Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13565 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Goldstein, Paul
Boston: Little, Brown and Company, 1994
346.048 2 GOL c I
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Goldstein, Paul
Boston: Little, Brown, 1989
346.048 2 GOL c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Kristian Takasdo
"UU Hak Cipta memberikan hak eksklusif kepada Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, namun ternyata hak eksklusif tersebut tidak sepenuhnya mutlak karena adanya konsep atau doktrin fair use yang memperkenankan tindakan-tindakan penggunaan tertentu yang dapat dilakukan oleh orang lain tanpa meminta persetujuan dari Pencipta atau Pemegang Hak Cipta. Namun, ternyata pengaturan serta praktik doktrin fair use berbeda-beda di tiap negara. Di Indonesia sendiri belum ada praktik pengadilan mengenai doktrin fair use ini, hanya ada pengaturannya saja di Pasal 15 UU Hak Cipta sehingga perlu penafsiran perbandingan untk menafsirkan penerapannya. Dalam Pasal 15 UU Hak Cipta diatur tujuh butir penggunaan yang diperbolehkan terhadap suatu Ciptaan, namun belum jelas apakah doktrin fair use dalam Pasal 15 UU Hak Cipta berlaku untuk semua ciptaan atau tidak.
Penelitian ini membahas perbandingan pengaturan doktrin fair use yang ada di Indonesia dengan pengaturan fair use di Amerika Serikat dan menasfirkan penerapan Pasal 15 UU Hak Cipta melalui perkara-perkara yang ada di Amerika Serikat untuk melihat kemungkinan penerapan Pasal 15 menggunakan pendekatan case law. Di akhir penelitian, Penulis berkesimpulan bahwa doktrin fair use hanya berlaku kepada ciptaan yang mendapatkan perlindungan hak cipta dan penerapan doktrin fair use dalam Pasal 15 UU Hak Cipta dimungkinkan menggunakan pendekatan case law seperti di Amerika Serikat sehingga memerlukan penafsiran hakim untuk menentukan adanya suatu penggunaan yang wajar.

Indonesian Copyright Law provides an Exclusive Rights to Authors or Copyright Owners to announce and reproduce the works, however the exclusive rights are not absolute because there is a concept or a doctrine of Fair Use which allow certain uses made by others without consent from the Authors or Copyright Owners. In fact, regulation and practices of the fair use are vary in every nation. In Indonesia, there are no judicial practices involving fair use doctrine, but there is regulation that provide fair use doctrine in Article 15 Copyright Law. Thus, to interpret Article 15 Copyright Law, a comparative study is required. In Article 15 Copyright Law, it is not clear whether fair use doctrine apply to all works or only to certain works.
This thesis discusses the comparison between fair use regulation in Indonesian Copyright Law and fair use regulation in USA Copyright Law and interpretation of Article 15 Indonesian Copyright Law implementation by using case law in USA. At the end of this thesis, the author concludes that fair use doctrine only apply to copyrighted works and it is possible to use case law approach and, thus, judges interpretation is required to decide a fair use.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S46857
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aryanda Ichsan Ramadhan Putra
"Karakter Fiksi merupakan salah satu unsur yang tidak bisa dipisahkan dari sebuah Karya Fiksi. Namun, Karakter Fiksi, sama halnya dengan sebuah Karya Fiksi, terlahir dari hasil kreasi dan imajinasi dari Pencipta, dengan demikian selayaknya sebuah Karakter Fiksi juga dianggap sebagai sebuah Ciptaan yang dilindungi oleh Hak Cipta. Selain dari hal tersebut adalah bahwa Karakter Fiksi memiliki nilai ekonomi yang sangat besar, hal ini dikarenakan dalam banyak kasus, Karakter Fiksi justru lebih dikenali dibandingkan dengan Karya Fiksi dimana Karakter Fiksi tersebut berasal. Meskipun secara umum Hak Cipta telah memberikan perlindungan kepada Karakter Fiksi, namun tanpa adanya Independensi Karakter Fiksi dalam Peraturan Hak Cipta, perlindungan kepada Karakter Fiksi belumlah cukup.
Ketiadaan Independensi Karakter Fiksi menimbulkan berbagai permasalahan mulai dari inkonsistensi sampai perihal kepastian hukum itu sendiri. Hal ini terjadi dalam berbagai kasus yang terjadi di Negara yang memiliki Industri Kreatif yang telah maju seperti Amerika Serikat dan Jepang. Sehingga desakan mengenai Independensi Karakter Fiksi dalam Hak Cipta ini menjadi meluas. Hal ini juga berlaku di Indonesia sebagai Negara yang sedang berkembang kearah yang positif dalam Industri Kreatifnya. Kasus yang terjadi pada Pak Raden dalam Kasus Si Unyil dapat menjadi pemicu untuk pengimplementasian Independensi Karakter Fiksi dalam Hak Cipta Indonesia.

Fictional Character is an inseparable element from any Fictional Works. However, just like any Fictional Works, a Fictional Character was born from the Creators creative minds and imagination, thus deserved to be called an artistic works which granted a copyright protection. Aside from that, Fictional Character has a huge economic value since in many cases the Fictional Character are more well-known than the Fictional Works where the Fictional Character originated from. Although the Copyright Protection has granted the Fictional Characters a protection in general, the protection itself is not enough without an independent protection in the Copyright Law regarding Fictional Character.
The absence of any Independence in the Copyright Law for Fictional Character have generated some problems which occurred within the Country with advanced Creative Industry such as United States of America and Japan. Therefore, the urgency for the Independency of Fictional Character within Copyright Law has become prevalent in the said Countries. The urgencies are also applied in Indonesia as a country with a positive development in the creative industry. The case that befall Pak Raden in Si Unyil case should serve as a trigger for the implementation of the Independency of Fictional Character within Indonesian Copyright Law.
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T54435
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Parsaulian, Evi Linawaty
"Hak Cipta sebagai bagian dari Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di negara-negara maju telah diperluas pemanfaatannya sebagai agunan untuk mendapatkan kredit atau pembiayaan dari lembaga keuangan. Permasalahan yang dihadapi di Indonesia adalah belum tersedianya suatu ketentuan tentang penggunaan Hak Cipta sebagai agunan dalam sistem penyaluran kredit perbankan serta belum tersedianya lembaga penilai yang memiliki kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap nilai ekonomi dari Hak Cipta.
Metode penelitian yang digunakan dalam rangka penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif dengan analisis data kualitatif. Tujuan memanfaatkan HKI sebagai agunan kredit adalah untuk membantu Pencipta maupun UKM dalam memenuhi kebutuhan modal kerja dan memberikan perlindungan hukum bagi lembaga keuangan perbankan dalam menyalurkan kredit melalui Hak Cipta sebagai agunan.
Meskipun Hak Cipta dapat dimanfaatkan sebagai agunan kredit, namun demikian kedudukannya dalam perjanjian penjaminan adalah bersifat perjanjian tambahan melengkapi suatu perjanjian pokok kredit. Hak Cipta memiliki prospek untuk dijadikan agunan kredit, karena Hak Cipta memiliki nilai ekonomi dan dapat dialihkan baik seluruhnya maupun sebagaian karena pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian tertulis atau sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh oleh peraturan perundang-undangan. Selain itu, perjanjian penjaminan kredit, termasuk menggunakan Hak Cipta sebagai agunan pada umumnya diikat dengan akta notaris yang bersifat baku dan bersifat eksekutoral. Untuk lembaga jaminan yang paling memungkinkan dibebankan pada Hak Cipta sebagai obyek jaminan utang adalah lembaga Jaminan Fidusia mengingat pada jenis obyek jaminan yang berupa benda bergerak yang tidak berwujud dan mengenai penyerahan benda jaminan selama pembebanan fidusia bukan dilakukan kepada bendanya, tetapi kepada nilai ekonominya. Hak Cipta harus didaftarkan ke Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual agar dapat dijaminkan. Pendaftaran ini penting sebagai bukti bahwa pemberi fidusia adalah pemegang hak cipta dan pelaksanaan eksekusi terhadap nilai ekonomi Hak Cipta apabila wanprestasi dalam hal kredit macet melalui lembaga parate executie.

Copyright as a part of Intellectual Property Rights (IPRs) in developed countries have increased their use as collateral to obtain loans or financing from financial institutions. The problem faced in Indonesia is the unavailability of the provisions on the use of Copyright as collateral in loans, the banking system also yet the availability of appraisers that have the ability to provide assessment of the economic value of the Copyright.
The research methods used in the context of this research is normative legal research methods with qualitative data analysis. The purpose utilizes IPR as collateral loan is to assist author and UKM entrepreneurs in fulfill their working capital needs and provide legal protection for banking financial institutions in disbursing working capital loan through Copyright as a collateral. Although the Copyright can be used as loan collateral, but the position in the underwriting agreement to an additional agreement complements the primary credit agreement. Copyright has the prospect to be used on market prices, can be executed, can be transferred either wholly or partly by inheritance, grants, wills, written agreement or other causes that are justified by the law of rules.
In addition, the loan guarantee agreement, including the use of Copyright as collateral is generally associated with the raw action and executorial. To an institution the assurance that most allows charged on copyright as an object loan collateral is considering the fiduciary security on the type of an object the assurance that in the form of a moving object being intangible and on the surrender of security that copyright may be encumbered by fiduciary guarantee provided that the encumbrance be put nor over the copyrighted work, but on its economic value. In order to be secured under fiduciary claim, copyright must be registered with the Directorate General of Intellectual Property Rights. The registration is imperative as a proof that the fiduciary grantor is the holder of the copyright and the implementation of the execution of economic value copyright if breach of contract in terms of nonperforming loan through parate executie.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35122
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Limbong, Hardial
"Hyperlink merupakan salah satu fitur utama dari teknologi world wide web.Terhubungnya satu website dengan website lainnya memudahkan pengguna internet untuk menemukan berbagai informasi yang diinginkan. Disamping kegunaannya yang besar, hyperlink dapat memicu implikasi hukum dalam kondisi-kondisi tertentu, khususnya dalam ranah hukum hak cipta. Di berbagai negara seperti negara - negara Eropa dan Amerika Serikat, tipe - tipe dari hyperlink seperti deeplinking, framing dan inlining menjadi objek dari sengketa - sengketa hak cipta. Pemilik website yang menjadi target dari hyperlink menggugat pihak-pihak yang membuat atau menyediakan hyperlink tersebut dengan basis pelanggaran hak cipta. Mereka berpendapat bahwa tindakan pembuatan atau penyediaan hyperlink merupakan bentuk dari tindakan memperbanyak ataupun mengumumkan konten milik mereka. Di sisi lain, Internet Service Provider seperti penyedian jasa hosting ataupun search engine juga juga tidak luput dari gugatan pemegang hak cipta karena dinilai turut menyebarkan ciptaan milik mereka yang sebelumnya disebarkan oleh orang tanpa izin, oleh karena itu ISP secara tidak langsung bertanggung jawab atas pelanggaran hak cipta yang dilakukan oleh orang lain. Skripsi ini mencoba menganalisis berbagai kasus pelanggaran hak cipta yang berkaitan dengan hyperlink yang terjadi diberbagai negara berdasarkan Undang - Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.

Hyperlink is known to be one of main features of World Wide Web. The way that all website on internet linking each other with hyperlink makes users so easy to find informations that they want because they can move from one to another website without the needs to remembering its URL Address. Despite their clear utility, hyperlinks can raise legal liability issues in certain circumstances especially copyright area. In many countries, like European Country and US, the types of hyperlink like deeplinking, framing and inlining have been subject of copyright litigation because the owner of linked site sued the provider or creator those hyperlink based on copyright infringement. They argue that the act of providing or creating those hypelinks constitute the act of reproduction or dissemination their copyrighted content without autorization. In the other hand,Internet Service Provider like the one who providing web hosting service and search engine also been sued by copyright owner because they argue that the ISP have contribution to find or locate their copyrighted work that have been disseminated without their authorization by others, so they have secondary liability from copyright infringement that done by the others. This thesis try to discuss those many hyperlinking case that happened in foreign country based on Law No.19 Year 2002 Concerning Copyright."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S45914
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyan Ratna Sari
"Skripsi ini membahas mengenai kemungkinan perlindungan Surakarta batik motif yang termasuk ke dalam salah satu jenis folklore berdasarkan UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Selain itu, dibahas pula mengenai pemanfaatan motif batik Surakarta secara ekonomis oleh orang nonSurakarta yang berkewarganegaraan Indonesia maupun yang berkewarganegaraan asing. Pembahasan perihal pemanfaatan motif batik Surakarta ini ditinjau dari ketentuan Pasal 10 UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Semua pembahasan ini dikaitkan pula dengan tindakan pendaftaran yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Surakarta atas lebih dari seratus motif batik tradisional Surakarta. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan metode analisis kualitatif.
Hasil dari penelitian ini adalah perlindungan motif batik Surakarta melalui UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta adalah kurang dimungkinkan. Dalam hal pemanfaatannya, motif batik Surakarta dapat turut dimanfaatkan secara ekonomis oleh orang nonSurakarta, baik yang berkewarganegaraan Indonesia maupun warga negara asing. Namun, pemanfaatan oleh warga negara asing memerlukan izin terlebih dahulu dari negara sebagai pemegang hak cipta.
Hasil dari penelitian ini menyarankan agar perlindungan motif batik Surakarta yang merupakan salah satu jenis folklore dilakukan melalui suatu peraturan tersendiri (sui generis) yang terpisah dari ketentuan hukum hak cipta. Selain itu, peraturan yang terpisah tersebut juga harus dapat menjamin dan melindungi hak-hak ekonomi masyarakat lokal.

This thesis discusses about possibility of Surakarta batik motif protection as one of type folklore base on Law No. 19 Year 2002 on Copyright. Besides, in this thesis is worked through too about the utilization of Surakarta batik motif economically by nonSurakarta?s person who gets Indonesian civics and also one gets strange civics. Study about this utilization matter of Surakarta batik motif is sighted of article 10 of Law No. 19 Year 2002 on Copyright. All this study is also concerned with registration action that had been done by Local Government of Surakarta toward more than a hundred Surakarta traditional batik motifs. This research is a juridical normative by qualitative analysis method.
The results of this study are the protection of Surakarta batik motif with Law No. 19 Year 2002 on Copyright is insufficiently been enabled. In term its exploit, Surakarta batik motif can terminological to utilize economically by nonSurakarta?s person that gets Indonesian civics and also strange citizen. But, exploit by strange citizen require beforehand permit of state as holding as copyright.
The results of this study suggest that the protection of Surakarta batik motif as one of type folklore should be done with another regulation one (sui generis) that separates from copyright law rule. Besides, the regulation that separately shall also gets to secure and protect economic rights of local society.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S46572
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Drias Rachmatirtani
"Skripsi ini membahas mengenai doktrin fiksasi, khususnya terkait dengan interpretasinya dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. UUHC Doktrin fiksasi merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi sebuah karya agar dapat memperoleh perlindungan hak cipta, hal tersebut dinyatakan pertama kali dalam The Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic Works The Berne Convention sebagai konvensi internasional pertama terkait dengan hak cipta. Indonesia sebagai salah satu negara penandatangan The Berne Convention turut menerapkan syarat tersebut. UUHC dalam Pasal 1 ayat 13 memberikan definisi mengenai fiksasi sebagai "Fiksasi adalah perekaman suara yang dapat didengar, perekaman gambar atau keduanya, yang dapat dilihat, didengar, digandakan, atau dikomunikasikan melalui perangkat apapun";. Namun definisi fiksasi dalam UUHC diterjemahkan dari WIPO Performance and Phonograms Treaty yaitu perjanjian internasional yang hanya mencangkup pertunjukan dan fonogram. Dengan seluruh jenis karya yang dilindungi sebagaimana yang dicantumkan Pasal 40 ayat 1 UUHC, penerapan definisi fiksasi tersebut tidak tepat. Walaupun hal tersebut tidak menimbulkan permasalahan hukum yang serius, tetapi hasil penelitian menyarankan bahwa suatu revisi terhadap Pasal 1 ayat 13 UUHC perlu dilakukan.

This thesis emphasize on the fixation doctrine, especially with regards to its interpretation under the Law No. 28 of 2014 on Copyright Copyright Law . Fixation doctrine is one of the requirements in which necessary to be satisfied in order to obtain the protection by copyrights, such action was initiated since the enactment of The Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic Works The Berne Convention as the first international convention on copyrights. Indonesia as one of the member states The Berne Convention too apply the requirement in its law. In Article 1 point 13 of the Copyright Law, fixation is defined as "Fixation is an audible sound recording, recording images or both, the which can be seen, heard, Reproduced, or otherwise communicated through any device". However, the definition of fixation as set forth in the Copyright Law was translated from Article 2 point c of WIPO Performance and Phonograms Treaty, namely an international treaty in which only covers performance and phonograms. With all of the protected works set forth in Article 40 point 1 of the Copyright Law, the interpretation of the aforementioned definition of fixation seemed to be incorrect. Although it does not create serious legal consequences, the research resulted to a recommendation that a revision on Article 1 point 13 of the Copyright Law is necessary.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S67223
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rifanto Adinugraha
"Skripsi ini membahas mengenai kedudukan Hak Privasi Orang yang Dipotret dihadapkan dengan Doktrin Fair Use atas Potret di Indonesia berdasarkan UU No. 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain preskriptif analisis. Hasil penelitian menyarankan bahwa dalam membuat pengaturan mengenai perlindungan khusus terhadap kepentingan Orang yang Dipotret dalam Undang-undang Hak Cipta Indonesia, pemerintah seharusnya membagi pengaturan tersebut berdasarkan kesadaran Orang yang Dipotret atas pembuatan Potretnya; perlindungan perlu diberikan kepada orang yang dianggap belum cakap hukum dan orang yang berada di bawah pengampuan oleh Undangundang; tetap mempertahankan bentuk perlindungan kepentingan Orang yang Dipotret terhadap tindakan penggunaan Potret dirinya yang dilakukan oleh setiap orang.

The focus of this study about the position of Privacy Right of the Person Portrayed facing the Fair Use Doctrine on Portrait in Law Number 28 of 2014 Concerning Copyright. This research is qualitative with prescriptive analysis. The result of this research suggest that in making regulation regarding the special protection of the interests of the Person Portrayed in Indonesian Copyright Law, the government should divide the regulation based on the consciousness of the Person Portrayed on portrait-making; protection should be given also to those who are considered not competent in front of the law and those who are under guardianship by the law; retaining the protection form of the interests of the Person Portrayed against the using of their Portrait performed by every person."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S59185
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>