja isometrik seperti barbel dan dumbel juga mengandung resiko bagi mereka yang kesanggupan kardiovaskulernya terbatas. Apa lagi memang kegunaan alat-alat tersebut untuk meningkatkan efisiensi kardiovaskuler atau kemampuan aerobik serta kesegaran jasmani sangat terbatas. Kerja isotonik seperti berjalan atau berlari merupakan kegiatan yang rutin dikerjakan sehari-hari. Orang dengan kemampuan kardiovaskuler yang terbatas dapat segera menghentikan kegiatan itu jika merasa lelah tanpa melampaui batas kesanggupannya?"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1987
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Melati Nabilah Johan
"Sistem kardiovaskular pada lansia mengalami perubahan secara fisiologis selama proses penuaan. Namun, gaya hidup lansia yang kurang sehat menjadi faktor pendukung terjadinya peningkatan tekanan darah secara progresif, yang dapat mengarah pada masalah hipertensi. Seorang lansia kelolaan dalam penulisan ini memiliki gaya hidup merokok dan stres, serta tidak patuh pada program pengobatan yang membuat tekanan darahnya mengalami fluktuasi. Sehingga masalah keperawatan utama yang ditegakan adalah risiko ketidakstabilan tekanan darah dan rencana asuhan keperawatan yang dipilih yaitu manajemen hipertensi melalui modifikasi gaya hidup. Intervensi unggulan cucumber infused water dan terapi slow deep breathing yang merupakan bagian dari modifikasi gaya hidup dilakukan pada pasien. Cucumber infused water melalui perendaman 12 potong mentimun dalam 200 ml air selama 12 jam dan terapi slow deep breathing dengan 6 napas per menit selama 15 menit yang dilakukan selama 12 hari memberikan hasil adanya penurunan tekanan darah. Penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik terjadi sebesar 4,17 mmHg dan 0,42 mmHg setelah penerapan intervensi cucumber infused water serta sebesar 4,67 mmHg dan 2,75 mmHg setelah penerapan intervensi slow deep breathing. Oleh karena adanya efek penurunan pada tekanan darah lansia tersebut, membuat intervensi ini dapat dilakukan secara berkala sesuai indikasi.

The cardiovascular system in elderly undergoes physiological changes during the aging process. However, the unhealthy lifestyle in elderly is a contributing factor to the progressive increase in blood pressure, which can lead to hypertension problems. An elderly managed in this paper has a smoking and stressful lifestyle, and doesn’t comply with a treatment program that makes his blood pressure fluctuate. So that the main nursing problem that is enforced is the risk of blood pressure instability and the chosen nursing care plan is hypertension management through lifestyle modification. The superior intervention of cucumber infused water and slow deep breathing therapy which is part of lifestyle modification is carried out on the patient. Cucumber infused water through soaking 12 pieces of cucumber in 200 ml of water for 12 hours and slow deep breathing therapy with 6 breaths per minute for 15 minutes for 12 days gave the results of lowering blood pressure. The decrease in systolic and diastolic blood pressure occurred by 4.17 mmHg and 0.42 mmHg after the implementation of the cucumber infused water intervention and 4.67 mmHg and 2.75 mmHg after the implementation of the slow deep breathing intervention. Because of the decreasing effect on the elderly's blood pressure, this intervention can be carried out periodically according to indications."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ida Ayu Putu Wilandari Dewi, auhthor
"Kebisingan adalah bunyi yang tidak dikehendaki dan dapat menimbulkan gangguan kesehatan, salah satunya dapat mengakibatkan kenaikan tekanan darah dan apabila terjadi terus menerus akan berakibat pada hipertensi. Hipertensi adalah salah satu penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan yang serius saat ini, dimana 27,5% penduduk di Indondesia menderita hipertensi. Kasus hipertensi di DKI Jakarta terbanyak terdapat di Wilayah Jakarta Timur yaitu 75.099 kasus. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan peningkatan tekanan darah sesudah kerja pada pekerja di PT. Sanggar Sarana Baja Tahun 2013. Penelitian ini menggunakan disain cross sectional dengan jumlah sampel 196 orang.
Hasil penelitian menunjukkan hubungan yang signifikan antara umur (5,97; 3,03–11,76) dan kebiasaan merokok (5,85; 2,91–11,77) dengan kejadian peningkatan tekanan darah. Besar risiko yang dialami oleh pekerja yang berumur > 40 tahun dan memiliki kebiasaan merokok dalam satu hari > 2 batang untuk mengalami kejadian peningkatan tekanan darah adalah 7,87 kali dibandingkan dengan pekerja yang berumur ≤ 40 tahun dan memiliki kebiasaan merokok dalam satu hari ≤ 2 batang.

Noise is unwanted sound and can cause health problems, one of which can result in increased blood pressure and the event will continue to result in hypertension. Hypertension is one of the non-communicable diseases are a serious health problem today, where 27,5% of the population suffers from hypertension in Indondesia. Cases of hypertension in Jakarta are the highest in the East Jakarta District 75.099 cases. This study aims to analyze the risk factors associated with increased blood pressure after work on workers at PT. Sanggar Sarana Baja in 2013. This study uses cross-sectional design with a sample of 196 people.
The results showed a significant relationship between age (5,97; 3,03-11,76) and smoking (5,85; 2,91-11,77) with an increased incidence of blood pressure. Major risks faced by workers aged > 40 years and have a habit of smoking in one day > 2 sticks to experience an increased incidence of blood pressure was 7,87 times compared with workers aged ≤ 40 years and has a habit of smoking in one day ≤ 2 sticks.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T35881
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kartini
"Luka Bakar merupakan suatu kondisi dimana terjadi kerusakan integritas kulit yang dapat menimbulkan nyeri pada pasien. Perawatan luka yang dilakukan dapat menyebabkan nyeri ringan sampai berat. Dampak dari nyeri adalah pelepasan adrenalin yang berdampak pada peningkatan tekanan darah. Metode : menggunakan Quasi-experimental dengan Cross Over Design. Analisa data yang digunakan untuk data numerik skala nyeri pada kelompok kontrol dan intervensi menggunakan uji T berpasangan, sedangkan untuk tekanan darah pada responden yang tidak mendapatkan terapi musik dan yang mendapatkan terapi musik saat perawatan luka menggunakan uji Chi Square. Hasil : secara statistik terdapat perbedaan tingkat skala nyeri yang diberikan terapi musik saat perawatan luka dengan nyeri saat perawatan luka tanpa musik dengan (p=0,001), sedangkan untuk tekanan darah tidak ada pengaruh yang signifikan (p=0,057) . Simpulan : terapi musik dapat digunakan sebagai terapi penunjang saat dilakukan perawatan luka bakar.

Burns is a condition where the skin has damage and cause pain in patients. Wound care can cause unpleasant or painful feelings of pain intensity from mild to severe. The impact of pain is the release of adrenaline which can result in increased blood pressure. Methods: This study used a quasi-experimental with cross over design. Pain scale using the Numeric Pain Scale measuring tool, whereas blood pressure using spignomanometer. To compare the pain scale before being given music therapy and after given music therapy using paired t test analysis, for blood pressure using Chi square analysis. Results: Musical therapy gave a significant effect related to patient’s pain scale during wound care (p=0.001), while it has insignificant effect on blood pressure (p = 0,057). Conclusions: Musical therapy could be use as an adjuvant therapy when wound care is applied on burn patient."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
T41942
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Palmer, Anna
Jakarta: Erlangga, 2007
616.132 PAL t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Simamora, Mario
"ABSTRAK
Latar belakang Pasien penurunan kesadaran merupakan salah satu kasus yang sering ditemui di Instalasi Gawat Darurat IGD Penilaian awal diperlukan untuk memberikan informasi kepada keluarga pasien mengenai kemungkinan yang akan terjadi dan membantu keluarga dalam pengambilan keputusan GCS telah menjadi salah satu penilaian yang digunakan untuk menilai luaran pasien penurunan kesadaran tetapi dinilai masih kurang dalam memprediksi luaran yang terjadi Penelitian ini bertujuan untuk menilai gabungan GCS tekanan darah sistolik dan umur dapat memprediksi luaran pasien penurunan kesadaran Metode Penelitian ini merupakan studi observasional kohort retrospektif 76 pasien penurunan kesadaran yang datang ke IGD RSUPN Cipto Mangunkusumo Peneliti melakukan pencatatan penilaian Glasgow Coma Scale GCS tekanan darah sistolik dan umur saat pasien diperiksa di triase Luaran dinilai setelah dua minggu pasca kedatangan di IGD Hasil Hasil analisis bivariat pada GCS dan umur memperoleh hasil berbeda bermakna antara pasien kelompok luaran buruk dengan kelompok luaran baik p.
ABSTRACT
Background Patients loss of consciousness is one case that is often encountered in the Emergency Room ER The initial assessment is required to provide information to the patient 39 s family about the possibility that will happen and help families in decision making GCS has become one assessment used to assess outcomes of patients with loss of consciousness but is insufficient in predicting the outcome of some cases This study aims to assess the combined GCS systolic blood pressure and age can predict the outcome of patients with loss of consciousness Methods This was a retrospective cohort observational study 76 patients with loss of consciousness that comes into the ER RSUPN Cipto Mangunkusumo Researchers conducted the recording of the Glasgow Coma Scale GCS systolic blood pressure and age when patients checked in triage Outcomes assessed after two weeks after arrival in the emergency room Results The results of the bivariate analysis on the GCS and ages get results significantly different between patients with poor outcome group with good outcome group p ."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Prima Christin Natalia
"Hipertensi adalah penyakit degeneratif yang salah satu faktor penyebabnya adalah penuaan. Penuaan dapat dipicu oleh stres oksidatif, yang mana merupakan ketidakseimbangan antara antioksidan dan RONS (reactive oxygen-nitrogen species). Antioksidan di dalam tubuh ada banyak, salah satunya adalah enzim katalase. Enzim katalase berperan dalam mengubah hidrogen peroksida menjadi air. Sebelumnya, belum diketahui hubungan antara enzim katalase dengan penyakit degeneratif, dalam hal ini adalah hipertensi. Sampel yang digunakan berjumlah 94 sampel. Penelitian dilaksanakan dengan metode cross-sectional. Data yang dibutuhkan adalah tekanan darah dan aktivitas enzim katalase eritrosit. Aktivitas enzim katalase didapatkan dari lisat eritrosit sampel dengan bantuan spektrofotometer yang mana perhitungan absorbansinya dilakukan pada panjang gelombang 210 nm. Keseluruhan data kemudian dianalisis korelasinya menggunakan Uji Korelasi Pearson karena distribusi keseluruhan data normal. Uji T-test juga dilakukan untuk melihat ada atau tidaknya perbedaan antara nilai mean dari data aktivitas enzim katalase kelompok sampel hipertensi dan normotensi. Tidak ada korelasi antara aktivitas enzim katalase dengan tekanan darah sistolik dan diastolik populasi lansia secara keseluruhan (p>0,05). Akan tetapi, ditemukan korelasi lemah pada hubungan antara aktivitas enzim katalase dengan tekanan darah sistolik kelompok populasi normotensi, juga antara aktivitas enzim katalase dengan tekanan darah diastolik kelompok populasi hipertensi (p<0,05). Hasil uji T-test menunjukkan tidak adanya perbedaan signifikan antara nilai mean dari data aktivitas enzim katalase kelompok hipertensi dan normotensi (p>0,05). Aktivitas enzim katalase eritrosit berkorelasi lemah dengan tekanan darah sistolik pada kelompok populasi lansia dengan normotensi, juga dengan tekanan darah diastolik pada kelompok populasi lansia dengan hipertensi.

Hypertension is a degenerative disease which one of the causes being aging. Aging can be triggered by oxidative stress, which is an imbalance between antioxidants and RONS (reactive oxygen-nitrogen species). There are many antioxidants in the body, one of which is the enzyme catalase. Catalase enzyme plays a role in converting hydrogen peroxide into water. Previously, there was no known relationship between the catalase enzyme and degenerative diseases, in this case hypertension. The sample used is 94 samples. The research was carried out using a cross-sectional method. The data needed are blood pressure and erythrocyte catalase enzyme activity. The activity of the catalase enzyme was obtained from the sample erythrocyte lysate with the help of a spectrophotometer where the absorbance calculation was carried out at a wavelength of 210 nm. The entire data was then analyzed for correlation using the Pearson Correlation Test because the overall data distribution was normal. T-test was also performed to see whether or not there was a difference between the mean values of the catalase enzyme activity data for the hypertensive and normotensive groups. There was no correlation between catalase enzyme activity and systolic and diastolic blood pressure in the elderly population as a whole (p>0.05). However, a weak correlation was found in the relationship between catalase enzyme activity and systolic blood pressure in the normotensive population group, as well as between catalase enzyme activity and diastolic blood pressure in the hypertensive population group (p<0.05). The results of the T-test showed that there was no significant difference between the mean values of the catalase enzyme activity data in the hypertension and normotensive groups (p>0.05). The activity of the erythrocyte catalase enzyme was weakly correlated with systolic blood pressure in the normotensive elderly population group, as well as with diastolic blood pressure in the elderly population group with hypertension."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Yusuf Fathoni
"Latar Belakang: Variabilitas Tekanan Darah (VTD) didefinisikan sebagai rerata variasi tekanan darah sepanjang hari dikur dengan Pemeriksaan Tekanan Darah Ambulatori (PTDA). VTD yang berlebihan berpotensi memicu kejadian kardiovaskular terutama pada pasien kardiovaskular dengan resiko tinggi. VTD jangka pendek digunakan sebagai stratifikasi resiko namun masih terdapat ketidak jelasan VTD manakah yang lebih bermakna untuk melihat luaran kariovaskular terutama pada pasien hipertensi dengan penyakit kardiovaskular
Tujuan: Mengetahui hubungan VTD dengan luaran kardiovaskular pada populasi hipertensi dengan penyakit kardiovaskular yang melakukan pemeriksaan PTDA di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita
Metode: Sebuah penelitian kohort retrospektif dengan subjek penelitian hipertensi dengan penyakit kardiovaskular yang melakukan PTDA
Hasil: Dari total 197 subjek yang memenuhi kriteria inklusi terdapat hipertensi sustained sebesar 139 (70,6%). VTD berupa riser sebesar (30.5%), non-dipper (43.1%), dipper (23.9%) dan extreme dipper (2%). Sedangkan untuk lonjakan tekanan darah pagi hari didapatkan sebanyak (50.8%). Selama pemantauan terjadi luaran kardiovaskular sebesar 16,2%. Analisis multivariat menggunakan cox regression menunjukan bahwa variabilitas tekanan darah tidak memiliki hubungan yang bermakna terhadap luaran kardiovaskular
Kesimpulan: Variabilitas tekanan darah berupa penurunan tekanan darah malam hari, lonjakan tekanan darah pagi hari dan weighted Standard deviation tidak berhubungan degan luaran kardiovaskular pada pengamatan minimal 1 tahun."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>