Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2490 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Devi Roswita
"Skripsi ini mengkaji tentang rekacipta dan komodifikasi tradisi Buka Palang Pintu sebagai tradisi asli Betawi. Ada dua komponen kesenian Betawi yang wajib ditampilkan pada setiap pelaksanaan tradisi ini, yaitu pencak silat dan sike. Tradisi Buka Palang Pintu awalnya merupakan tradisi upacara yang kental akan unsur religi dan hanya dilaksanakan pada resepsi pernikahan orang Betawi. Sosok jawara sebagai penjaga kampung berperan penting sebagai pelakon dalam tradisi. Seiring perubahan zaman, tradisi Buka Palang Pintu kini bertransformasi sebagai tradisi komoditas yang juga dilaksanakan pada acara-acara di luar pernikahan.
Pelakon tradisi bukan lagi jawara kampung, melainkan para seniman Palang Pintu yang merupakan anggota sanggar Betawi. Perubahan tersebut tidak lepas kaitannya dari peran Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, LKB, dan sanggar Betawi sebagai agen-agen rekacipta. Komodifikasi tradisi Buka Palang Pintu yang dilakukan oleh para agen rekacipta memiliki ‘nilai jual’ yang berpeluang dalam rangka mencapai tujuan ekonomi. Tujuan tersebut sekaligus membuat eksistensi tradisi Buka Palang Pintu lebih bertahan karena mampu mendatangkan keuntungan finansial kepada sejumlah pihak dengan kemasan yang lebih menghibur.

This undergraduate thesis examines the re-invention and co-modification of Buka Palang Pintu tradition as the original tradition of Betawi. There are two elements of Betawi's art that have to be presented in every implementation of this tradition, they are Pencak Silat and Sike. Buka Palang Pintu tradition originally is a ritual tradition that is rich of religious elements, which used to only be implemented at wedding ceremonies of Betawi people. The Jawara as the guardian of the village has important role as the actor in this tradition. As the time goes by, the Buka Palang Pintu tradition now has transformed into commodities of tradition which is also be presented in any events beside the wedding ceremony.
The actor of the tradition is not the warrior of the village anymore, but the artist of Palang Pintu that are the members of Betawi's art studio. This change is also related to the role of the government of Jakarta, LKB, and Betawi's art studio as the agents of reinvention. The co-modification of Buka Palang Pintu tradition that is presented by the agents has a 'selling-value' that will be able to attain the economic goal. That goal also makes the existence of Buka Palang Pintu tradition last, because it can gain the financial income to several agents with a more entertaining package.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S46469
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1990
S35480
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sondakh, Sonya Indriati
"Masyarakat Minahasa memiliki tradisi panen yang sudah bertahan sangat lama. Ketika masih mempraktikkan religi tradisionalnya, masyarakat Minahasa melaksanakan fosso rumages (ritual persembahan) yang dipersembahkan kepada Opo Empung Wailan Wangko (Tuhan Yang Maha Besar) dan Opo Wananatas (leluhur). Ketika masyarakat Minahasa sudah menerima agama Kristen yang telah diperkenalkan selama ratusan tahun di Minahasa oleh para misionaris, muncul tradisi panen dalam bentuk baru yang melibatkan gereja yang dikenal sebagai Pengucapan Syukur. Mengucap syukur adalah inti ajaran Kristen dan ajaran ini sejalan dengan banyak kepercayaan tradisional masyarakat agraris yang melaksanakan ritual bersyukur atas panen sesuai dengan masa panen tanaman pangan tertentu. Seperti juga tradisi panen di tempat lain yang melibatkan makanan, tradisi panen Minahasa ini berfokus pada makanan tradisional yang dimakan bersama dalam perayaan Pengucapan Syukur di rumah warga. Penelitian ini bertujuan memahami dan mengungkap transformasi atau perubahan yang terjadi pada tradisi panen ini mulai dari periode kepercayaan tradisional hingga periode kepercayaan Krissten. Di samping itu, penelitian ini juga akan mengungkap bagaimana masyarakat Minahasa dapat mengelola, mempertahankan, dan kemudian mewariskan ritual-ritual dalam tradisi panen ini. Menggunakan pemikiran Schechner tentang konsep Pertunjukan dalam kaitannya dengan ritual, penelitian ini memperlakukan ritual-ritual sebagai Pertunjukan yang melibatkan dua kutub: kemujaraban (efficacy) dan hiburan (entertainment). Sebagai penelitian kualitatif, penelitian ini menggunakan metode etnografi untuk dapat menangkap dan merekam kegiatan-kegiatan sehari-hari yang menjadi bagian penting dalam pelaksanaan perayaan Pengucapan Syukur.

The people of Minahasa has been practicing a harvest tradition for so long. When they were still practicing their traditional religion, the Minahasans perfomed fosso rumages (offering ritual) which was offered to the God Almighty and their ancestors. When the Minahasans accepted a new faith, Christianity, which was introduced by the Europeans (especially the Dutch missionaries) for centuries, emerged a harvest tradition in a new form involving Christian church called Pengucapan Syukur (Thanksgiving). To be always grateful is one of the Christians teachings which seemingly shares the same spirit with so many agrarian traditional communities who practice rituals to express their gratefulness for the abundant harvest of particular crops. As all the harvest traditions in other places, both in Indonesia and around the world, involving food, this harvest tradition of Minahasans focuses on their traditional foods that they eat togehter in the celebration of Thanksgiving at people’s house. This research aims at understanding and uncover how this thanksgiving tradition has survived from the period of traditional faith to Christian faith. Furthermore, this research is also to reveal how the Minahasans were able and are still able to manage, preserve and transmit the rituals of this particular harvest tradition. Utilizing Schechner’s concept of Performance in its relation to rituals, this research treats rituals as Performance in its polarity between efficacy and entertainment. As a qualitative research, this investigation uses ethnographic method in order to grasp and record the daily life activities that are of great importance in the celebration of thanksgiving of the people of Minahasa.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Neysa Prima Ridzkia
"Skripsi ini membahas tentang budaya teh serta upacara minum teh di Korea sebagai bagian dari kebudayaan Korea yang dilatarbelakangi oleh nilai-nilai ajaran Konfusianisme, Buddhisme, dan Taoisme. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai-nilai kebudayaan yang melatarbelakangi tradisi upacara minum teh di Korea dan penerapan nilai-nilai Darye dalam upacara minum teh. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif berupa pemaparan atau penggambaran dengan kata-kata secara jelas dan terperinci. Hasil dari penelitian ini adalah budaya minum teh di Korea erat kaitannya dengan tiga ajaran atau kepercayaan di Korea yang ada pada masa lalu, yaitu Konfusianisme, Seon Buddhisme, dan Taoisme. Upacara minum teh merupakan warisan budaya Korea, sekaligus merupakan salah satu bagian terpenting dari sejarah. Kegiatan upacara minum teh masih tetap dilaksanakan hingga saat ini di Korea sebagai ritual penghormatan kepada leluhur yang dilaksanakan saat hari raya Seollal dan Chuseok.

This research discusses the tea culture and tea ceremony in Korea as part of Korean culture is based by the values of Confucianism, Buddhism, and Taoism. This research aimed to know to determine the values underlying cultural tradition tea ceremony in Korea and the application of the values Darye in the tea ceremony. The method used is descriptive method qualitative form of exposure or depiction in words clearly and in detail. The results of this study is the tea culture in Korea is closely related to three teachings or belief in Korea that is in the past, Confucianism, Seon Buddhism, and Taoism. Tea ceremony is the cultural heritage of Korea, it is also one of the most important part of history. Activity tea ceremony still performed to this day in Korea as a tribute to ancestral rituals performed during the holidays Seollal and Chuseok.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2015
S61152
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Rejeki
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2008
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Hutagalung, Laura Magdalena E.
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas mengenai tradisi mengenakan baju putih dalam upacara pemakaman tradisional Cina dan betujuan untuk memaparkan awal terbentuknya tradisi penggunaan baju putih sebagai baju berkabung serta makna warna putih pada baju berkabung dalam masyarakat Cina. Adapun tradisi mengenakan baju putih sebagai tanda berkabung dalam upacara pemakaman tradisional Cina menurut catatan sejarah sudah dimulai sejak awal dinasti Zhou, dan masih dilakukan hingga sekarang. Warna putih dianggap sebagai warna berkabung yang menunjukan kemurnian, kesederhanaan, kesucian, kehidupan, dan kejujuran. Seiring berjalannya waktu, penggunaan baju berkabung ini pun semakin sederhana, tetapi tidak menghilangkan unsur utama yaitu pakaian dasar bewarna putih. Dari hasil penelitian yang melihat dari sisi budaya dan sejarah yang dilakukan berdasarkan studi kepustakaan, ditemukan warna putih berhubungan dengan makna berkabung dan kematian dalam masyarakat Cina.

ABSTRACT
This study discusses the tradition of wearing white clothes in traditional Chinese funerals and aims to describe the beginning of a tradition of using white clothes as mourning attire and also to analyze significance of white clothing as mourning attire in Chinese society. According to historical records, the tradition of wearing white mourning dress as a sign of mourning in traditional Chinese funerals has been started since the Zhou dynasty and still apply today. The white color is considered as the color of mourning, it is to symbolize innocence, simplicity, purity, existence, and sincerity. However, as time goes by, the use of mourning clothes is now even simpler, but does not eliminate the main element of this tradition that is white clothing. From testing the results of historical research based on the literature study earlier, it was found that white color was linked to death and mourning in Chinese culture. "
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Al Azhar
[Pekanbaru] : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan R.I. , 1986.
572.792 5 U 324
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Layla Kautsarrani
"

Skripsi ini membahas tentang makna tradisi upacara minum teh di Jepang (Chanoyu) dan kaitannya terhadap fungsi ruang dan estetika. Upacara minum teh di Jepang mengalami perkembangan, berawal dari pengobatan sampai menjadi sebuah ritual upacara. Upacara minum teh Jepang merupakan salah satu budaya turun menurun yang masih aktif dilaksanakan hingga sekarang, dimana dalam masyarakat Jepang budaya kesenian dan keagamaan Budha berpengaruh di setiap aspek kehidupan masyarakat Jepang, maka dari itu upacara minum teh di Jepang menarik untuk di bahas. Tujuan dari penelitian adalah menjelaskan makna upacara minum teh Jepang dan kaitannya terhadap space (ruang) dengan penerapan Zen, Tao dan prinsip estetika Wabi-Sabi.

 

 


This thesis discusses the meaning of the tradition of the tea ceremony in Japan (Chanoyu) and its relation to space. The tea ceremony in Japan is developing, starting from medicine to becoming a ceremonial ritual. Japanese tea ceremony is one of the hereditary cultures that is still actively carried out until now, where in Japanese society Buddhist culture and religious culture influences in every aspect of Japanese people's life, therefore the tea ceremony in Japan is interesting to discuss. The purpose of this research is to explain the meaning of Japanese tea ceremony and its relation to space with the application of Zen, Tao and Wabi-Sabi aesthetic principles.

 

"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>