Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 133334 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Iqbal
"Dengan target penerimaan pajak Indonesia yang terus meningkat, tuntutan untuk meningkatkan tax ratio, jumlah wajib pajak yang besar, dan sumber daya manusia yang terbatas maka dibutuhkan suatu alat bantu yang terukur untuk menilai dan menguji tingkat kepatuhan wajib pajak. Benchmark Behavioral Model merupakan salah satu alat dari Direktorat Jenderal Pajak untuk memetakan kepatuhan wajib pajak badan. Metode ini merupakan pengembangan dari metode sebelumnya yaitu Total Rasio Benchmarking. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui latar belakang penyempurnaan metode Benchmarking dan kaitannya dengan pemeriksaan pajak. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan metode deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa metode Total Rasio Benchmarking memiliki beberapa kelemahan sehingga diganti dengan Benchmark Behavioral Model. Benchmark Behavioral Model ini bisa membantu tugas Account Representative dalam melakukan pengawasan. Selain itu, metode ini juga bisa digunakan sebagai alat bantu bagi pemeriksa sebagai pedoman awal pemeriksaan.

Due increasing tax revenue target of Indonesia, demand to increase tax ratio, huge amount of taxpayer, and limited human resources, it is required to have a measured supporting tools to validate and test the taxpayer’s compliance. Benchmark Behavioral Model is one of the method used by Tax Authority to mapping taxpayer’s compliance in Indonesia. This method developed from previous method called Total Ratio Benchmarking. The objective of this research is to understand background fixing benchmarking method and how it related to tax audit. The approach used in this research is qualitative with descriptive method. Results of this research showed from evaluating Total Rasio Benchmarking, there are so many weakness that try to fixed in Benchmark Behavioral Method. Beside that Benchmark Behavioral Method could help account representative task to control taxpayer. Furthermore, this method could also used by auditor as supporting tools as early direction in auditing."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S47465
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mochamad Febrian Nurdhin
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menilai efektivitas implementasi metode Benchmark Behavior Model BBM dalam pengawasan kepatuhan Wajib Pajak Badan dan untuk mengetahui implementasi Benford rsquo;s Law Model sebagai alternatif metode BBM dalam mengawasi kepatuhan Wajib Pajak Badan. Metode riset yang digunakan dalam penelitian ini adalah mixed method melalui wawancara dan kuisioner kepada Account Representative di Lingkungan Kanwil DJP Jakarta Selatan II serta dengan melakukan pengujian kuantitatif pada elemen-elemen pos SPT Tahunan PPh Badan 1771 tahun pajak 2015. Berdasarkan hasil wawancara dan kuisioner diperoleh hasil bahwa implementasi metode BBM ini tidak efektif dan diperlukan metode baru sebagai alat dalam pengawasan kepatuhan Wajib Pajak Badan. Berdasarkan hasil pengujian kuantitatif pada pos SPT Tahunan PPh Badan 1771 diperoleh hasil bahwa Benford rsquo;s Law Model dapat dipergunakan sebagai salah satu metode alternatif dalam mengawasi kepatuhan Wajib Pajak.

ABSTRACT
This research aims to assess the effectiveness of Benchmark Behavior Model BBM implementation method for identifying tax payer rsquo s compliance and to know the implementation of Benford rsquo s Law Model as an alternative method of BBM. Research method used in this research is mixed method through interviews and distribution of questionnaires to Account Representative in Directorate General of Tax Regional South Jakarta II and by conducting quantitative testing on the elements of post tax returns Annual Income Tax 1771 tax year 2015. According to the interviews and distributed questionnaires, it can be informed that implementation of BBM method is not effective and required a new method as a tool in overseeing tax payer rsquo s compliance. Based on testing in the elements of post tax returns Annual Income Tax 1771, it can be informed that Benford 39 s Law Model can be used as an alternative method in overseeing tax payer rsquo s compliance."
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kamilia Karamina
"ABSTRAK
Pada tahun 2015, pemeriksa pajak melakukan koreksi atas tiga akun baya PT X, yakni biaya bunga atas leasing fee pada pihak afiliasi, biaya bunga atas pinjaman afiliasi, dan juga kerugian selisih kurs. Dasar hukum koreksi adalah Pasal 18 Ayat (3) UU Pajak Penghasilan dengan pendekatan benchmark debt to equity ratio (DER) PT X dengan DER wajar perusahaan pembanding, dimana DER PT X bernilai -34,8797, sedangkan rentang interkuartil DER perusahaan pembanding bernilai positif. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis penerapan DER PT X pada tahun pajak 2013 ditinjau dari asas certainty (kepastian). Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan paradigma post-positivis dengan teknik pengumpulan data berupa wawancara mendalam dan studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dasar koreksi yang dilakukan pemeriksa atas biaya usaha PT X memenuhi asas certainty dalam dimensi objek dan subjek yang diatur dan ruang lingkup materi yang diatur. Sementara itu dasar koreksi tersebut tidak memenuhi asas certainty dalam dimensi pendefinisian, perluasan materi yang diatur, dan juga istilah baku dalam ketentuan DER. Majelis Hakim membatalkan koreksi pemeriksa atas ketiga akun biaya tersebut dengan poin yang memberatkan pemeriksa karena adanya pengertian ganda dalam interpretasi pendekatan benchmark yang dilakukan oleh pemeriksa."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chaidir Ali
"Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UUP3) lahir dari adanya pendelegasian kewenangan mengatur yang timbul dari ketentuan Pasal 22A UUD 1945. Dimana pada ketentuan Pasal 22A UUD 1945 menentukan bahwa ketentuan lebih lanjut tentang pembentukan undang-undang diatur dengan undang-undang. Hal tersebut menunjukkan bahwa materi muatan mengenai mekanisme teknis formil pembentukan undang-undang bukanlah materi muatan UUD 1945 sebagai konstitusi Republik Indonesia. Hal tersebut pun berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan memperoleh dukungan dari teori konstitusi yang menyatakan bahwa materi muatan konstitusi senantiasa berisikan hal yang pokok dan penting. Misalnya seperti jaminan hak asasi manusia maupun norma fundamental ketatanegaraan seperti pengaturan tugas, fungsi, dan pengisian lembaga utama negara. Meskipun demikian pada konteks Indonesia materi muatan tentang pembentukan undang-undang yang diatur di dalam UUP3 tersebut memiliki signifikansi dalam pengujian konstitusionalitas undang-undang di Indonesia. Sebab sejak amandemen ketiga UUD 1945, Republik Indonesia telah membentuk lembaga negara baru berupa Mahkamah Konstitusi yang salah satu wewenangnya adalah untuk melakukan pengujian undang-undang terhadap UUD 1945. Akan tetapi bentuk pengujian undang-undang tersebut tidaklah dibatasi dalam artian materil semata atau juga dalam segi formil. Pada praktiknya sejak berdiri pada 2003 yang lalu, Mahkamah Konstitusi secara kontinu menerima dan memutus pengujian materil maupun formil konstitusionalitas undang-undang. Sehubungan dengan pelaksanaan pengujian formil konstitusionalitas undang-undang ini lah UUP3 akhirnya memiliki signifikansi untuk diberikan kedudukan sebagai tolok ukur dalam pengujian tersebut. Hal tersebut disebabkan oleh minimnya pengaturan terkait pembentukan undang-undang di dalam UUD 1945. Meskipun UUD 1945 telah menetapkan sejumlah landasan berpikir dan prinsip proses pembentukan undang-undang, akan tetapi UUD 1945 tidaklah mengatur mengenai ketentuan metode dan teknis formil pembentukan undang-undang. Sebab hal tersebut memang bukanlah materi muatan UUD 1945 secara teoretik. Dengan demikian UUP3 khusus dalam konteks pengujian formil konstitusionalitas undang-undang harus digunakan sebagai tolok ukur dalam pengujian tersebut. Karena jika hal tersebut tidak diterapkan maka sudah barang tentu Mahkamah Konstitusi akan mengalami kesulitan dalam memutus permohonan pengujian formil konstitusionalitas undang-undang yang diterimanya. Pandangan tersebut pun memperoleh dukungan dari sejumlah teori hierarki norma, judicial review, maupun pendekatan konsep pendelegasian kewenangan mengatur. Selain itu pada praktiknya terdapat sedikitnya 22 (dua puluh dua) Putusan Mahkamah Konstitusi yang menggunakan UUP3 dalam kedudukannya sebagai tolok ukur dalam pengujian formil konstitusionalitas undang-undang.

The Law on the Establishment of Legislation (UUP3) was emerged from the delegation of regulatory authority arising from the provisions of Article 22A of the 1945 Constitution. Where the provisions of Article 22A of the 1945 Constitution stipulate that further provisions regarding the formation of laws are regulated by law. This shows that the content material regarding the formal technical mechanism of forming laws is not the content material of the 1945 Constitution as the constitution of the Republic of Indonesia. This is also based on the results of the analysis that has been carried out to obtain support from constitutional theory which states that constitutional content material always contains basic and important matters. For example, such as guarantees of human rights and constitutional fundamental norms such as the arrangement of tasks, functions, and the filling of the main state institutions. Nevertheless, in the Indonesian context, the content material regarding the formation of laws regulated in the UUP3 has significance in examining the constitutionality of laws in Indonesia. Because since the third amendment to the 1945 Constitution, the Republic of Indonesia has established a new state institution in the form of the Constitutional Court, one of whose powers is to review laws against the 1945 Constitution. In practice, since its establishment in 2003, the Constitutional Court has continuously accepted and decided on material and formal reviews of the constitutionality of laws. In connection with the implementation of the formal review of the constitutionality of laws, the UUP3 finally has the significance of being given a position as a benchmark in this review. This is caused by the lack of regulation regarding the formation of laws in the 1945 Constitution. Although the 1945 Constitution has stipulated a number of rationale and principles for the process of forming laws, the 1945 Constitution does not regulate provisions regarding formal methods and techniques for forming laws. This is because it is not theoretically content material of the 1945 Constitution. Thus the UUP3 in the context of formal review of the constitutionality of laws must be used as a benchmark in this review. Because if this is not implemented, of course the Constitutional Court will experience difficulties in deciding the application for a formal review of the constitutionality of the law it receives. This view has also received support from a number of normative hierarchical theories, judicial review, as well as the delegation of regulatory authority concept approach. Besides that, in practice there are at least 22 (twenty two) Constitutional Court Rulings that use UUP3 in its position as a benchmark in the formal review of the constitutionality of laws."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Makalah ini memaparkan hasil pengembangan beberapa model acuan un
tuk menentukan jumlah stasiun pencatat percepatan gempabumi kuat pada tingkatan negara berdasarkan kondisi geografis, demografis, dan sosial-ekonomi. Beberapa model ini dapat digunakan dalam pengembangan lebih lanjut sistem pencatat gempa bumi kuat Indonesia. Dasar pengembangan model adalah sistem serupa di Selandia Baru, Jepang, Taiwan, Iran, Turki, dan Italia. Parameter jumlah
stasiun pencatat yang diusulkan adalah jumlah stasiun per 1000 km2
luas daratan, dan tiga buah model regresi eksponensial telah dikembangkan berdasarkan fungsi kepadatan penduduk negara, fungsi
Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita, dan fungsi Indeks Daya-Saing Global (GCI) kelompok Persyaratan Dasar. Berdasarkan tiga model
ini, jumlah minimum stasiun pencatat yang dibutuhkan adalah sekitar 750 stasiun.

Abstract
An empirical study to develop benchmark models at country-level to assess the suggested number of earthquake strong-motion stations based on a framework encompassing geographic, demographic, and socio-economic parameters is reported. The models are to provide a working estimate of the required number of stations for improving the strong-motion instrumentation program of Indonesia. National earthquake strong-motion networks of New Zealand, Japan,
Taiwan, Iran, Turkey, and Italy were used as the references.
The parameter proposed is the number of stations in land area of 1,000 km2, and three models based on the exponential regression analysis are presented as functions of population density, Gross Domestic Product (GDP) per capita, and the Global Competitiveness Index (GCI) Basic Requirements Index. Using the models, it is suggested that Indonesia would require at least 750 stations."
[Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia, Fakultas Teknik Universitas Indonesia], 2012
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Shabrina Salsabila Kurniawan
"Aplikasi food and beverage (F&B) menjadi salah satu kategori aplikasi mobile dengan unduhan terbanyak, sehingga membuat brand makanan dan minuman mengembangkan aplikasi mereka sendiri. Namun, aplikasi tersebut menghadapi tantangan seperti rating dan minat penggunaan yang rendah serta churn rate yang tinggi. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi dimensi perceived value dan pengaruhnya terhadap kepuasan dan brand attachment, serta pengaruh dari kepuasan dan brand attachment terhadap luaran perilaku pengguna (behavioral outcomes) yaitu purchase intention, continuance intention, dan word of mouth intention dalam konteks aplikasi F&B. Pendekatan mixed-method digunakan dalam penelitian ini. Melalui analisis kualitatif dengan thematic analysis, ditemukan lima dimensi perceived value, yaitu functional value, emotional value, monetary value, epistemic value, dan conditional value. Temuan ini diintegrasikan dengan social influence, Expectation-Confirmation Model (ECM), serta brand attachment, dan dianalisis secara kuantitatif menggunakan Partial Least Square Structural Equation Model (PLS-SEM) terhadap 728 pengguna aplikasi F&B. Hasil menunjukkan bahwa kelima dimensi perceived value memengaruhi kepuasan, dan hanya functional value yang tidak memengaruhi brand attachment. Dimensi-dimensi perceived value tersebut juga dipengaruhi oleh social influence dan confirmation, terkecuali untuk dimensi functional value yang tidak dipengaruhi oleh social influence. Ditemukan juga bahwa kepuasan dan brand attachment memengaruhi ketiga behavioral outcomes. Penelitian ini memberikan wawasan bagi pengembang dan perusahaan di berbagai industri untuk meningkatkan kualitas aplikasi sehingga dapat mempertahankan pengguna dan meningkatkan penjualan melalui aplikasi tersebut.

Food and beverage (F&B) apps are among the most downloaded mobile app categories, leading food and beverage brands to develop their apps. However, these apps face challenges such as low rating, low usage interest, and high churn rate. This study aims to identify the dimensions of perceived value and their influence on satisfaction and brand attachment, also the influence of satisfaction and brand attachment on users' behavioral outcomes, namely purchase intention, continuance intention, and word-of-mouth intention in the context of F&B apps. A mixed-method approach was used in this study. Through qualitative analysis using thematic analysis, found that five dimensions of perceived value are functional, emotional, monetary, epistemic, and conditional. These values were integrated with social influence, expectation-confirmation model (ECM), and brand attachment and analyzed quantitatively using Partial Least Square Structural Equation Model (PLS-SEM) on 728 F&B app users. Results show that the five dimensions of perceived value influence satisfaction by being influenced by social influence and confirmation, with only functional value not influencing brand attachment and not being influenced by social influence. Additionally, satisfaction and brand attachment influenced all three behavioral outcomes. This research provides insights for developers and companies in various industries to improve app quality to retain users and increase sales through their apps."
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadhira Rachma Salsabila Anandra
"Aplikasi food and beverage (F&B) menjadi salah satu kategori aplikasi mobile dengan unduhan terbanyak, sehingga membuat brand makanan dan minuman mengembangkan aplikasi mereka sendiri. Namun, aplikasi tersebut menghadapi tantangan seperti rating dan minat penggunaan yang rendah serta churn rate yang tinggi. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi dimensi perceived value dan pengaruhnya terhadap kepuasan dan brand attachment, serta pengaruh dari kepuasan dan brand attachment terhadap luaran perilaku pengguna (behavioral outcomes) yaitu purchase intention, continuance intention, dan word of mouth intention dalam konteks aplikasi F&B. Pendekatan mixed-method digunakan dalam penelitian ini. Melalui analisis kualitatif dengan thematic analysis, ditemukan lima dimensi perceived value, yaitu functional value, emotional value, monetary value, epistemic value, dan conditional value. Temuan ini diintegrasikan dengan social influence, Expectation-Confirmation Model (ECM), serta brand attachment, dan dianalisis secara kuantitatif menggunakan Partial Least Square Structural Equation Model (PLS-SEM) terhadap 728 pengguna aplikasi F&B. Hasil menunjukkan bahwa kelima dimensi perceived value memengaruhi kepuasan, dan hanya functional value yang tidak memengaruhi brand attachment. Dimensi-dimensi perceived value tersebut juga dipengaruhi oleh social influence dan confirmation, terkecuali untuk dimensi functional value yang tidak dipengaruhi oleh social influence. Ditemukan juga bahwa kepuasan dan brand attachment memengaruhi ketiga behavioral outcomes. Penelitian ini memberikan wawasan bagi pengembang dan perusahaan di berbagai industri untuk meningkatkan kualitas aplikasi sehingga dapat mempertahankan pengguna dan meningkatkan penjualan melalui aplikasi tersebut.

Food and beverage (F&B) apps are among the most downloaded mobile app categories, leading food and beverage brands to develop their apps. However, these apps face challenges such as low rating, low usage interest, and high churn rate. This study aims to identify the dimensions of perceived value and their influence on satisfaction and brand attachment, also the influence of satisfaction and brand attachment on users' behavioral outcomes, namely purchase intention, continuance intention, and word-of-mouth intention in the context of F&B apps. A mixed-method approach was used in this study. Through qualitative analysis using thematic analysis, found that five dimensions of perceived value are functional, emotional, monetary, epistemic, and conditional. These values were integrated with social influence, expectation-confirmation model (ECM), and brand attachment and analyzed quantitatively using Partial Least Square Structural Equation Model (PLS-SEM) on 728 F&B app users. Results show that the five dimensions of perceived value influence satisfaction by being influenced by social influence and confirmation, with only functional value not influencing brand attachment and not being influenced by social influence. Additionally, satisfaction and brand attachment influenced all three behavioral outcomes. This research provides insights for developers and companies in various industries to improve app quality to retain users and increase sales through their apps."
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alifiyah Nur Rochmah Ariandri
"Aplikasi food and beverage (F&B) menjadi salah satu kategori aplikasi mobile dengan unduhan terbanyak, sehingga membuat brand makanan dan minuman mengembangkan aplikasi mereka sendiri. Namun, aplikasi tersebut menghadapi tantangan seperti rating dan minat penggunaan yang rendah serta churn rate yang tinggi. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi dimensi perceived value dan pengaruhnya terhadap kepuasan dan brand attachment, serta pengaruh dari kepuasan dan brand attachment terhadap luaran perilaku pengguna (behavioral outcomes) yaitu purchase intention, continuance intention, dan word of mouth intention dalam konteks aplikasi F&B. Pendekatan mixed-method digunakan dalam penelitian ini. Melalui analisis kualitatif dengan thematic analysis, ditemukan lima dimensi perceived value, yaitu functional value, emotional value, monetary value, epistemic value, dan conditional value. Temuan ini diintegrasikan dengan social influence, Expectation-Confirmation Model (ECM), serta brand attachment, dan dianalisis secara kuantitatif menggunakan Partial Least Square Structural Equation Model (PLS-SEM) terhadap 728 pengguna aplikasi F&B. Hasil menunjukkan bahwa kelima dimensi perceived value memengaruhi kepuasan, dan hanya functional value yang tidak memengaruhi brand attachment. Dimensi-dimensi perceived value tersebut juga dipengaruhi oleh social influence dan confirmation, terkecuali untuk dimensi functional value yang tidak dipengaruhi oleh social influence. Ditemukan juga bahwa kepuasan dan brand attachment memengaruhi ketiga behavioral outcomes. Penelitian ini memberikan wawasan bagi pengembang dan perusahaan di berbagai industri untuk meningkatkan kualitas aplikasi sehingga dapat mempertahankan pengguna dan meningkatkan penjualan melalui aplikasi tersebut.

Food and beverage (F&B) apps have become one of the most downloaded mobile app categories, leading food and beverage brands to develop their apps. However, these apps face challenges such as low rating and usage interest, as well as high churn rate. This study aims to identify the dimensions of perceived value and their influence on satisfaction and brand attachment, as well as the influence of satisfaction and brand attachment on users' behavioral outcomes, namely purchase intention, continuance intention, and word-of-mouth intention in the context of F&B apps. A mixed-method approach was used in this study. Through qualitative analysis using thematic analysis, found that five dimensions of perceived value are functional, emotional, monetary, epistemic, and conditional. These values were integrated with social influence, expectation-confirmation model (ECM), and brand attachment and analyzed quantitatively using the Structural Equation Model Partial Least Square (PLS-SEM) on 728 F&B app users. Results show that the five dimensions of perceived value influence satisfaction, and only functional value that does not influence brand attachment. These perceived value dimensions are also influenced by social influence and confirmation, except for the functional value dimension which is not influenced by social influence. It was also found that satisfaction and brand attachment influenced all three behavioral outcomes. This research provides insights for developers and companies in various industries to improve the quality of their apps to retain users and increase their sales through their apps."
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Halimah Tun Syakdiah
"Skripsi ini membahas perkembangan metodologi dalam ilmu ekonomi. Perkembangan tersebut berupa ekonomi perilaku yang mengangkat peran asumsi yang tidak riil dan realisme psikologis. Asumsi yang tidak riil merupakan hipotesis para ekonom untuk memperoleh gambaran mengenai persoalan ekonomi. Sedangkan realisme psikologis sebagai cara untuk mengidentifikasi persoalan tersebut. Dalam upaya mengangkat pentingnya peran realisme ilmiah dan penelitian psikologi untuk memperoleh pengetahuan yang benar. Ekonomi perilaku mendasarkan pengetahuan pada realitas teramati berupa perilaku manusia Human behaviour . Dengan demikian, ekonomi perilaku mampu menganalisis proses pembuatan keputusan ekonomi yang dilakukan oleh individu hingga perilaku sosial melalui pemodelan Loss Aversion.

This study discusses the development of methodology in economics. The development are behavioral economics. Behavioral economics that raises the role of unrealistic assumptions and psychological realism. Unrealistic assumptions are the economist's hypothesis to get a abstraction of the economic problem. While psychological realism as a way to identify the problem. In an effort to raise the importance of the role of scientific realism and psychological research to obtain correct knowledge. The behavioral economics bases knowledge on the observed reality of human behavior. Thus, behavioral economics is able to analyze the economic decision making processes undertaken by individuals to social behavior through the modeling of Loss Aversion.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2017
S69387
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>